Tanggal
13 Mei Tahun 2009 yang lalu saya pernah menulis tetang salah satu ilmu
yang penting dalam tarekat yaitu Kasyf. Menurut bahasa, kasyf berarti terbuka atau tidak tertutup. Untuk Lebih jelas uraian tentang kasyf bisa anda baca disini. Berikut adalah tulisan yang ditulis oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar, Guru
Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah/Wakil Menteri
Agama. Beliau bukan hanya orang yang memahami tasawuf secara taori tapi
juga sebagai pengamal, silahkan di baca…
Kasyaf
tidak hanya terjadi pada diri seorang nabi atau rasul yang dibekali
dengan mukjizat, tetapi manusia biasa yang mencapai maqam spiritual
tertentu juga bisa menyaksikannya.
Pada suatu hari yang amat panas, Rasulullah SAW berjalan menuju kompleks makam Baqi’ Al-Garqad.
Pada
saat itu, sekelompok orang berjalan mengikutinya. Ketika mendengar
suara sandal, Rasulullah sadar (kalau ia sedang dibuntuti). Nabi lalu
mempersilakan mereka lebih dahulu.
Ketika
mereka berlalu, tiba-tiba ia memerhatikan dua makam baru yang isinya
dua laki-laki. Nabi berdiri dan bertanya siapa orang yang berada di
dalam makam ini? Mereka menjawab fulan dan fulan. Mereka kembali
bertanya kepada Rasulullah, apa gerangan yang terjadi dengan makam baru
itu?
Rasulullah
menjawab bahwa salah seorang di antara keduanya dulu tidak bersih kalau
ia membuang air kecil dan yang satunya selalu berjalan menebar adu
domba. Lalu Rasulullah mengambil pelepah daun kurma yang masih basah,
sahabat bertanya untuk apa itu dilakukan? Dijawab oleh Nabi, “Agar Allah
SWT meringankan siksaan terhadap keduanya.”
Mereka
bertanya lagi, “Sampai kapan keduanya diazab?” Dijawab, “Ini hal yang
gaib, tidak ada yang mengetahuinya selain Allah SWT. Seandainya hati
kalian tidak dilanda keraguan dan tidak banyak bicara, niscaya kalian
akan mendengar apa yang sedang aku dengar.” (HR Ahmad).
Dalam
riwayat lain dijelaskan, Hanzalah bin Al-Rabi’Al-Usaidi berkata, “Abu
Bakar datang kepadaku lalu bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan dirimu?’
Hanzalah menjawab, ‘Aku telah menjadi seorang munafik’.
Abu
Bakar berkata, ‘Subhanallah, kamu berkata apa?’ Lalu, aku jawab, ‘Kita
berada di samping Nabi saat Beliau menjelaskan kepada kita tentang surga
dan neraka. Saat itu seolah-olah kita sedang menyaksikan surga dan
neraka dengan mata kepala sendiri. Namun, ketika keluar dari majelis
beliau, kita tenggelam dengan urusan anak istri dan hal-hal lain yang
sia-sia, kita banyak lupa’.”
Abu
Bakar bertanya, “Demi Allah sesungguhnya kami pun mengalami keadaan
seperti itu?” Lalu, Abu Bakar berangkat hingga kami masuk ke ruangan
Rasulullah, saat itu aku berkata, “Hanzalah menjadi seorang munafik
wahai Rasulullah!”
Beliau
bertanya, “Apa yang terjadi?” Lalu, aku jawab, “Kami berada di samping
engkau saat engkau menjelaskan kepada kami tentang neraka dan surga.
Saat itu seolah-olah kami melihat surga dan neraka dengan mata kepala
sendiri. Namun, ketika kami keluar dari sisimu, kami tenggelam oleh
urusan anak, istri, dan hal-hal yang sia-sia, kami banyak lupa.”
Lalu,
Nabi menjawab, “Demi Zat Yang Maha Menguasai jiwaku, seandainya kalian
terus-menerus mengalami apa yang kalian alami saat berada di sisiku dan
terusmenerus berzikir, niscaya para malaikat akan menyalami kalian di
tempat-tempat pembaringan kalian dan di jalan-jalan yang kalian lalui.
Hanya saja wahai hanzalah, itu hanya terjadi sewaktu-waktu.” Beliau
mengulang-ulangi perkataan ini tiga kali. (HR Muslim dan Tirmizi).
Dalam
riwayat lain juga dijelaskan, sebagaimana diceritakan oleh Imam Bukhari
dalam kitab Kitab “Jam’ul Fawaid”. Imam Bukhari meriwayatkan dari Usaid
bin Hudhair, ketika ia membaca Surah Al-Baqarah di malam hari,
sementara kudanya ditambatkan di sampingnya tiba-tiba kudanya
meronta-ronta.
Ia
menenangkan kudanya hingga tenang lalu melanjutkan bacaannya lagi,
kembali kudanya meronta-ronta kemudian kembali menenangkan lagi.
Kejadian ini berulang tiga kali. Ia juga memperingatkan anaknya bernama
Yahya agar menjauhi kudanya agar tidak disakiti.
Usaid
menengadah langit dan disaksikan ada naungan yang di dalamnya terdapat
pelita besar. Ketika pagi tiba, ia melaporkan kejadian ini kepada Nabi.
Nabi berkata, ‘Bacalah terus (Alquran itu) wahai Usaid!’ diulangi tiga
kali. Aku juga menengok ke langit ternyata aku juga menemukan hal yang
sama.
Nabi
memberikan komentar, “Itu adalah para malaikat yang mendekati suaramu.
Seandainya kamu terus membaca (Alquran) keesokan paginya manusia akan
melihat para malaikat yang tidak lagi menyembunyikan wujudnya dari
mereka.”
Ketiga
hadis shahih di atas mengisyaratkan adanya penyingkapan (kasyaf), yaitu
kemampuan seseorang untuk melihat atau menyaksikan sesuatu yang
bersifat gaib, seperti melihat, mendengar, atau merasakan adanya suasana
gaib. Apa yang disaksikan itu ber ada di luar kemampuan dan jangkauan
akal pikiran manusia normal.
Kasyaf
tidak hanya terjadi pada diri seorang nabi atau rasul yang dibekali
dengan mukjizat, tetapi manusia biasa yang mencapai maqam spiritual
tertentu juga bisa menyaksikannya, walaupun sudah barang tentu,
kapasitas kasyaf tersebut berbeda dengan penyaksian yang dialami oleh
para nabi atau rasul.