‘UWAIYS AL – QARANI – WALI ALLAH YANG TERSEMBUNYI
“Wali-Wali Allah tidak berkata: ‘ikuti saya’ tapi berkata: ‘Ikuti Allah
dan Rasul-Nya!’ Siapa yang terbuka hatinya mengikuti mereka.
berdoaWali-Wali Allah tersembunyi, bukan fisiknya tapi Maqom Spiritualnya
[tersembunyi] dari orang-orang yang buta matahatinya.
Banyak yang ingin mendekati Allah tapi menjauhi para wali-Nya.
Pemuka para wali adalah para Nabi dan Sahabat Rasulullah Saw.
Sultan para wali adalah Nabiyur-Rahmah Muhammad Saw.
yang melalui beliau mengalir ilmu-ilmu Hakikat Allah
dari “hati spiritual” ke “hati spiritual” para hamba-Nya yang mukhlisin.”
- Dikutip dari kata-kata mutiara Wiyoso Hadi -
Disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah ra, bahwa
Rasulullah SAW (ShollaLlahu ‘Alayhi Wassalam) bersabda: “Sesungguhnya
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi mencintai di antara makhluk-Nya
orang-orang pilihan, (mereka) tersembunyi, taat, rambut mereka
acak-acakan, wajah mereka berdebu dan perut mereka kelaparan. Jika
meminta izin kepada pemimpin ditolak. Jika melamar wanita cantik tidak
diterima. Jika mereka tak hadir tak ada yang kehilangan dan jika hadir
tak ada yang merasa bahagia atas kehadirannya. Jika sakit tak ada yang
mengunjunginya dan jika mati tak ada yang menyaksikan jenazahnya.”
Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, contohkan pada kami salahsatu
dari mereka?” Beliau SAW menjawab: “Itulah ‘Uways al-Qarani.” Para
sahabat bertanya kembali: “Seperti apakah ‘Uways al-Qarani?” Beliau SAW
menjawab: “Matanya berwarna hitam kebiru-biruan, rambutnya pirang,
pundaknya bidang, postur tubuhnya sedang, warna kulitnya mendekati warna
tanah (coklat-kemerahan), janggutnya menyentuh dada (karena kepalanya
sering tertunduk hingga janggutnya menyentuh dada), pandangannya tertuju
pada tempat sujud, selalu meletakkan tangan kanannya di atas tangan
kiri, menangisi (kelemahan) dirinya, bajunya compang-camping tak punya
baju lain, memakai sarung dan selendang dari bulu domba, tidak dikenal
di bumi namun dikenal oleh penduduk langit, jika bersumpah (berdo’a)
atas nama Allah pasti akan dikabulkan. Sesungguhnya di bawah pundak
kirinya terdapat belang putih. Sesungguhnya kelak di hari kiamat,
diserukan pada sekelompok hamba, “Masukklah ke dalam surga!” Dan
diserukan
kepada ‘Uways, “Berhenti, dan berikanlah syafa’at!” Maka Allah memberikan syafa’at sebanyak kabilah Rabi’ah dan Mudhar.”
“Wahai ‘Umar, wahai `Ali! Jika kalian berdua menemuinya, mintalah
padanya agar memohonkan ampun bagi kalian berdua, niscaya Allah akan
mengampuni kalian berdua.” Maka mereka berdua mencarinya selama sepuluh
tahun tetapi tidak berhasil. Ketika di akhir tahun sebelum wafatnya,
‘Umar ra berdiri di gunung Abu Qubais, lalu berseru dengan suara
lantang: “Wahai penduduk Yaman, adakah di antara kalian yang bernama
‘Uways?”
Bangkitlah seorang tua yang berjenggot panjang, lalu
berkata: “Kami tidak tahu ‘Uways yang dimaksud. Kemenakanku ada yang
bernama ‘Uways, tetapi ia jarang disebut-sebut, sedikit harta, dan
seorang yang paling hina untuk kami ajukan ke hadapanmu. Sesungguhnya ia
hanyalah penggembala unta-unta kami, dan orang yang sangat rendah
(kedudukan sosialnya) di antara kami. Demi Allah tak ada orang yang
lebih bodoh, lebih gila (lebih aneh/nyentrik), dan lebih miskin daripada
dia.”
Maka, menangislah ‘Umar ra, lalu beliau berkata: “Hal
itu (kemiskinan & kebodohan spiritual) ada padamu, bukan padanya.
Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Kelak akan masuk surga melalui
syafa’atnya sebanyak kabilah Rabi`ah dan Mudhar.” Maka ‘Umar pun
memalingkan pandangan matanya seakan-akan tidak membutuhkannya, dan
berkata: Dimanakah kemenakanmu itu!? Apakah ia ada di tanah haram ini?”
“Ya,” jawabnya. Beliau bertanya: “Dimanakah tempatnya?” Ia menjawab: “Di
bukit ‘Arafat.” Kemudian berangkatlah ‘Umar dan ‘Ali ra dengan cepat
menuju bukit ‘Arafat. Sampai di sana, mereka mendapatkannya dalam
keadaan sedang shalat di dekat pohon dan unta yang digembalakannya di
sekitarnya. Mereka mendekatinya, dan berkata: “Assalamu’alayka wa
rahmatullah wa barakatuh.” ‘Uways mempercepat shalatnya dan menjawab
salam mereka.
Mereka berdua bertanya: “Siapa engkau?” Ia
menjawab: “Penggembala unta dan buruh suatu kaum.” Mereka berdua
berkata: “Kami tidak bertanya kepadamu tentang gembala dan buruh, tetapi
siapakah namamu?” Ia menjawab: ” `Abdullah (hamba Allah).” Mereka
berdua berkata: “Kami sudah tahu bahwa seluruh penduduk langit dan bumi
adalah hamba Allah, tetapi siapakah nama yang diberikan oleh ibumu?” Ia
menjawab: “Wahai kalian berdua, apakah yang kalian inginkan dariku?”
Mereka berdua menjawab: “Nabi SAW menyifatkan kepada kami seseorang
yang bernama ‘Uways al-Qarani. Kami sudah mengetahui akan rambut yang
pirang dan mata yang berwarna hitam kebiru-biruan. Beliau SAW
memberitahukan kepada kami bahwa di bawah pundak kirinya terdapat belang
putih. Tunjukkanlah pada kami, kalau itu memang ada padamu, maka kaulah
orangnya. Maka ia menunjukkan kepada mereka berdua pundaknya yang
ternyata terdapat belang putih itu. Mereka berdua melihatnya seraya
berkata: “Kami bersaksi bahwasannya engkau adalah ‘Uways al-Qarani,
mintakanlah ampunan untuk kami, semoga Allah mengampunimu.”
Ia
menjawab: “Aku merasa tidak pantas untuk memohon ampun untuk anak cucu
Adam (‘alayhis-salam), tetapi di daratan dan lautan (di kapal yang
sedang berlayar) ada segolongan laki-laki maupun wanita mu’min (beriman)
dan muslim yang doanya diterima.” ‘Umar dan ‘Ali ra berkata: “Sudah
pasti kamu yang paling pantas.”
‘Uways berkata: “Wahai kalian
berdua, Allah telah membuka (rahasia spiritual) dan memberitahukan
keadaaan (kedudukan spiritual)ku kepada kalian berdua, siapakah kalian
berdua?” Berkatalah `Ali ra: “Ini adalah ‘Umar ‘Amir al-Mu’minin,
sedangkan aku adalah `Ali bin Abi Thalib.” Lalu ‘Uways bangkit dan
berkata: “Kesejahteraan, rahmat dan keberkahan Allah bagimu wahai ‘Amir
al-Mu’minin, dan kepadamu pula wahai putra ‘Abi Thalib, semoga Allah
membalas jasa kalian berdua atas umat ini dengan kebaikan.” Lalu
keduanya berkata: “Begitu juga engkau, semoga Allah membalas jasamu
dengan kebaikan atas dirimu.”
Lalu ‘Umar ra berkata kepadanya:
“Tetaplah di tempatmu hingga aku kembali dari kota Madina dan aku akan
membawakan untukmu bekal dari pemberianku dan penutup tubuh dari
pakaianku. Di sini tempat aku akan bertemu kembali denganmu.”
Ia berkata: “Tidak ada lagi pertemuan antara aku denganmu wahai ‘Amir
al-Mu’minin. Aku tidak akan melihatmu setelah hari ini. Katakan apa yang
harus aku perbuat dengan bekal dan baju darimu (jika engkau berikan
kepadaku)? Bukankah kau melihat saya (sudah cukup) memakai dua lembar
pakaian terbuat dari kulit domba? Kapan kau melihatku merusakkannya!
Bukankah kau mengetahui bahwa aku mendapatkan bayaran sebanyak empat
dirham dari hasil gembalaku? Kapankah kau melihatku menghabiskannya?
Wahai ‘Amir al-Mu’minin, sesungguhnya dihadapanku dan dihadapanmu
terdapat bukit terjal dan tidak ada yang bisa melewatinya kecuali setiap
(pemilik) hati (bersih-tulus) yang memiliki rasa takut dan tawakal
(hanya kepada Allah), maka takutlah (hanya kepada Allah) semoga Allah
merahmatimu.”
Ketika ‘Umar ra mendengar semua itu, ia
menghentakkan cambuknya di atas tanah. Kemudian ia menyeru dengan suara
lantang: “Andai ‘Umar tak dilahirkan oleh ibunya! Andai ibuku mandul tak
dapat hamil! Wahai siapa yang ingin mengambil tampuk kekhilafahan ini?”
Kemudian ‘Uways berkata: “Wahai ‘Amir al-Mu’minin, ambillah arahmu
lewat sini, hingga aku bisa mengambil arah yang lain.” Maka ‘Umar ra
berjalan ke arah Madina, sedangkan ‘Uways menggiring unta-untanya dan
mengembalikan kepada kaumnya. Lalu ia meninggalkan pekerjaan sebagai
penggembala dan pergi ke Kufah dimana ia mengisi hidupnya dengan
amal-ibadah hingga kembali menemui Allah.
5. SEPUTAR RAHASIA WALI ALLAH
Inna auliya allahi la khaufun ‘alaihim walaa hum yahzanuun. Begitulah
penegasan Allah tentang hakekat jiwa para wali, bahwa mereka tidak akan
dirundung takut dan sedih. Tak heran bila kita melihat perjalanan hidup
para wali sanga dan para wali jaman mutakhir, semisal KH Moch. Cholil
Bangkalan, KH Abdul Hamid Pasuruan, KH Chamin Jasuli (Gus Mik) dan
beberapa auliya’ lainnya, mereka tidak kenal rasa takut dan sedih, sebab
hidup dan mati mereka memang untuk dan bagi Allah semata. Hanya saja,
bagaimanapun dunia wali adalah dunia penuh rahasia.
sholat-1Terkait dengan rahasia wali Allah itu, Imam Abu Hamid Muhammad
Al Ghazali menulis sebuah cerita dalam Mukasayafat Al-Qulub. Alkisah,
seorang bangsawan berjalan jalan di pasar budak. Matanya tertarik pada
seorang budak bertubuh kekar. Lalu ia bertanya kepada budak itu, “Maukah
kau bekerja untukku? Aku lihat kau mempunyai keterampilan yang aku
butuhkan”. Dengan tenang budak itu menjawab, “ Aku mau bekerja untuk
siapapun dengan dua syarat.” “Apa itu syaratmu anak muda?”, tanya sang
bangsawan penasaran. “Dua syaratku adalah : pertama, aku hanya bekerja
siang hari, jangan suruh aku bekerja malam hari dan kedua, aku tidak mau
tinggal satu rumah denganmu, beri aku tempat tinggal yang lain.”
Mendengar ini, timbul rasa penasaran di hati bangsawan, ia pun berniat
untuk mempekerjakan budak itu, apalagi si budak memenuhi kriterianya.
Singkat cerita dibawalah budak itu ke rumah sang bangsawan. Ia
diizinkan untuk tinggal di sebuah gubuk di sebelah rumah mewah
bangsawan. Lalu dimulailah hari-hari sang budak bekerja bagi majikan
barunya. Segala sesuatu berjalan apa adanya. Si budak bekerja di siang
hari menjalankan tugas tugasnya sampai majikannya sangat puas
terhadapnya. Ingin rasanya majikan itu memintanya kerja juga di malam
hari walaupun hanya untuk pekerjaan ringan, tetapi ia teringat akan
syarat pertama si budak. Dan ia merasa berkecukupan dengan kerja baik si
budak itu pada siang hari.
Semuanya berjalan lancar sampai
pada suatu saat ketika istri si bangsawan merasa ingin memberi hadiah
atas kerja keras budak itu. Tanpa sepengetahuan suaminya, malam hari
istri bangsawan itu membawakan sesuatu buat si budak. Ia menyelinap
masuk ke dalam gubuk. Ia terkejut manakala menemukan budak itu telungkup
sujud. Di atasnya bergayut lingkaran putih bercahaya.
Melihat
ini, istri bangsawan segera berlari menemui suaminya dan berkata, “Wahai
suamiku, sesungguhnya budak itu adalah seorang wali Allah !”. Dengan
segera pasangan suami istri itu bergegas menemui si budak. Apa jawab
budak itu ketika bertemu mereka ? Ia hanya menjawab singkat, “Bukankah
sudah aku minta agar kalian tidak menggangguku di malam hari ?” Lalu ia
menengadahkan tangannya ke langit seraya menggumankan sebuah syair yang
artinya : “Wahai pemilik rahasia, sesungguhnya rahasia ini sudah
terungkap, maka tak kuinginkan lagi hidup ini setelah rahasia ini
tersingkap”. Tak lama setelah membacakan syair ini, si budak pun sujud
dan menghembuskan nafasnya yang terakhir, meninggalkan suami istri itu
dalam keheranan.
Cerita dari Imam Ghazali itu mengantarkan kita
kepada beberapa hal, diantaranya bahwa kita sebagai manusia biasa tidak
mengetahui begitu saja bahwa seseorang adalah wali Allah dan seseorang
yang lain bukan . Menurut para sufi, la ya’rifal-wali illa al-wali,
tidak akan mengetahui seorang wali selain wali Tuhan yang lainnya.
Demikianlah beberapa artikel tentang wali Allah dan tanda tandanya,
mudah mudahan menambah wawasan dan meningkatkan motivasi kita untuk
mendekatkan diri pada Allah. Dalam surat Al Waqiah ayat 10-14 disebutkan
bahwa para Wali Allah adalah orang yang dekat dengan Allah (Al
Mukarrobuun), mereka itu sebagian besar orang zaman dahulu dan sebagian
kecil dari orang zaman sekarang (kemudian).
10. Dan orang-orang
yang beriman paling dahulu, 11. Mereka itulah yang didekatkan kepada
Allah. 12. Berada dalam jannah kenikmatan13. Segolongan besar dari
orang-orang yang terdahulu, 14. dan segolongan kecil dari orang-orang
yang kemudian (Al Waqiah 10-14)
Mari kita berlomba lomba untuk
mendapatkan derajat Aulia Allah ataupun Al Muqarrobun seperti yang
disebutkan dalam surat Al Waqiah tersebut diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar