Oleh : Saifuddin, M.A
Tanya : Apa akibat dan bahayanya jika
seorang Muslim yang mengaku beriman tidak mempelajari Tarekat?
Jawab : Jika seorang Muslim yang mengaku beriman hanya
mempelajari Ilmu Syari’at saja dan tidak mempelajari Tarekat sampai akhir
hayatnya, maka nanti pada saat sakaratul maut segala amalan Syari’atnya
(shalat, puasa, zakat, dan haji) tidak akan dapat menolongnya. Menurut
Al-Ghazali, yang dimaksud dengan sakaratul maut yaitu, dikatakan telah
mati, nyawanya masih ada, dikatakan masih hidup, sudah tidak bisa apa-apa. Ada
tujuh sifat maani pada Allah Taala yang telah dipinjamkan kepada
manusia, diantaranya yaitu :
- Hayat,
sedangkan pada
manusia adalah yang dihidupkan.
- Ilmu,
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi ilmu.
- Iradat,
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi kehendak.
- Qudrat,
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi kemampuan.
- Basar,
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi penglihatan.
- Sama’
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi pendengaran.
- Kalam,
sedangkan pada
manusia adalah yang diberi kemampuan berkata-kata.
Setiap barang pinjaman, pasti akan kembali kepada
pemiliknya. Maka pada saat sakaratul maut, Allah akan mengangkat
sifat-Nya yang lima, yang telah ia pinjamkan kepada hamba-hamba-Nya,
diantaranya yaitu sifat iradat, qudrat, basar, sama’ dan kalam.
Maka tinggallah dua sifat yang masih tersisa pada saat sakaratul maut
yaitu, sifat hayat dan ilmu. Maka pada saat sakaratul maut
tidak ada yang dapat kita lakukan dan siapapun tidak akan ada yang dapat
menolong kita sebagaimana firman Allah dalam surat as-Syuara ayat 88 :
يَوْمَ
لاَيَنْفَعُ مَالٌ وَلاَبَنُوْنَ. اِلاَّمَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ.
Artinya
: “Pada hari itu harta anak-anak laki-laki tiada berguna, kecuali orang yang
menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Jadi berdasarkan ayat di atas bahwa
yang dapat menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut adalah hati
yang bersih. Adapun yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu hati yang
selalu mengingat Allah. Jadi jelaslah Ilmu Syari’at tidak berlaku dan tidak
dapat digunakan pada saat sakaratul maut, sebab Ilmu Syari’at terkait
dengan sifat iradat, qudrat, basar, sama’, dan kalam. Sedangkan
kelima sifat tersebut telah diangkat
oleh Allah pada saat sakaratul maut. Oleh sebab itu Hadis Nabi
yang berbunyi :
لَقِّنُواْ
مَوْتَاكُمْ لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ
Artinya
: “Bimbinglah orang yang hendak meninggal dunia dengan ucapan: la ilaha
illallah”. (H.R. Muslim).
Hadis di atas sesungguhnya
diperuntukkan kepada orang yang akan mati, yaitu setiap orang yang masih hidup
dan bukan kepada orang yang akan mati pada saat sakaratul maut. Hadis di
atas merupakan peringatan kepada orang-orang yang masih hidup supaya mengenal
Allah, sebab apabila kalimah la ilaha illallah dibisikkan kepada orang
yang akan mati pada saat sakaratul maut tidak akan ada gunanya, sebab
Allah telah mengangkat sifat sama’ (pendengaran) padanya, mata telah
buta, anggota badan telah lumpuh dan kaku.
Maka tiadalah yang dapat
menyelamatkan manusia pada saat sakaratul maut selain dirinya sendiri.
Apabila ia semasa hidupnya hanya mempelajari Ilmu Syari’at saja, maka binasalah
ia, sebab Ilmu Syari’at tidak berlaku pada saat sakaratul maut. Lalu
ilmu apakah yang berlaku pada saat sakaratul maut, maka jawabannya dapat
diperoleh dari pantun yang berisi nasehat kepada manusia tentang sakaratul
maut:
Pohon jelatang di tepi laut
Gugur bunganya dimakan ikan
Kalaulah datang si Malaikal maut
Ilmu apa yang akan digunakan
Orang nelayan pergi ke laut
Pukat dibawa penangkap ikan
Kalaulah datang si Malaikal maut
Ilmu Hakikat itulah gunakan
Kata bismillah asal mula jadi
Makrifat iman itulah nur Ilahi
Apalah gunanya ilmu dicari
Kalaulah tidak kenal diri
Pandang makrifat di dalam diri
Tempat terjadi ismu Ilahi
Amalan Syari’at belumlah berarti kali
Amalan hakikat itulah yang dibawa mati
Dari penjelasan di atas dapat
disimpulkan, bahwa Ilmu Hakikatlah yang berlaku pada saat sakaratul maut,
sebab hanya dengan Ilmu Hakikatlah manusia dapat mengingat Allah. Apabila pada
saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka inilah yang disebut dengan
hati yang bersih/selamat (qalbin salim), yaitu tidak ada yang diingatnya
selain Allah. Di sinilah penentuan apakah manusia itu masuk surga atau neraka.
Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka surgalah
baginya. Adapun orang yang tidak dapat mengingat Allah pada akhir hayatnya,
maka nerakalah baginya.
Adapun bagi orang yang dapat
mengingat Allah, maka tidak ada hak bagi Malaikat maut untuk mencabut nyawanya.
Allahlah yang langsung mencabut nyawanya sebagaimana firman Allah dalam surat
az-Zumar ayat 42 :
اللهُ
يَتَوَفَّى اْلأَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا
Artinya
: Allahlah yang mencabut nyawa orang yang mengingat Allah ketika matinya.”
Berdasarkan
ayat di atas, Allahlah yang langsung mencabut nyawa orang yang dapat
mengingat-Nya di saat wafatnya. Para sufi berkata bahwa sesakit-sakit orang
yang dicabut oleh Allah nyawanya adalah seperti ia mengangkat takbir ketika
hendak sembahnyang. Adapun cara Allah mewafatkan hamba-hamba-Nya yang dapat
mengingat-Nya, maka Allah cukup hanya dengan memanggilnya, sebagaimana
dijelaskan di dalam firman Allah dalam surat al-Fajri ayat 27-30 :
يَأَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةٌ. اِرْجِعِى اِلَى رَبِّكَ رَاضِيَةً مَرْضِيَةً.
فَادْخُلِى فِى عِبَدِى. وَادْخُلِى جَنَّتِى.
Artinya
: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah
ke dalam surga-Ku.”(Q.S. 89 al-Fajri: 27-30).
Demikianlah
penghargaan Allah bagi orang yang dapat mengingat-Nya pada saat wafatnya. Para
Malaikat yang mengelilinginya hanya mengucapkan salam kepadanya dan menggiring
ruh tersebut ke baitul makmur.
Adapun bagi orang yang tidak dapat
mengingat Allah pada saat wafatnya, maka Allah mewakilkan kepada Malaikat Maut
untuk mencabut nyawanya, sebagaimana firman Allah :
قُلْ
يَتَوَفَّكُمْ مَّلَكُ الْمَوْتِ الَّذِى وُكِّلَ بِكُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّكُمْ
تُرْجَعُوْنَ.
Artinya
: “Katakanlah Allah akan mewakilkan Malaikal maut untuk mencabut nyawamu,
kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan kembali”. (Q.S. 32 as-Sajadah: 11).
Selanjutnya di dalam surat an-Nisa
Allah menjelaskan orang yang bagaimana yang dicabut oleh Malaikat maut
nyawanya, sebagaimana firman Allah :
اِنَّ
الَّذِيْنَ تَوَفَّهُمُ الْمَلَئِكَةُ ظَالِمِى أَنْفُسِهِمْ
Artinya
: “Sesungguhnya orang yang diwafatkan Malaikat maut adalah mereka yang
menzalimi diri mereka sendiri”. (Q.S. 4 an-Nisa: 97).
Berdasarkan penjelasan ayat di atas
bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya
adalah orang-orang yang menzalimi diri mereka sendiri. Adapun seenak-enak atau
seringan-ringan Malaikat maut mencabut nyawa manusia adalah seperti kambing
dikuliti hidup-hidup. Demikianlah jijiknya Allah terhadap orang yang tidak
dapat mengingat-Nya, sehingga Allah mewakilkan kepada Malaikat maut untuk
mencabut nyawanya.
Demikianlah betapa meruginya
orang-orang yang hanya mengandalkan amal Syari’at saja dan mengabaikan Hakikat.
Orang-orang yang mengabaikan hakikat adalah oaring-orang yang menzalimi diri
mereka sendiri. Hal ini disebabkan karena sesungguhnya mereka tidak mengenal
yang mereka sembah. Inilah yang menyebabkan mereka tidak dapat kembali kepada
Allah karena sesunggunya sewaktu di dunia mereka tidak pernah mengenal Allah.
Adapun bagi orang-orang mukmin yang
dapat mengingat Tuhannya semasa hidupnya di dunia, maka di yaumil mahsyar
wajah mereka pada hari itu berseri-seri sebagaimana firman Allah :
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ. إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ.
Artinya
: “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri, kepada
Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. 75 al-Qiyamah: 22-23).
Hadis
Nabi SAW :
كُنَّاجُلُوْسًا
مَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَظَرَ اِلَى الْقَمَرِ
لَيْلَةَ اَرْبَعَ عَشَرَةَ فَقَالَ : اِنَّكُمْ سَتَرُوْنَ رَبَّكُمْ عَيَانًا
كَمَا تَرَوْنَ هَذَاالْقَمَرَ لاَتُضَمُّوْنَ فِى رُؤْيَتِهِ فَإِنِ
اسْتَطَعْتُمْ اَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ
وَصَلاَةٍ قَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُواْ.
“Kami pernah duduk bersama Rasulullah SAW, lalu beliau
memandang rembulan tanggal empat belas, lantas bersabda, “Sesungguhnya kamu
akan melihat Tuhanmu dengan terang sebagaimana kamu melihat rembulan itu. Kamu
tidak akan ragu sedikitpun dalam melihat-Nya. Dan kalau kamu mampu janganlah
terlalaikan melakukan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya,
maka kerjakan itu. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
Adapun bagi orang-orang yang tidak
dapat mengingat Allah semasa hidupnya di dunia, maka Allah akan mengumpulkannya
dalam keadaan buta, bisu, dan pekak sebagaimana firman Allah :
وَنَحْشُرُهُمْ
يَوْمَ الْقِيَمَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَّأْوَهُمْ
جَهَنَّمُ.
Artinya
: “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka
mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak, tempat kediaman mereka adalah
neraka jahannam”. (Q.S. 83 al-Isra’: 97).
كَلآَّ
إِنَّهُمْ عَنْ رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ.
Artinya
: “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar
terlarang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Q.S. 83 al-Mutaffifin: 15)
Demikianlah siksaan yang Allah berikan bagi orang-orang
yang tidak dapat menggunakan mata, hati, dan pendengarannya untuk mengenal
Allah semasa hidupnya di dunia. Adapun bagi orang-orang yang dapat mengingat
Allah, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga-Nya. Adapun bagi
orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat matinya, maka nerakalah
baginya. Orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah sewaktu di dunia, maka
sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat serta
mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta pula sebagaimana firman Allah :
وَمَنْ كَانَ فِى هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِى
اْلأَخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلَّ سَبِيْلاً
Artinya : “Barangsiapa yang buta di
dunia ini, maka di akhirat nanti ia lebih buta lagi dan lebih sesat jalannya”. (Q.S. 17 al-Isra’: 72).
Sesungguhnya yang dimaksud dengan
buta pada ayat di atas adalah butanya mata hati, sebagaimana firman Allah :
فَإِنَّهَا لاَتَعْمَى اْلأَبْصَرُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوْبُ اللّّتِيْ فِى
الصُّدُوْرِ
Artinya
: “Sesungguhnya yang buta itu bukanlah mata kepala, tetapi yang buta itu
adalah mata hati yang ada di dalam dada.” (Q.S.
22 al-Hadid: 46).
Berdasarkan
penjelasan kedua ayat di atas, dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya
orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang
yang buta di dunia dan di akhirat kelak. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan
buta. Ketauhilah sesungguhnya buta mata hati itu lebih parah daripada butanya
mata kepala. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mengutamakan Ilmu
Syari’at dan mengabaikan Hakikat pada hakikatnya adalah membiarkan diri mereka
dalam kebutaan dan tidak mengenal Tuhannya.
ketauhilah,
sesungguhnya hanya dengan mempelajari hakikatlah (bertarekatlah) manusia akan
mengetahui bahwa hati yang bernama latifah robbaniyah itulah yang
mengetahui tentang hakikat Allah Ta’ala dan tidak dapat dicapai oleh oleh
khayal, pikiran serta sangka-sangka manusia. Dan hati latifah robbaniyah itulah yang akan
dihisab atau ditanyai oleh Allah Ta’ala kelak.
RINGKASAN DAN HIMBAUAN PENTING BAGI PARA PEMBACA
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf dan Tarekat adalah bagaikan
dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Orang yang bertarekat sudah barang
tentu bertasawuf, namun orang yang mengkaji Tasawuf tanpa bertarekat adalah
mustahil, bagaikan orang yang ingin menyeberangi lautan yang luas tanpa perahu.
Oleh sebab itu Mempelajari Tarekat/Tasawuf Hukumnya adalah Wajib bagi
setiap Muslimin dan Muslimat, sebab tanpa Bertarekat Sudah Pasti Sesat,
sebab tidak mengenal yang disembahnya dan Allah tidak akan memberikan penilaian
apa-apa terhadap amal ibadah yang mereka lakukan. Mereka akan dibangkitkan
Allah dalam keadaan buta disebabkan butanya mata hati mereka dari mengenal
Allah sewaktu di dunia dan tidak ada tempat bagi mereka (orang-orang yang tidak
bertarekat) selain Neraka.
Mengingat begitu urgennya, Tarekat/Tasawuf sebagai satu-satunya cara
untuk mentauhidkan Allah, maka segala paham yang berupaya merongrong dan
menolak ajaran Tarekat/Tasawuf adalah wajib ditolak. Ajaran Wahabi
(yang saat ini menamakan diri mereka dengan paham Salafi atau
sejenisnya) adalah salah satu paham yang harus diwaspadai, disebabkan kebencian
mereka terhadap ajaran Tarekat/Tasawuf. Paham Wahabi dengan segala ajarannya
harus dijauhi sebab dapat menyebabkan umat Islam menjadi sesat karena tidak
mengenal Tuhan yang disembahnya. Sudah sewajarnya umat Islam menyadari bahwa
segala tuduhan negatif yang dilontarkan kepada Ahli Tasawuf dan ajarannya
adalah propaganda yang bersumber dari orang-orang yang awam dan sama sekali
tidak paham tentang Tasawuf.
Meskipun
penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam membela Tarekat/Tasawuf dengan
berdasarkan dalil naqli dan aqli serta telah menyebutkan bahwa bertarekat
itu wajib hukumnya, namun lewat tulisan ini penulis juga menghimbau kepada
para pembaca agar terlebih dahulu menguji atau meneliti kebenaran ajaran
Tarekat yang akan diikutinya, karena tidak ada jaminan bahwa semua Tarekat itu
benar-benar dapat menyampaikan pengenalan kepada Allah. Berdasarkan
kriteria Tarekat yang telah penulis sebutkan kiranya dapat dijadikan pedoman
untuk menyeleksi kebenaran Tarekat yang akan diikuti ajarannya. Semoga Allah
menunjuki kita semua sehingga dapat membedakan mana yang haq dan mana yang
bathil.