Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Kamis, 23 Januari 2014
PEMAHAMAN HADIST.. (Penting harus ada pembimbing).
Wahai sahabatku janganlah kita selalu menelan hadist secara mentah-mentah Walapun itu perkataan Rasul tanpa Ada Guru Yang memberikan penerangan Dalam pengertian Hadist tersebut Maka akan membawa perdebatan dn perselisihan Kesalah fahaman yang mendalam ini lah bila kita hanya belajar dari satu buku ke buku apalagi hanya belajar dari Google.
»Mari kita simak berapa Hadist seperti ini..
»aku akan beserta orang-orang yang membimbing anak yatim ( jari yang berdekatan dengan jari tengah dn manis ). Marilah kita kaji bersama.
»anak yatim menurut syareat karena kiblatnyat kabbatulloh maka anak yang ditinggal mati oleh ayahanya sampai berumur 4tahun..
»menurut ahli Tahrekat karna kiblatnya Qolbu sebagai Baiytulloh maka anaka yatim dikatakan sebagai tidak punya bapak ruhani yakni orang yang membimbing iman ahlak,ilmu, Dunia dn Akhirat.
»menurut Ahli Hakikat karena kiblatnya baginda Rasul maka orang yang belum mengenal kanjeng nabi atau mengimani kerasullan nabi..
»menurut Orang MARIFAT
karena kiblatya Gusti Allah maka orang yang belum mengenal tuhan yakni Gusti Allah Swt. dn belum mengakui sebagai Tuahan dn masih menyembah yang lain.
Lalu juga Ada Hadist Yang Mengatakan Malaikat tidak Akan Masuk ke Dalam rumah Yang dimana Ad Gambar Hidup Atau Anjing....
Bila begini enakan orang cina atuh umurnya panjang2 malaikati izroil kaga mau masuk^_^....
»Jadi menurut orang Orang Marifat Yang dikatakan Malaikat disni adalah Malaikat Rohmat dn Rumah Adalah Hati Lalu Gambar Hidup Disini Adalah Gambar-Gambar Dunia,Lalu Binatang Anjing Diumpamakan Sifat kebinatanganya.
»Lalu Ada Hadist Yang Mengatakan Baca surat Al-iklas Maka Sama seperti Membaca Al-Quran Sepertiga????
» Aduuh enak ya TAPIII SAMA2 KITA KAJI INI hadist ini untuk kalangan siapa syariat kah atau Marifat kah ???
karena shabat Ali Ra adalah orang yang sudah marifat maka wajar saja bila sayidina Ali dikatakan sudah membaca sepertiga Al-Quran karna Banyak Makna yang terkandung Dalam surat Al-iklas...
dn ada yang Posting Kmren shabat M Idham seperti ini tentang hadist...
RASULULLAH MELAKNAT PARA LAKI LAKI
YANG MENYERUPAI WANITA,DAN PARA
WANITA MENYERUPAI LAKI LAKI.
»Disitu ada kata MENYERUPAI Tanyakan ya sama guruMu Masing2 hehehe Beda guru beda pemahaman....
saya pun masih belajar banyak dari kalian setiap postingan saya pelajari....
WALI’’ ALLAH SWT MENURUT SYEIKH IBNUL ARABIY
Syekh Muhyiddin Ibnul Arabi memberikan
penjelasan tentang tingkatan dan pembagian para
wali seperti yang di terangkan dalam kitab nya
FUTUHATUL MAKKIYAH pada bab ke 73 yang di
ringkas oleh Syeikh Al Manawi dalam muqaddimah
Thabaqat Sughrah nya sebagai berikut :
PEMBAGIAN WALI-WALI ALLAH SWT
1 Al’ Aqtab
Al’ Aqtab berasal dari kata tunggal Al’ Quthub
yang mempunyai arti penghulu , disini dapat kita
simpulkan bahwa Al’Aqtab adalah derajat
kewalian yang tertinggi , jumlah wali yang
mempunyai derajat tersebut hanya terbatas
seorang saja untuk setiap masa nya
2 Al’ Aimmah
Al’ Aimmah berasal dari kata tunggal Imam yang
mempunyai arti pemimpin , setiap masa nya hanya
ada dua orang saja yang dapat mencapai derajat
tersebut, ciri’’ atau keistimewaan mereka adalah :
ada di antara mereka yang pandangan nya hanya
tertumpu ke alam malakut saja , ada pula
pandangan nya hanya tertumpu di alam malaikat
saja
3 Al’ Autad
Berasal dari kata tunggal Al’ Watad yg mempunyai
arti pasak , yg memperoleh derajat ini hanya
empat orng saja di setiap masa nya , mereka
tinggal di wilayah utara , selatan , timur dan
barat , mereka bagaikan penjaga di setiap pelosok
bumi
4 Al’ Abdal
Berasal dari kata Badal artinya menggantikan , yg
memperoleh derajat ini hanya ada tujuh orang
dalam setiap masa nya , tugas nya menjaga suatu
wilayah di bumi ini, ciri’’ wali abdal mendapatkan
derajat itu dengan 4 kebiasaan yaitu , sering
lapar , gemar beribadah di malam hari , suka
diam , mengasingkan diri
5 An’ Nuqaba
Berasal dari kata Naqib yg mempunyai arti ketua
suatu kaum , jumlah mereka ada 12 orng di setiap
masanya , dan wali tingkatan ini di beri karomah
mengerti sedalam’’nya hukum syariat,
pengetahuan tentang rahasia yg tersembunyi di
hati manusia , mereka mampu mnebak prilaku ,
nasib seseorang melalui jejak kaki yg menempel di
tanah
6 Al’ Hawariyyun
Berasal dari kata hawariy yg mempunyai arti
penolong , jumlah wali ini ada 1 orng saja pada
setiap masa nya , klo di zaman Baginda Rasul
SAW ada seorang Wali Al ‘ Hawariyyun yaitu
Zubair Ibnu Awwam , kelebihan wali ini biasa nya
seorang yg berani dan pandai berhujjah
7 Ar’ Rajabiyun
Berasal dari kata Rajab , dan wali ini ada nya
hanya pada bulan rajab saja , mulai awal rajab
sampai akhir bulan rajab , jumlah mereka ada 40
orng di setiap masa nya , karomah wali ini
adalah : dapat mlihat hati manusia yg
bener’’sebagai ahlus sunnah wal jama’ah atau
Cuma mngaku’’ ,
Ciri wali ini adalah , pada awal bulan rajab maka
mereka menderita sakit sehingga mereka tidak
bisa menggerakkan tubuh mereka , tpi selama itu
mereka di beri kasyaf dan penderitaan itu berakhir
bila akhir bulan rajab
8 An’ Nujaba
Artinya Najib atau bangsa yg mulia , mereka pada
umumnyadi sukai oleh orang bnyak di manapun
mereka pasti mendpatkan sambutan yg meriah ,
kebanyakan wali ini tidak merasakan diri mereka
adalah wali, hanya seorang wali yg lebih tinggi
derajatnya yg mengetahui bahwa mereka itu wali
An Nujaba , dan jumlah wali ini sebanyak 8 orng
setiap masa nya
9 Al’ Khatamiyun
Berasal dari kata Khatam artinya penutup dari
para wali di akhir masa , jumlah mereka Cuma 1
orng saja
10 Rijalul Ghaib
Atau manusia’’ misteri , jumlah wali ini hanya 10
orng di setiap masa nya , mereka orng ‘’ yg selalu
khusyu , tdak berbicara kecuali perlahan atau
berbisik, rendah hati , malu , tdak bnyak
mementingkan dunia ,selalu mnegakkan hukum’’
Allah SWT
11 Rijalul Quwwatul Ilahiyah
Artinya orng’’yg di beri kekuatan oleh Allah SWT ,
jumlah mereka 8 orng di setiap masa nya , ciri’’
mereka : sangat tegas terhadap orng kafir atau
orng yg memperkecilkan agama , suka berbuat
kebajikan
12 Rijalul Hannani Wal Athfil Ilahi
Artinya mereka di beri kasih sayang oleh Allah
SWT dan jumlah mereka hnya 15 orng di setiap
masa nya , ciri’’ mereka yaitu bersikap kasih
sayang terhadap manusia baik orng kafir maupun
orng mu’min , karena hati mereka di penuhi rasa
insaniyah yg penuh rahmat
13 Rijalul Haibah Wa Jalali
Jumlah mereka 4 orng di setiap masa nya , mereka
di kenal sbgai orng’’ yg hebat dan mengagumkan
tapi orng menemui mereka tunduk , mereka tidak
di kenal di bumi tapi terkenal nya di langit , dan
hati mereka itu seperti hati Baginda Rasul SAW ,
Nabi Syuaib As , Nabi Shaleh As, Nabi Hud As
14 Rijalul Fathi
Artinya rahasia’’ Allah SWT , selalu terbuka bagi
mereka , jumlah mereka 24 orng di setiap masa
nya ,
15 Rijalul Ma’arij Al’ula
Jumlah mereka Cuma 7 orng di setiap masa nya
dan mereka ini hampir setiap saat naik ke alam
malakut
16 Rijalu Tahtil Asfal
Yaitu mereka yg berada di alam terbawah bumi ,
jumlah mereka 21 orng di setiap masa nya , ciri
khas wali ini yaitu hati mereka selalu hadir di
hadapan Allah SWT
17 Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kaun
Yaitu mereka yg selalu mendpat karunia ilahi ,
jmlah mreka 3 orng di setiap masa dan ciri’’
mereka yaitu selalu menolong manusia , lemah
lembut , penyanyang
18 Ilahiyun Rahmaniyun
Yaitu manusia’’yg di beri kasih sayang yang luar
biasa , suka mengkaji firman’’ Allah SWT , jumlah
mereka 3 orng di setiap masa nya dan sifat
mereka mirip wali Abdal
19 Rijalul Istithaalah
Yaitu manusia yg selalu mendapat pertolongan
Allah , jumlah mereka hnya 1 orng pd setiap masa
nya dan orng yg termasuk golongan wali ini adalah
Al Quthub Shulthan Auliya Syekh Abdul Qadir al
Jailani
20 Rijalul Ghina Billah
Yaitu orng’’ yg tdk memerlukan kpda manusia
sedikit pun , jumlah mereka 2 orng pd setiap masa
nya , mereka selalu mendapat siraman rohani di
alam malakut
21 Rijalu ‘Ainut Tahkim Waz Zawaid
Jumlah mereka 10 orng pada setiap masa nya ,
mereka senantiasa meningkatkan keyakinan nya
terhadap masalah’’ ghaib dan hidup mereka
terlihat aktif di semua aktivitas ibadah
22 Rijalul Isytiqaq
Yaitu mereka yg selalu rindu kepada Allah SWT ,
jumlah mereka 5 orng pada setiap masa nya
kegemeran mereka hnya memperbnyak shalat
siang hari dan malam hari
23 Al’ Mulamatiyah
24 Al’ Fuqara
Ciri khas mereka selalu merendahkan diri
25 As Shufiyyah
Jumlah mereka tidak terbatas , adakala nya bnyak
dan sedikit , mereka di kenal wali yg amat luhur
budi , selalu menghias diri mereka dgn kebajikan
yg sesuai ketinggian budi pekerti mereka
26 Al’ Ibaad
Mereka di kenal suka beribadah , suka
mngasingkan diri di gunung’’ , lembah’’ , dan
pantai , puasa sepanjang masa , beribadah di
malam hari dan wali ini yg terkenal adalah Abu
Muslim Al Khaulani
27 Az Zuhad
Mereka suka meninggalkan kesenangan dunia ,
bila mempunyai harta semua nya mereka
nafkahkan , dan orng yg termasuk wali ini adalah
Syeikh Abdullah At’ Tunisi
28 Rijalul Maa’i
Para wali yg senantiasa beribadah di pinggir laut
dan sungai
29 Al’ Afrad
Mereka termasuk wali yg berkedudukan tinggi di
antara wali ini adalah Syekh Muhammad Al’
Awani , jrng di kenal manusia dan jumlah mereka
bisa bnyak dan sedikit
30 Al ‘ Umana
Artinya org’ yg dpat di beri kepercayaan di antara
wali ini yaitu Abu Ubaidillah Ibnu Jarrah , jumlah
wali ini tdak terbatas , mereka jarang di kenal
manusia karena mereka tdak menonjol di tengah
masyarakat
31 Al’ Qurra
Mereka ahli membaca Al’Qur”an dan wali ini
adalah Syekh Sahal Bin Abdullah At Tusturi
32 Al’ Ahbab
Yaitu orng’ yg di kasihi , jumlah mereka tdak
terbatas adakalanya bnyak dan sedikit , mereka yg
mencapai tingkatan ini di sebabkan melaksanakan
segala ibadah dan taqarrub krena cinta kepada
Allah , ibadah yg di dasari cinta , lebih baek dari
ibadah yg berharap pahala dan syurga
33 Al’ Muhaddatsun
Yaitu orng’’ yg selalu di beri ilham , mereka selalu
mendapat bisikan’ rohani dari penduduk alam
malakut , misal nya dari malaikat jibril , mikail ,
israfil dan izrail sebab hati mereka sudah
menembus alam arwah atau alam malakut , di
antara wali’’ ini adalah ‘’ Abul Abbas Al Khasyab ,
Abu Zakaria Al’ Baha’i
34 Al Akhilla
Mereka orng’’ yg di cintai Allah SWT , sebab
segala ibadah yg mereka lakukan di dasari cinta
kepada Allah SWT , jumlah mereka tdak terbatas
35 As Samra
Adalah berkulit hitam manis , jumlah mereka tidak
terbatas , mereka senantiasa berdialog dengan
Allah SWT , sebab hati mereka selalu di penuhi
rasa ketuhanan yg tiada tara
36 Al Wiratsah
Yaitu mereka yg mndpat warisan dari Allah SWT ,
mereka adalah para ulama pewaris para nabi ,
kelompok ini termasuk orng’’ yg gemar beribadah
sampai melebihi dari batas kemampuan nya ,
mereka suka mengasingkan diri di tempat’’
terpencil
Alam Malakut
“Seandainya bukan karena setan menyelimuti jiwa anak cucu Adam, niscaya mereka menyaksikan malaikat di langit.” (HR Ahmad).
Ketika seseorang mampu membuka tabir yg menghijab dirinya, dia bisa menembus masuk ke dalam suatu alam yg disebut dg alam mitsal (istilah Ibnu ‘Arobi) atau alam khayal (istilah Al-Ghozali), yg diterjemahkan oleh William C Chittick dg The Imaginal Worlds.
Alam mitsal disebut jg dg alam antara (barzakh) karena berada di antara alam syahadah mutlak dan alam ghoib.
Ini
menunjukkan bahwa alam barzakh bukan hanya alamnya orang yg sudah
wafat, melainkan jg dapat diakses orang-orang yg masih hidup, tetapi
diberi kekhususan oleh Allah.
Dg kata lain, tidak mesti harus menunggu kematian untuk mengakses alam barzakh.
Alam mitsal adalah alam spiritual murni, tetapi masih bisa bertransformasi ke alam syahadah.
Orang-orang
yg diberi kemampuan memasuki alam ini memiliki kekhususan untuk
mengaktifkan indra-indra spiritualnya sehingga mereka mampu
berkomunikasi secara spiritual dg alam-alam lain, termasuk dunia lain.
Mereka
bisa berkomunikasi interaktif dg arwah yg meninggal jauh sebelumnya.
Mereka pun dapat berkomunikasi dg malaikat dan jin, termasuk dg
benda-benda alam, tumbuh-tumbuhan, dan hewan.
Ingat,
tidak ada ‘benda mati’ dalam kamus Tuhan. Semua bisa bertasbih,
“Tetapi, kita yg tidak mampu memahami tasbih mereka (wa lakin la
ta’lamuna tasbihahum),” demikian penegasan Allah.
Pengalaman ini banyak ditunjukkan di dalam Alquran dan hadits seperti peristiwa
Nabi Khidir yg diberi ilmu ladunni (min ladunni ‘ilman) dalam Suroh al-Kahfi.
Dg ilmunya itu, ia memahami masa depan anak kecil yg dibunuhnya.
Nabi Sulaiman bisa berkomunikasi dg malaikat, jin, burung-burung, ikan, dan angin.
Nabi
Muhammad dalam beberapa hadits dijelaskan berdialog dg binatang (unta
dan kijang), berdialog dg mimbar tua, dan berkomunikasi dg nabi-nabi yg
hidup jauh di masa sebelumnya. Nabi secara intensif berkomunikasi dg
Jibril dan malaikat-malaikat lainnya.
Dalam
literatur tasawuf, ternyata bukan hanya para nabi yg dapat mengakses
alam barzakh dg alam mitsalnya. Para wali (auliya’) dan orang-orang
pilihan Tuhan pun melakukannya.
Kitab
Jami’ Karomatal-Auliya’ karya Syekh Yusuf bin Isma’il al-Nabhani (2
jilid) mengungkap sekitar 695 nama berkemampuan mengakses alam mitsal.
Alam
Malakut lebih di kenal dg alam Para Malaikat dan jin, merupakan suatu
alam yg tingkat kedekatannya dg alam puncak lebih utama dari pada
alam—alam sebelumnya.
Namun, Alam Malakut masih lebih rendah dari pada alam diatasnya, seperti jabarrut dan al-a’yan al-Tsabitah,
Alam
Malakut memiliki penghuni tetap, yaitu para malaikat utama, seperti
Jibril, Mikail, Israfil, dan lain-lain. Alam ini lebih dekat dg “Maqam
Puncak”, yg biasa disebut Haramil Qudsiyyah.
Alam Jabarut merupakan kelanjutan dari alam Malakut. Kedua alam ini sama-sama di dalam alam gaib mutlak.
Namun,
Alam Jabarut berada di atas lagi. Tidak semua penghuni alam Malakut
dapat mengakses alam tersebut. Hal ini membuktikan, sesama penghuni alam
Malakut tidak memiliki kapasitas yg sama di mata Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.
Semoga Bermanfaat..
Syukur
Dasar hukum mengenai syukur adalah firman Allah SWT yang artinya : “Sungguh, jika kamu bersyukur, niscaya Kami akan menambah [nikmat] kepadamu..” Q.S. Ibrahim ayat 7.
Hakikat syukur bagi ahli tahqiq [orang-orang yang mewujudkan sesuatu] adalah mengakui nikmat yang diberikan oleh Sang Pemberi nikmat dengan sikap rendah diri. Dengan makna ini pula, Allah SWT, menyifati diriNya sendiri bahwa sesungguhnya DIA adalah Yang Maha Bersyukur Yang Maha Luas NikmatNya. Artinya, sesungguhnya DIA Melebihi hamba dalam bersyukur sehingga pahala dari rasa syukur itu disebut syukran. Sebagaimana firmanNya yang berarti : “Dan balasan kejahatan itu adalah kejahatan yang seimbang.” [QS Ash-Syura : 40]
Dikatakan pula bahwa hakikat syukur adalah memuji orang yang berbuat baik dengan mengingat kebaikannya. Dengan demikian, bukti rasa syukur seorang hamba kepada Allah SWT yaitu dengan memujiNya, mengingat kebaikanNya kepada dirinya. Bukti rasa syukur Allah SWT kepada seorang hamba adalah dengan memujinya dengan mengingat kebaikanNya kepada hambaNya. Lalu, perbuatan baik seorang hamba, yaitu dengan taat kepada Allah SWT, dan perbuatan baik Allah SWT adalah berupa pemberian nikmatNya kepada seorang hamba. Rasa syukur seorang hamba pada hakikatnya adalah diucapkan dengan lidah, dan diikrarkan di dalam hati akan nikmat Allah SWT.
Syukur terbagi dalam beberapa bagian, yakni syukur lisan yaitu pengakuan seorang hamba akan nikmat diikuti dengan ketundukkan. Syukur badan dan anggota tubuh yaitu dengan melakukan penyembahan [kepada Allah SWT], dan syukur hati yaitu tetap berada dalam pengawasan Allah SWT disertai dengan menghindari hal-hal yang diharamkan.
Disebutkan pula bahwa syukur terbagi ke dalam (1) syukur kedua mata yaitu menutupi kekurangan yang engkau saksikan pada diri sahabatmu, (2) syukur telinga yaitu dengan menutupi kekurangan yang engkau dengarkan pada diri sahabatmu.
Secara umum, syukur adalah engkau tidak berbuat maksiat kepada Allah SWT dengan nikmatNya. Dikatakan pula bahwa syukur terbagi ke dalam (1) syukur para ulama, yaitu syukur yang ditunjukkan dari segi perkataan-perkataan mereka, (2) syukur bagi ahli ibadah, yaitu syukur yang ditunjukkan dari perbuatan mereka, dan (3) syukur bagi orang-orang yang bijaksana, yaitu ditunjukkan melalui kekonsistenan mereka kepada Allah SWT dalam segala kondisi, disertai dengan keyakinan bahwa segala kebaikan yang muncul dari mereka, begitu pula dengan ketaatan dan penyembahan dan zikir kepada Allah SWT yang dikerjakan oleh mereka adalah semata-mata karena petunjuk dan nikmat dariNya, semata-mata karena pertolongan dan kekuasaan Allah SWT, dan karena pengasingan mereka dari semua hal itu, dibarengi dengan pengakuan akan kelemahan, keterbatasan dan kebodohannya, dan ditutup dengan penyerahan diri kepada Allah SWT dalam segala hal.
Abu Bakar Al Warraq r.a. berkata, “syukur nikmat adalah menyaksikan pemberian dan menghindari hal-hal yang diharamkan.” Disebutkan pula bahwa syukur nikmat adalah engkau melihat dirimu sebagai seorang bayi di dalam nikmat itu.
Abu Utsman r.a. berkata, “syukur adalah menyadari kelemahan untuk bersyukur.” Dikatakan pula bahwa bersyukur atas syukur adalah lebih sempurna dari sekadar bersyukur, yaitu engkau melihat rasa syukurmu karena petunjukNya semata, dan petunjuk itu datang karena nikmat yang diberikan kepadamu, sehingga engkau bersyukur atas rasa syukur itu, dan kemudian engkau mensyukurinya atas rasa syukur itu, dan begitulah seterusnya.”
Dikatakan pula bahwa syukur adalah penambah nikmat kepada Sang Pemberi nikmat dengan bersandar kepadaNya. Al Junaidi r.a. berkata, “syukur adalah engkau tidak menganggap dirimu sebagai orang yang pantas mendapatkan nikmat.” Dikatakan pula bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang bersyukur terhadap sesuatu yang ada, serta terhadap sesuatu yang hilang. Juga dikatakan bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang bersyukur atas adanya suatu manfaat, sedangkan ahli syukur adalah orang yang bersyukur ketika tidak mendapatkan apapun.
Manifestasi Sifat-sifat Al Haq
Jikalau inti [dzat] Al Haq termanifestasikan kepada salah satu dari hambaNya dengan sifat dari sifat-sifatNya, sebutan dan ingatan hamba tersebut selalu beredar di-falak sifatNya dengan cara Kulli [universal] dan bukan dengan cara juz’i [partular]. Kedua sifat [kulli dan juz’i] itu tidak akan mungkin dipisahkan dari diri para hamba, melainkan dengan cara global. Jika seorang hamba memujikan salah satu namaNya dan menyempurnakannya dengan harapan global, maka ia akan dapat menduduki singgasana Arsy sifat tersebut, dan ia akan disifati dengan sifatNya. Ketika hamba itu menerima sifatNya yang lain, demikian seterusnya hingga ia dapat mewadahi nama-nama Al Haq dalam dirinya, sehingga sifat-sifatNya benar-benar sempurna dalam diri hamba tersebut. Kemudian ketahuilah manakala Al Haq hendak memanifestasikan DiriNya dengan nama-nama atau sifat-sifatNya kepada salah satu hambaNya, Dia akan mensirnakan diri hamba tersebut fana’ bersama Diri Nya, Dia leburkan eksistensi [wujud] hamba itu dalam kesirnaan bersamaNya.
Manakala cahaya kehambaan telah padam, dan ruh kemakhlukan telah sirna [fana’], Al Haq akan mencitrakan DiriNya pada struktur kemanusiaan hamba tersebut, tanpa Hulul [pantaisme], inti [dzat]-Nya tidak menempati jisim [tubuh] hamba itu, kasih kelembutan-Nya tidak terpisahkan dari hamba tersebut. Dia juga tidak tersambungkan dengan hamba-Nya yang lain sebagai ganti atas peleburan dan kesirnaan struktur jisim hamba-Nya. Sebab manifestasi-Nya, kepada para hamba-Nya adalah semata-mata karena kasih Fadhal [keutamaan] dan kasih Al Juud [kepemurahan] Al Haq kepada para hambaNya. Jika para hamba itu difana’kan, lalu Dia tidak mengganti kefana’an mereka dengan kasih keutamaan dan kepemurahanNya, maka kesirnaan seperti itu adalah Niqmah [bencana]. Kasih kelembutan itu sejatinya adalah ruh Al Quddus [ruh suci]. Manakala Al Haq menegakkan kasih kelembutan dari inti [dzat]-Nya, sebagai ganti atas kefana’an hambaNya, maka manifestasi kelembutan kasih tersebut merupakan esensi tajalli DiriNya. Hanya saja kita menamakan kasih kelembutan Ilahiyah dalam dimensi ini dengan sebutan al Abd’ [hamba], dengan I’tibar ia [kelembutan kasih ini] merupakan ganti atas hamba, sebab jika tidak demikian, maka tidak akan ada hamba atau Rabb. Semantis logikanya, jika tidak ada Al Marbuub [yang diatur] maka tidak ada Rabb [pengatur], yang ada hanyalah Allah semata, Tuhan Yang Maha Esa.
Ketahuilah, bahwasanya manifestasi sifat-sifat al Haq, ibarat penerimaan inti [dzat] seorang hamba [dalam bersifat] dengan sifat-sifat ar Rabb, dengan penerimaan secara ushul [dasar] dan hukum serta mutlak, seperti penerimaan sesuatu yang disifati dengan sifat yang mensifatinya. Karena kelembutan kasih ketuhanan yang terlanskapkan pada diri seorang hamba, tegak bersama struktur diri hamba tersebut, serta merupakan ganti atas dirinya. Maka sifat-sifat ketuhanan yang melanskapi hamba tersebut, merupakan sifat dasar [ushul] dan mutlak. Manakala seorang hamba mensifati dirinya dengna sifat-sifat ketuhanan, maka sifat al Haq adalah sifat hamba tersebut dan sifat si hamba adalah sifat al Haq. Ada banyak ragam penyingkapan manusia dalam manifestasi sifat-sifat al Haq ini. Penerimaan mereka akan manifestasi tersebut tergantung dari kemampuan [kapabilitas] yang mereka miliki, sejalan dengan kapasitas keilmuan yang mereka punyai, serta kekuatan azam [hasrat kuat] yang ada pada diri masing-masing seorang hamba.
Di antara mereka yang ditajalikan kepadanya dengan sifat-sifatNya al Hayatiyah, maka jadilah hamba tersebut sentra Hayah [hidup] alam semesta, ia dapat memakrifahi rahasia hidupnya dalam Maujudat [segala wujud] secara universal, baik yang berdimensikan jasadiya [badan kasar] maupun dimensi ruhiya [ruh]. Ia bisa memahami makna-makna segala wujud dan mencitrakannya dalam dirinya, yang dengan itu tegaklah sendi-sendi hidup dan kehidupannya secara hakiki, boleh jadi citra makna-makna itu berupa al Aqwaal [perkataan-perkataan] atau al A’maal [perbuatan-perbuatan], bisa juga berupa citra dimensi kelembutan semisal al Arwah [ruh-ruh] atau citra al Katsib [alam kasar] semisal al Ajsaam [tubuh-tubuh kasar]. Lain halnya jika hidup dan kehidupan hamba tersebut mampu Syuhud [menyaksikan], mampu menggapai Dzauq al Wujdan [pengetahuan intuitif], serta mampu memahami makna-makna tersebut dalam dirinya tanpa wasilah [perantara]. Sang hamba akan mampu menggapai Kasyf Ilahiyah [intuisi ketuhanan], serta memukasyafahi inti [dzat]-Nya. Pahami dengan seksama masalah ini.
Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili, secara pribadi pernah merasakan tajalli sifat ini, yang sedemikian itu, ia menyaksikan hidup dan kehidupan segala wujud dalam dirinya. Dia melihat Qadar segala sesuatu yang maujud [ada] dalam kehidupannya, semuanya berjalan sesuai dengan kehendak inti [dzat]-Nya. Dia pada tajalli tersebut hidup esa, tidak terpisah dengna inti [dzat], hingga tangan pertolongan-Nya memindahkan diri saya dari tajalli inti [dzat]-Nya kepada tajalliyat-Nya yang lain. Sang Syekh melebur dalam manifestasi-manifestasiNya. Diantara mereka yang ditajalikan kepadanya dengan sifatNya al Ilmiyah, yang sedemikian itu, tatkala al Haq memanifestasikan Diri-Nya dengna sifat Al Hayatiyah, yang terlanskapkan dalam segala wujud. Segala al Mumkinaat [sesuatu yang mungkin]. Pada saat itu al Haq memanifestasikan Diri-Nya pada hamba tersebut dengan sifat-Nya al Ilmiyah, maka hamba itu bisa mengetahui kesejatian ragam alam [semesta] seperti sebelum dan pasca penciptaannya. Ia bisa mengetahuinya segala sesuatu, mulai pra penciptaan, prosesi penciptaan dan tujuan akhir dari penciptaan segala wujud, ia juga bisa mengetahui sesuatu yang belum dijadikan, serta ahir dari sesuatu yang telah dan akan terjadi. Ia bisa mengetahui sesuatu yang akan terjadi, esensinya pengetahuan hamba itu menembus dimensi ruang dan waktu, serta melintas batas logika. Kesemua itu merupakan ilmu yang datang dari al Haq melalui pembelajaran langsung dariNya, serta Wujdaan dari inti [dzat]-Nya yang tersimpan rapi di Ghaib al Ghaib [kegaiban misteri], bisa dimakrifahi, baik rahasia ilmuNya yang bersifat universal maupun parsial, global maupun partikular, dan untuk menguak tabir kegaiban yang misteri itu adalah dengan Kasyaf [pengetahuan intuitif].
Ketahuilah bahwasanya ilmu Laduni [ilmu yang berasal dari pembelajaran langsung dari al Haq – ref. QS Al Kahfi ayat 65], ilmu Dzati [ilmu yang terkait dengan inti [dzat]-Nya] diturunkan secara partikular dari Ghaib al Ghaib [kegaiban yang gaib], ke Syahadah asy Syahadah [realitas yang riil], bisa disaksikan rincian globalitasnya dalam kegaiban, dan bisa diketahui universalitas Kulli-nya dalam kegaiban yang gaib. Sedangkan ilmu Shifati [ilmu yang berdimensikan sifat-sifatNya], tiada akan pernah bisa diketahui, melainkan pasca terjadinya sifat tersebut dalam kegaiban yang gaib. Semua perkataan tersebut tidak akan bisa dipahami kecuali oleh al Ghuraba’ [insan-insan yang gharib], tidak ada yang bisa merasakan, kecuali para pejalan yang telah menggapai Kasyf [pengetahuan intuitif]. Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifatNya al Bashar, yang sedemikian itu tatkala Dia memanifestasikan Diri-Nya kepada hamba tersebut dengan sifat al Bashariyah [penglihatan], al Ilmiyah [pengetahuan], al Ihaathiyah [peliputan] dan al Kasyfiyah [intuisi]. Dia memanifestasikan Diri-Nya kepada hambaNya dengan sifat al Bashar [melihat]. Maka penglihatan hamba itu merupakan sumber ilmunya, demikian pula dengan rujukan ilmunya bermuarakan kepada al Haq, bisa juga rujukan ilmu hamba itu dimuarakan kepada makhlukNya, namun penglihatannya bermuarakan kepada al Haq, ia dapat melihat segala wujud [Maujudaat], seperti ketika Maujudaat itu berada di kegaiban yang gaib [Ghaib al Ghaib].
Sungguh merupakan kenaifan yang sangat telanjang, banyak suatu keterpesonaan yang mentakjubkan dalam tajalli ini, namun banyak diacuhkan oleh kebanyakan orang, mereka bahkan menafikan kenyataan tersebut dalam alam asy Syahadah [alam realitas]. Cobalah anda memfokuskan diri menyaksikan pemandangan ketinggian nan agung ini, serta panorama tajalli yang terang dan jelas, betapa mentakjubkan, betapa asyiknya tajalli ini, betapa banyak keterpesonaan yang ada dalam manifestasi ini. Jangan jadikan diri anda manusia yang memiliki penglihatan sehat dan jelas, namun tidak mampu menembus pandangan yang terang dan jelas. Sebab banyak sekali para hamba yang ditajallikan sifat-sifatNya pada dirinya, namun sifat kemanusiaannya masih dominan dalam dirinya, sehingga sifat-sifat ketuhananNya terpinggirkan dari dirinya. Padahal manakala sifatNya dan sifat hamba tersebut menjadi tunggal, tidak ada dualisme sifat disitu, namun hanya sedikit sekali yang mampu memukasyafahi tajalli ini, yakni kegaibanNya tidak mampu disaksikan kehadirannya, kecuali oleh sedikit insan saja. Penampakkan al Haq pada hambaNya melalui sifatNya merupakan bentuk pemuliaan Diri kepadanya inti [dzat]-Nya, yang kehadiran-Nya adalah kegaiban hamba-Nya dan kegaibannya adalah kehadiran al Haq.
Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifat-sifatNya as Sam’u yang dengan itu hamba tersebut dapat mendengar perkataan al jamadaat [benda-benda padat], tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, serta perkataan para malaikat dan bisa menyimak ungkapan multi bahasa serta ujaran-ujaran makhluk yang lain. Demikian pula sesuatu yang jauh bagi hamba itu terasa dekat, yang sedemikian itu, tatkala al Haq memanifestasikan DiriNya dengan sifatNya as Sam’u, hamba tersebut bisa mendengar dengan kekuatan ke-Esa-an sifat tersebut ragam bahasa, multi ujaran komunikasi benda-benda padat dan hewan-hewan. Dalam etos tajalli ini Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili telah menyimak ilmu Rahmaniyah dari ar Rahman, telah belajar membaca Al Quran secara hakiki, beliau pun merasa tidak lebih dari sebuath ar Rithlu [delapan ons] sedangkan DIA adalah al Mizaan [neraca timbangan]. Realita ini tidak bisa dipahami, kecuali oleh ahli Qur’an yang merupakan ahli keilahian yaitu insan-insan khawas [golongan istimewa] yang menjadi kekasihNya. Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifatNya al Kalaam, yang dengan itu semua Maujudaat [segala wujud], berasal dari Kalaam hamba tersebut, sebab tatkala al Haq memanifestasikan DiriNya, kepada hamba itu melalui sifatNya al Hayatiyah. Kemudian Dia mengajari hamba itu dengan sifat ‘AliimNya, bahwa segala rahasia hidup dan kehidupan berasal dari DiriNya, lalu Dia memperlihatkan dan memperdengarkan hamba itu dengan sifat al Bashar dan as Sam’u-Nya berikut dengan kekuatan ke-Esa-an hidup. Dia jadikan hamba itu berbicara dengan Kalam-Nya, jadilah segala wujud dair kalamNya. Saat itulah sang hamba menyaksikan dengan kalamNya, dalam capaian spiritual ini keazalian segala sesuatu seperti sedia kala, kalimatnya tiada akan pernah habis dan tidak pula berakhir.
Dengan tajalli ini al Haq beraudiensi dengan hambaNya tanpa Hijab [tirai penghalan] nama-nama pra penampakannya. Di antara para audien tersebut ada yang bisa beraudiensi dengna inti [dzat]-Nya dari dalam dirinya, ia menyimak pembicaraan yang datang bukan dari salah satu arah tertentu, bukan pula dengan suara, penyimakannya akan ujaran-ujaran tersebut secara ke-universal-an dan bukan dengan telinga. Dikatakan kepada hamba tersebut :
kau adalah cinta Ku, kau adalah kekasih Ku, kau adalah insan yang dicari dan diharapkan, kau adalah wajah Ku pada segenap hamba, kau adalah harapan utama, kau adalah pencarian tertinggi, kau adalah rahasia Ku dalam segala rahasia, kau adalah cahaya Ku dalam segala cahaya, kau adalah permata Ku, kau adalah perhiasan Ku, kau adalah keindahan Ku, kau kesempurnaan Ku, kau nama Ku, kau inti [dzat]-Ku, kau sifat Ku. Aku adalah namamu, Aku adalah citramu, Aku adalah tandamu, Aku metaformu. Duhai kekasihKu, kau adalah penolong segala wujud, kau adalah maksud dari segala wujud dan Huduts [kebaruan]. Dekatkan dirimu kepada penyaksianKu, maka Aku akan dekatkan diriKu kepadamu dengan wujudKu, jangan kau jauhkan dirimu dari Ku, sebab Akulah yang berfirman : “Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” [QS Qaaf (50) ayat 16].
Jangan kau belenggu dirimu dengan isim [nama] seorang hamba, kalau bukan karena adanya Rabb, maka tidak akan pernah ada ‘Abd [hamba]. kau tampakkan Diri Ku, seperti Aku tampakkan dirimu, kalau bukan karena ubudiyah [ritus peribadatan]mu, niscaya tidak akan tertampakkan Rububiyah [ketuhanan] Ku, kau menjadikan Diri Ku tertajallikan, seperti halnya Aku menjadikan dirimu, kalau bukan karena wujudmu, maka wujud tajalli Ku tidak tersibakkan, cinta Ku paling dekat dari segala yang terdekat. Cinta Ku paling tinggi dari segala yang tertinggi, cinta Ku menghendaki dirimu untuk pensifatan Diri Ku. Aku pilih dirimu untuk Diri Ku, jangan kau keluarkan dirimu untuk selain Diri Ku, jangan keluarkan Diri Ku dari dirimu. Cinta Ku adalah sari dalam buah, cinta Ku adalah garam dalam makanan. Imajinasi Ku dalam ke-absurd-an, logikamu dalam pengetahuan. Cinta Ku, menjadikan Diri Ku terasa dalam jangkauan inderawi, membuat Ku tersentuh dalam sentuhan. Kekasih Ku, kau adalah muara harapan Ku, sentra penglihatan Ku, media kasih kelembutan Ku. Betapa indah kebersamaan Ku denganmu, betapa syahdu keintimanmu dengan Diri Ku.
Di antara para audien itu ada yang diajak bicara al Haq melalui lisan makhluk [ciptaan]Nya, ia menyimak pembicaraan dari satu arah tertentu, akan tetapi ia sangat mafhum [faham], bahwa ungkapan itu bukan keluar dari arah tersebut, meski berwujud ungkapan yang keluar dari lisan makhlukNya. Ia bisa memakrifahi sejatinya perkataan tersebut berasal dari al Haq adapun ragam pembicaraannya sangatlah banyak, yang tidak mungkin kita rinci dalam karya ini. Diantara para audien itu ada yang dilanglang buanakan al Haq dari alam jisim ke alam ruh, audiensi bentuk ini merupakan tingkatan tertinggi. Di antara para audien itu ada yang diajak bicara al Haq melalui hatinya, di antara mereka ada yang diterbangkan dengan ruhnya ke lapisan pertama langit dunia, ada pula yang diterbangkan dengna ruhnya ke langit lapis kedua dan ketiga, diantara mereka ada yang diterbangkan ke Sidratul Muntaha, dan diajak bicara disana. Tingkat pembicaraan masing-masing insan yang diajak bicara al Haq tersebut, tergantung daripada kemampuan mereka memasuki dan memakrifahi dunia hakikat, sebab al Haq tidak akan meletakkan sesuatu melainkan pada tempatnya.
Pada saat pembicaraaan itu, di antara mereka ada yang diberikan contoh [permisalan] cahayaNya yang dengan itu ia menjadi sumber segala cahaya, di antara mereka ada yang dinisbatkan kepadanya menjadi al Munir [yang menerangi] bersumberkan cahayaNya. Di antara mereka ada bisa melihat cahayaNya dalm batinnya, yang dengan itu ia bisa mendengar pembicaraan dari arah cahaya Ilahiyah [ketuhanan] tersebut, ia bahkan bisa melihat ragam cahaya ketuhanan dengan berbagai citra. Di antara mereka ada yang melihat citra ruh, yang memanggil-manggil dirinya, kesemua itu tidak dinamakan al Khitab [pembicaraan], kecuali jika diberitahu al Haq bahwasanya Dia-lah sejatinya al Mutakallim [Sang Pembicara]. Kalamullah, adalah sebuah realita yang sangat nyata, tidak membutuhkan dalil untuk mengetahuinya, bahwa kekhususan Kalamullah tidak samar [tersembunyi]. Orang seorang yang menyimak Kalamullah tidak menghajatkan dalil maupun keterangan, terlebih al Burhan [aksioma], sebab dengan penyimakan tersebut sang penyimak memakrifahi [memahami] dengan penuh keyakinan bahwasanya Kalam [ujaran] itu adalah Kalamullah. Di antara yang diajak bicara itu ada yang diangkat ke Sidratul Muntaha, al Haq berbicara kepadanya :
KekasihKu, ke-aku-anmu adalah ke-Dia-an Ku, kau adalah permata Ku. Kekasih Ku, ke-universal-anmu adalah ke-Esa-an Ku, engkaulah harapan Ku, Aku adalah untukmu bukan untuk Diri Ku, kau adalah yang Ku inginkan, kau untuk diri-Ku bukan untuk dirimu. Cinta Ku ... kau adalah nuqta [titik], di atas peredaran wujud, kau adalah cahaya. Kau adalah manifestasi, kau adalah kebaikan, kau adalah perhiasan, laksana mata dalam struktur tubuh manusia.
Diantara para audien itu ada yang dipanggil, melalui dimensi kegaiban, serta dapat mengerti warta-warta sebelum terjadi, yang sedemikian itu terjadi karena permintaan mereka kepada al Haq untuk diberitahu, dan Diapun mewartakan ujaran-ujaran tersebut. Di antara mereka ada meminta karamah [kelebihan], al Haq pun memuliakannya dengan karamah, sebagai dalilnya untuknya jika kembali ke alam indrawi, serta untuk mengeksiskan capaian spiritual [maqom] nya di hadapan al Haq. Kita cukupkan paparan perihal al Mukallimin [insan yang diajak bicara] al Haq sampai disini. Kita kembali ke pokok kajian manifestasi sifat-sifatNya.
Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifat-sifatNya al Iradah. Ketahuilah bahwasanya wajah kehidupan makhluk adalah sejalan dengan iradah [kehendak] al Haq, manakala Dia bermanifestasikan dengan sifat al Mutakallim [berbicara], Dia beraudiensi dengan ke-Esa-an al Mutakallimin [ujaran-ujaran]Nya kepada segenap makhlukNya, al Mutakallimin [para audiens]-pun menyimak ajaran-ajaranNya sejalan dengan kehendakNya.
Mayoritas para insan yang telah Wushul [sampai] pada tajalli ini, kembali mundur ke belakang. Mereka mengingkari al Haq dengan apa yang mereka lihat, yang sedemikian tatkala al Haq mempersaksikan kepada mereka dengan kesaksian inti [dzat] bahwa segala sesuatu berjalan dengan IradahNya di alam Ghaib Uluhiyah [ketuhanan]. Mereka lantas mencari penyaksian tersebut dalam diri mereka di alam realita ini, jelas realita itu mustahil terjadi di alam Syahadah [alam realita] ini, karena hal itu merupakan kekhususan dua inti [dzat]. Mereka lalu mengingkari kesaksian inti itu, yang menyebabkan mereka melangkah mundur, dan hancurlah kaca kalbu mereka, lantas mengingkari al Haq. Padahal mereka telah menempuh raihan Syuhud [penyaksian], serta hilang [gaib] sesudah wujud.
Diantara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifatNya al Qudrah, segala sesuatu terjadi dengan qudrahNya di alam gaib, Dia menampakkan contoh-contoh produk kegaiban tersebut di alam kasat mata ini. Jika seorang hamba terus intensif memelihara tajalli ini, maka capaian spiritualnya akan meningkat, akan ditampakkan kepadanya segala sesuatu yang disembunyikan-Nya.
Pada tajalli ini Syekh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili telah mendengar Shalsahalah al Jaros [bunyi lonceng], struktur tubuh beliau terpencar, citranya semburat, namanya terhapus, karena keterpesonaan [Haybah] nya yang amat sangat, beliau seperti kain koyak yang tergantung di puncak pohon, dihempas angin kencang, lambat laun terlempar dari pohon tersebut. Pada kondisi spiritual seperti itu, beliau tidak melihat, melainkan Buraq, awan putih yang kemilau yang mengguyurkan hujan cahaya-cahaya, serta samudera yang berombak api, bumi dan langit ini serasa berbenturan, beliau merasa berada di kegelapan yang gelapnya berlapis-lapis. Qudra itu terus menciptakan untuk dirinya kekuatan-kekuatan Haybah [kedasyatan], Qudra itu membakar dirinya dengan nafsu-nafsu, hingga Sang Maha Perkasa membawanya ke hanggar keilahian, tampak keindahan yang terindah dalam teropong lubang jarum imajinasi, semburat semua khayal. Imajinasi menari-nari membentangkan karya ciptaan dan asumsi beliau menari-nari ingin merentah dirinya, pada waktu itu terciptalah segala sesuatu. Setelah beliau kembali kepada rasi-rasi bintang [falaq] al Mulk kekuasaan-Nya, tiba-tiba terdengar suara keilahian :
“wahai langit dan bumi, datanglah kamu keduanya menurut perintahKu, dengan suka hati atau terpaksa.” [QS Fushilat (41) : 11]
Di antara wajah manifestasi [Tajalli as Shifat] ini adalah, polarisasi obsesi manusia-manusia yang bercita-cita besar, wajah tajalli ini terwajahkan dalam dunia imajinasi, terdapat di dalamnya kreasi imajinatif yang penuh dengan keghariban dan keajaiban. Tajalli ini juga menampakkan sihir kelas tinggi, dalam manifestasi ini : penghuni surga berbuat apa saja yang mereka kehendaki, juga keajaiban benih yang ada di tanah yang dipakai menciptakan Adam as, seperti yang telah disebutkan Ibnu Arabi dalam kitab beliau. Dalam tajali ini : manusia yang berjalan di atas air, terbang di udara, mampu menjadikan sesuatu menjadi banyak, dan banyak menjadi sedikit, dan banyak lagi panorama kejadia luarbiasa dengan segala wacana dan dimensinya. Janganlah kalian menjadi heran, sebab semua kejadian yang ada, sejatinya adalah satu macam, namun memiliki ragam wajah, kenyataan itu melahirkan dimensi kebahagiaan dan kepedihan, seorang yang bisa memaknai secara hakiki akan bahagia, insan yang menafikan dan tidak menemukan makna hakiki akan sedih. Pahami seksama metafora dan isyarat yang ada.
Kami telah berusaha memaparkan paradoks, metafor-metafor, isyarat-isyarat yang berserak dari realita yang ada dengan kemampuan kami, karena kedalaman rahasia yang tersimpan di dalamnya memerlukan tafakur yang optimal untuk menyingkapnya. Jika nantinya anda benar-benar mampu menggapai capaian pemahaman hakiki dalam tajalli ini, anda akan mampu menyibak rahasia Qudrah yang terhijab dan tersimpan. Pada khazanah capaian ini, anda bisa berkata kepada sesuatu : Kun [jadilah] Fa Yakun [maka jadilah] sesuatu yang anda ujarkan tersebut, itulah sejatinya amar-Nya yang terdapat di antara Kaf dan Nun.
Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifatNya ar Rahmah, yang sedemikian itu setelah dinisbatkan kepadanya Arsy ketuhanan [Rububiyah], dan dikuasakan kepadanya sifat RabbNya, diletakkan kepadanya Kursi kemampuan Maujudaat [segala wujud] dengan mediasi hamba tersebut, itulah sejatinya Kursi inti [dzat]-Nya, penggerak sifat-sifatNya, ia melantunkan ayat-ayat :
“Katakanlah : Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang-orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki, Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang, dan Engkau masukkan siang ke dalam malam, Engkau keluarkan hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup, dan Engkau beri rizki siapapun yang Engkau kehendaki tanpa hisab.” [QS Ali Imran (3) ayat 26-27].Kesemua itu di alam gaib-Nya tersucikan dari keraguan, serta sebuah kemestian yang tak terbantahkan, disinilah esensi perbedaan di antara dua sifat dan dua inti [dzat]. Di antara mereka ada yang ditajallikan kepadanya dengan sifatNya al Uluhiyah, dalam tajalli ini berkumpul dua sifat yang bertolak belakang, semisal hitam putih, lapang sempit, termasuk juga alam kerendahan dan alam ketinggian. Pada fase ini nama dan sifat tak terlogikan, kulit dan isi telah terkupas, segala sesuatu terlihat : “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tapi bila didatanginya air itu, dia tidak mendapatinya sesuatu apapun, dan didapatinya ketetapan Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup.” [QS An Nur (24) ayat 39] diperlihatkan kiri dan kanannya serta dibacakan kitabnya : “Dan dikatakan : Binasalah orang-orang yang zalim.” [QS Hud (11) ayat 44]
Ketahuilah bahwasanya Cahaya itu sejatinya adalah kitab yang tertulis, memberi petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki, seperti yang ditegaskan al Haq dalam firman Qur’ani : “Banyak orang yang disesatkan, dan banyak pula orang yang diberi petunjuk.” [QS Al Baqarah (2) ayat 26].
Ketahuilah tiada jalan menuju-Nya tanpa Cahaya, dan ia [Nur] merupakan Shiratullah [jalan Allah]. Seseorang yang berjalan di bawah CahayaNya, akan beroleh petunjuk, sedang yang berjalan dengan selain CahayaNya akan sesat.
Sekilas Otobiografi :
Syeikh Abdul Karim Ibnu Ibrahim Al Jaili terlahir dari klan keluarga sufi agung Syeikh Abdul Qadir Al Jailaini, pada tahun 767H [1366 M] di pemukiman yang bernama Al Jailan, salah satu distrik di kota Bagdad, Irak. Beliau wafat pada tahun 826H atau 1424 M di kota Zabidah, Yaman. Beliau adalah seorang pengembara sejati yang telah berkelana ke berbagai negara. Beliau adalah “penggila” ilmu pengetahuan. Beliau dikenal sebagai sosok penuntut ilmu yang giat, pakar ilmu Geografi, Pedagogi Ilmu Filsafat, Ilmu Logika, Grametika dan Rahasia Huruf, Perbandingan Agama dan Ilmu-ilmu lain yang sedang mewacana di anak zamannya, dan masyur sebagai intelektual nomor wahid. Ia telah mengkaji semua kitab-kitab suci dan aqidah-aqidah agama, sangat mahir bersemantis logika, pembicaraannya sangat tertata, tutur katanya lembut, logikanya sangat teratur, sikapnya sangat santun, ia bersedia belajar kepada siapa saja, selama melahirkan kontribusi positif bagi pengetahuan dirinya dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Beliau juga populer sebagai pakar studi ilmu perbandingan agama. Di hadapan pemeluk agama lain, beliau mampu menunjukkan kesejatian Islam, hingga tidak sedikit orang yang memaklumatkan keislamannya di hadapan Al Jaili.
Syair Manifestasi Nama-nama Al Haq
Ku jawab seruan hamba yang memanggil dengan namanya
Ia tidak mengira bahwa sebutan namaNya adalah juga namaKu
Namanya dan nama Diri Ku adalah satu jiwa [ruh]
Sungguh sangat menakjubkan, satu jiwa [ruh] dalam dua jisim
Setiap hamba memiliki dua nama, namun satu zat
Jika salah satu dari dua nama kau sebut, zat pasti ikut terpanggil
Zat Diri Ku adalah zatnya, nama Ku adalah namanya
Keadaan setiap hamba adalah Tunggal dengan keadaan Diri Ku
Kau akan sulit menelisik hakikat ketunggalan nama ini
Akan tetapi, seperti apa rasa jiwamu ketika kau rindu kekasihmu ?
Aku Ku adalah aku mu. Dia mu adalah dia Ku
engkau adalah Diri Ku dan Aku adalah dirimu
Ruh dirimu adalah satu dalam ketunggalan Ku
Dalam realitas wujud, tampak sendiri-sendiri
Itulah wujud dirimu, sebelum dan sesudah penciptaanmu
Sebagaimana keadaan Diri Ku, sediakala dan yang akan datang
Luhurkan ruh dirimu, akan Aku singkapkan hijab dirimu
Tirai penghalang dirimu dan Diri Ku adalah matinya Qalbumu
Saksikan Diri Ku dengan melihat kesejatian Diri Ku
Dalam setiap keindahan dan kesempurnaan, pandanglah Diri Ku
Keindahan dan kesempurnaan Diri Ku sangatlah jelas
Tradisikan semua itu dalam dirimu, engkau akan melihat Diri Ku
Lukisan Kalbu
Waktu berlalu bak cahaya berkilat
Semakin dekat akhir penantianku
Momen-momen perjalanan hakikat
Senantiasa indah dalam pandangan kalbu
Tiap detik menghitung masa
Harapan pertemuan kian menggelora
Walau tiap saat dapat bertemu
Namun bukan pertemuan abadiku
Rasa rindu tanpa akhir
Terkadang menyiksa fikir
Rasa cinta bening membara
Membuat diri hilang alfa
Kasih Terkasihku yang selalu dekat
Amat dekat pada diri melekat
Tiada pernah terpisahkan
Tiada pula yang dapat memisahkan
Kesetiaan yang tak teragukan
Kecintaan yang penuh sempurna
Kedamaian yang menyejukkan
Kebeningan dalam terang cahaya
Mata Batin
Jika
mengejar sesuatu yang sudah dijamin oleh Allah, engkau lakukan
sungguh-sungguh, tetapi kewajibanmu engkau abaikan. Inilah bukti bahwa
mata hatimu telah buta.
[Syekh Ibnu Atho’illah]
[Syekh Ibnu Atho’illah]
Allah
Maha Kaya, Maha Memiliki segalanya. Dia tidak pernah lupa menjamin
kebutuhan hidup dan rejeki makhluk-makhlukNya. Maka tidak ada alasan
untuk ragu sedikitpun terhadap urusan duniawi. Tidak ada alasan untuk
sibuk memikirkan nasib di masa mendatang. Kita tidak tahu apa yang
terjadi besok. Sudah jelas-jelas Allah memberi jaminan rejeki dan
penghidupan. Tetapi seringkali mengejarnya, sampai-sampai lupa diri. Hal
itu kita lakukan disebabkan kita tidak yakin bahwa jaminan Allah itu
datang. Karena sibuk mengejar sesuatu yang sudah pasti berada di tangan,
kita korbankan urusan yang lebih besar; urusan akhirat.
Tidakkah kita malu terhadap makhluk Allah SWT yang bernama cecak. Padahal ia sangat lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengejar rejekinya. Bayangkan, binatang cecak tidak bisa terbang, tetapi makanannya berupa nyamuk yang pandai terbang. Dia hanya merayap di dinding dan menanti nyamuk datang mendekat. Meskipun demikian, perut cecak tak pernah kosong. Allah SWT menjamin binatang yang lemah itu dengan rejeki atas kehendakNya.
Cobalah direnungkan agar tidak menjadi rakus mengejar-ngejar rejeki yang sudah pasti. Agar kitatidak begitu mudah mengorbankan perkara yang lebih utama.
Akibat tenggelam dalam lautan duniawi, mengejar sesuatu yang sudah pasti, lalu kita lupa bahwa diri ini adalah seorang hamba, punya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Inilah yang disebut buta mata hati.
Tidakkah kita malu terhadap makhluk Allah SWT yang bernama cecak. Padahal ia sangat lemah dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengejar rejekinya. Bayangkan, binatang cecak tidak bisa terbang, tetapi makanannya berupa nyamuk yang pandai terbang. Dia hanya merayap di dinding dan menanti nyamuk datang mendekat. Meskipun demikian, perut cecak tak pernah kosong. Allah SWT menjamin binatang yang lemah itu dengan rejeki atas kehendakNya.
Cobalah direnungkan agar tidak menjadi rakus mengejar-ngejar rejeki yang sudah pasti. Agar kitatidak begitu mudah mengorbankan perkara yang lebih utama.
Akibat tenggelam dalam lautan duniawi, mengejar sesuatu yang sudah pasti, lalu kita lupa bahwa diri ini adalah seorang hamba, punya kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Inilah yang disebut buta mata hati.
Bagaimana
mungkin hati dapat memancarkan cahaya, sedangkan di dalamnya terlukis
gambaran duniawi. Atau, bagaimana mungkin hati dapat menuju Allah kalau
ia masih terikat oleh syahwat [keinginan]. Bagaimana hati akan mempunyai
keinginan yang kuat agar masuk kepada kehadirat Allah, padahal hatinya
belum suci dari “janabah” kelalaiannya. Atau, bagaimana bisa berharap
agar mengerti rahasia-rahasia yang halus, padahal ia belum bertaubat
untuk menebus kesalahannya.
[Syekh Ibnu Atho’illah]
[Syekh Ibnu Atho’illah]
Setiap
orang beriman tentunya menginginkan hatinya dapat memancarkan cahaya
untuk mengenal Allah dengan mata batinnya. Namun hal itu tidak akan
dapat dirasakannya jika di dalam hati masih ada goresan-goresan gambaran
keadaan dunia, liku-liku kehidupan yang hanya semu. Kondisi bisa
menimbulkan kegelapan kalbu. Jika kalbu menjadi gelap, tidak mungkin
dapat memancarkan cahayaNya, sinar keimanan tidak dapat menembusnya.
Mata batin menjadi tumpul.
Agar kalbu dan mata batin dapat bercahaya, dan dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata lahir yang kemudian menempel di dalam kalbu haruslah disingkirkan. Hal ini merupakan belenggu nafsu. Selama nafsu membelenggu kalbu, maka jangan diharapkan dapat sampai kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam Al Qur’an diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya, dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” [QS An Naziaat : 40-41]
Selain itu, hendaknya kita membersihkan jiwa dan ruhani dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Orang yang memiliki kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun “mandi” dari kesalahan adalah bertaubat.
Orang yang mengharapkan “ilmu” dari Allah, yang mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan rendah. Karena takwa dan perbuatan maksiat merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.
Oleh karena itu, janganlah kita menuruti keinginan-keinginan yang melantur setinggi langit. Keinginan itu bermuara pada penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata hati. Jangan berharap dapat menggunakan mata batin untuk menyingkap perkara gaib.
Agar kalbu dan mata batin dapat bercahaya, dan dapat mengenal keajaiban-keajaiban Allah, yang harus diperhatikan adalah hendaknya goresan tentang dunia yang dipandang oleh mata lahir yang kemudian menempel di dalam kalbu haruslah disingkirkan. Hal ini merupakan belenggu nafsu. Selama nafsu membelenggu kalbu, maka jangan diharapkan dapat sampai kepada Allah. Jangan berharap dapat melihat keajaiban-keajaiban. Di dalam Al Qur’an diterangkan, “Dan adapun orang-orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya, dan mau menahan hawa nafsu dari keinginannya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” [QS An Naziaat : 40-41]
Selain itu, hendaknya kita membersihkan jiwa dan ruhani dari kesalahan-kesalahan, baik kesalahan terhadap Allah SWT maupun terhadap sesama manusia. Orang yang memiliki kesalahan diibaratkan ia sedang menanggung janabah [junub], yaitu hadas besar yang terlebih dahulu ia harus mandi. Adapun “mandi” dari kesalahan adalah bertaubat.
Orang yang mengharapkan “ilmu” dari Allah, yang mana dengan ilmu itu dapat menyingkap segala yang gaib, haruslah bertaubat dan bertakwa. Orang yang bertakwa tidak mungkin melakukan perbuatan buruk dan rendah. Karena takwa dan perbuatan maksiat merupakan dua hal yang bertolak belakang. Mustahil dua hal itu dapat bertemu.
Oleh karena itu, janganlah kita menuruti keinginan-keinginan yang melantur setinggi langit. Keinginan itu bermuara pada penguasaan harta benda, kenikmatan dan jabatan duniawi. Jika kita mengumbar keinginan yang nilainya rendah tersebut, maka tak mungkin dapat menajamkan mata hati. Jangan berharap dapat menggunakan mata batin untuk menyingkap perkara gaib.
Tidak
ada satu benda pun yang menghalangi pandangan batinmu terhadap Allah,
namun yang menghalangimu untuk melihatNya adalah persangkaanmu berupa
adanya sesuatu yang maujud di samping Allah.
Zat Yang Haq tidak terhijab (terhalang). Yang terhijab adalah kamu sendiri dalam melihat terhadapNya. Seandainya ada yang membatasi pandangan terhadap Allah, berarti sesuatu itu menutupiNya. Jika ada sesuatu yang menutupiNya berarti wujudNya terkurung. Setiap yang mengurung sesuatu, maka pengurung itu menguasainya. Sedangkan Allah adalah Zat Yang Menguasai seluruh hambanya.
[Syekh Ibnu Atho’illah]
Zat Yang Haq tidak terhijab (terhalang). Yang terhijab adalah kamu sendiri dalam melihat terhadapNya. Seandainya ada yang membatasi pandangan terhadap Allah, berarti sesuatu itu menutupiNya. Jika ada sesuatu yang menutupiNya berarti wujudNya terkurung. Setiap yang mengurung sesuatu, maka pengurung itu menguasainya. Sedangkan Allah adalah Zat Yang Menguasai seluruh hambanya.
[Syekh Ibnu Atho’illah]
Al Washaya
Abu Abdullah Al Harits Ibn Asad Al Anazi Al Muhasibi [ 781M– 857M ]
LURUSBarang siapa meluruskan batinnya melalui muqarabah dan ikhlas,
Allah akan Menghiasi lahiriahnya dengan mujahadah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW
DUNIA & AKHIRAT
Manusia yang baik adalah mereka yang tidak terpengaruh akhiratnya oleh dunianya,
Dan tidak pula meninggalkan dunianya sama sekali karena akhiratnya
LIDAH
Janganlah lengah soal lidah, sebab ia bagaikan seekor hewan buas berbahaya yang mangsa pertamanya adalah pemiliknya sendiri
Tutuplah pintu omonganmu sekuat-kuatnya
Jangan membukanya, kecuali jika harus membukanya
Jika engkau membukanya, maka hati-hatilah
Penuhi kebutuhanmu untuk berbicara sekadarnya saja
MENDEKAT & MENJAUH
Hati-hatilah terhadap orang yang mendekatimu atau yang engkau dekati
Sebab orang-orang yang menjauhimu atau orang yang engkau jauhi pasti akan selamat dari dirimu dan engkaupun akan selama dari diri mereka
EVALUASI
Lihatlah sudut-sudut hati kecilmu dengan pandangan mata yang tajam dan pengamatan yang cermat. Jika engkau mendapati sesuatu yang terpuji, maka terpujilah Allah dan teruslah berlalu. Akan tetapi, jika engkau melihat sesuatu yang menjengkelkan, maka ikutilah dengan evaluasi dan pemeriksaan yang baik terhadapnya
WASPADA
Tanda-tanda kewaspadaan yang paling nyata adalah rasa sedih dan duka, serta persiapan yang baik untuk kesedihan dan kedukaan itu
Sedangkan tanda-tanda kelengahan yang paling nyata adalah sikap riang dan angkuh karena keduanya melupakan dan melalaikan kewaspadaan
Meninggalkan kewaspadaan berarti pula meninggalkan persiapan untuk sesuatu setelah kematian
DOSA
Meremehkan dosa kecil adalah pangkal bagi dosa besar
Awalnya adalah kehati-hatian
Kemudian menjadi ketidaksengajaan, kemudian menjadi dosa kecil, dan akhirnya menjadi dosa besar
PUJI
Tidak mungkin seseorang yang senang dipuji karena sesuatu yang belum pernah ia kerjakan
Tidak suka dipuji karena amal yang pernah ia kerjakan, kecuali ia menyukai keduanya
HARAP & SYUKUR
Berharaplah kepadaNya seperti berharapnya orang yang membenarkan janjiNya dan menganggap nyata balasan pahalaNya
Bersyukurlah kepadaNya seperti syukurnya orang yang telah menerima kebaikan-kebaikanNya, telah memperbaiki amal kepadaNya, menghampiriNya, dan memberiNya penghormatan
IBADAH
Landasan ibadah itu kerendahan hati
Sementara kerendahan hati itu takwa
Landasan takwa itu introspeksi
Sedangkan landasan introspeksi itu rasa takut dan berharap
Rasa takut dan berharap muncul dari pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah
Pemahaman terhadap janji dan ancaman Allah muncul karena ingat balasan Allah
Dan, ingat balasan Allah itu muncul dari penalaran dan perenungan
MAWAS DIRI
Tanda muraqaabah [mawas diri] adalah memilih apa yang dipilih oleh Allah, menganggap besar apa yang dipandang besar olehNya, dan menganggap remeh apa yang dipandangNya remeh
ZUHUD
Siapa menginginkan sikap zuhud, hendaklah ia menganggap sedikit sesuatu yang dianggap banyak oleh orang lain, menganggap banyak dunianya yang sedikit, menganggap kecil bencana besar yang menimpa dirinya, dan menganggap besar sesuatu yang dianggap kecil oleh orang lain
SABAR
Sabar itu ada tiga macam :
Sabarnya orang yang berjuang untuk bersabar [mutashabbir],
Sabarnya orang yang sabar [shabir], dan
Pemurnian Mental
Sangat sedikit pemikiran seperti ini. Banyak orang mengira, menjadi spiritual berarti mampu melakukan hal-hal yang mengagumkan, mampu melihat hal-hal yang aneh, fenomena yang luar biasa. Sangat sedikit yang mengetahui betapa sederhananya ia, sehingga menjadi spiritual berarti menjadi alami.
Pemurnian mental dapat dilakukan dengan tiga cara. Cara yang pertama adalah menenangkan akal, karena sangat sering aktivitas akal yang memproduksi ketidakmurnian. Penenangan akal menghilangkan ketidakmurnian darinya. Ini seperti mengembalikan akal pada tempat alaminya. Akal dapat diumpamakan seperti kolam air. Ketika air dalam kolam tidak terganggu, pemantulan menjadi jelas. Begitu pun dengan akal, jika akal terganggu, orang tidak dapat menerima intuisi, inspirasi, dengan jelas di dalamnya. Sekali akal tenang, ia akan memberikan pantulan yang jelas, seperti yang terjadi pada kolam air di kolam itu tenang.
Kondisi ini bisa didapatkan dengan cara mempraktekkan penenangan fisikal. Dengan duduk dalam postur tertentu maka pengaruhnya tercipta. Dalam sains, para ahli mengetahui cara-cara duduk yang berbeda dalam keheningan, dan setiap cara memiliki signifikansi tertentu. Dan bukan hanya signifikansi imajiner, ia juga memproduksi hasil yang nyata. Beberapa pengalaman baik secara pribadi maupun melalui orang lain, yang menunjukkan bagaimana cara duduk tertentu dapat mengubah sikap akal. Dan orang-orang kuno mengetahui hal ini. Mereka mengetahui cara-cara duduk yang berbeda bagi orang yang berbeda. Ada cara pendekar, cara pelajar, cara bagi orang meditatif, cara usahawan, cara buruh, cara penemu, dan lain sebagainya. Ada efek besar yang didapatkan orang dengan cara duduk dengan postur tertentu, khususnya bagi akalnya.
Kita mengalaminya dalam kehidupan sehari-hari kita, tetapi kita tidak memikirkannya. Kita pernah duduk dengan cara tertentu tapi kita malah merasa geisah, dan pernah duduk dengan cara lain dan kita merasa damai. Posisi tertentu membuat kita merasa terinspirasi, dan cara duduk yang lain membuat kita lesu, tidak memiliki antusiasme. Dengan menenangkan akal, melalui postur tertentu, orang dapat memurnikan akalnya.
Cara kedua memurnikan akal adalah dengan cara pernapasan. Sangat menarik bagi orang-orang Timur ketika menyaksikan kadang-kadang di Barat, dalam penemuan mereka, orang tidak menyadari telah menerapkan prinsip ini. Orang Barat memiliki mesin yang membersihkan karpet dengan cara menghisap debunya. Prinsip ini adalah sama dengan cara penapasan yang tepat yaitu menghirup debu dari akal lalu mengeluarkannya. Para ilmuwan melangkah sangat jauh dengan mengatakan bahwa orang yang menghembuskan CO2 keluar, udara yang buruk dikeluarkan dengan cara menghembuskannya keluar dari tubuh. Sementara “ilmuwan” Timur melangkah lebih jauh lagi dengan mengatakan bahwa bukan hanya dari tubuh, tetapi juga dari akal. Jika orang mengetahui bagaimana cara menghilangkan ketidakmurnian, orang dapat menghilangkannya lebih dari yang bisa dibayangkan. Ketidakmurnian akal dapat dihembuskan keluar dengan cara bernapas yang benar. Itulah sebabnya mengapa para “ahli” Timur menggabungkan pernapasan dengan postur. Postur membantu menenangkan akal, pernapasan membantu membersihkan akal, kedua-duanya berjalan bersama-sama.
Cara ketiga memurnikan akal adalah dengan sikap, dengan sikap yang benar terhadap kehidupan. Menuju pemurnian adalah cara moral dan jalan agung. Orang bisa saja bernapas dan duduk dengan ribuan postur, tetapi jika tidak memiliki sikap yang baik terhadap kehidupan, dia tidak akan pernah berkembang. Itu hal yang prinsip. Pertanyaannya adalah apakah sikap yang benar itu ? sikap yang benar tergantung pada bagaimana menyenangkan orang menghargai kelemahan-kelemahannya sendiri. Sangat sering orang siap membela dirinya sendiri atas kesalahan dan kekhilafan yang dibuatnya, dan keinginan membuat kesalahan sendiri menjadi benar, tetapi ia tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain. Orang menganggapnya sebagai tugasnya ketika harus menilai orang lain. Betapa mudahnya tidak menyetujui orang lain. Begitu mudahnya melangkah ke depan dan membenci orang lain, dan bukan hal yang sulit untuk maju lagi selangkah ke depan dan membenci orang lain. Ketika bertindak dengan cara itu, orang tidak berpikir sebagai suatu kesalahan. Walaupun suatu kondisi yang berkembang itu di dalam diri, orang selalu melihatnya sebagai di luar. Semua kejahatan yang berkembang di dalam diri, orang melihatnya pada orang lain. Oleh karena itu manusia selalu dalam ilusi. Hal yang paling besar adalah bahwa orang yang paling bersalah adalah orang yang menyalahkan. Tetapi lebih baik diekspresikan dengan cara yang lain karena orang yang paling menyalahkan, menjadi orang yang paling bersalah.
Ada keindahan bentuk, warna, garis, cara, karakter. Pada beberapa orang, keindahan itu kurang, sedangkan pada beberapa orang lainnya, keindahan itu berlebih. Hanyalah dengan perbandingan, sehingga satu orang lebih baik ketimbang yang lain. Jika kita tidak membandingkan, orang lain akan tampak baik. Perbandinganlah yang membuat kita menganggap satu hal lebih indah ketimbang yang lain. Jika kita melihat dengan hati-hati, kita akan melihat keindahan tersebut seperti terdapat pada yang lain juga. Sangat sering perbandingan kita tidak benar untuk suatu alasan yang sangat tepat. Meskipun saat ini kita menetapkan dalam akal kita apa yang indah dan bagus, kita layak mengubah konsepsi tersebut dalam waktu sehari, sebulan bahkan setahun atau lebih. Hal itu menunjukkan pada kita bahwa ketika melihat sesuatu, kita mampu menilainya jika keindahannya memanifestasi dalam pandangan kita.
Tidak ada yang perlu dikejutkan bilamana ada sebagian orang berkata “saya mencintai semua hal yang saya lihat di dunia, selain semua penderitaan, perjuangan dan kesulitan, semua berharga.” Sementara sebagian orang lain mengatakan, “semua menyedihkan. Kehidupan itu buruk, tidak ada sedikitpun keindahan di dunia ini.” Masing-masing benar menurut sudut pandangannya. Keduannya sama-sama ikhlas. Tetapi mereka berbeda karena mereka melihatnya dengan cara yang berbeda. Masing-masing memiliki alasan untuk membuktikan kehidupan indah atau tidak sama sekali. Hanya saja, yang satu menguntungkan dirinya dengan pandangan keindahan, dan yang lain menghilangkannya dengan tidak menghargainya, dengan tidak melihat keindahan di dalamnya.
Dengan sikap yang salah, dalam akalnya orang mengumpulkan ekspresi yang tidak diinginkan yang berasal dari orang banyak, karena tidak satu orangpun di dunia ini yang sempurna. Setiap orang memiliki satu sisi yang dapat dikritisi dan ingin diperbaikinya. Ketika melihat sisi itu, orang mengakumulasikan impresi yang membuat orang semakin tidak sempurna karena mereka mengumpulkan ketidaksempurnaan, dan yang kemudian menjadi satu dunia. Dan ketika akal menjadi penyerap yang penuh dengan impresi yang tidak diinginkan, apa yang keluar darinya juga hal-hal yang tidak diinginkan pula. Tidak ada orang yang dapat membicarakan sakit orang lain tanpa kecuali ia memilikinya, karena orang yang membicarakan sakit orang lain, sebenarnya menyakiti dirinya sendiri.
Jadi, pemurnian akal, dari sudut pandang moral, harus dipelajari dalam kehidupan sehari-hari seseorang, dengan mencoba menimbang hal-hal yang simpatik, dengan rasa suka, dengan memandang orang lain sebagaimana memandang diri sendiri, dengan menempatkan diri sendiri dalam posisi mereka, sambil menuduh orang lain dalam melihat ketidakkompakkan mereka. Jiwa-jiwa di bumi dilahirkan tidak sempurna dan menunjukkan ketidaksempurnaan. Dari sini mereka berkembang secara alami, sampai akhirnya menyempurna. Jika semuanya sempurna, tidak akan ada lagi tujuan penciptaan, dan manifestasi telah mengambil tempatnya. Dengan demikian, setiap wujud di sini bisa bergerak dari ketidaksempurnaan kepada kesempurnaan. Itulah tujuan dan kenikmatan kehidupan yang demi hal itu dunia ini diciptakan. Jika kita mengharapkan setiap orang menjadi sebagai sesuatu yang sempurna dan kondisi pun sempurna, maka tidak akan ada kenikmatan dalam hidup dan tidak ada tujuan kita berada di sini.
Oleh karena itu, pemurnian akal bertujuan untuk memurnikannya dari semua impresi yang tidak diinginkan, bukan hanya terhadap kelemahan orang lain, harus juga tiba pada tingkat ketika orang melupakan kelemahannya sendiri. Beberapa orang yang taat dan shaleh menyalahkan diri mereka atas segala kesalahan mereka, sehingga mereka menjadi kesalahan itu sendiri. Berkonsentrasi pada kesalahan terus-menerus, berarti mengukir kesalahan pada akal. Hal yang terbaik adalah dengan melupakan kesalahan sendiri dan kesalahan orang lain dan menetapkan akal pada pengumpulan semua yang baik dan indah-indah.
Ketika di dunia ketidaksempurnaan ini kita mencari semua yang indah dan baik, akan banyak kesempatan kekecewaan. Tetapi, pada saat yang sama, jika kita terus-menerus mencarinya, tidak melihat kepada kemungkinan kecewa itu sendiri, maka kita pasti menemukannya. Dan sekali kita menemukannya, kita akan menemukan lebih banyak keindahan dan kebaikan, dan lebih banyak lagi. Akan tiba suatu saat dalam kehidupan manusia ketika ia dapat melihat beberapa kebaikan pada diri orang yang paling jahat di dunia ini. Ketika ia mencapai posisi itu, meskipun kebaikan ditutupi oleh ribuan hijab, ia akan dapat meletakkan tangannya pada hal yang baik, karena ia mencari kebaikan-kebaikan, dan menarik apa yang baik dan indah.
...... simpati melumerkan kebekuan hati.....
[ Hazrat Inayat Khan ]
Mengenal Diri
Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan, sesuai ungkapan hadis : “Siapa yang mengenal dirinya, ia mengenal Tuhannya,” dan sebagaimana dikatakan Al Quran : “Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka agar kebenaran tampak bagi mereka.” [QS 41 : 53]
Ketahuilah, tak ada yang lebih dekat kepadamu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana bisa mengetahui yang lain. Pengetahuanmu tentang diri sendiri dari sisi lahiriah, seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak akan mengantarmu untuk mengenal Tuhan. Sama halnya, pengetahuanmu mengenai karakter fisikal dirimu, seperti bahwa kalau lapar kau makan, kalau sedih kau menangis, dan kalau marah kau menyerang, bukanlah kunci menuju pengetahuan tentang Tuhan. Bagaimana bisa kau mencapai kemajuan dalam perjalanan ini jika kau mengandalkan insting hewani serupa itu ? Sesungguhnya pengetahuan yang benar tentang diri meliputi beberapa hal berikut :
Siapa aku dan dari mana aku dating ? kemana aku akan pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini, dan dimanakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan ? ketahuilah, ada tiga sifat yang bersemayam dalam dirimu : hewan, setan dan malaikat. Harus kau temukan, mana di antara ketiganya yang aksidental dan mana yang esensial. Tanpa menyingkap rahasia itu , kau takkan temukan kebahagiaan sejati.
Pekerjaan hewan hanyalah makan, tidur dan berkelahi. Karena itu, jika engkau hewan, sibukkanlah dirimu dalam aktivitas itu. Setan selalu sibuk mengobarkan kejahatan tipu daya, dan dusta. Jika kau termasuk golongan setan, lakukan yang biasa ia kerjakan. Sementara, malaikat selalu merenungkan keindahan Tuhan dan sepenuhnya bebas dari sifat hewani. Jika kau punya sifat malaikat, berjuanglah menemukan sifat-sifat asalimu agar kau dapat mengenali dan merenungi DIA Yang Maha Tinggi serta terbebas dari perbudakan syahwat dan amarah. Berupayalah untuk mencari tahu mengapa kau diciptakan dengan kedua insting hewan ini, syahwat dan amarah, sehingga kau tidak ditundukkan dan diperangkap keduanya. Alih-alih diperbudak keduanya, kau harus menundukkan mereka dan mempergunakannya sebagai kuda tunggangan dan senjatamu.
Langkah pertama untuk mengenal diri adalah menyadari bahwa dirimu terdiri atas bentuk luar yang disebut jasad, dan wujud dalam yang disebut qalb atau ruh. Qalb yang saya maksudkan bukanlah segumpal daging yang terletak di dada kiri, melainkan tuan yang mengendalikan semua fakultas lainnya dalam diri serta mempergunakannya sebagai alat dan pelayannya. Pada hakikatnya, ia bukan sesuatu yang indrawi, melainkan sesuatu yang gaib; ia muncul di dunia ini sebagai pelancong dari negeri asing untuk berdagang dan kelak akan kembali ke tanah asalnya. Pengetahuan tentang wujud dan sifat-sifatnya inilah yang menjadi kunci mengenal Tuhan.
Sebagian pemahaman mengenai hakikat hati atau ruh dapat diperoleh seseorang dengan mengatupkan matanya dan melupakan segala sesuatu di sekitarnya selain dirinya sendiri. Dengan begitu, ia akan mengetahui ketakterbatasan sifat dirinya itu. Namun syariat melarang kita menelisik hakikat ruh sebagaimana ditegaskan Al Quran : “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakan : ruh adalah urusan Tuhanku.”[QS 17 : 85]
Jadi, sedikit yang dapat diketahui hanyalah bahwa ia merupakan suatu esensi tak terbagi yang termasuk dalam dunia titah [amr], dan bahwa ia bukanlah sesuatu yang abadi, melainkan ciptaan. Pengetahuan filosofis yang tepat mengenai ruh bukanlah awal yang niscaya untuk meniti jalan ruhani. Pengetahuan itu akan didapatkan melalui disiplin diri dan kesabaran menapaki jalan ruhani, sebagaimana dikatakan Al Quran : “Siapa yang berjuang di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami [yang lurus].” [QS 29 : 69]
Untuk memahami lebih jauh perjuangan batin untuk benar-benar mengenal diri dan Tuhan, kita dapat melihat jasad kita sebagai sebuah kerajaan; jiwa sebagai rajanya dan indra beserta fakultas lain sebagai tentaranya. Akal bisa disebut perdana menterinya, syahwat sebagai pemungut pajak, dan amarah sebagai polisi. Dengan alasan mengumpulkan pajak, syahwat selalu ingin merampas segala hal demi kepentingan sendiri, sementara amarah cenderung bersikap kasar dan keras. Pemungut pajak dan polisi harus selalu ditempatkan di bawah raja, tetapi tak mesti dibunuh atau ditindas, karena mereka punya peran tersendiri yang harus dipenuhinya. Namun jika syahwat dan amarah menguasai nalar, maka jiwa pasti runtuh. Jiwa yang membiarkan fakultas-fakultas yang lebih rendah menguasai yang lebih tinggi, ibarat orang yang menyerahkan bidadari kepada seekor anjing, atau seorang musim kepada seorang raja kafir yang zalim.
Memelihara sifat-sifat setan, hewan, atau malaikat akan melahirkan watak yang bersesuaian dengannya di hari kiamat akan mewujud dalam rupa yang kasat mata, seperti syahwat menjadi babi, amarah menjadi anjing dan srigala, serta kesucian mewujud dalam rupa malaikat. Pendisiplinan moral bertujuan membersihkan kalbu dari karat syahwat dan amarah sehingga sebening cermin yang mampu memantulkan cahaya ilahi.
Mungkin ada orang yang berkeberatan dan menanyakan, “jika manusia diciptakan dengan sifat-sifat hewan, setan dan malaikat, bagaimana kita bisa tahu bahwa sifat malaikat adalah esensi kita, sementara sifat hewan dan setan hanyalah aksidensi ?.”
Jawabannya, esensi setiap makhluk adalah sesuatu yang tertinggi dan khas dalam dirinya. Contohnya, kuda dan keledai adalah hewan pengangkut beban, tetapi kuda lebih unggul karena ia dipergunakan juga untuk perang. Jika tidak, kuda terpuruk hanya menjadi hewan pengangkut beban. Fakultas tertinggi dalam diri manusia adalah akal yang memampukannya merenung tentang Tuhan. Jika akal mendominasi, maka ketika mati ia terbebas dari kecenderungan syahwat dan amarah, sehingga dapat bergabung dengan para malaikat. Dibandingkan dengan beberapa jenis hewan, manusia jauh lebih lemah. Berkat akal, ia dapat mengungguli mereka sebagaimana dikatakan Al Quran : “Telah kami tundukkan segala sesuatu di atas bumi untuk manusia.” [QS 45 : 13]
Sebaliknya, jika sifat hewani atau setan yang berkuasa, maka setelah mati ia akan selalu menghadap ke bumi dan mendambakan kesenangan duniawi.
Betapa mengagumkan, jiwa rasional [akal] manusia berlimpah dengan pengetahuan dan kekuatan. Berkat keduanya ia dapat menguasai seni dan sains, mampu bolak-balik dari bumi ke angkasa secepat kilat, dapat memetakan langit dan mengukur jarak antarbintang. Berkat ilmu dan kekuatan ia juga dapat menangkap ikan dari lautan dan burung di udara, bahkan kuasa menundukkan binatang liar seperti gajah, unta dan kuda. Panca indranya bagaikan lima pintu yang terbuka menghadap dunia luar. Namun yang paling menakjubkan dari semua itu adalah kalbunya yang memiliki jendela terbuka ke dunia ruh yang gaib. Dalam keadaan tidur, ketika saluran indranya tertutup, jendela ini terbuka menerima berbagai gambaran dari dunia gaib, yang kadang-kadang mengabarkan isyarat tentang masa depan. Kalbunya bagaikan sebuah cermin yang memantulkan segala sesuatu di Lauh Mahfuzh. Tetapi, bahkan di saat ia tidur, pikiran-pikiran yang bersifat duniawi akan memburamkan cermin tersebut sehingga kesan-kesan yang diterimanya tidak jelas. Bagaimanapun, saat kematian datang, semua pikiran seperti itu akan sirna dan hakikat segala sesuatu tampak sejelas-jelasnya. Saat itulah yang dimaksud dalam ayat Al Quran : “kamu lalai dari [hal] ini. Kami singkapkan tutup matamu sehingga penglihatanmu pada hari itu sangat tajam.” [QS 50 : 22]
Jendela dalam kalbu ini juga dapat terbuka dan mengarah ke dunia gaib di saat-saat yang menyerupai ilham kenabian, yakni ketika intuisi muncul dalam pikiran tanpa melalui perangkat indrawi. Makin seseorang memurnikan dirinya dari hasrat badani dan memusatkan pikiran kepada Tuhan, semakin peka ia terhadap intuisi-intuisi seperti itu. Orang yang tidak menyadari intuisi semacam itu tak berhak menyangkal keberadaannya.
Dan tidak hanya para nabi yang bisa menerima intuisi seperti itu. Layaknya sebatang besi yang terus dipoles akan berubah menjadi cermin, pikiran siapapun akan mampu menerima intuisi seperti itu jika dilatih dengan disiplin yang keras. Kebenaran inilah yang diisyaratkan oleh Nabi ketika beliau bersabda : “setiap anak dilahirkan dengan fitrah [kecenderungan menjadi musli]; orang tuanya kemudian menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.”
Setiap manusia di lubuk terdalam kesadarannya mendengar pertanyaan, “Bukankah Aku ini Tuhanmu ?,” dan menjawab, “ya” [referensi QS 7 : 172]. Tetapi kebanyakan kalbu manusia bagaikan cermin yang telah tertutup karat dan kotoran sehingga tidak dapat memantulkan gambaran yang jernih. Berbeda dengan kalbu para nabi dan wali yang, meski mereka pun memiliki nafsu serupa kita, sangat peka terhadap kesan-kesan ilahiah.
Sebagaimana dikatakan di atas, jiwa rasional dilimpahi pengetahuan dan kekuatan. Jadi, intuisi seperti itu tidak hanya bisa diraih dengan pengetahuan, yang membuat manusia lebih unggul dari semua makhluk lainnya, tetapi juga dengan kekuatan. Sebagaimana malaikat menguasai pelbagai kekuatan alam, jiwa manusia pun berkuasa mengatur semua anggota badan. Jiwa yang telah mencapai tingkat kekuatan tertentu, tidak saja dapat mengatur jasadnya sendiri, melainkan juga jasad orang lain. Jika ia ingin agar seseorang yang sakit sembuh, si sakit akan sembuh, atau jika ingin seseorang yang sehat agar jatuh sakit, sakitlah orang itu, atau jika ia inginkan kehadiran seseorang, orang itu akan dating dihadapannya. Baik atau buruk akibat yang ditimbulkan oleh jiwa yang sangat kuat ini bergantung pada sumber kekuatannya, sihir ataukah mukjizat.
Ada tiga hal yang membedakan jiwa yang sangat kuat ini dari jiwa orang kebanyakan.
Pertama, apa yang dilihat orang lain hanya dalam mimpi, mereka melihatnya di saat-saat jaga.
Kedua, sementara kehendak orang lain hanya mempengaruhi jasad mereka, jiwa ini, dengan kekuatan kehendakNya, bisa pula menggerakkan jasad orang lain.
Ketiga, jika orang lain mesti belajar keras untuk mendapatkan suatu pengetahuan, ia mendapatkannya melalui intuisi.
Tentu saja ada banyak hal lain yang membedakan jiwa mereka dari jiwa kebanyakan manusia. Namun, ketiga tanda itulah yang dapat diketahui umum. Sebagaimana tidak ada sesuatupun yang mengetahui hakikat sifat-sifat Tuhan kecuali Tuhan, sifat sejati seorang nabi pun hanya diketahui oleh nabi. Tak perlu merasa heran, karena dalam kehidupan sehari-haripun kita tak mungkin menerangkan keindahan puisi pada seseorang yang tak peka terhadap rima dan irama, atau menjelaskan keindahan warna kepada seorang yang buta. Selain ketidakmampuan, ada perintang-perintang lain untuk mencapai kebenaran spiritual. Satu di antaranya adalah pengetahuan capaian lahiriah. Jelasnya, hati manusia bisa digambarkan sebagai sumur dan panca indra sebagai lima aliran yang terus mengaliri sumur itu. Untuk mengetahui kandungan hati yang sebenarnya, kita harus menghentikan aliran-aliran tersebut dan membersihkan sampah yang dibawanya. Dengan kata lain, jika kita ingin sampai kepada kebenaran ruhani yang murni, kita mesti membuang pengetahuan yang telah dicapai melalui proses indrawi dan yang sering kali mengeras menjadi prasangka dogmatis.
Namun banyak juga orang yang salah kaprah menyikapi pengetahuan capaian lahiriah ini. Banyak orang yang dangkal ilmunya, seraya mengutip beberapa ungkapan yang mereka dengar dari guru-guru sufi, bercuap-cuap mencela dan menajiskan semua jenis pengetahuan. Ia tak ubahnya seseorang yang tak tahu kimia lalu berkoar : “kimia lebih baik daripada emas,” seraya menolak emas ketika ditawarkan kepadanya. Kimia memang lebih baik dari emas, tetapi alkemis sejati amatlah langka,begitupun sufi sejati.
Setiap orang yang mengkaji persoalan in akan melihat bahwa kebahagiaan sejati tak bisa dilepaskan dari makrifat, mengenal Tuhan. Tiap fakultas dalam diri manusia menyukai segala sesuatu yang untuk itu dia diciptakan. Syahwat senang memenuhi hasrat nafsu, kemarahan menyukai balas dendam, mata menyukai pemandangan indah, dan telinga senang mendengar suara-suara merdu. Jiwa manusia diciptakan dengan tujuan agar ia mencerap kebenaran. Karenanya, ia akan merasa senang dan tenang dalalm upaya tersebut. Bahkan dalam persoalan yang remeh sekalipun, seperti permainan catur, manusia merasakan kesenangan. Dan, semakin tinggi materi pengetahuan yang didapat, semakin besar rasa senangnya. Orang akan senang jika dipercaya menjadi perdana menteri, tetapi ia akan jauh senang jika semakin dekat kepada raja yang mungkin mengungkapkan berbagai rahasia kepadanya.
Seorang astronom yang dengan pengetahuannya bisa memetakan posisi bintang-bintang dan menguraikan lintasan-lintasannya, pasti merasa jauh lebih senang ketimbang pemain catur. Maka tentu saja hati ini akan merasa teramat bahagia saat mengetahui bahwa tak ada sesuatupun yang lebih tinggi dari Allah. Pengetahuan tentang Allah merupakan satu-satunya subyek pengetahuan tertinggi sehingga orang yang berhasil meraihnya pasti akan merasakan puncak kesenangan.
Orang yang tak menginginkan pengetahuan ini tak beda dengan orang yang tak menyukai makanan sehat; atau layaknya orang yang lebih suka lempung ketimbang roti. Ketika kematian datang dan membunuh semua organ tubuh yang bisa diperalat nafsu, semua dorongan dan hasrat badani musnah, tetapi jiwa manusia tidak. Ia akan tetap hidup dan menyimpan segala pengetahuannya tentang Tuhan, malah pengetahuannya semakin bertambah.
Satu bagian penting dari pengetahuan tentang Tuhan timbul dari kajian dan perenungan atas jasad manusia yang menampilkan kebijaksanaan, kekuasaan, serta cinta Penciptanya. Dengan kekuasaanNya, Dia membangun kerangka tubuh manusia yang luar biasa ini hanya dari setetes air mani. Kerumitan jasad kita dan kemampuan setiap bagiannya untuk bekerja secara harmonis menunjukkan kebijakanNya. CintaNya Dia perlihatkan dengan memberi organ tubuh yang mutlak diperlukan manusia, seperti hati, jantung, dan otak, dan juga organ yang tidak mutlak dibutuhkan, seperti tangan, kaki, lidah dan mata. Lalu Dia menyempurnakan ciptaanNya itu dengan menambahkan rambut yang hitam, bibir yang memerah, dan bulu mata yang melengkung.
Karena itu sangat pantas jika manusia disebut alam al shaghir [mikrokosmos]. Struktur jasadnya mesti dipelajari, bukan hanya oleh orang yang ingin menjadi dokter, melainkan juga oleh orang yang ingin mencapai pengetahuan lebih dalam tentang Tuhan, sebagaimana studi yang mendalam tentang keindahan dan gaya bahasa pada sebuah puisi yang indah akan mengungkapkan lebih banyak kegeniusan penulisnya.
Namun dibandingkan pengetahuan tentang jasad beserta fungsi-fungsinya, pengetahuan tentang jiwa lebih banyak berperan mengantar manusia pada pengetahuan tentang Tuhan. Jasad bisa diumpamakan seekor kuda sementara jiwa adalah penunggangnya. Jasad diciptakan untuk jiwa dan jiwa untuk jasad. Jika seseorang tidak mengetahui jiwanya, sesuatu yang paling dekat kepadanya, maka pengakuannya bahwa ia mengetahui hal-hal lain tidak berarti apa-apa. Ia tak ubahnya pengemis yang tak punya persediaan makanan, lalu mengaku bisa memberi makan seluruh penduduk kota.
Orang yang mengabaikan kebesaran jiwa manusia dan menodai kesuciannya dengan mengotori atau bahkan merusaknya, pasti akan kalah di dunia dan di akhirat. Kebesaran manusia yang sebenarnya terletak pada kemampuannya untuk terus maju dan berkembang. Tanpa kemampuan itu ia akan menjadi makhluk lainnya, takluk oleh rasa lapar, haus, panas, dingin, dan musnah oleh penderitaan. Sering kali apa yang disukai seseorang justru sangat membahayakan dirinya. Dan segala hal yang memajukannya tidak bisa diperoleh kecuali dengan kesusahan dan kerja keras. Intelektualitas manusia sesungguhnya sangat rapuh. Sedikit saja kekacauan dalam otaknya sudah cukup untuk merusak atau membuatnya gila. Dan fisiknya pun lebih lemah dibanding dengan hewan; bahkan sengatan tawon saja sudah mampu mengusik ketenangan dan kesehatannya. Tabiatnya bahkan lebih lemah lagi. Satu rupiah hilang dari kantongnya ia kelabakan dan gelisah tak keruan. Kecantikannya pun, berkat kulitnya yang lembut, hanya sedikit lebih baik daripada makhluk lainnya. Jika tidak sering dicuci, manusia akan tampak sangat menjijikkan dan memalukan.
Sebenarnya manusia merupakan makhluk yang teramat lemah dan hina di dunia ini. Kebernilaian dan keutamaannya hanya akan mewujud di negeri akhirat. Melalui pendisiplinan diri ia akan naik dari tingkatan hewan ke tingkatan malaikat. Karena itu, disertai kesadaran sebagai makhluk terbaik dan paling unggul, ia harus berusaha mengetahui ketakberdayaannya, karena pengetahuan itu menjadi salah satu kunci untuk membuka pengetahuan tentang Allah.
Langganan:
Postingan (Atom)