Laman

Sabtu, 25 Februari 2023

Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Mu’aqabah

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al Hasyr : 18)

Adalah menjadi kewajiban setiap orang merancang dan mempersiapkan hari esok yang lebih baik.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi kalau hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi terkutuk jika hari ini lebih buruk dari kemarin. Seseorang baru dikatakan bahagia, jika hari esok itu lebih baik dari hari ini.

Membangun hari esok yang baik, sesuai dengan ayat (wahyu Allah SWT) di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan di akhiri dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa landasan berfikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok haruslah dengan taqwa.

Semestinya orang Mukmin punya langkah antisipatif terhadap kemungkinan yang dapat terjadi esok disebabkan kelalaian hari ini.

Simpulannya, mesti ada peningkatan prestasi dari hari ke hari. Hari esok dapat berarti masa depan dalam kehidupan pendek di dunia ini.

Hari esok juga berarti pula hari esok yang hakiki, yang kekal abadi di akhirat kelak.

Hari esok mesti dirancang harus lebih baik dari hari ini, dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dengan melaksanakan lima “M ” ; yaitu Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, dan Mu’aqabah.[1]

1. Mu’ahadah

Mu’ahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.

Kontrak tauhid ini terjadi ketika manusia masih dalam keadaan ruh belum berupa materi (badan jasmani). Karena itu, logis sekali jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid tersebut.

Mu’ahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada Allah setelah kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada Allah. Wujudnya terefleksi minimal 17 kali dalam sehari dan semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib, sebagaimana tertera di dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi: “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan permohonan dan permintaan pertolongan.

Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah. Mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai pertolongan, kecuali hanya Allah semata.

Tidak ada satupun bentuk ibadah dan isti’anah (Permintaan Pertolongan) yang boleh dialamatkan kepada selain Allah SWT.[2]

Mu’ahadah yang lain adalah ikrar manusia ketika mengucapkan kalimat “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam.”

2. Mujahadah

Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya manusia.

Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya ‘abdun (hamba) yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Ma’bud (Allah Maha Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib berbakti (beribadah).

Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-Nya. Di antara perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk selalu berdedikasi dan berkarya secara optimal.

Hal ini dijelaskan di dalam Al Qur’an Surat At Taubah ayat: 5,

“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa-apa yang telah kamu kerjakan.”

Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju (ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah diberikan kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah.

Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan syetan yang terus menggoda.

Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah (menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.

Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu’. Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ‘ala nafsini wa jawarihihi, yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan gerakannya.

Syeikh Abu Ali Ad Daqqaq mengatakan: “Barangsiapa menghias lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.”

Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3] mengomentari tentang mujahadah sebagai berikut:

« Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar terhadap ketaatan.

Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.

Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.

Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.

Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya sangatlah sulit. »

Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيد ِ * إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ * مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan adal di dekatnya Malaikat pengawas yang selalu hadir”. (Q.S. Qaaf: 16-18).

3. Muraqabah

Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan, meskipun tidak ada orang yang melihatnya.

Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.

Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy mengatakan, « “Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian. Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah (merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.” »

Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, « “Abu Hafs mengatakan kepadaku, ‘manakala engkau duduk mengajar orang banyak jadilah seorang penasehat kepada hati dan jiwamu sendiri dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud lahiriahmu, sedangkan Allah SWT memperhatikan wujud batinmu.” »

Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan, dan larangan yang wajib dihindari.

Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang sehingga ia menjadi manusia yang jujur.

« Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan di manapun engkau berada.

Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri.

Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin.

Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT dalam setiap kesempatan dan seyogyanya hukum Allah SWT menjadi pegangan dlam keseharianmu.

Jangan engkau turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan sekali-kali engkau berbuat riya’ dan nifaq. Tindakan itu adalah batil. Kalau engkau berbuat demikian maka engkau akan disiksa.

Engkau berdusta, padalah Allah SWT mengetahui apa yang engkau rahasiakan. Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang tersembunyi dan yang terang-terangan, semuanya sama.

Bertaubatlah engkau kepada-Nya dan dekatkanlah diri kepada-Nya (Bertaqarrub) dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.” » [4]

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إلاَّ مَا سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ اْلأَوْفَى وَأَنَّ إِلَى رَبِّكَ الْمُنْتَهَى وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى وَأَنَّهُ هُوَ أَمَاتَ وَأَحْيَا

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya DIA yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan bahwasanya DIA yang mematikan dan yang menghidupkan.” (QS. An-Najm: 39-44)

4. Muhasabah

Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.

Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu menggunakan waktu dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.

Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. melaksanakan shalat shubuh. Selesai salam, ia menoleh ke sebelah kanannya dengan sedih hati. Dia merenung di tempat duduknya hingga terbit matahari, dan berkata ;

« “Demi Allah, aku telah melihat para sahabat (Nabi) Muhammad SAW. Dan sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai mereka sama sekali. Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi, mereka melewatkan malam hari dengan sujud dan berdiri karena Allah, mereka membaca kitab Allah dengan bergantian (mengganti-ganti tempat) pijakan kaki dan jidat mereka apabila menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar diterpa angin, mata mereka mengucurkan air mata membasahi pakaian mereka dan orang-orang sekarang seakan-akan lalai (bila dibandingkan dengan mereka).” »

Muhasabah dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Berbicara tentang waktu, seorang ulama yang bernama Malik bin Nabi berkata ; « “Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali ia berseru, “Wahai anak cucu Adam, aku ciptaan baru yang menjadi saksi usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.” » [5]

Waktu terus berlalu, ia diam seribu bahasa, sampai-sampai manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan nilainya. Allah SWT bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk pada waktu seperti Wa Al Lail (demi malam), Wa An Nahr (demi siang), dan lain-lain.

Waktu adalah modal utama manusia. Apabila tidak dipergunakan dengan baik, waktu akan terus berlalu. Banyak sekali hadits Nabi SAW yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin.

نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا َكثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، الصِّحَّةُ وَ الفَرَاغُ

“Dua nikmat yang sering disia-siakan banyak orang: Kesehatan dan kesempatan (waktu luang).” (H.R. Bukhari melalui Ibnu Abbas r.a).

5. Mu’aqabah

Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri. Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti berinfaq dan sebagainya.

Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan.

Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat hendaklah manusia bertaubat kepada Allah, mengerjakan kebajikan sesuai dengan norma yang ditentukan untuk menuju ridha dan ampunan Allah.

Berkubang dan hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang melampaui batas dan wajib ditinggalkan.

Di dalam ajaran Islam, orang baik adalah orang yang manakala berbuat salah, bersegera mengakui dirinya salah, kemudian bertaubat, dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat dan berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya untuk kedua kalinya.

Shadaqallahul’azhim. Allahu A’lamu Bissawab.

 

Jumat, 24 Februari 2023

Tanda diterima Allah Ta’ala. Amal saleh

 

Setiap mukmin tentu berharap semua amal saleh yang dilakukannya diterima Allah Ta’ala. Amal saleh yang tentu saja diiringi niat sebagai ibadah untuk mendekatkan diri pada Allah Azza wa Jalla, serta amal yang dilandasi keimanan yang benar serta meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Landasan amal salehnya dibangun di atas ilmu syar’i bukan sekedar aktivitas yang baik menurut persangkaan manusia atau amal yang mementingkan kualitas namun tanpa dalil agama. Semoga penjelasan-penjelasan dari para imam terkemuka berkaitan dengan tanda diterimanya amal mampu menggugah hasrat kaum muslimin untuk mempersembahkan amal terbaik kepada Allah Ta’ala.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah apabila menginginkan kebaikan kepada seorang hamba dijadikan hatinya tak mengingat amal-amal kebaikannya dan dijadikan lisannya tak ingin mengabarkan amalnya kepada manusia. Allah jadikan ia sibuk mengingat dosa-dosanya. Senantiasa dosa itu berada di pelupuk matanya hingga ia masuk surga. Karena tanda amal diterima itu adalah menjadikan hati tak mengingatnya dan lisan tak mengabarkannya.” (Thariqul Hijratain hal. 169-172).

Inilah bentuk amal saleh yang pemiliknya tak menyibukkan diri mengeksposnya, entah itu dengan lisannya atau memviralkannya di media sosial. Tanpa kita sebarkan niscaya hati kita akan terjaga untuk lebih ikhlas, karena yang dicari pujian Allah Ta’ala. Justru banyaknya amal membuatnya lebih hati-hati dan bersikap tawadhu karena ia lebih sibuk memikirkan kekurangan dirinya dan dosa-dosanya daripada menghitung amal-amal saleh yang telah dilakukan karena orang yang bangga dengan amal-amal salehnya justru akan meremehkan dosa-dosanya atau bahkan memandang rendah orang yang tidak beramal saleh seperti dirinya. Padahal kita belum tahu pasti apakah amal kita diterima Allah Ta’ala atau tidak. Ini peringatan agar kita tak terpesona dengan kuantitas amal saleh kita. Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَآ اٰتَوْا وَّقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ اَنَّهُمْ اِلٰى رَبِّهِمْ رٰجِعُوْنَ ۙ

Dan orang-orang yang melakukan (kebaikan) yang telah mereka kerjakan dengan hati penuh rasa takut, (karena mereka tahu) bahwa sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabbnya” (Q.S Al-Mukminun: 60)

Mereka senantiasa istiqomah beramal saleh, mereka berlomba-lomba dalam kebaikan namun mereka juga takut amal-amal tersebut tidak diterima Allah Ta’ala.

Simak pula nasihat imam Ibnu Rajab rahimahullah berkenaan dengan tanda diterimanya amal saleh seorang hamba. Beliau rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, Dia menerima amal (kebaikan) seorang hamba dia akan memberi taufik kepada hambaNya tersebut untuk beramal saleh setelahnya. Sebagaimana ucapan salah seorang dari mereka (ulama salaf), “Ganjaran perbuatan baik adalah (taufik dari Allah Azza wa Jalla untuk melakukan) perbuatan baik (setelahnya).” Maka barangsiapa yang mengerjakan amal kebaikan lalu ia mengerjakan amal kebaikan lagi setelahnya, ini merupakan pertanda diterimanya amal kebaikannya yang pertama (oleh Allah Azza wa Jalla). Sebaliknya siapa saja yang mengerjakan amal kebaikan lalu melakukan perbuatan buruk (setelahnya), maka ini merupakan pertanda tertolak dan tidak diterimanya amal kebaikannya tersebut. (Latha’iful Ma’arif hal. 311).

Semoga uraian di atas, yang berkenaan dengan tanda diterimanya amal saleh mampu menginspirasi setiap Mukmin untuk lebih hati-hati beramal tanpa memviralkannya di dunia maya atau nyata demi menjaga keikhlasan serta berupaya beramal kontinu meskipun sedikit karena ini melanggengkan dalam beramal saleh dan dicintai Allah Azza wa Jalla.

Penulis; Isruwanti Ummu Nashifa

Kamis, 23 Februari 2023

Muraqabah Aqrabiyah


Pelaksanaan dzikir ini pada dasarnya menurut Thariqat An-Naqsyabandi adalah dengan membaca kalimah laa ilahaa illallah dengan tertib dan aturan pelaksanaannya secara dzahir dan bathin, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
  1. Niat, maksudnya hendaklah kita niatkan terlebih dahulu semoga pahala dari tahlil ini yang 70.000 dapat menjadi tebusan diri kita dari siksa neraka dan atas segala dosa yang kita perbuat di dunia ini, dengan do’a ini : “Ya Allah, jadikanlah kalimat laa ilahaa illallaah sekhatam (70.000) ini sebagai hadiah bagi Rasulullah Saw, Amiin.
  2. Mengingat akan Allah (konsentrasi) secara hati sanubari yang bersih dan ikhlas;
  3. Menggunakan maqamat (lathaif) dengan memandang gurisan kalimah Laa ilahaa illallah pada titik tempat di tubuh jasmani, yaitu : “Kalimah Laa ilahaa illallah di tarik kira-kira dua jari di bawah susu kiri menuju kira-kira dua jari keatas susu kiri, lalu terus kira-kira dua jari di atas susu kanan selanjutnya terus menuju kira-kira dua jari di bawah susu kanan terus pukulan akhirnya kembali ke bawah susu kiri lagi;
  4. Ucapkanlah kalimah Laa ilahaa illallah ini dengan tartil dan benar dan secara jihar;
  5. Hadirkan maknanya (Laa ilahaa illallah) dalam hati;
  6. Telinga mendengarkan ucapan kalimah laa ilahaa illallah ini melalui lidah untuk sebagai saksi;
  7. Semua titik maqam yang di lewati kalimah laa ilahaa illallah tadi mengingat akan Allah;
  8. Menyadari dan mengintai bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya.
  9. Pada ucapan kalimah tadi yang terakhir (Allah) hempaskan pada hati sanubari (Maqam Idzmu dzat/Lathifatul Qalbiy).

Inti pelaksanaan pada dzikir ini adalah dengan duduk tafakkur dan senantiasa mengintai dan menyadari akan sesungguhnya Allah selalu hambaNya (kita).

Sebelum melaksanakan dzikir tahlil ini, maka sampaikanlah pahalanya secara khusus kepada seluruh para Nabi dan Rasul yang ada pada Al-Qur’an, jika telah menyelesaikan jumlahnya sekhatam (70.000) maka berdo’alah dengan do’a berikut : Yaa Allah, sampaikanlah sekhatam tahlil ini kepada arwah Nabi Muhammad Saw dan anak cucunya serta para sahabat-sahabat beliau beserta para keluarganya dan kepada para Nabi dan Rasul terdahulunya, amiin.

 

Selasa, 21 Februari 2023

Pengertian Tata Cara Rabitah Dalam Tarekat

Rabithah dalam pengertian bahasa(lughat) artinya bertali, berkait atau berhubungan. Sedangkan dalam pengertian istilah thareqat, rabithah adalah menghubungkan ruhaniah murid dengan ruhaniah guru, Guna mendapatkan wasilah dalam rangka perjalanan menuju Allah. Syaikh Mursyid adalah Khalifah Allah dan Khalifah Rasulullah. Mereka adalah wasilah atau pengantar menuju Allah. Jadi tujuan murobith adalah memperoleh wasilah.Rabithah antara murid dengan guru biasa adalah transfer of knowledge , yakni mentransfer ilmu pengetahuan, maka rabithah antara murid dengan guru mursyid adalah transfer of spiritual, yakni mentransfer masalah-masalah keruhanian. Di sinilah letak perbedaannya. Kalau transfer of knowledge tidak bisa sempurna tanpa guru, apalagi transfer of spiritual yang jauh lebih halus dan tinggi perkaranya, maka tidak akan bisa terjadi tanpa guru mursyid.
Dasar-dasar utamanya adalah penunjukan yang dilakukan oleh Tuhan lewat guru mursyid atau ilham dari Allah Swt Karena itu tidak semua orang bisa menjadi guru mursyid. Seorang mursyid adalah seorang yang ruhaninya sudah bertemu Allah dan berpangkat waliyan mursyida, yakni kekasih Allah yang layak menunjuki umat sesuai dengan hidayah Allah yang diterimanya. Hal ini seperti dijelaskan dalam surat al Kahfi ayat 17.
وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَتْ تَزَاوَرُ عَنْ كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَتْ تَقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِنْهُ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ۗ مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِ ۖ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُرْشِدًا
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang Luas dalam gua itu. itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka Dialah yang mendapat petunjuk; dan Barang siapa yang disesatkan-Nya, Maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. (QS. al Kahfi : 17)
Jadi jelas fungsi guru mursyid adalah sebagai pembimbing ruhani, di samping itu juga sebagai orang tua yang harus dipatuhi segala perintahnya dan dijauhi segala yang dilarangnya. Dengan demikian seorang murid merasa takut manakala meninggalkan perintah agama dan atau melanggar larangan agama, karena waktu itu akan terbayanglah bagaimana marahnya wajah guru mursyid manakala dia berbuat demikian.
Hal yang demikian ini pulalah yang menyebabkan nabi Yusuf merasa takut dan enggan ketika hendak diajak berzina oleh Siti Zulaikha. Terbayanglah oleh nabi Yusuf as wajah ayahnya (nabi Ya’kub) atau wajah suami Zulaikha (Qithfir) manakala ayahnya atau suami Zulaikha mengetahui apa yang akan diperbuatnya.
وَلَقَدْ هَمَّتْ بِهِ ۖ وَهَمَّ بِهَا لَوْلَا أَنْ رَأَىٰ بُرْهَانَ رَبِّهِ ۚ كَذَٰلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ ۚ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ
Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata Dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu Termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS. Yusuf : 24)
Dasar-Dasar Rabithah Mursyid
Dasar-dasar hukum yang digunakan sebagai dalil terhadap rabithah adalah firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersikap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kamu kepada Allah Swt supaya kamu beruntung (sukses). (QS. Ali Imran : 200).
Kata warabithu dalam ayat ini adalah diambil arti hakikinya, lebih dalam dari sekedar makna lahiriahnya yaitu mengadakan penjagaan di pos-pos penting dalam situasi peperangan, agar musuh tidak menerobos. Kalau perang fisik, seseorang menjaga pertahanan wilayah dari serbuan musuh-musuh dari orang kafir, maka dalam perang metafisik, orang mengadakan rabithah di wilayah hati agar syetan tidak menyusup ke wilayah hati sanubari tersebut. Itulah yang menjadi dasar-dasar rabithah bagi para pakar tawasuf / thareqat. Menurut mereka rabithah mursyid adalah salah satu memperoleh wasilah menuju Allah. Firman Allah Swt.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah / jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihatlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. al Maidah : 35)
Menurut pendapat ahli thareqat, mafhum al-wasilah dalam ayat ini bersifat umum. Wasilah dapat diartikan dengan amal-amal kebajikan Berkumpul dan bergandengan dengan guru mursyid secara lahir atau batin termasuk amal yang baik dan terpuji. Berkumpul dan bergabung itulah oleh kalangan ahli thareqat disebut dengan rabithah mursyid. Jika diperintah mencari wasilah, maka rabithah adalah wasilah yang terbaik diantara jenis wasilah yang lain. Firman Allah
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakanlah : jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kamu. Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)
Ayat di atas menurut kalangan thareqat, isyarat kepada rabithah, sebab “mengikut” فَاتَّبِعُونِي itu menghendaki melihat yang diikuti. Dan melihat yang diikuti ada kalanya melihat tubuhnya secara nyata (konkret) dan ada kalanya melihatnya secar hayal (abstrak). Melihat dalam hayal itulah yang dimaksud dengan rabithah. Jika tidak demikian, tentu tidak dapat dinamakan mengikut. Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (QS. at Taubah : 119)
Asy Syekh Ubaidillah Ahrar menafsirkan kebersamaan dengan orang-orang yang benar, yang diperintahkan oleh Allah Swt dalam ayat itu terbagi dua:
· Bersama-sama jasmaniah, yaitu semajelis, sehingga kita mendapatkan keberuntungan dari orang-orang yang shiddiq.
· Bersama-sama maknawi, yaitu bersama-sama ruhaniah yang diartikan dengan rabithah.
Dalam hadist qudsi Sabda Rasulullah SAW,
Artinya : “Tidak dapat bumi dan langit-Ku menjangkau/ memuat akan zat-Ku (yang membawa Asma-Ku / Kalimah-Ku), melainkan yang dapat menjangkaunya / memuatnya ialah Hati Hamba-Ku Yang Mukmin / suci, lunak dan tenang.” (Hadis Qudsi R. Ahmad dari Wahab bin Munabbih).
Dalam Sebuah Hadist Rasulullah SAW Bersabda :
كُنْ مَعَ الله فَ اِلَى مْتَكُنْ مَعَ الله فَكُنْ مَعَ مَنْ مَعَ الله فَ اِنَّهُ يُوْاصِلُكَ اِلَّاَ الله
" Kun ma'allah faiilam takun ma'allah fakun ma'a man ma'allah fainnahu yuushiluka ilallah " ( HR. Abu daud )
“Jadilah ( Ruhani ) kalian Bersama Allah , Jika ( ruhani ) Kalian Belum Bisa Bersama Allah, Maka Jadilah Kalian Bersama Dengan Orang Yang ( Ruhaninya ) telah Bersama ALLAH, Sesungguhnya Mereka Akan menghantarkan ( Ruhani ) kamu Kepada Allah.”
Asy Syekh Muhammad Amin al Kurdi menyatakan wajibnya seorang murid terus-menerus me-rabithah-kan ruhaniahnya kepada ruhaniah Syekh gurunya yang mursyid, guna mendapatkan karunia dari Allah Swt. Karunia yang didapati itu bukanlah karunia dari mursyid, sebab mursyid tidak memberi bekas. Yang memberi bekas sesungguhnya hanya Allah Swt, sebab di tangan Allah Swt sajalah seluruh perbendaharaan yang ada di langit dan di bumi, dan tidak ada yang dapat berbuat untuk men-tasaruf-kannya kecuali Allah Swt. Hanya saja Allah Swt men-tasaruf-kannya itu, melalui pintu-pintu atau corong-corong yang telah ditetapkan-Nya, antara lain melalui para kekasih-Nya, para wali-wali Allah Swt yang memberikan syafaat dengan izin-Nya (Amin al Kurdi: 1994, hlm. 448).
Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi Al-Irdibiy Rhm. mengatakan:
“Sesungguhnya rasa dekat dengan Syekh Mursyid bukan dikarenakan dekat zatnya, dan bukan pula karena mencari sesuatu dari pribadinya, tetapi karena mencari hal-hal yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya (kedudukan yang telah dilimpahkan Allah atasnya) dengan mengi’tiqadkan (meyakini) bahwa yang membuat dan yang berbekas hanya semata-mata karena Allah Ta’ala seperti orang faqir berdiri di depan pintu orang kaya dengan tujuan meminta sesuatu yang dimilikinya sambil mengi’tiqadkan bahwa yang mengasihi dan memberi nikmat hanya Allah yang mempunyai gudang langit dan bumi, serta tidak ada yang menciptakan selain dari-Nya. Alasan ia berdiri di depan pintu rumah orang kaya itu karena ia meyakini bahwa di sana ada salah satu pintu nikmat Allah yang mungkin Allah memberikan nikmat itu melalui sebab orang kaya itu”. (Tanwirul Qulub : 527)
Dalam kitab Mafaahiim Yajiibu an Tus-haha karangan Syekh Muhammad ‘Alawi Al-Maliki Al-Hasani bahwa Al-Hafizh Ibnu Katsir menyebutkan:
“Sesungguhnya syi’ar kaum muslimin dalam peperangan Yamamah adalah: ‘Wahai Muhammad! (tolonglah kami)”.
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika telah menyesatkan akan kamu sesuatu atau ingin minta pertolongan, sedangkan dia berada di satu bumi yang tidak ada padanya kawan, maka hendaklah dia berkata: ‘Wahai hamba Allah, tolonglah aku!’ Maka sesungguhnya bagi Allah itu ada hamba-hamba yang tidak dapat dilihat. Dan sungguh terbuktilah yang demikian itu”. (HR. Thabrani)
Dan lagi sabda Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat selain Hafazhah yang menulis apa-apa yang jatuh dari pohon. Maka apabila menimpa kepincangan di bumi yang luas, hendaklah dia menyeru: ‘Tolong aku, wahai hamba Allah”. (HR. Thabrani)
Dikisahkan ketika anak-anak Ya’qub As. merasa bersalah (karena berusaha mencelakakan Yusuf As.), mereka semua menghadap orang tuanya, dan memohon kepada Ya’qub As.
قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي ۖ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيم
“Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa)”. Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dialah Yang Pengampun lagi Penyayang (kepada seluruh hamba-Nya)”. (QS. Yusuf[12]: 96-98).
Inilah salah satu bukti bahwa permohonan do’a ampunan tidak hanya dilakukan si pemohon, tapi dapat dimintakan tolong kepada seseorang yang dianggap shaleh atau dekat kepada Allah SWT.
Adapun dalil sunah tentang rabithah antara lain tertera dibawah ini
Hadits Bukhari menyatakan:
أَنَّ اَبَا بَكْرِ الصِّدِّيْق رَضِىَ الله عَنْهُ شكا لِلنَّبِىِّ عَدَمَ انْفِكاَكِهِ. عَنْهُ حَتىَّ فِى الْخَلاَءِ
Bahwa Abu Bakar as Shiddik mengadukan halnya kepada Rasulullah Saw bahwa ia tidak pernah lekang (terpisah ruhaninya) dari Nabi Saw sampai ke dalam WC.
Sedangkan Sayyid Bakri berpendapat antara lain berbunyi sebagai berikut
وَيُضِمُّ أَيْضَا إِلىَ ذَلِكَ اسْتِمَضَارَشَيْخِهِ الْمُرْشِدِ لِيَكُوْنَ رَفِيْقَهُ فىِ السَّيِر إِلىَ الله تَعَالَى
Dan menyertakan pula kepada (dzikir Allah Allah) itu, akan hadirnya Gurunya yang memberi petunjuk, agar supaya menjadi teman dalam perjalan menuju kepada Allah Ta’ala. (Sayyid al Bakri dalam kitab Kifayatul atqiya, hlm. 107).
Pendapat Para Imam Tasawuf Tentang Rabithah
a. Imam Sya’rani dalam Nafahatu Adabidz Dzikri mengatakan, “Dianjurkannya kepada orang banyak supaya mereka mengamalkan adab dzikir yang 20 perkara itu. Dinyatakan adab yang ke-4: hendaklah sejak permulaan dzikir, himmah syaikhnya terus-menerus berada dalam kalbunya. Ke-5: dia menganggap bahwa limpahan dari gurunya itu pada hakikatnya adalah pancaran dari Nabi Saw karena syaikhlah merupakan wasilah murid dengan Nabi Saw. Dihayalkan rupa guru di depan matanya, inilah maksud rabithah, tidak lebih.
b. Syaikh Tajuddin an Naqsyabandi dalam Risalah-nya, menyatakan bahwa apabila seseorang telah selesai dengan urusan dunianya, maka hendaklah ia mengambil wudhuk, lalu masuk ke tempat khalwatnya. Sesudah duduk, pertama-tama dia harus menghadirkan rupa guru.
c. Syaikh Abdul Ghani an Nablusi dalam komentarnya tentang Risalah Syaikh Tajuddin an Naqsyabandi itu menyatakan bahwa itulah cara yang paling sempurna, sebab syaikh adalah merupakan pintunya ke hadirat Allah dan wasilah kepada-Nya. seperti Firman Allah dalam surat at Taubah ayat 119 di atas. Firman Allah dibawah ini menunjukkan bahwa rabithah mursyid adalah termasuk dzikir kepada Allah Swt yang maha rahman. Dzikir demikian itu mampu mengusir syetan. Bilamana orang enggan melakukan demikian, (dzikir dengan rabithah) maka Allah akan menyertakan orang tersebut dengan syetan yang selalu membelokkannya ke jalan yang lurus. Tetapi anehnya orang tersebut merasa mendapatkan petunjuk. Rasanya jauh api dengan panggang.
Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (al Qur’an), kami adakan baginya syetan (yang menyesatkan), maka syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syetan-syetan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. (QS. az Zukhruf : 36 – 37)
d. Syaikh Ubaidullah al Ahrar menyatakan bahwa maksud surat at Taubah ayat 119, yang artinya:
Wahai orang-orang mukmin takutlah kepada Allah dan jadilah kalian bersama orang-orang yang benar. Di sini kita diperintahkan supaya berada bersama-sama dengan orang-orang yang benar, baik dari segi rupa maupun dari segi makna.
Namun demikian, walaupun rabithah merupakan faktor terpenting dalam thareqat, kalangan ulama di luar tasawuf masih menganggapnya sebagai bid’ah bahkan divonisnya sebagai perbuatan isyrak (menyerikatkan Allah) dengan guru atau syaikh. Dan permasalahan rabithah sampai kini masih tetap belum ada titik temu. Paham Wahabisme yang dijadikan ideologi Arab Saudi (sebagai negara Islam dan pusat peradaban Islam), sangat keras menentang rabithah, bahkan tidak hanya rabithah melainkan dzikir-dzikir dalam thareqat juga dianggap sebagai bid’ah.
TATA CARA RABITHAH
Rabithah artinya ikatan atau berhubungan, yang berarti proses terjadinya hubungan atau ikatan ruhaniyah antara seorang murid dengan Guru Mursyidnya. Mengikat atau menghubungkan diri dengan Manajemen Vertikal (Ilahiyah) seperti yang diungkapkan Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang memiliki iman, bersabarlah! jadikanlah kesabaran atasmu, berabithahlah (agar diteguhkan), dan takutlah kepada Allah, mudah-mudahan engkau termasuk orang-orang beruntung”. (QS. Ali Imran[3]: 200)
Melakukan rabithah mengandung makna menghadirkan/ membayangkan rupa Syekh atau Guru Mursyidnya yang Kamilah di dalam fikiran ketika hendak melaksanakan ibadah, lebih khusus ketika berdzikir kepada Allah Ta’ala.
Menurut beberapa Ulama shufi, berabithah itu lebih utama daripada dzikirnya seorang Salik. Melaksanakan rabithah bagi seorang murid lebih berguna dan lebih pantas daripada dzikirnya, karena Guru itu sebagai perantara dalam wushul ke hadirat Allah Jalla wa ‘Alaa bagi seorang murid. Apabila bertambah rasa dekat dengan gurunya itu, maka akan semakin bertambah pula hubungan batinnya, dan akan segera sampai kepada yang dimaksud, yakni makrifat. Dan seyogyanya bagi seorang murid harus Fana dahulu kepada Guru Mursyidnya, sehingga akan mencapai Fana dengan Allah Ta’ala”.[1]
Menurut Syekh Muhammad bin Abdulah Al-Khani Al-Khalidi dalam kitabnya Al-Bahjatus Saniyyah hal. 43, berabithah itu dilakukan dengan 6 (enam) cara:
1. Menghadirkannya di depan mata dengan sempurna.
2. Membayangkan di kiri dan kanan, dengan memusatkan perhatian kepada ruhaniyahnya sampai terjadi sesuatu yang ghaib. Apabila ruhaniyah Mursyid yang dijadikan rabithah itu tidak lenyap, maka murid dapat menghadapi peristiwa yang akan terjadi. Tetapi jika gambarannya lenyap maka murid harus berhubungan kembali dengan ruhaniyah Guru, sampai peristiwa yang dialami tadi atau peristiwa yang sama dengan itu, muncul kembali. Demikianlah dilakukan murid berulang kali sampai ia fana dan menyaksikan peristiwa ghaib tanda Kebesaran Allah. Dengan berabithah, Guru Mursyidnya menghubungkannya kepada Allah, dan murid diasuh dan dibimbingnya, meskipun jarak keduanya berjauhan, seorang di barat dan lainnya di timur. Selain itu akan membentenginya dari pikiran-pikiran yang menyesatkan sehingga memicu pintu ruhani yang batil memasuki dirinya (baik ruhani-ruhani ataupun i’tikad-i’tikad yang batil),
3. Menghayalkan rupa Guru di tengah-tengah dahi. Memandang rabithah di tengah-tengah dahi itu, menurut kalangan ahli Thariqat lebih kuat dapat menolak getaran dan lintasan dalam hati yang melalaikan ingat kepada Allah Ta’ala.
4. Menghadirkan rupa Guru di tengah-tengah hati.
5. Menghayalkan rupa Guru di kening kemudian menurunkannya ke tengah hati. Menghadirkan rupa Syekh dalam bentuk keempat ini agak sukar dilakukan, tetapi lebih berkesan dari cara-cara sebelumnya.
6. Menafikan (meniadakan) dirinya dan mentsabitkan (menetapkan) keberadaan Guru. Cara ini lebih kuat menangkis aneka ragam ujian dan gangguan-gangguan.
Dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, karangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad disebutkan: “Perkataan seorang mukmin yang menyeru ‘Wahai Fulan’ ketika di dalam kesusahan, termasuk dalam tawasul yang diseru kepada Allah. Dan yang diseru itu hanya bersifat majaz bukan hakikat. Makna ‘Wahai Fulan! Aku minta dengan sebabmu pada Tuhanku, agar Dia melepaskan kesusahanku atau mengembalikan barangku yang hilang dariku, yang diminta dari Allah SWT. Adapun yang diucapkan kepada Nabi/Wali menjadi sebagai majaz (kiasan) dan penghubung, maka niat meminta kepada Nabi/Wali hanyalah sebagai sebab saja.
Dan diucapkan pada syara’ dan adat, contohnya adalah seperti permintaan tolong kita kepada orang lain: ‘tolong ambilkan barang itu’. Maka apa yang sebenarnya adalah kita meminta tolong dengan sebab orang tadi, hakikatnya Tuhan Yang Kuasa atas segala sesuatunya. Apabila kita meyakini orang itu mengambil sendiri secara hakikatnya, maka barulah boleh dikatakan syirik. Maka begitu pulalah berabithah itu sebagai sebab yang menyampaikan bukan tujuan.
Berbicara mengenai sebab, telah banyak ayat Al-Quran dan Hadits Qudsi yang menyatakan bahwa segala perkara yang dibutuhkan manusia dan makhlukNya didapat dan dikaruniakan oleh Allah Yang Kuasa, apakah itu makanan, minuman, pakaian, rizki, kesembuhan, dan sebagainya. Maka untuk kesemuanya itu perlu adanya sebab yang menyampaikan. Penyampaiannya bisa cepat atau lambat. Dan seseorang yang menerima rizki dari seseorang lainnya, sepantasnyalah berterimakasih kepadanya sebagai adab atas penyampaian rizkinya itu. Begitu pulalah seseorang meminta akan sesuatu hanya kepada sahabat atau lainnya, tentu ada adab-adab atau tatacara tertentu yang harus dilakukan, agar hajatnya itu terpenuhi sesuai dengan kehendaknya. Dan tidak hanya lahiriyyah saja, perkara-perkara ruhaniyah memiliki adab atau tatacaranya, agar tercapai penyampaian maksudnya ke Hadhirat Allah Yang Suci.
Maka penyampaian kehendak seseorang hamba kepada lainnya, yakni yang membutuhkan sesuatu selain Allah adalah suatu bentuk majaz bukan hakikat. Kalau ia beri’tiqad memohon secara hakikat, maka jadilah syirik yang menyekutukan Tuhannya.

 

PANDANG SATU KEPADA YANG BANYAK PANDANG YANG BANYAK KEPADA YANG SATU

LA HURUFIN WALA SAUTIN
TIADA HURUF TIADA SUARA
INILAH DIA JIBU
ALIF TERBANG INI DIBUNYIKAN MENJADI : A.I.U
(AKU INI HIDUP) ATAU DENGAN LAIN KATA :AKU TUHAN, IA TUHAN, UJUD TUHAN SEMUANYA SIMPUN KEPADA HU ; DAN HU ITU LENYAP
DALAM JIBU, ARTINYA ;TIADA HURUF DAN TIADA SUARA
INILAH AHIR PERJALANAN SEORANG SALIK/ PENUNTUT KAUM SUFI ATAU AHLI PERJALANAN DEMIKIANLAH ADANYA.
______________________________________________________
ZAT =JIBU ,SIFAT =Kenyataan ZAT sifat namanya
ASMA =Kenyataan ZAT,Asma namanya
AF’AL =Kenyataan ZAT Kelakuan namanya
SYAREAT THAREKAT HAQIQAT MA’RIFAT
ALIF ADALAH ZAT
LAM AWAL ADALAH SIFAT
LAM ACHIR ADALAH ASMA
HA ADALAH AF’AL
INILAH YANG BERNAMA ALLAH YANG SEBENARNYA
ALIF KENYATAAN HAYATULLAH ZAT
KAF KENYATAAN ALIMULLAH
BA KENYATAAN KUDRATULLAH
RO KENYATAAN IBADATULLAH
INILAH KEMAHA BESARAN TUHAN ALLAH AZZAWAZALLA
KALAU KITA SIMPUNKAN MENJADI SATU
1. ALLAH : ADALAH NAMA BAGI ZAT YANG WAJIBAL WUJUD
AKBAR : ADALAH NAMA BAGI SIFAT HAYATULLAH ZAT
2. ALLAH : NAMA BAGI BATHIN
ALLAH TA’ALA
AKBAR : NAMA BAGI ZAHIR
JADI YANG SEBENAR-BENARNYA TAKBIR ITU ADALAH :
MENUNJUKKAN KEADAAN ALLAH PADA MUHAMMAD
ARTINYA : ZAHIR TUHAN ADA PADA MUHAMMAD DAN BATHIN MUHAMMAD ADA DI TUHAN
BER-ARTI : YANG MENYEMBAH JUGA YANG DISEMBAH
MAKA YANG BERLAKU DALAM KEADAAN SEMBAHYANG ITUADALAH RAHASIA ALLAH SEMATA-MATA
DALILNYA : LAYA’ BUDULLAH ILLALLAHARTINYA : TIADA YANG MENYEMBAH ALLAH, HANYA ALLAH
________________________________________________________
NAIKNYA NAFAS SHIFAT
TURUNNYA NAFAS ZAT
HILANGNYA NAFAS ASMA
NAIKNYA NAFAS, BUKAN HURUF
TURUNNYA NAFAS, BUKAN SUARA
ATAU PUN DENGUNG
LENYAPNYA NAFAS TURUNYA NAFAS NAIKNYA NAFAS
BERSATUNYA NAFAS.
A I U = AKU INI HIDUP
LA HURUFIN WALA SAUTIN.
TIADA HURUF TIADA SUARA TIADA KATA-KATA.
KUDRAT,ILMU,IRADAT,HAYAT,SAMA,KALAM.
SHIFAT 7,BASAR INSAN.INSAN IMAN,RAHASIA ISLAM
NYATA TAUHID,HATI MA’RIFAT,ZATTUBUH MA’RIFAT
AF’AL
SIFAT
ASMA
LAISA
TA’ALA SANI TA’AIN AWAL LA TA’AIN
ROH IDHOFI UJUD IDHOFI ALLAH
RAHASIA SIR ZAT
ROH ROH
NYAWA
PENGRASA PENGLIHAT PENDENGAR PENCIUM
KAKI PUSAT DADA KEPALA
Maghrib Ashar Zohor Subuh
ISYA : meliputi seluruhnya ataupun dengan kata lain zahir bathinNYAWA ADAMSAREAT : TUBUH
TAREQAT : HATI
HAQIQAT : RUH
MA’RIFAT : RAHASIA NYAWA MUHAMMADFANA MUHAMMAD
PADA ALLAH
NUR MUHAMMAD = NUR ALLAH
HA DAN ALLAH“WAL AWAL WAL ACHIR”NAH : INILAH ZIKIR MARIFAT ATAU RAHASIA (SEMPURNA) KENAL DAN MENGENAL
HA ALIF
TIDAK BERHURUF TIDAK BERSUARA DAN TIDAK ADA KATA-KATA.
AKU ADALAH AKU DALAM SEGALA HAL
________________________________________________________
Tidak akan diucapkan kalimat AKU : melainkan oleh orang yang berkawan dengan kelengahan dan oleh setiap orang yang terhijab oleh hakikat. Tidaklah semuanya benar bagi orang yang ber-AKU-AKU. Engkau berani mengatakan AKU ; sedang engkau masih terhijab/terdidinding dari padaku. Pesona dunia ini masih mencekam dirinya (dirimu), masing-masing akan menyambar dirimu dengan seruan kepad zat dirimu, engkau saja masih didalam kegaiban yang kelam daripadaku. Maka apabila engkau telah melihat AKU; dan akupun telah bernyata dihadapanmu, maka tetapkanlah keteguhanmu, maka tiada Aku lagi, melainkan aku.
________________________________________________________
Telah kuciptakan atau kuadakan untukmu dan untuk sesuatu menjadi tujuan ; antara lain tujuan itu ialah ; CINTAMU KEPADA DIRIMU SENDIRI.
Itulah tetesan waham atau kalimat yang engkau warisi. Kata-kata Aku adalah egomu sendiri ; Aku berlepas diri dari anggapan yang demikian. Dan tidak lain ZAT itu, melainkan kepunyaanku jua. Dan tidak lain AKU itu, kecuali hanya untukmu semata.
Akulah yang dia itu : dan adapun hakikatmu itu bukanlah pula persoalan. Hanya sesungguhnya engkau berada pada pembagian yang bersifat waham atau dugaan saja (sangka-sangka).
Hal ini disebabkan karena caramu berfikir dan pencapaianmu pada pendakian jiwa dan persoalan. Engkau dalam setiap saat terbagi kepada : “menyaksikan dan disaksikan
_________________________________________________________
Dua menjadi satu dalam bentuk perjodohan. Jiwa yang mencapai dan persoalan yang dicapai. Adapun hakikatnya sendiri tersembunyi jauh dibalik perjodohan itu, meninggi atasnya, jauh dari segala itu semuanya. Sekarang engkau bukan lagi ZAT dan perjodohan; tetapi engkau hanyalah RUH dari RUHKU, tiada nisbah bagimu melainkan padaku. Engkau tidak mengungkapkan hakikat ini, kecuali dikala terangkat daripadamu tirai penutup dan engkau memandangku ketika itulah engkau telah lenyap dari pada dirimu yang berjodohan yang bersifat serba duga/waham (sangka-sangka).
Dirimu yang sebenarnya yang bukan ZAT dan bukan pula dari persoalan. Tetapi hanya engkau semurni-murni RUH yang tidak terbagi-bagi atau JAUHAR, meninggi, tidak nisbah melainkan kepadaku. Maka engkau tidak lagi mengulangi mengata AKU.
_________________________________________________________
Melainkan engkau mengatakan “ENGKAU TUHANKU”
Akumu itu adalah rahasiaku jua adanya. Sebab telah engkau ketahui, bahwa AKU adalah untukmu semata. Dan sekarang engkau adalah hambaku, Hai hambaku.
Jika engkau sudah melihatku, maka tiada lagi engkau dan apabila engkau telah tiada, maka tiada lupa ada tuntutan dan apabila tiada tuntutan hilanglah sebab, dan bila sebab telah lenyap tiada lagi nisbah, sampai disini sirnalah hijab.
CINTA MUTLAK
Cinta hakiki tak mau dibelah dua, dia tetap satu, dia rahasia. Inilah akidah/pendirian seorang sumber segala akal yang mengatur alam ini, yang terbit daripadany karena se-mata-mata limpahan dan anugerah.
_________________________________________________________
Puncak segala akal ialah aqlul faal atau akal pembuat dan dialah yang mengatur bumi dann segala yang ada dalam bentuknya yang tetap. Dan dialah masdar atau tempat timbul jiwa insane. Oleh karena jiwa-jiwa itu senantiasa ingin hendak kembali kepadanya maka apabila manusia menyediakan dirinya untuk belajar dan menuntut dan merenungi dan tidak puas-puas/ tidak bosan-bosan menyediakan sedalam-dalamnya, niscaya akan beroleh dia akan kebahagiaan yang dimiliki orang lainnya yaitu dengan ma’rifatul kamilat atau pengetahuan yang sempurna. Dan hakikat mujaradat atau hakikat semata, sampai tercapai pertemuan dengan al aqlul faal. Permulaan dan kesedahan ujud adalah ALLAH. Diatasnya tidak ada apa-apa lagi, walaupun Adam dia jadi sendirinya dan tidak berkehendak kepada penciptanya/pencipta lainnya buat menciptakan dirinya. Karena demikian timbullah bertali-tali dan berlingkar-lingkar yang tiada putus-putusnya. Kainat atau segala yang ada, yang lainnya adalah mashor atau kenyataan daripada adanya, daripada ilmunya dan iradatnya. Dan daripadanyalah terambil hayat seluruhnya. Memang alam itu adalah mendatang atau ardi. Sebab itu yang ada itu hanya satu pada hakikatnya. Bahkan dialah ujud semata, kainat yang Nampak. Jadi fahamnya kembali kepada keesaan ujud jua.
_______________________________________________________
Beramal bukan ingin sorga dan bukan pahala takut akan neraka
Tetapi karena CINTA. Dan yang ada dalam diri sendiri.
Karena itu adalah tumpahan segala cinta. Jadi siapa-siapa yang telah sampai kepada cinta hakiki atau cinta mutlak atau cinta qudus, maka mereka berhak disebut INSAN KAMIL, atau dengan kata lain, MUHAMMAD INSAN KAMIL.
Muhammad insan kamil itu ialah: orang yang ber-akhlak dengan akhlak Allah. Orang yang bersifat dengan sifat Allah. Orang yang berakal dengan akal Allah. Orang yang berbuat dengan perbuatan Allah. Orang yang berpandangan dengan pandangan Allah.
______________________________________________________
Semuanya demi Allah, bukan demi itu dan ini.
Orang yang seperti ini pandangannya hanya satu ialah : SEMUA ITU ALLAH DAN ALLAH ITU SEMUANYA.
Inilah yang hamba maksud dengan: PANDANG SATU KEPADA YANG BANYAK PANDANG YANG BANYAK KEPADA YANG SATU DIMANA ENGKAU MENGHADAP DI SITU ADA WAJAH (ALLAH) Inilah jugak yang Hamba maksudakn:Pana Dalam CAHAYA Lebur dlm Api.

RAHASIA TITIK "BA" PADA LAFADZ

BISMILLAAHIR-ROHMAANIR-ROHIIM

Saya sarankan, sebaiknya yang tidak suka dengan ilmu Haqiqat Ma'rifat jangan membaca artikel ini.

Asal usul kejadian Diri adalah sebuah mata rantai kejadian DIRI. memiliki suatu urutan proses kejadian, ini penting untuk diketahui. Karena siapa kenal dirinya akan kenal TUHANnya, dan awal dari kenal diri itu mesti kenal asal usul adanya diri, asal usul ini adalah gambaran dzahir, yang menggambarkan sebuah gambaran hakiki tentang keberadaannya.
Pertama yang mesti diketahui adalah tentang "AIR KEHIDUPAN". Atau Tirta Maya, atau Air Maya, atau yang lebih masyhur dikalangan 'arif Billah adalah dengan julukan MAA'UL HAYAT atau AIR KEHIDUPAN.

AIR KEHIDUPAN ada di OTAK manusia, adanya di hipotalamus, yaitu OTAK primitif manusia, berada ditengah kepala dibawah otak besar. ditempat yang disebut sebagai "NUN" yaitu mangkuk/wadah dari air kehidupan.

AIR KEHIDUPAN adalah hulu dari ke-5 bayangan diri, bayangan itu adalah 5 inderawi. AKAL itu memancar melalui telaga air kehidupan itu. ("sebelumnya DIA bertahta diatas air”) dari air kehidupan itu, maka turunlah dalam satu sel- sel tunggal, yaitu sel hidup, yang mengandung kehidupan, berupa RUH NABATIAH dan RUH HEWANIAH. turun menuju alat kelamin pria, melalui tulang belakang dalam waktu 42 hari. setelah mencapai testis (buah dzakar) pria, sel sel tunggal yg mengandung ruh nabatiah dan hewaniah itu diproses, dibungkus dgn sel-sel lainnya membentuk semen (sperma yg blm jadi), disebut juga MADA. MADA/semen akan matang dalam kisaran 3-4 hari didalam testis, lalu dikeluarkan dalam hubungan intim pria-wanita.

Ketika MADA keluar melalui saluran menuju batang penis disebut MADI.
Ketika berada diujung batang penis disebut MANI.
Ketika disemburkan keluar disebut MANIKAM.

MAA'UL HAYAT ~> MADA ~> MADI ~> MANI ~> MANIKAM.

PENIS itu adalah sebuah umpama dari AL-QOLAM (pena)
MANIKAM adalah umpama tintanya, untuk menuliskan kalimat ROBBmu. yaitu MUHAMMAD.
PENIS yang tegak gambaran "ALIF".
Alat kelamin wanita gambaran "BA", dan
TITIK dibawah "BA" itu gambaran lubang peranakannya.

"BA" itu adalah tempat penyimpanan khasanah. Ketika MANIKAM dipancarkan, masuk kedalam rahim wanita, itulah dituliskan kalimat TUHANmu dengan tinta itu, yaa MUHAMMAD, engkau jualah MUHAMMAD itu, apakah engkau tidak mengingatnya??...

Dalam persetubuhan itu pria wanita mendesah dalam “AH.....AH.....AH". "AH" adalah dzikir Rasa, maksudnya adalah luapan bagi sebuah TAJALLI dan penyatuan dari ALLAH dan MUHAMMAD. ~> "AH" adalah pujinya Rasa, yaitu Rasa yang memuji diriNYA sendiri.

Setelah MANIKAM (sperma) menjadi janin, dan usia janin 99 hari, maka mulailah sempurna kejadian OTAK janin, dan siap menerima limpahan RUH insaniah. maka ditiupkanlah RUHnya, lalu diambil persaksian bagi jiwa sang janin itu.

"alastubirobbikum??" "balaa syahidna".
Bukankah AKU robbmu??, benar saya bersaksi. QS Al-Araf 172.

Sampai engkau sempurna kejadianmu, dan keluar dari perut ibumu, menjadi seperti sekarang ini.

Lalu menjadi "LUPA", makanya engkau diperintah untuk ZIKIR (ingat), ingat bagaimana engkau bisa ada didunia ini, seperti itulah asal usul kehadiranmu, engkau sebenarnya adalah “MUHAMMAD". Hanya saja tak memiliki SAW, tak memiliki sholawat dariNYA, disebabkan karena engkau hidup dalam keadaan lupa.

AWALUDIN MA’RIFATULLAH
Artinya : Awal agama mengenal ALLAH.

LAYASUL SHALAT ILLA BIL MA’RIFAT
Artinya : Tidak sah shalat tanpa mengenal ALLAH.

MAN ARAFA NAFSAHU FAQAD ARAFA RABBAHU
Artinya : Barang siapa mengenal dirinya dia mengenal Tuhannya.

Firman ALLAH dalam hadits Qudsi :
AL-INSAANU SIRRI WA-ANA SIRRUHU
Artinya : Manusia itu RasaKU dan AKUlah yang menjadi Rasanya.

Jadi yang dinamakan MANUSIA itu ialah karena ia mengenal Rasa. Dengan perkataan lain MANUSIA itu mengandung Rasa ALLAH. Karena manusia menanggung Rasa ALLAH maka manusia harus berusaha mengenal dirinya, dan dengan mengenal dirinya manusia akan dapat mengenal Tuhannya, sehingga lebih mudah kembali menyerahkan dirinya kepada Yang Punya Diri pada waktu dipanggil oleh ALLAH SWT. 

HAWA, NAFSU, DUNIA, SYETAN DAN IBLIS/DAJJAL

APA BEDANYA HAWA, NAFSU, DUNIA, SYETAN DAN IBLIS/DAJJAL

1. HAWA Artinya keinginan yang lupa atau lalai kepada Allah menggebu-nggebu mencari dunia sampai lupa kepada Allah tidak melaksanakan perintah Allah. Misalnya mencari dunia sampai lupa tidak dzikir qolbunya tidak sholat dll itu di sebut HAWA.
TAPI Jika kita punya keinginan dan keinginan itu belum terpenuhi tapi qolbu tetep ingat Allah dan menjalankan perintahnya, maka keinginan itu menjadi Iman

2. NAFSU Artinya kita mendapatkan karunia dari Allah berupa Rizki, jabatan dll tapi lupa kepada Allah maka menjadi NAFSU
TAPI bila kita mendapatkan karunia dari Allah berupa rizki, jabatan dll dan kita tetap ingat kepada Allah beribadah kepada Allah, maka menjadi Islam (selamat)

3. DUNIA Artinya apabila memandang alam semesta tetapi lupa kepada Allah yang menciptakan dunia maka menjadi Dunia
TAPI apabila kita memandang alam semesta dan membuat kita menjadi Ingat kepada Allah menjadikan semangat beribadah, maka menjadi TAUHID

4. SYETAN artinya sifat kejahatan maka bila kita menyaksikan kejahatan tapi lupa kepada Allah itulah syetan.
TAPI bila kita menyaksikan kejahatan dan kita tetap ingat kepada Allah bahwa Allah-lah yang memiliki kekuasaan maka menjadi MA'RIFAT

5. IBLIS: Apabila kita diberi Ilmu pengetahuan yang tinggi oleh Allah tapi lupa kepada Allah tidak beribadah kepada Allah, maka menjadi iblis/Dajjal
TAPI apabila diberi Ilmu yang tinggi kemudian di gunakan ilmu itu dijalan Allah taat menjalankan perintahnya, maka menjadi IHSAN/insan kamil yakni manusia yang sempurna menjalankan ilmu Allah di jalan Allah sebagai sarana untuk mencapai ketaqwaan

Maka bila hawa nafsu dunia syetan Iblis itu yang ada di dalam lathifatul Qolbi itu didzikirkan, maka sirnalah penyakit hati itu, maka akan tergantikan di dalam lathifatul qolbunya menjadi IMAN ISLAM IHSAN HAKEKAT MA'RIFAT yaitu hati menjadi tenang/tentram sebagaimana firman Allah SWT
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Kalau hati sudah tenang maka akan mendapatkan panggilan
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30).

Berpisah ROH dengan JASAD

Yaitu tatkala berpisah ROH dengan JASAD.

WAFI AMFUSIKUM AFALA TUBSIRUUN
Artinya : Di dalam dirimu mengapa kamu tidak melihat.

WANAHNU AKRABU ILAIHI MIN HABRIL WARID
Artinya : dan AKU lebih dekat denganmu bahkan AKU lebih dekat daripada urat lehermu.

LAA TAK BUDU RABBANA LAM YARAH
Artinya : AKU tidak akan menyembah Allah apabila aku tidak melihatnya terlebih dahulu.

Mereka yang bermakrifat adalah mereka yang melihat ALLAH dengan mata hati, yaitu merasakan Dzahir nya ALLAH. Mereka yang merasakan wujud ALLAH, mereka itu berkekalan lebur dan tenggelam dalam merasakannya. MAKRIFAT adalah pakaian, kalau masih ditingkat faham, itu baru ILMU. belum sampai MA'RIFAT. MA'RIFAT berkaitan dengan Tuan yang punya ILMU itu sendiri. Maka, MA'RIFAT itu lebih dari kenal dan mengalami sendiri seperti kita merasakan manisnya gula dan kenal gula. Oleh karena itu jika kita mendapati rasa gula yang pahit walaupun bentuk gula, maka bukan gula namanya. Oleh karena amanah (Rasa ALLAH) telah diterima, maka adalah menjadi tanggung jawab manusia untuk menunaikan janjinya. Dengan kata lain tugas manusia adalah menjaga hubungannya dengan yang punya Rasa ALLAH Ta’ala.

Setelah amanat (Rasa ALLAH) diterima oleh manusia (diri Batin/Roh) untuk tujuan inilah maka ADAM dilahirkan untuk bagi memperbanyak diri, diri penanggung Rasa dan berkembang dari satu abad ke satu abad lain, dari satu generasi ke satu generasi yang lain sampai alam ini mengalami KIAMAT.
DAN RASA ITU KEMBALI KEPADA ALLAH. INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI RAAJIUN. Artinya : Kita berasal dari Allah, dan kembali kepada Allah. Maka BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM itu membicarakan segala aspek kejadian JASAD manusia, dalam kaitannya dengan ZATULHAQ.

- Huruf ALIF BATIN yang ada pada permulaan BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM itu menyatakan Hakekat Rasa ALLAH yang ditajalikan dari Alam Gaibul Gaib.

- Huruf BA pada BISMILLAH itu adalah Hakekat dari MANI yang mengandung Rasa ALLAH.

- Huruf SYIN pada BISMILLAH itu adalah Hakikat SPERMA pada MANI yg mengandung diri rasa ALLAH.

- Huruf MIM pada BISMILLAH itu mengisyaratkan pada Af’al MANI (Sperma).

- Huruf ALIF pada BISMILLAH itu adalah Hakekat Saluran Mani melalui batang kemaluan lelaki.

- Huruf LAM pada BISMILLAH itu mengisyaratkan kepada Bekas Mani.

- Huruf HA pada BISMILLAH itu adalah hakekat kemaluan Perempuan.

Hakekat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM itu adalah Makrifat-nya antara kemaluan lelaki dan perempuan yang menjadi penyampai Rasa ALLAH untuk ditanggung oleh umat manusia. > M Syukri Ali: Isi KITAB BARENCONG

(Yg Sebut AKU bkn diri kita Diri ALLAH)

NAMA YANG DIHANTARKAN KEPADAKU NYATA DARI ALLAH

Hancurlah badan timbul hati
Hancurlah hati timbul akal
Hancurlah akal timbul fikir
Hancurlah fikir timbul faham
Hancurlah faham timbul ilmu
Hancurlah ilmu timbul rahasia
Hancurlah rahasia timbul cahaya
Hancurlah cahaya timbul nyawa
Hancurlah nyawa timbul AKU (rahasia) melainkan ujudku yang ada...

TIDAK ADA TUHAN, MELAINKAN TUHAN
TIDAK ADA ENGKAU, MELAINKAN AKU
TIDAK ADA AKU, MELAINKAN ENGKAU
ENGKAU DAN AKU ADALAH ESA
ENGKAU LENYAP...AKU BERNYATA
AKU LENYAP ENGKAU PUN NYATA
ENGKAU DAN AKU telah lenyap didalam kefanaannya,

kefanaan lenyap didalam ke-esaannya Tuhan.....
Keesaan lenyap didalam keqidaman...
Keqidaman lenyap didalam kebaqaan....
Akhirnya fana dan baqa dalam keagungan...
Kini tiada kelihatan lagi makhluknya....

HAMBA dan TUHAN hanyalah asma....
HAMBA itu berarti AKU...
TUHAN itu berarti ALLAH...
HAMBA dan TUHAN adalah Satu...
AKU dan ALLAH juga Satu...
Kalau dihimpunkan menjadi AKU ALLAH...
Lenyap AKU, tinggallah ALLAH...
FANA HURUF ALLAH... timbul lah kosong
Kosong huruf, kosong asma, kosong suara, kosong segala-galanya, dan tidak ada apa-apa,
tiada terhingga....

Akhirnya didalam kekosongan...
Nampak jelas ujud membayang...
Bayangan Allah adalah alam...
Terpandang kepada Allah nampak jelas ujud yang sebenarnya...
Karena ia tiada boleh terpisahkan...

AKULAH YANG BERNAMA CINTA,
AKULAH YANG BERNAMA AL HAQQ,
AKULAH YANG BERNAMA SYURGA

DAN NERAKA ITU... AKULAH YANG BERNAMA
ZATULHAQQ,
SIFATULHAQQ,
ASMAULHAQQ, DAN
AF’ALLUNHAQQ,
HAQUQULHAQ adalah
HAQQ TA’ALA itulah AKU ...
TA’ALA itu namaku yang rahasia didalam alam ini.

RUHULHAQQ RAHSIA HAMBA,
NAMAKU DISEBUT SETIAP SAAT.

Apabila orang menyebut TA’ALA didalam bacaannya, atau dalam hatinya atau dalam DIAMnya...

Maka tersebut samaku didalamnya.
AKULAH TA’ALA ITU, DAN AKULAH RAHASIA ITU.

BERARTI HAMBA ALLAH.
Yang memberi nama yang empunya nama.

HAMBA ALLAH berarti AKU ALLAH
NAMA YANG DIHANTARKAN KEPADAKU NYATA DARI ALLAH

••••••••••••••


Sumber Blog :-
Dr. Haji Awang Harun A.G bin Mokti
Asal :- SHOHIBULQARIB




ISI Dari :-
Kitab Barencong [BABUL HAQ]

Semoga Bermanfaat......... Terima Kasih Semua...........

MURSYID AKAN MEMBIMBING MURIDNYA MELALUI EMPAT LAPISAN ALAM

 MURSYID AKAN MEMBIMBING MURIDNYA MELALUI EMPAT LAPISAN ALAM

1. Ruh Jismani berinteraksi dengan alam Mulk

2. Ruh Ruhani berinteraksi dengan alam Malakut

3. Ruh Sulthoni berinteraksi dengan alam Jabarut

4. Ruh Qudsi berinteraksi dengan alam Lahut


Empat Lapisan Jiwa Mikro Yang Terhubung Dengan Alam Makro


1. Shodr : lapisan hati terluar : banyak berhubungan dengan syaitan dan nafsu dunia. Dekat dengan alam Mulk. Dalam bahasa Psikologi disebut Alam Pikiran Sadar. berawal dari JASAD


2. Qolbu : Lapisan hati yang lebih dalam : ibarat pintu/pembatas antara dia dan Allah : pembatas antara urusan dunia dan urusan akhirat. Sering disebut RAS (Retikular Aktivasi System) : Sebuah kritikal area antara pikiran sadar dan pikiran bawah sadar. Dekat dengan istilah alam malakut. Pertemuan antara alam JASAD dan ALAM RUH.


3. Fuad : Lapisan hati yang paling dalam : Wilayah hati yang pertama kali mendapatkan cahaya via Ruh Ilahi : Cahayanya bisa keluar menerangi jasad jika Qolbunya bersih : hati yang juga membentuk karakter dari luar : atas kebiasaan yang rutin : disebut juga sebagai alam pikiran bawah sadar. Dekat dengan istilah alam Jabarut. berawal dari Alam RUH.


4. Baitullah Jiwa (Sirr). Bukan bagian dari manusia, tapi ada di dalam jiwa manusia. Berada pada wilayah hati paling dalam. Tempat bersemayamnya Ruh dari Allah. Pusat perputaran Thowaf Hati manusia. Tidak ditemukan istilah psikologi yang cukup pantas untuk alam ini. Dalam ilmu tasawuf mungkin cocok disebut sebagai alam Lahut. 


DALAM Kitab Tafrihul Khotir Fii Manaqibissayyid Abdul Qodir Zailani disebutkan bahwa ruh itu ada 4 macam. Didalam al-Qur'an pun masalah ruh disinggung dalam surat al-Isro ayat 80 : "Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah : "Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".


1. Ruh Mutajamidah. Ruh ini belum memiliki jasad dan berada di alam ruh. Di dalam al-Qur'an surat al-A'raaf ayat 172 Allah berfirman :"....Bukankah Aku ini Tuham-mu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuham kami), Kami menjadi saksi". Ruh ini juga disebut ruh wujud qoblal wujud, ada tapi belum ada di muka bumi.


2. Ruh Mutasyarifah. Ruh ini sudah memiliki jasad. Seperti kita sekarang ini. Karena adanya ruh ini kita bisa melakukan semua aktivitas. Ruh ini juga disebut ruh wujud indal wujud. Orang-orang tertentu dapat berada di tempat berbeda dalam satu waktu, contohnya dalam Manaqib Syekh Abdul Qodir ke-32 disebutkan bahwa : Beliau diundang untuk berbuka puasa pada bulan Romadhon oleh 70 muridnya. Dan Syekh Abdul Qodir memenuhi undangan tersebut, datang ke setiap rumah muridnya padahal beliau berbuka puasa di rumahnya. Didalam kitab Miftahus Shudur disebutkan bahwa Sesungguhnya seorang guru Ma'rifat mengurus semua muridnya dengan perjalanan dzikir. Artinya setiap murid yang mengamalkan TQN SURYALAYA sesuai dengan petunjuknya Pangersa Abah akan selalu dimonitor oleh Pangersa Abah dimanapun dia berada sehingga dia akan diantarkan dengan mudah ke Hadirat Allah.


3. Ruh Mutafarriqoh. Ruh ini sudah keluar dari jasadnya. Jasadnya dikubur dan ruhnya kembali kepada Allah. Ruh ini disebut juda ruh wujud ba'dal wujud. Ruh para Nabi dan Rasul tetap ada. Seperti sewaktu Nabi Muhammad Saw. Isro dan Mi'raj beliau melakukan shalat di Baitul Muqoddas diikuti oleh ruh para Nabi dan Rasul.


4. Ruh Kumal. Ruh ini dimiliki oleh seorang Insan Kamil, Mursyid Kamil Mukammil. Ruh ini bisa menjadi ruh Mutajamidah, ruh Mutasyarifah, ruh Mutafarriqoh.


Didalam kitab Taurat, Nabi Musa As. mengatakan bahwa Allah berfirman : "Musa, Aku akan berikan kepada umat Muhammad dua macam cahaya, yaitu cahaya Romadhon dan cahaya Qur'an. Dengan cahaya Romadhon diharapkan kita bisa meningkatkan puasa kita dari puasa syariat menjadi puasa thareqat dan terakhir menjadi puasa hakikat (ma'rifat) yaitu hati selalu ingat kepada Allah. Qur'an tersurat terdiri dari 30 juz. Sedangkan Qur'an tersirat adalah apa yang ditalqinkan oleh Guru Mursyid kepada kita.


Talqin secara bahasa artinya di bimbing/di tuntun/di gurukan

sama dengan Bai'at dan Ijazah.


1) TALQIN DZIKIR 

- Hukumnya.   : Fardhu 'Ain/ wajib

- Tempatnya   : Majlis Dzikir

- Pemberinya  : Guru Mursyid atau orang yang di beri amanah oleh Syaikh Mursyid atau Wakil Talqin

- Materinya      : Dzikir jahar لااله الّاالله

   Dan Dzikir Khofi ( اسم ذات )

- Waktu             : Masih hidup di dunia.


2) TALQIN MAYIT 

- Hukumnya : Fardhu Kifayah/sunat

- Tempat       : Di atas Makam

- Pemberi      : Ustadz/Kiyai/ Sesepuh

   atau yang di tuakan

- Materi          : Doa dan Nasihat

- Waktu           : Sesudah meninggal dunia


Didalam thoriqoh itu ada istilah Talqin Dzikir. 


Apa itu talqin dzikir ? Talqin dzikir yaitu menetapkan, memasukan nama Alloh yang pertama, yang 12 huruf ke dalam ruh jismani yang sedang ngontrak di badan dan menetapkan, memasukan ismu dzat sehingga kemanfaatanya menjadi kekal abadi dari dunia sampai akhirat.


Talqin dzikir adalah pengisian satu rahasia dari qolbu Syekh Mursyid kepada qolbu muridnya sehingga qolbu-nya berubah dari lupa kepada Alloh menjadi ingat kepada Alloh. Terjadilah hubungan ikatan bathin antara murid dengan Syekh Murysid-nya dan terus bersambung kepada arwahul masyayikh (para GURU) sampai kepada Rosullulloh SAW dan sampai kepada hadrot Alloh SWT hanya bisa terjadi melalui proses talqin dzikir 


Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Miftahus Shudur : 

Ketahuilah bahwa ruhani seorang hamba hanya bisa sampai ke hadrot Alloh dengan talqin dan talqin dari seorang Syekh yang diberi izin memberi ijazah yang benar yang sanadnya sampai kepada pemilik thoriqoh, yakni Rosululloh SAW. “Dan adalah dzikir tidak akan memberi manfaat sempurna kecuali dengan ditalqin terlebih dahulu”


Dan seseorang yang telah memperoleh talqin dzikir dari Syekh Mursyid-nya berarti dia telah masuk ke rombongan ahli ruhani (gerbong silsilah agung para Wali Alloh).


Perumpamaan orang yang sudah ditalqin dzikir oleh Syekh Mursyid itu seperti lingkaran mata rantai yang tidak terputus (berhubungan) hingga ke induknya yaitu Rosululloh SAW. Maka ketika induknya ditarik semua lingkaran mata rantai tersebut terbawa. .


Rosululloh SAW bersabda:

Di riwayatkan dari Abu Hurairoh Ra, beliau berkata bahwa Rosululloh SAW telah bersabda “Tuhan kami sangat meridhoi orang-orang yang digiring ke dalam surga dengan membentuk mata rantai (silsilah)”.


Teruntuk guru kami yang mulia assayyidi syeikh ahmad shohibul wafa tadjul arifin ra. Al-fatihah