ALLAH Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Teman-teman akrab pada hari itu
sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang
yang bertakwa.” (Az-Zukhruf: 67)
Teman adalah cermin bagi pribadi seseorang....
Seseorang itu tidak akan jauh dari pribadi teman dekatnya.....Bersabda
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam: “Kebiasaan orang itu sama dengan
tabiat sahabat-sahabatnya. Maka hendaklah salah seorang dari kalian
melihat siapa yang menjadi sahabatnya.” (HR. Ahmad)
Teman dan
lingkungan memang memiliki pengaruh yang kuat terhadap sikap dan
perilaku seseorang. Bahkan kualitas agama seseorang itu dapat dinilai
dari teman-teman pergaulannya. Banyak bergaul dengan orang-orang yang
shalih tentu akan mengantarkan kita kepada kebaikan.
Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Orang itu mengikuti agama
temannya, maka setiap orang dari kamu hendaklah melihat siapa yang
menjadi temannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Semua pertemanan dan
persahabatan yang tidak dilandasi karena ALLAH, kelak pada hari Kiamat
akan berbalik menjadi permusuhan dan kebencian. Mereka saling
menyalahkan satu sama lain. Mereka saling berkata kepada sahabatnya:
engkaulah yang telah menyesatkan dan membuatku sesat. Mengajak pada
kelalaian. Masing-masing mencela yang lain, dan satu orang melaknat
temannya yang lain, serta mereka saling membebaskan diri dari
masing-masing di hadapan Allah. Begitulah keadaan mereka kelak.
Berbeda dengan pertemanan yang dijalin karena ALLAH, mereka akan menjadi
saudara yang saling mengasihi dan saling membantu, dan persaudaraan itu
tetap akan berlanjut hingga di akhirat. Sebab pertemanan yang dijalin
karena ALLAH adalah pertemanan yang kekal abadi.
Al-Hafidz Ibnu
Asakir meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika antara dua orang saling
mencintai karena ALLAH, yang seorang di Timur dan yang seorang lagi di
Barat, maka pada hari Kiamat ALLAH pasti akan mempersatukan keduanya
sambil berfirman : “Inilah orang yang kau cintai karena-Ku…”.
Subhanallah, Jelaslah bagi kita bahwa jika kita memiliki teman dekat
atau sahabat, ternyata hakikat itu tidak lama kecuali kita bersama
mengerjakan kebaikan dan ketakwaan serta mengingatkan antara satu dengan
yang lainnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual
minyak wangi dan tukang pandai besi. Berkawan dengan penjual minyak
wangi akan membuatmu harum, karena kamu bisa membeli minyak wangi
darinya, atau sekurang-kurangnya kamu mencium bau wanginya. Sementara
berteman dengan pandai besi, akan membakar badan dan bajumu, atau kamu
hanya mendapatkan bau yang tidak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua
tangannya, seraya berkata: ‘Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan
bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak
menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah
menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku.
Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia’.” (Al Furqaan:
27-29)
Semoga Allah senantiasa mendekatkan kita pada lingkungan
orang-orang yang shalih , yang senantiasa mengingatkan kita pada
kebaikan dan ketaatan, saling mencintai karena Allah. Dan menyampaikan
kita pada rahmat , ridha serta cinta Nya
Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Rabu, 14 Juni 2017
MAHABBATULLAH
ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻻ ﺍﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭ ﺃﺷﻬﺪ ﺃﻥ ﻣﺤﻤﺪﺍ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ
Sesungguhnya kedudukan mencintai ALLAH adalah kedudukan yang paling tinggi dan mulia guna menuju keridhaan ALLAH, karena hanya ALLAH yang Maha Besar, Maha Penguasa, Maha Suci, Maha Pencipta dan Maha Pemberi, ALLAH lah yang melimpahkan berbagai nikmat kepada manusia. Sesungguhnya
kecintaan ALLAH adalah yang benar-benar menyembuhkan penyakit hati manusia. Sebagaimana sabda Nabi
MUHAMMAD Shollallahu ‘alaihi Wa Sallam “ Barangsiapa yang luput dari kecintaan ALLAH maka ia akan dihinggapi penyakit-penyakit hati”.
Hendaknya kecintaan kepada ALLAH ini dijadikan motivasi guna mencapai kedudukan yang mulia dan tinggi, karena sungguh alangkah nikmatnya orang-orang yang memiliki kecintaan kepada ALLAH, barangsiapa yang mencintai ALLAH maka ALLAH pun juga mencintainya, baginya taufiq, dikabulkan doa-doa nya dan dilindungi dari hal-hal yang buruk. Sebagaimana sabda Nabi
MUHAMMAD Shollallahu ‘alaihi Wa Sallam “ Sesungguhnya ALLAH jika mencintai seorang hamba, ALLAH beritahukan kepada malaikat JIBRIL dan malaikat JIBRIL pun mencintaimya kemudian diberitahukan kepada seluruh penduduk langit untuk mencintai hamba itu.” (HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Yang dimaksud kecintaan kepada ALLAH adalah kecintaan yang terkandung di dalamnya konsekuensi ketaatan dan penghambaan diri kepada ALLAH dengan ikhlas beribadah kepada ALLAH sebagaimana firman ALLAH “dan diantara manusia ada yang mencintai tandingan-tandingan ALLAH, orang yang beriman, mencintai ALLAH dengan murni.”
Dalam al-qur’an juga terdapat 1 tuntutan bagi orang yang mencintai ALLAH yaitu “jika kalian mengaku cinta kepada ALLAH dengan jujur, maka IKUTILAH RASULULLAH maka ALLAH akan mencintai dan mengampuni.”
Perbedaan antara kecintaan yang jujur dan yang dusta, kecintaan yang jujur akan membuahkan ketaatan kepada ALLAH sedangkan kecintaan yang dusta memiliki kecenderungan bermaksiat kepada ALLAH dan bermudah-mudah dalam berbuat dosa dan sesungguhnya kecintaan yang jujur akan menimbulkan rasa yang sangat LEZAT& INDAH, 3 perkara/ sifat yang jika dimiliki seorang hamba maka ia akan merasakan KELEZATAN IMAN: 1. Mencintai ALLAH tanpa menyekutukannya;
2. Mencintai manusia karena ALLAH semata;
3. tidak kembali pada kekafiran setelah beriman.
Amalan sholeh yang diridhoi/dicintai ALLAH, ALLAH senantiasa mencintai orang-orang yang bertaubat dan memohon ampun dengan senantiasa mensucikan diri.
Tak dapat dipungkiri Di zaman sekarang ini muncul berbagai macam FITNAH & SYUBHAT dalam kehidupan manusia,oleh sebab itu hendaknya seorang hamba yang tulus haruslah menjadikan kecintaan kepada ALLAH sebagai sesuatu yang BERHARGA dengan berSUNGGUH-SUNGGUH menjaga sebab-sebab yang menjadikan kecintaan kepada ALLAH semakin kuat, orang yang mencintai ALLAH akan selalu mentaati perintah Nya dan menjauhi segala larangan Nya, karena jika seorang hamba menyibukkan diri dengan hal-hal yang buruk dan rusak lalu mengikutinya yang terjadi kemudian kecintaan kepada ALLAH akan berkurang bahkan lenyap. Maka jika demikian haruslah seorang hamba bersegera bertaubat dan kembali kepada ALLAH dan penting baginya untuk mempelajari hal-hal & sebab-sebab yang menjadikan kita mencintai ALLAH.
Beberapa Hal dan sebab meraih kecintaan ALLAH :
1.Memberi perhatian yang benar&besar pada Al-qur’an dengan cara membacanya denganbenar, memahami kandungannya,
dan kemudian berusaha sekuat tenaga untuk mengamalkannya.
2.Memberi perhatian yang besar&serius dalam memahami nama-nama dan sifat-sifat ALLAH yang Maha INDAH & TINGGI, karena orang yang mengenal dan memahami nama-nama & sifat-sifat ALLAH, maka ia akan semakin takut untuk bermaksiat kepada ALLAH.
3. Selalu memohon pertolongan dan banyak berdoa dengan bersunguh-sungguh kepada ALLAH. DOA yang disunnahkan “ YA ALLAH aku memohon kecintaan kepadamu dan kecintaan pada orang-orang yang mencintaimu dan amalan-amalan yang mendekatkanku pada kecintaanmu”.
4.Memberi perhatian dan kesungguhan dalam menjalankan amalan-amalan yang diwajibkan ALLAH ditambah amalan sunnah
5.Berusaha sekuat tenaga menundukkan hawa nafsu guna menjauhi perbuatan-perbuatan dosa&maksiat, karena semua perbuatan dosa&maksiat akan menutup hati manusia dan menghantarkannya pada KEBINASAAN.
6.Selalu mengutamakan hal-hal yang dicintai ALLAH melebihi hal-hal yang dicintai hawanafsu&syahwat dan juga mengutamakan keridhoan ALLAH diatas kesukaan hawa nafsu kita.
7. Selalu mengingat dan merenungkan nikmat-nikmat dan anugerah yang telah ALLAH berikan.
8.Duduk bergaul dengan orang yang baik lagi sholeh yang selalu beribadah kepada ALLAH dengan mencontoh kebaikan-kebaikan yang mereka miliki.
9. Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk beribadah kepada ALLAH walaupun sedikit pada 1/3 malam terakhir.
10. Selalu berdzikir/mengingat ALLAH, karena dengan dzikir hati menjadi damai
Nafsu Berdakwah
“ Assalamu’alaikum wr. Wb . Kenalkan, saya sekarang tinggal di kompleks perumahan yang sangat majemuk warganya. Saya seorang aktivis dakwah yang ingin menyampaikan dakwahnya dengan cara pendekatan sufistik (tasawuf). Apakah hal ini akan efektif untuk jamaah yang majemuk tersebut? Atau harus ada metode penyeimbang lain?” tanya seorang pemuda kepada Kang Soleh di pagi buta usai berjamaah di Masjid Raudhah.
“Oke, kita ngopi di kedai sana yuk. Sambil ngobrol?”. Mereka berjalan berdua, dan tentu si Pardi dan Dulkamdi sudah ada disana.
“Apakah anda menganggap dakwah itu sebuah profesi?”
“Ya”.
“Jadi anda dapat keuntungan dari dakwah anda?” pemuda itu gelagapan.
“Begini. Ajaklah kejalan Tuhanmu dengan cara yang penuh hikmah dan tutur bahasa yang indah. Berilah argumentasi yang lebih baik. Semua orang sebenarnya aktivis dakwah. Dakwah itu bukan profesi, juga bukan lahan pekerjaan, juga bukan tempat mencari posisi. Dakwah itu suatu kelaziman, keharusan, dan niscaya. Seorang guru juga da’i, orang tua juga da’i bagi anak dan keluarganya. Seorang wartawan juga da’i. Hanya sekarang saja jadi melenceng tidak karuan. Seorang da’i itu mesti berpidato di panggung, di TV, mesti muncul dengan performa style tertentu dan harus dengan undangan dan acara tertentu. Akhirnya dakwah jadi tontonan, bukan jadi tuntunan”.
Pemuda itu semakin merundukan mukanya. Pardi dan Dulkamdi tidak banyak komentar, hanya membisu sambil melirikan matanya kearah pemudah itu.
“Saya harus mengoreksi seluruh paradigma dakwah, Kang?” kata pemuda itu.
“Ya… Harus dan harus berani tegas dulu pada diri sendiri. Karena seorang da’i yang merasa dirinya berprofesi sebagai pendakwah ketika mau berangkat berdakwah, biasanya muncul rasa lebih pandai, lebih hebat, lebih baik dibanding yang didakwahi. Itu merupakan perasaan takabur dan ‘ujub yang menghapus seluruh pahalanya sendiri. Apalagi sukses dakwah seseorang manakala dihubungkan dengan massa yang datang, kuantitas dan jumlahnya, akan semakin memperpuruk misi dakwah itu sendiri”.
Tiba-tiba Pardi nyeletuk dengan ceplosanya, “Kang…?! Saya ingat dawuhnya Syeikh Abul Hasan Asy-Syadzily ketika menafsir suatu ayat, “Dan Rasulullah Muhammad tidak berkata didasarkan hawa nafsu, melainkan adalah wahyu yang diturunkan padanya”.
Menurut Syeikh Abul Hasan, ‘Janganlah anda bergembira karena ucapanmu direspon (diiyakan) oleh pendengar. Bergembiralah manakala Allah ‘meridhai’ hatimu (ketika kamu mengucapkan kata-katamu).
“Saya nggak ngerti maksud beliau tu apa Kang?!”.
“Maksud Syeikh Abul Hasan, manakala seorang da’i senang bila kata-katanya disambut oleh pendengar, berarti si pendakwah itu berdakwah karena nafsunya, bukan karena ridha-Nya. Nah betapa kecil sekali sekali jumlah para da’i yang berdakwah demi ridha-Nya, karena mayoritas pasti demi memenuhi hasrat dirinya, nafsunya, jika diukur denga ayat tersebut dan diukur dengan keteladanan Rasul SAW”.
“Apalagi jika seorang da’i pusing tujuh keliling manakala tidak ada yang mengundang lagi, tidak popular lagi, tidak punya massa lagi. Kepusingannya itu menunjukan bahwa dakwahnya selama ini didorong oleh hawa nafsunya. Sebaliknya ketika dia semakin popular, semakin banyak pendukungnya, semakin ia gembira. Itu pun juga semata didorong oleh hawa nafsunya. Dipastikan sang da’i sudah kehilangan hikmah terdalam dari cahaya ilahi yang memancar di hatinya” kata Pardi merasa bak seorang da’i pula.
“Hahaha… kamu senang bicara begitu karena kita semua mengiyakan…”.
“Hmmmmm… he…heh benar juga, ini kata-kata memakan diriku, senjata makan jiwaku. Wah wah… Astagfirullahal’adziiim… ” kata Pardi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Makanya Di… kamu jangan asal njeplak. Malah menampar mukamu sendiri”, sindir Dulkamdi.
“Betul juga ya Dul. Betapa tipisnya batas nafsu dan semangat. Betapa tipisnya ikhlas dan riya”.
“Sekarang kamu mau apa?”
“Aku mau diam saja !”
“Biar apa diam?”
“Biar apa ya…? Ya biar disebut pendiamlah dan disebut orang tidak macam-macam”.
“Keinginanmu begitu itu juga nafsu, Di…”
“Ya, salah lagi”.
Dialog Dulkamdi dan Pardi benar-benar membuat pemuda aktivis itu sangat-sangat terpukul jiwanya. Betapa selama ini dakwah, profesi, semangat, nafsu, materi, bercampur aduk tidak karuan dalam dirinya.
AMALAN RAHASIA YANG DICINTAI ALLAH
Allah Pasti Membalasnya
Allah ta’ala berfirman
ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧﻔَﻘْﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﻧَّﻔَﻘَﺔٍ ﺃَﻭْ ﻧَﺬَﺭْﺗُﻢ ﻣِّﻦ ﻧَّﺬْﺭٍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻪُ
“ Apapun infak yang kalian berikan atau nadzar apapun yang kalian canangkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)
Allah Pasti Menggantinya
Allah ta’ala berfirman
, ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧﻔَﻘْﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻳُﺨْﻠِﻔُﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﺍﺯِﻗِﻴﻦَ
“ Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’: 39)
Mendapatkan Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Yakni :
1.Seorang pemimpin yang adil.
2.Seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla. 3.Seorang lelaki yang hatinya bergantung terpaut pada masjid-masjid.
4.Dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu dan berpisah karena-Nya.
5.Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
6.Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
7.Dan seorang yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih at-Targhib [1/531])
Memadamkan Kemurkaan Allah
Dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb [Allah] tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, lihat Shahih at-Targhib [1/532])
Menyelamatkan Dari Siksa Neraka
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat :adalah
[ 1 ] Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka
[ 2 ] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka
[ 3 ] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim )
Kunci Meraih Kelezatan Amal
Abu Turab rahimahullah mengatakan, “Apabila seorang hamba bersikap tulus/jujur dalam amalannya niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu sebelum melakukannya. Dan apabila seorang hamba ikhlas dalam beramal, niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu di saat sedang melakukannya.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 594)
Abul Aliyah berkata: Para Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Janganlah kamu beramal untuk selain Allah. Karena hal itu akan membuat Allah menyandarkan hatimu kepada orang yang kamu beramal karenanya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 568)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7 )
Lebih Selamat Bagi Hati
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi terhapus.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 584)
Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata, “Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya’ walaupun hanya sekecil biji tanaman.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 572)
Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35)
Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 573)
Jalan Untuk Meraih Keikhlasan
Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231)
Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252)
al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan: Bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika dia berkata maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta’thir al-Anfas min Hadits al-Ikhlas, hal. 592)
Wallahu a’lam bishawab. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Semoga Allah memberi kemampuan selalu bagi kita dan menyampaikan kita pada rahmat ridha serta cinta Nya
Allah ta’ala berfirman
ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧﻔَﻘْﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﻧَّﻔَﻘَﺔٍ ﺃَﻭْ ﻧَﺬَﺭْﺗُﻢ ﻣِّﻦ ﻧَّﺬْﺭٍ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻳَﻌْﻠَﻤُﻪُ
“ Apapun infak yang kalian berikan atau nadzar apapun yang kalian canangkan, sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Al-Baqarah: 270)
Allah Pasti Menggantinya
Allah ta’ala berfirman
, ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧﻔَﻘْﺘُﻢ ﻣِّﻦ ﺷَﻲْﺀٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻳُﺨْﻠِﻔُﻪُ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮُ ﺍﻟﺮَّﺍﺯِﻗِﻴﻦَ
“ Apapun harta yang kalian infakkan maka Allah pasti akan menggantikannya, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi rizki.” (QS. Saba’: 39)
Mendapatkan Naungan Allah Pada Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan orang yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan dari-Nya. Yakni :
1.Seorang pemimpin yang adil.
2.Seorang pemuda yang tumbuh dalam [ketaatan] beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla. 3.Seorang lelaki yang hatinya bergantung terpaut pada masjid-masjid.
4.Dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berdua bertemu dan berpisah karena-Nya.
5.Seorang lelaki yang diajak oleh seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kecantikan lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’.
6.Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
7.Dan seorang yang mengingat Allah dalam kesendirian lalu mengalirlah air matanya.” (HR. Bukhari dan Muslim, lihat Shahih at-Targhib [1/531])
Memadamkan Kemurkaan Allah
Dari Mu’awiyah bin Haidah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sedekah secara rahasia bisa meredam murka Rabb [Allah] tabaroka wa ta’ala.” (HR. ath-Thabrani dalam al-Kabir, lihat Shahih at-Targhib [1/532])
Menyelamatkan Dari Siksa Neraka
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat :adalah
[ 1 ] Seorang lelaki yang berjuang mencari mati syahid. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu sampai aku menemui mati syahid.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu berperang agar disebut-sebut sebagai pemberani, dan sebutan itu telah kamu peroleh di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka
[ 2 ] Seorang lelaki yang menimba ilmu dan mengajarkannya serta pandai membaca/menghafal al-Qur’an. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Aku menimba ilmu dan mengajarkannya serta aku membaca/menghafal al-Qur’an di jalan-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sebenarnya kamu menimba ilmu agar disebut-sebut sebagai orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an agar disebut sebagai qari’. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka
[ 3 ] Seorang lelaki yang diberi kelapangan oleh Allah serta mendapatkan karunia berupa segala macam bentuk harta. Lalu dia dihadirkan dan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang sekiranya akan diperolehnya, sehingga dia pun bisa mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, “Apa yang telah kamu lakukan untuk mendapatkan itu semua?”. Dia menjawab, “Tidak ada satupun kesempatan yang Engkau cintai agar hamba-Mu berinfak padanya melainkan aku telah berinfak padanya untuk mencari ridha-Mu.” Allah menimpali jawabannya, “Kamu dusta. Sesungguhnya kamu berinfak hanya demi mendapatkan sebutan sebagai orang yang dermawan. Dan sebutan itu telah kamu dapatkan di dunia.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya dalam keadaan tertelungkup di atas wajahnya hingga akhirnya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim )
Kunci Meraih Kelezatan Amal
Abu Turab rahimahullah mengatakan, “Apabila seorang hamba bersikap tulus/jujur dalam amalannya niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu sebelum melakukannya. Dan apabila seorang hamba ikhlas dalam beramal, niscaya dia akan merasakan kelezatan amal itu di saat sedang melakukannya.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 594)
Abul Aliyah berkata: Para Sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan kepadaku, “Janganlah kamu beramal untuk selain Allah. Karena hal itu akan membuat Allah menyandarkan hatimu kepada orang yang kamu beramal karenanya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 568)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk beramal ikhlas karena Allah niscaya tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada beramal untuk selain-Nya. Dan barangsiapa yang membiasakan dirinya untuk memuaskan hawa nafsu dan ambisinya maka tidak ada sesuatu yang lebih berat baginya daripada ikhlas dan beramal untuk Allah.” (lihat Ma’alim Fi Thariq al-Ishlah, hal. 7 )
Lebih Selamat Bagi Hati
Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Sesungguhnya amalan jika ikhlas namun tidak benar maka tidak akan diterima. Demikian pula apabila amalan itu benar tapi tidak ikhlas juga tidak diterima sampai ia ikhlas dan benar. Ikhlas itu jika diperuntukkan bagi Allah, sedangkan benar jika berada di atas Sunnah/tuntunan.” (lihat Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19 cet. Dar al-Hadits).
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah, bahwasanya keikhlasan seringkali terserang oleh penyakit ujub. Barangsiapa yang ujub dengan amalnya maka amalnya terhapus. Begitu pula orang yang menyombongkan diri dengan amalnya maka amalnya menjadi terhapus.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 584)
Yusuf bin Asbath rahimahullah berkata, “Allah tidak menerima amalan yang di dalamnya tercampuri riya’ walaupun hanya sekecil biji tanaman.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 572)
Diriwayatkan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu pernah berkata, “Amal yang salih adalah amalan yang kamu tidak menginginkan pujian dari siapapun atasnya kecuali dari Allah.” (lihat al-Ikhlas wa an-Niyyah, hal. 35)
Abu Ishaq al-Fazari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya diantara manusia ada orang yang sangat menggandrungi pujian kepada dirinya, padahal di sisi Allah dia tidak lebih berharga daripada sayap seekor nyamuk.” (lihat Ta’thir al-Anfas, hal. 573)
Jalan Untuk Meraih Keikhlasan
Sufyan bin Uyainah berkata: Abu Hazim rahimahullah berkata, “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu lebih daripada kesungguhanmu dalam menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231).
al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, “Ilmu dan amal terbaik adalah yang tersembunyi dari pandangan manusia.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 231)
Ibrahim at-Taimi rahimahullah berkata, “Orang yang ikhlas adalah yang berusaha menyembunyikan kebaikan-kebaikannya sebagaimana dia suka menyembunyikan kejelekan-kejelakannya.” (lihat Ta’thirul Anfas, hal. 252)
al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya’ sedangkan beramal untuk dipersembahkan kepada manusia merupakan kemusyrikan. Adapun ikhlas itu adalah tatkala Allah menyelamatkan dirimu dari keduanya.” (lihat Adab al-’Alim wa al-Muta’allim, hal.
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata, “Dahulu dikatakan: Bahwa seorang hamba akan senantiasa berada dalam kebaikan, selama jika dia berkata maka dia berkata karena Allah, dan apabila dia beramal maka dia pun beramal karena Allah.” (lihat Ta’thir al-Anfas min Hadits al-Ikhlas, hal. 592)
Wallahu a’lam bishawab. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Semoga Allah memberi kemampuan selalu bagi kita dan menyampaikan kita pada rahmat ridha serta cinta Nya
Langganan:
Postingan (Atom)