Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb..
Adalah
Ke-Esa-an Allah pada segala perbuatan. Ketahuilah oleh engkau wahai
salik bahwa segala perbuatan apapun yang terjadi dan berlaku di dalam
alam ini pada hakikatnya adalah Af’al (Perbuatan) Allah ta’ala, sama
saja perbuatan itu baik maupun jahat adalah perbuatan Allah jua.
– Perbuatan baik, yaitu perbuatan yang baik pada rupa dan pada hakikatnya, seperti iman dan takwa.
–
Perbuatan Jahat, yaitu perbuatan yang jahat pada rupa tapi tidak pada
hakikatnya, seperti kafir dan maksiat. Kafir dan maksiat pada hakikatnya
baik juga karena terbit dari yang baik yaitu dari Allah. Dan tiap-tiap
yang terbit dari Allah itu baik.
Ingatlah bahwa segala yang
terjadi di alam semesta ini pasti ada manfaatnya, karena Allah tidak
menjadikan sesuatu dengan sia-sia. Salah satu contoh adalah Allah
menciptakan nyamuk, dan nyamuk diciptakan hanya untuk berbuat jahat
yaitu menghisap darah. Tapi walaupun hanya menghisap darah, nyamuk tetap
mempunyai manfaat.
Qs. 2 : 26 ;
“Sesungguhnya Allah tidak
segan membuat perumpamaan seekor nyamuk atau yang lebih kecil dari itu.
Adapun orang-orang yang beriman, mereka tahu bahwa itu kebenaran dari
Tuhan. Tetapi mereka yang kafir berkata, Apa maksud Allah dengan
perumpamaan ini? Dengan itu banyak orang yang dibiarkan-Nya sesat, dan
dengan itu banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Tetapi tidak ada yang
Dia sesatkan dengan itu selain orang-orang fasik.”
Qs. 3 : 191 ;
“Tidaklah Engkau jadikan semua ini dengan sia-sia, maha suci Engkau.”
Cara
Musyahadah (menyaksikan) Tauhid Af’al adalah : Engkau syuhud
(pandang/saksikan) dan di yakinkan di dalam hati bahwa segala perbuatan
yang menurut kita baik dan jahat itu semua terbit dari Allah. Jadi
kenalilah dan saksikanlah bahwa Allah ta’ala itulah pelaku dibalik
segala af’al (perbuatan) yang terjadi di alam semesta ini.
Dalil yang menunjukkan bahwa segala perbuatan itu terbit dari Allah dan tidak dari selain-Nya, yaitu ;
Qs.Ash shoffat : 96 ;
“Allah yang menjadikan kamu dan apa yang kamu perbuat.”
Syekh
sulaiman Al Jazuli rohimahullah menjelaskan dalam kitab dalailul
khoirot, bahwa “Tidak ada dari seseorang dan dari seluruh hamba-Nya
suatu perkataan, perbuatan, gerak dan diam melainkan sudah lebih dahulu
pada ilmu (pengetahuan) Allah ta’ala, Qodho dan Qodrat (ketentuan dan
kehendak) Nya.”
Qs. 9 : 51 :
“Katakanlah, tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah
pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang
beriman.”
Qs. 57 : 22-23 ;
“Setiap bencana yang menimpa di
bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam
Kitab (laughul mahfuz) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang
demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu tidak bersedih hati terhadap
apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa
yang diberikan-Nya kepadamu.”
Dan dalil-dalil lainnya;
Qs. 4 : 108, 8 : 41, 11 : 92 ;
“Allah ta’ala berfirman dengan perkataan yang sama, yaitu; Dan Allah meliputi apa yang kamu kerjakan.”
Qs. 8 : 17 ;
“Tidaklah kamu yang melempar tetapi Allah-lah yang melempar ketika engkau melempar.”
Qs. 10 : 22 ;
“Dialah Allah yang menjadikan kamu dapat berjalan didaratan.”
Qs. 26 : 78-81 ;
“Yang
telah mejadikan aku, maka Dia yang memberi petunjuk kepadaku, dan yang
memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan
menghidupkan aku.”
Qs. 53 : 43 ;
“Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis.”
Dan sabda nabi Muhammad saw;
“Laahaula
wala quwwata illa billahil Aliyyil Adziim / Tidak ada daya upaya dan
kekuatan kecuali dengan Allah yang maha tinggi, maha agung.”
Dan lagi sabda nabi saw;
“Laa tataharroka dzarrotun illaa bi iznillah / Tiada bergerak suatu zarroh pun melainkan dengan izin Allah.”
Dan sabda nabi saw;
“Sesungguhnya Allah yang menjadikan semua pekerja dan pekerjaannya.” (HR. Al Hakim).
Dan
suatu isyarat dari nabi kita Muhammad saw, yaitu tidak pernah
mendo’akan kehancuran kaum Quraisy yang telah menyakiti dirinya. Hal ini
karena beliau musyahadah (memandang) bahwa perbuatan itu dari Allah.
Dan Allah berfirman kepada nabi Muhammad saw di Qs.10:65; “Dan janganlah
engkau sedih oleh perkataan meraka. Sungguh, kekuasaan (akan perkataan
mereka) itu seluruhnya milik Allah. Dia maha mendengar, maha
mengetahui.”
Apabila engkau senantiasa musyahadah (menyaksikan)
yang seperti yang demikian ini dengan penuh keyakinan, niscaya engkau
terlepas dari bahaya syirik khofi dan mendapat maqom wihdatul af’al yang
artinya meng-Esa-kan Allah ta’ala pada segala perbuatan sehingga fana’
(lenyap) segala perbuatan makhluk termasuk perbuatan dirinya, karena
nyatanya perbuatan Allah yang Maha Nyata. Jadi, engkau saksikan dengan
jelas bahwa segala wujud majazi ini hilang sirna dan lenyap tiada arti
dibawah Nur Wujud Allah yang sebenarnya. Seperti tiada arti cahaya lilin
yang dinyalakan dibawah Cahaya Wujud Matahari.
Dari berbagai
uraian ini, maka kita ketahui bahwa sama saja perbuatan itu baik ataupun
jahat pada hakikatnya dari Allah ta’ala jua.
Dalil yang menunjukkan akan hal ini didasarkan atas hadits nabi saw, di dalam do’a beliau;
“Allahumma
innii ‘audzu bika minka / yaa Allah, Aku berlindung dengan Engkau dari
Engkau.” (HR. Abu Daud dari Ali bin Abi tholib)
Dan dalam riwayat lain nabi bersabda;
“Allahumma
inni ‘audzu bika min syarri maa kholaq / Yaa Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari segala kejahatan yang engkau jadikan.”
Dan hal ini
juga sesuai firman Allah Qs.113:1-2; “Qul a’udzu bi robbil falaq, min
syarri ma kholaq / Katakanlah: aku berlindung kepada Tuhan yang
menguasai subuh dari kejahatan yang Dia jadikan.”
Maka kalau
sekiranya kejahatan itu bukan dijadikan Allah, maka tidak mungkin nabi
mengucapkan do’a demikian. Jadi, jelaslah bahwa perbuatan baik dan jahat
pada hakikatnya dari Allah.
Dan Dalil-dalil lainnya;
Qs.
Annisa’ 4: 78; “Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu berada dalam benteng yang tinggi dan kokoh. JIKA MEREKA
MEMPEROLEH KEBAIKAN, MEREKA MENGATAKAN “INI DARI ALLAH”, DAN JIKA MEREKA
MENDAPAT KEBURUKAN MEREKA MENGATAKAN, “INI DARI ENGKAU”. KATAKANLAH
SEMUANYA DARI ALLAH. MAKA MENGAPA ORANG-ORANG ITU (ORANG-ORANG MUNAFIK)
HAMPIR-HAMPIR TIDAK MEMAHAMI PEMBICARAAN (INI SEDIKITPUN)?”
Qs.
Al-A’rof 7:131; “Kemudian apabila KEBAIKAN datang kepada mereka, mereka
berkata, “ini adalah karena (usaha) kami”. Dan jika mereka mendapat
KESUSAHAN, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan
pengikutnya. KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA NASIB MEREKA DITANGAN ALLAH, namun
kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Qs.10:107; “Dan jika Allah
menimpakan suatu Bencana (keburukan/kejahatan) kepadamu, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki
Kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia
memberikan Kebaikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki di antara
hamba-hamba Nya. Dia maha pengampun, maha penyayang.”
Qs.27:47;
“Mereka menjawab, kami mendapat nasib yang Buruk disebabkan oleh kamu
dan orang-orang yang bersamamu. Dia berkata, “Nasibmu ada pada Allah,
tetapi kamu adalah kaum yang sedang diuji”.
Qs.28:68; “Dan
Tuhanmu menciptakan dan memilih apa yang Dia kehendaki. Bagi mereka
(manusia) TIDAK ADA PILIHAN. Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa
yang mereka persekutukan.”
Qs.33:17; “Katakanlah, siapakah yang
dapat melindungi kamu dari Allah jika Dia menghendaki Bencana atasmu
atau menghendaki rahmat untuk dirimu? Mereka itu tidak akan mendapatkan
pelindung dan penolong selain Allah.”
Qs.43:32; “Apakah mereka
yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? KAMILAH YANG MENENTUKAN KEHIDUPAN
MEREKA DALAM KEHIDUPAN DUNIA, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat
memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa
yang mereka kumpulkan".
Qs.48:14; “Dan hanya milik Allah kerajaan
langit dan bumi. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Qs.64:11; “Tidak ada suatu Musibah yang menimpa kecuali dengan izin Allah.”
Sebagian
Arifbillah membuat perumpamaan untuk memahami hal ini, yaitu seperti;
Wayang yang dimainkan oleh dalang dengan berbagai macam gerak. Jadi
wayang itu tidak mempunyai perbuatan sendiri, dan berbagai macam gerak
wayang itu adalah mazhar (kenyataan) dari dalang itu sendiri. Maka
seperti itulah antara hamba dengan Tuhannya.
Walaupun segala
perbuatan, gerak dan kejadian pada hakikatnya adalah dari Allah jua,
maka janganlah engkau melanggar syariat nabi kita Muhammad saw dan tetap
teguhlah dalam Takwa (mengerjakan segala yang diperintahkan Allah dan
Rosul-Nya serta menjauhi segala yang dilarang-Nya).
Jadi
janganlah sekali-kali menafsirkan bahwa gugur taklif syara’ (tidak ada
kewajiban hukum syariat). Apabila engkau beiktiqod (berkeyakinan)
demikian, jadilah engkau kafir zindik. Na udzubillahi min dzalik.
Oleh
karena itu, istiqomahlah dalam melaksanakan syariat nabi Muhammad saw
dan juga tetaplah engkau Musyahadah dengan mata hatimu secara terus
menerus berkekalan bahwa segala Kebaikan dan Keburukan adalah dari Allah
jua. Sehingga lepaslah engkau dari syirik khofi (syirik yg halus tidak
kelihatan). Apabila engkau memandang dirimu masih merasa ada suatu
perbuatan pun, maka itulah syirik khofi walaupun engkau tidak berbuat
syirik jalli (syiri yang nyata).
Allah ta’ala berfirman;
Qs.yusuf:106;
“Sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
(masih) dalam keadaan menyekutukan-Nya (dengan memandang Wujud dan
perbuatan selain Allah).”
Karena itulah sayyid umar bin Al Farid
rohimahullah berkata ; “Andaikata terlintas didalam fikiranku suatu
kehendak yang lain dari Mu karena lalai (lupa), maka aku sebut diriku
ini dengan murtad”.
Dan syekh Abu Abbas Al Mursi rohimahullah
berkata ; “Andaikata aku terhijab (terlupa) dari Tuhanku meskipun
sekejap mata, maka tidaklah lagi aku termasuk manusia”.
Jadi,
engkau disebut musyrik apabila engkau tidak mengikuti jalan mukmin yang
sebenarnya. Dan jalan mukmin itu adalah memandang bahwa Tiada yang
berbuat, yang hidup, dan yang Maujud dalam wujud ini hanya Allah ta’ala
sendiri. Maka apabila engkau mengikuti jalan mukmin yang sebenarnya
barulah engkau disebut mukmin yang benar dan lepaslah engkau dari syirik
khofi, serta keluarlah engkau dari yang disebut Allah dengan musyrik.
Dan jadilah engkau Ahli Tauhid yang benar yang disegerakan surga di
dalam dunia ini. Serta patutlah atas engkau dimuliakan oleh Allah dalam
akhirat.
Allah ta’ala berfirman;
Qs. Arrohman:46; “Dan dua surga bagi siapa saja yang takut saat menghadap Tuhannya.”
Surga
pertama adalah surga Musyahadah (menyaksian) Allah yang di dapat dari
Ma’rifatullah di dunia ini. Surga kedua adalah surga Akhirat yang
disebutkan oleh Allah ta’ala di dalam alqur’anul karim.
Syekh Al
‘alimul Allamah Al Bahrur Ghoriq Marlan Abdullah ibnu Hijazi As Syarqowi
Al Mishri rohimahullah, berkata; “Barang siapa yang telah memasuki
surga ma’rifatullah di dunia ini, niscaya tiada berhasrat lagi kepada
surga akhirat yang berupa bidadari, istana, dan segala sesuatu yang
disana. Hasratnya hanya ingin sedekat-dekatnya pada hadirat Allah dan
Rukyatullah (melihat Allah). Maka nikmat yang paling tinggi di akhira
adalah Rukyatullah, sebagaimana firman Allah ; Qs.75;22-23; “Wajah-wajah
orang mukmin pada hari itu berseri-seri, melihat Tuhannya.”
Jadi
jauh sekali perbedaannya antara nikmat Rukyatullah (melihat Allah)
dibandingkan nikmat seperti bidadari, istana, dan segala sesuatu yang
ada disana.
Begitu pula tentang Musyahadah (menyaksikan) Allah di
dunia ini dalam arti ma’rifatullah yang telah terbuka pada hati
orang-orang yang Arifbillah, itu hanya sebagian kecil saja dibandingkan
dengan Rukyatullah di akhirat kelak.
Walaupun demikian, niscaya mereka akan mendapatkannya karena mereka telah menyaksikan Allah di dunia ini.
Seperti firman Allah:
Qs.17:72; “Barang siapa buta didunia ini, maka di akherat lebih buta dan lebih tersesat dari jalan yang lurus.”
Dari
ayat ini, dapat kita ketahui bahwa mereka para Arifbillah telah
mendapat jaminan dari Allah karena mereka tidak buta terhadap-Nya di
dunia ini.
Suatu perkataan dari Arifbillah Maulana syekh Abdul
Wahab Sya’roni qoddasallahu sirrahu dalam kitab jawahirul wad daruri, ia
menukil dari perkataan syekh Al Akbar Muhyiddin Ibnu Arabi
rohimahullah, yaitu bahwa;
Segala Akwan (keadaan/kejadian) ini adalah
dinding yang mendidingi kita dari HAQ ta’ala. Padahal hanya HAQ ta’ala
inilah yang berbuat dibalik hijab semua akwan ini.
Seperti;
bayang-bayang kayu di dalam air sungai yang seakan-akan merintangi
jalannya perahu. Adapun perahu yang tidak mau melewatinya, karena
menyangka itu kayu yang sebenarnya, maka ia telah terhijab. Jadi barang
siapa terbuka hijab niscaya dilihatnya bahwa yang berbuat pada segala
perbuatan itu adalah Allah ta’ala sendiri. Dan barang siapa tidak
terbuka hijab, maka ia terdinding dari akwan ini, sehingga ia tidak
mampu memandang Fa’il (pelaku) yang sebenarnya yaitu Allah.
Berikut ini adalah masalah pengertian Af’al Hamba, yang terbagi menjadi 4 mazhab:
1. Mazhab Mu’tazilah
Golongan
ini ber iktiqod bahwa makhluklah yang berbuat pada setiap perbuatan
yang terjadi. Dan qodrat (kemampuan) perbuatan makhluklah yang
menentukan akibat dari perbuatan itu. Dan golongan ini tidak mau tahu
bahwa sesungguhnya Allah itulah yang memperbuat pada segala perbuatan.
Jadi, dari dalil-dalil yang sudah dijelaskan sebelumnya, jelas bahwa
golongan ini fasiq.
Golongan ini seperti firman Allah;
Qs.39:49;
…..kemudian apabila Kami berikan nikmat Kami kepadanya dia berkata,
Sesungguhnya aku diberi nikmat ini hanyalah karena kepintaranku
(usahaku). Sebenarnya, itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui.
2. Mazhab Jabariyah
Golongan ini beriktiqod bahwa
segala perbuatan adalah perbuatan Allah sendiri, tetapi dalam hal ini
mereka tidak memandang kenyataan perbuatan Tuhan pada makhluknya,
sehingga mereka tidak mau tahu bahwa setiap perbuatan Allah itu
disandarkan pada hamba. Jadi mereka cenderung pasrah dan berpangku
tangan saja, tidak mau berusaha. Dengan demikian, maka mereka tidak
dapat mencapai derajat kamal (sempurna) dan bertentangan dengan jalan
syariat.
Jabariyah artinya paksaan, maksudnya manusia ini dipaksa
oleh Tuhan untuk berbuat. Jadi apabila mengerjakan maksiat, tidak perlu
minta ampun, karena itu adalah terpaksa. Jadi jelas golongan ini munafik
dan zindik.
Golongan ini seperti dalam firman Allah:
Qs.16:35;
Dan orang musyrik berkata, jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak
akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak
kami, dan tidak kami mengharamkan sesuatu pun tanpa -Nya. Demikianlah
yang diperbuat oleh orang sebelum mereka. Bukankah kewajiban para rosul
hanya menyampaikan dengan jelas.
3. Mazhab Asy ‘Ariyah
Golongan
ini beriktiqod bahwa segala perbuatan itu dari Allah, tetapi bagi
makhluk masih ada usaha ikhtiar. Dengan usaha ikhtiar, makhluk itu
berbuat dan berlaku hukum syara’ sebagai sunatullah (hukum alam). Bagi
mereka, usaha ikhtiar makhluk tidak menentukan tetapi Allah ta’ala
itulah yang menentukan hasil (akibat) dari usaha ikhtiar makhluk.
Maka
Mazhab ini adalah iktiqod yang dapat dipegang. Hanya saja golongan ini
masih belum dapat mencapai martabat kasyaf. Hal ini karena mereka masih
terhijab (terdinding) dengan sebab masih memandang bahwa usaha ikhtiar
itu dari hamba itu sendiri, sehingga tidak ada pandangan bahwa usaha
ikhtiar itu adalah perbuatan Allah yang disandarkan pada makhluknya.
Jadi
3 golongan yang telah dijelaskan sebelumnya itu masih dalam keadaan
tertutup dari musyahadah Wihdatul Af’al, hal ini dikarenakan belum
mendapat kasyaf (terbuka hijab/dinding).
4. Mazhab Ahlul Kasyaf
Golongan
ini adalah golongan orang-orang yang sudah terbuka dari hijab (tabir)
Ketuhanan sehingga dapat Musyahadah (Menyaksikan) dengan
sebenar-benarnya bahwa segala perbuatan itu dari Allah yang disandarkan
kepada hamba. Seperti; Pena ditangan seorang penulis, yang menulis
huruf-huruf dengan goresan pena tersebut. Pena itu pada hakikatnya tidak
mempunyai kemampuan berbuat untuk huruf-huruf, dan huruf-huruf itu
adalah dari Si Penulis pemegang Pena. Maka demikianlah yang berlaku dan
terjadi di dalam alam ini, Allah ta’ala itulah yang memperbuat pada
setiap perbuatan.
Arifbillah syekh Abdul Wahab Sya’roni q.s
berkata; bahwa Syekh Muhyidin Al Akbar Ibnu Arabi rohimahullah
mengatakan dalam bukunya Futuhatul Makiyah bab ke 422 yaitu;
“Sesungguhnya
segala perbuatan itu dari Allah ta’ala dan makhluk adalah sebagai
sandaran perbuatan-Nya. Hal ini karena keadaan kita sebagai hamba tempat
menanggung siksa dan pahala.”
Arifbillah maulana Syekh Mahyudin Al Akbar Ibnu Arabi rohimahullah juga berkata;
“Tentang
masalah tanggung jawab terhadap setiap perbuatan yang dilakukan oleh
makhluk, itu adalah tanggung jawab makhluk itu sendiri bukan Robb
(Tuhan). Walaupun pada hakikatnya Tuhan adalah pelaku sebenarnya, tetapi
karena makhluk sebagai hamba tempat untuk patuh pada Robb yang
menyuruhnya. Maka Robb tidak ditanya tetang apa yang diperbuat-Nya.”
Dalil yang menyatakan bahwa hamba yang bertanggung jawab pada segala perbuatan, bukan Robb yaitu firman-Nya ;
Qs. Ambiya’ 21:23; “Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya tetapi merekalah yang ditanya.”
Dan karena itulah Allah ta’ala juga berfirman;
Qs.91:15; “Dan Allah tidak takut terhadap akibat tindakan (perbuatan)-Nya.”
Dan perhatikanlah firman Allah ini;
Qs.3:129;
“Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Qs.48:14;
“Dan hanya milik Allah kerajaan langit dan bumi. Dia mengampuni siapa
yang Dia kehendaki, dan akan Mengazab siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah maha pengampun, maha penyayang.”
Qs.3:26; “Katakanlah,
Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun
yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah
segala kebajikan. Sungguh, Engkau maha kuasa atas segala sesuatu.”
Qs.5:118;
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah
hamba-hamba Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya
Engkaulah yang maha perkasa, maha bijaksana.”
Qs.6:17-18; “Dan
jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang dapat
menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan
kepadamu, maka Dia maha kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah yang
berkuasa atas hamba-hamba Nya. Dan Dia maha bijaksana, maha mengetahui.”
Qs.6:39;
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah tuli, bisu dan
berada dalam gelap. Barang siapa dikehendaki Allah (dalam kesesatan),
niscaya disesatkan-Nya. Dan barang siapa dikehendaki Allah (di jalan
lurus), niscaya Dia menjadikannya berada diatas jalan yang lurus.”
Qs.16:93;
“Dan jika Allah menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat,
tetapi Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk
kepada siapa yang Dia kehendaki. Tetapi kamu pasti yang akan ditanya
tentang apa yang telah kamu kerjakan.”
Qs.19:93; “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, melainkan akan datang kepada Yang Maha Pengasih sebagai Hamba.”
Jadi
walaupun pada hakikatnya Allah yang menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki tetap
saja kita sebagai hamba yang ditanya tentang apa yang telah dikerjakan
jadi bukan Tuhan yang ditanya.
Qs.16:93; “Dan jika Allah
menghendaki niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Dia
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki. TETAPI KAMU PASTI AKAN DITANYA TENTANG APA YANG
TELAH KAMU KERJAKAN.
Wahai para salik, karena manusia selalu
mempunyai rasa ingin tahu dan ingin bertanya bahwa kenapa Allah
menciptakan orang yang berbuat jahat dan membuat kerusakan serta
menumpahkan darah di muka bumi?
Maka ketahuilah para malaikat pun
pernah juga bertanya kepada Allah tentang hal ini, dan Allah menjawab;
bahwa sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
Hal ini sebagaimana firman Allah;
Qs.2:30;
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat; Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi. Mereka (para
malaikat) berkata; MENGAPA ENGKAU HENDAK MENJADIKAN DI BUMI ITU ORANG
YANG AKAN MEMBUAT KERUSAKAN PADANYA DAN MENUMPAHKAN DARAH, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau? Tuhan
berfirman; SESUNGGUHNYA AKU MENGETAHUI APA YANG TIDAK KAMU KETAHUI.”
Wahai
para salik, kita tidak mengetahui apa yang Allah ketahui, tapi yang
pasti Allah tidak menjadikan sesuatu dengan sia-sia tanpa ada
manfaatnya.
Qs.3:191; “….Tidaklah Engkau menjadikan semua ini dengan sia-sia, maha suci Engkau.”
Dan
perhatikanlah hadits nabi Muhammad saw : “Demi Dzat yang jiwaku berada
di Tangan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa, niscaya Allah akan
menghilangkan kalian dari muka bumi dan akan mendatangkan kaum lain yang
berbuat dosa yang ber istighafar memohon ampun pada Allah dan Allah
mengampuni mereka.” (HR. Muslim).
Jadi seandainya jika tidak ada orang yang berbuat dosa dan memohon ampun kepada Allah maka Allah akan mengampuni siapa?
Makhluk
Tuhan di dunia ini merupakan perwujudan kasih sayang-Nya, dan bukan
kemarahan-Nya. Karenanya dunia tidak dilumuri dosa sebelumnya. Di dalam
neraka-Nya, kenikmatan juga akan dirasakan oleh makhluk-Nya. Syekh Al
Akbar Ibnu Arabi menerangkan bahwa kata Azab (siksa) berasal dari kata
Adzb (lezat), artinya bahwa dari siksa akan lahir kenikmatan. Ikan
memang harus di air, sedang salamander harus berada dalam api, keduanya
tidak mungkin bertukar tempat. Mereka bagaikan penderita penyakit kudis
yang dikupas bagian terluar lukanya, di dalamnya masih akan ditemukan
kenikmatan, dan mereka bagaikan seorang sakit yang memang harus minum
obat pahit, untuk menghilangkan rasa sakit.
Renungkanlah karena masalah ini indah sekali.
Berkaitan
dengan Tauhidul Af’al, Arifbillah maulana Quthubul syekh muhyidin Al
Akbar Ibnu Arabi rohimahullah, menjelaskan tentang firman Allah ta’ala
Qs.55:29; “Allah setiap saat dalam kesibukan.”
Hal ini berarti
bahwa setiap saat alam semesta dan diri kita ini selalu mengalami
perubahan, karena Allah setiap saat terus menerus sibuk dalam
menciptakan sampai saat ini pun.
“Akan tetapi kebanyakan manusia ragu terhadap ciptaan baru (Qs.50:15).
Pada
saat kita terhijab (belum mengetahui bahwa segala perbuatan itu dari
Allah), kita menyangka bahwa setiap perbuatan itu dari kita dan untuk
kita sendiri. Maka itu berarti, Allah memberi suatu cobaan dengan
menyandarkan perbuatan itu kepada kita, sehingga kita menyangka bahwa
kita yang berbuat.
Dan apabila kita telah masuk kehadirat ihsan
(beribadah seakan-akan melihat Allah) dan terbuka dinding hijab antara
kita dengan Allah, niscaya kita lihat bahwa segala perbuatan itu
sebenarnya terbit bersumber dari Allah ta’ala sendiri dan kita
sebenarnya tidak melakukan suatu perbuatan pun.
Hal ini seperti sabda nabi Muhammad saw;
“Laa
haula walaa quwwata illa billahil aliyyil azhiim / Tidak ada daya upaya
(usaha) dan kekuatan untuk berbuat kecuali dengan Allah yang maha
tinggi, maha agung.”
Kemudian apabila kita sampai kepada
Musyahadah ini, maka takwa lah kita dengan tetap istiqomah dalam
pegangan (pendirian) syara’ yaitu Adab (akhlak) kita kepada Allah. Maka
untuk itu kita harus mengamalkan firman Allah ta’ala ini ;
Qs.
annisa’:78; “Apa saja yang menimpa engkau dari yang baik adalah dari
Allah, dan apa saja yang menimpa engkau dari kejelekan, maka hal itu
dari dirimu sendiri.”
Ketika memberikan pelajaran di masjidil
Haram, Arifbillah Al Allamah maulana syekh Yusuf Abu zarroh Al Mishri
q.s. Berkata; “Tidak seharusnya mengatakan bahwa kejahatan itu dari
Allah ta’ala kecuali pada saat belajar-mengajar (membahas) dalam jurusan
ilmu ini.”
Syekh Ibnu Hajar rohimahullah dalam syarah Arba’in
menjelaskan perkataan nabi yang tercantum pada sebagian do’a iftitah
yang berbunyi ; “Was syarri laisa ilaik / Dan kejelekan (kejahatan)
bukan untuk Mu.” (HR. muslim, Abu Awarah, Abu Daud, An nasa’i, Ibnu
Hibban, Ahmad, Asy Syafi’i, dan Tabbarani dari Ali bin Abi Tholib K.W).
Hal
ini adalah untuk mengajari (mendidik) kita tentang Adab (Akhlak) kepada
Allah ta’ala, karena tidak seharusnya kita berkata dalam arti untuk
menghina Allah ta’ala. Seperti perkataan; Allah yang menjadikan Anjing
dan babi, serta Allah yang menjadikan syetan dan maksiat. Meskipun
sebenarnya di akui bahwa Anjing, babi, syetan dan maksiat itu dijadikan
Allah. Dan juga perlu diketahui bahwa Allah ta’ala tidak menjadikan
sesuatu pun tanpa ada manfaatnya.
Jadi, tetaplah Musyahadah pada
maqom Tauhidul Af’al / perbuatan ini, niscaya akan sampai pada
keridhoan-Nya. Memang diakui bahwa maqom musyahadah Af'al ini bagi
orang-orang yang Arif billah adalah tingkatan musyahadah yang terbawah
dari empat tingkatan maqom musyahadah.
Jangan putus di tengah
jalan apabila sudah terbiasa dengan musyahadah Af'al ini, maka
teruskanlah dengan musyahadah Asma' dan musyahadah sifat dan jangan
pernah merasa leleh untuk mensucikan Cipta, Rasa dan Karsa, ingsya
Allahu ta'ala akan sampailah pada satu titik dimana musyahadah Dzat
adalah maqom tertinggi bagi kalangan Ma'rifat Billah.
Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Minggu, 05 Desember 2021
MUSYAHADAH AF’AL [HU]
A N A S I R - A N A S I R
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum wr wb..
Anasir ALLAH : Dzat, Sifat, Asma, Af’’al
Anasir MUHAMMAD : Awal, Akhir, Dzahir, Batin
Anasir HAMBA : Rasa, Nyawa, Hati, Tubuh
Anasir ADAM : Api, Angin, Air, Tanah
Anasir BAPAK : Urat, Tulang, Otak, Sumsum
Anasir IBU : Bulu, Kulit, Darah, Daging
MENG-ESA-KAN ALLAH DALAM RAGAM DIRI
Awal Muhammad itu Nurnya
Akhir Muhammad itu Ruhaninya
Dzahir Muhammad itu Rupanya
Batin Muhammad itu Dzatnya
SEKILAS TENTANG NUR MUHAMMAD
Bahwasanya kejadian Alam ini pada mulanya ialah dari pada “HAKEKATUL MUHAMMADIYAH” atau Nur Muhammad.
Nur Muhammad itulah asal segala kejadian.
Bahwa, Nabi Muhammad itu terjadi atas dua rupa.
Rupa yang Qadim dan Rupa yang Azali.
Pertama, Dialah yang telah terjadi sebelum terjadinya seluruh yang ada,
Dari padanya diserahi Ilmu dan irfan.
Kedua Dialah rupa sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan.
Rupa sebagai manusia itu menempuh Maut, tetapi rupanya yang Qadim tetap ada meliputi Alam.
Maka dari Nur rupanya yang Qadim itulah diambil segala Nur buat menciptakan segala Nabi nabi dan Rasul rasul dan Aulia-aulia..
Cahaya
segala Kenabian dari pada Nur akan menyata dan Cahaya mereka dari pada
Cahayanya, Tidaklah ada suatu cahaya yang bercahaya, dan lebihnya yang
lebih Qadim dari cahaya yang Qadim itu yang mendahului Cahaya Beliau
yang mulia.
Kehendaknya mendahului segala kehendak,
Ujudnya mendahului segala yang Adam.
Namanya mendahului akan Kalam-nya sendiri.
Karena dia telah terjadi sebelum terjadi apa yang terjadi.
Lautan Ilmunya diatas megah mengguruh, dibawah kilat menyinar dan memancar, menurunkan hujan dan memberikan subur,
Segala Ilmu adalah setetes dari air lautan.
Segala Hikmat hanyalah satu piala dari Sungainya,
Seluruh Zaman hanyalah satu sa’at kecil dari masanya yang jauh.
Dalam hal kejadian Dialah yang Awal,
Dalam Kenabian Dialah yang Akhir
“AL-HAQ” adalah dengan Dia, dan dengan Dia jualah HAKEKAT,
Dia yang pertama dalam hubungan,
Dia yang Akhir dalam Kenabian,
Dia yang Bathin dalam HAKEKAT, dan
Dialah yang dzahir dalam MAKRIFAT.
U R A I A N
Rasa hamba itu Batin Muhammad
Batin Muhammad itu Dzat Allah
Dzat Allah itu Rasa hamba
Nyawa hamba itu Awal Muhammad
Awal Muhammad itu Sifat Allah
Sifat Allah itu Nyawa hamba
Hati hamba itu Akhir Muhammad
Akhir Muhammad itu Asma Allah
Asma Allah itu Hati hamba
Tubuh hamba itu Dzahir Muhammad
Dzahir Muhammad itu Af’’al Allah
Af’’al Allah itu Tubuh hamba
PERLU DIINGAT :
Bila takut gelombang, mengapa berlayar …..? bila takut berkata cinta mengapa berikrar..
Yakin, sebelum datang ragu, sebagaimana engkau berikrar padaNya,
Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah milik Allah..
Inilah cinta yang sesungguhnya, yang sanggup arungi gelombang kehidupan menuju pantai kedamaian.
Yang tiada panas tiada pula dingin..
Perahu adalah jasadmu, layar adalah iktiarmu, kuatkan tiang layarmu. mohon padaNya kekuatan, tuk arungi lautan kehidupan ini.
Jangan… perahumu tenggelam, menabrak karang nafsumu, berupa angan-angan dalam akal khayalmu, penyesalanpun tiada arti.
Yakinlah
padaNya, sesungguhnya hidup dan mati ada dalam genggamannya, bersujud
kening cium bumi ketulusan, senantiasa bumi memberi meski dihina dan
dicaci, ibu bagi ragaku karena tanah asal daripadaNya.
MENGALIRLAH
Pandanglah
jiwa sebagai pancuran, aliran kehidupanmu mengucur dari situ, semua
bentuk yang engkau lihat, memiliki “mata air tetap” di alam tak
bertempat. Tidak mengapa ketika bentuk musnah, karena aslinya selalu
abadi.
Semua wajah cantik yang pernah kau lihat, semua kata penuh
makna yang pernah kau dengar, janganlah berduka ketika semua itu
hilang, karena sesungguhnya tidaklah demikian adanya
Ketika mata
air menjadi sumber tak-terhenti, cabangnya terus mengalirkan air
kemana-mana, lalu.., apa yang engkau keluhkan..? apa juga yang engkau
risaukan…?
Pandanglah jiwa sebagai pancuran, dan semua ciptaan ini sebagai sungai, ketika pancuran mengucur, sungai pun mengalir dari situ.
Taruhlah kesedihanmu, dan teruslah minum air sungai ini, jangan pernah pikirkan kapan surutnya, aliran ini tiada hentinya.
Dari
saat pertama engkau memasuki alam wujud ini, sebuah tangga sudah ada di
hadapanmu, sehingga engkau dapat menapaki tangga ini untuk naik
keatasnya.
Pertama engkau adalah mineral, lalu engkau berubah
menjadi tetumbuhan, kemudian engkau menjadi hewan, hal ini semua telah
kau lewati dan menjadi Rasa bagimu?
Kemudian engkau menjadi insan, dengan pengetahuan, akal dan keyakinan.
Pandanglah
raga ini, yang tersusun dari tanah liat kering, pandanglah bagaimana
dia telah tumbuh dengan sempurna. Ketika engkau berjalan terus dari
insane, tiada diragukan lagi engkau akan menjadi malaikat.
Ketika
engkau telah meninggalkan bumi ini, maka kedudukanmu adalah di langit,
lewatilah kemalaikatanmu, masukilah samudra itu.sehingga tetesanmu
menjadi lautan yang tak terhingga luasnya. tinggalkanlah kata “manusia”
katakanlah “Yang Maha Esa” dengan seluruh jiwamu.
Tidak menjadi soal bila raga menjadi tua, lemah dan lusuh; ketika jiwa senantiasa muda.
Surah An-Nisa, (4 : 79)
“Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah (faminallah),, dan apa
saja bencana yang menimpamu, maka dari kesalahan dirimu sendiri
(faminnafsika) . Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia.
Dan cukuplah Allah menjadi saksi.”
Innalillahi wainnaillaihi rojiun
DariMu aku berasal , dariMu aku kembali
.
by : Hamin Tehupelasury
MENGENALI BEBERAPA SIFAT DAN ASAL USUL DIDALAM DIRI.
Bismillahirrahmanirrahim