UTUHUL GHOIB
AJARAN 78
Sekurang-kurangnya ada sepuluh sifat yang harus dimiliki oleh
orang-orang yang berada dalam perjuangan kerohanian, yang sedang
memeriksa diri sendiri dan yang berusaha mencapai tujuan kerohanian
serta yang menginginkan kekal berada dalam keadaan itu. Apabila Allah
telah mengizinkan mereka untuk tetap berada dalam keadaan itu dan
berdiri teguh di dalamnya, maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang tinggi.
Sifat pertama, hendaklah seorang hamba tidak bersumpah dengan
menggunakan nama Allah, baik di dalam perkara yang benar maupun di dalam
perkara yang salah, dan baik secara disengaja maupun tidak. Jika ia
telah menyadari hal itu, yakni ia tidak bersumpah dengan menggunakan
nama Allah, baik secara disengaja maupun tidak, maka Allah akan
membukakan pintu cahaya-Nya baginya, ia akan menyadari faidahnya di
dalam hatinya, pangkatnya di sisi Allah akan ditinggikan, kekuatan dan
kesabarannya akan bertambah, sanak saudaranya akan memujinya dan
tetangga-tetangganya akan memuliakan. Kemudian, orang yang kenal
kepadanya akan menghormatinya dan orang yang melihatnya akan merasa
gentar memandangnya.
Sifat kedua, hendaknya tidak berbuat bohong,
baik berbohong yang sesungguhnya maupun hanya sekedar lelucon saja. Jika
ia telah dapat membuang perbuatan yang tidak diinginkan itu dan telah
menjadi satu dengan dirinya, maka Allah akan membukakan hatinya dan
membersihkan ilmunya, sehingga seakan-akan ia tidak pernah berbohong dan
apabila ia mendengar orang lain berbohong, maka hatinya akan merasa
benci dan malu. Jika ia berdoa kepada Allah supaya Dia menghilangkan
perbuatan bohong itu dari dirinya, maka Allah pun akan memperkenankan
doanya itu.
Sifat ketiga, apabila berjanji, hendaklah tidak
mengingkari janji itu, atau jangan berjanji sama sekali. Dengan tidak
mengingkari janji atau tidak berjanji sama sekali itu, ia akan
mendapatkan sumber kekuatan dirinya, dan inilah tindakan yang seimbang
untuk diikuti. Sebab, pengingkaran janji itu termasuk ke dalam perbuatan
bohong. Jika ia berbuat demikian, maka pintu kemuliaan akan dibukakan
baginya, derajat ahlak yang tinggi akan diberikan kepadanya, orang-orang
yang benar akan cinta kepadanya dan pangkatnya di sisi Allah akan
ditinggikan.
Sifat keempat, hendaklah tidak mengutuk mahluk atau
menyakiti mereka, walau ia sendiri disakiti. Karena sifat ini termasuk
salah satu sifat yang baik dan termasuk kebajikan. Ini adalah suatu
sifat yang benar. Jika seorang hamba bertindak berlandaskan pada sifat
ini, maka ia akan berakhir dengan kehidupan yang baik di bawah lindungan
Illahi, Allah akan menyediakan pangkat kerohanian yang tinggi untuknya,
ia akan dipelihara dari jatuh ke lembah kebinasaan dan dari kejahatan
manusia, dan Allah akan mengkaruniakan rahmat dan kedekatan kepada-Nya.
Sifat kelima, hendaknya tidak berdoa agar orang lain mendapatkan
bahaya, walaupun orang itu memperlakukan dirinya dengan cara yang tidak
baik. Janganlah membalas baik dengan lisan maupun dengan perbuatan.
Bersabarlah dan serahkanlah kepada Allah. Janganlah menuntut bela, baik
dengan perbuatan maupun dengan lisan. Orang yang dapat melakukan semua
ini akan diberi kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Orang yang terlatih
dengan cara seperti ini dan tetap menjalankan sifat ini akan
mendapatkan kemuliaan di dunia ini dan di akhirat kelak, dan ia akan
dicintai oleh orang-orang yang benar, baik yang dekat maupun yang jauh.
Permohonannya akan diterima dan ia akan mendapatkan kemuliaan di hati
orang-orang yang beriman.
Sifat keenam, janganlah seorang hamba itu
mengatakan bahwa orang yang mengikuti kiblat yang sama, yaitu orang yang
beragama Islam itu adalah musyrik, munafik atau kafir. Jika kamu tidak
mengkafirkan, memunafikkan atau memusyrikkan seseorang, maka itu
menunjukkan bahwa kamu mengikuti sunnah Nabi besar Muhammad SAW,
menjauhkan diri kamu dari berbuat kekacauan dalam perkara yang hanya
diketahui oleh Allah saja dan menjauhkan diri dari siksaan-Nya, serta
Allah akan mendekatkan kamu kepada rahmat dan keridhaan-Nya. Oleh karena
itu, ini adalah pintu yang mulia untuk menuju Allah SWT. Yang
mengkaruniakan sifat ini kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sebagai
balasan atas kasih sayangnya kepada semua orang.
Sifat ketujuh,
hendaklah seorang hamba itu menghindarkan dirinya dari perkara dosa,
baik secara lahir maupun secara batin, dan juga menjauhkan anggota
badannya dari melakukan perbuatan dosa. Dengan demikian, hatinya dan
juga seluruh anggota tubuhnya akan mendapatkan karunia Allah di dalam
dunia ini dan karunia yang disediakan untuknya di akhirat kelak. Kita
berharap semoga Allah memberikan sifat ini kepada kita dan membuang
segala hawa nafsu keduniaan dari hati kita.
Sifat kedelapan,
hendaklah seorang hamba itu tidak membebani seseorang, baik beban itu
berat maupun ringan. Sebaliknya , hendaklah ia membuang beban yang
ditanggung oleh seorang, baik itu meminta maupun tidak. Sebenarnya,
sifat ini adalah sutau kemuliaan yang diberikan Allah kepada hamba itu
dan sifat ini juga memberikan kekuatan kepadanya untuk menasehati orang
lain supaya melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.
Ini adalah suatu kemuliaan bagi seorang hamba Allah. Hamba yang berada
dalam peringkat ini akan memandang seluruh mahluk itu sama. Hati hamba
yang berada dalam peringkat ini akan dijadikan oleh Allah tidak
memerlukan apa-apa lagi. Hamba ini akan berpegang teguh dan menyerahkan
kepada Allah saja. Allah tidak akan menaikkan derajat seseorang di
sisi-Nya, jika ia masih terikat erat kepada kehendak hawa nafsunya.
Menurut pandangan orang yang berada dalam peringkat ini, semua mahluk
itu adalah sama dan mempunyai hak yang sama. Inilah pintu kemuliaan bagi
orang mu’min dan orang-orang yang saleh, dan inilah pintu yang sangat
dekat kepada keikhlasan.
Sifat kesembilan, hendaknya seorang hamba
itu tidak mengharapkan pertolongan manusia dan juga hatinya tidak
menginginkan mulia. Hamba ini tidak memerlukan apa-apa lagi. Inilah
kebaikan yang besar keyakinan dan kebergantungan yang erat kepada Allah.
Inilah salah satu di antara pintu-pintu tawakal kepada Allah yang
menghantarkan seseorang untuk takut kepada-Nya. Ini menunjukkan
kesempurnaan amal agamanya. Dan ini adalah tanda yang menunjukkan
hubungannya yang langsung dengan Allah SWT.
Sifat kesepuluh, ialah
merendahkan diri, yaitu tidak merasa bangga dan membesarkan diri. Dengan
sifat ini, kedudukan seseorang akan ditinggikan dan dimuliakan oleh
Allah, ia akan disempurnakan di sisi Allah dan juga di sisi manusia. Ia
diberi kekuasaan untuk mendapatkan kehendaknya dalam urusan keduniaan
dan keakhiratan. Sifat ini merupakan akar dan ranting bagi batang
kesempurnaan ketaatan kepada Allah dan ini juga merupakan penolong yang
menaikkan seorang hamba ke posisi orang-orang saleh yang ridha dengan
Allah di dalam kesusahan dan kesenangan. Dan inilah kesempurnaan wara’.
Di dalam merendahkan diri itu, seorang hamba hanya melihat kelebihan
orang lain dan ia berkata, “Barangkali, menurut pandangan Allah, orang
itu lebih baik dan lebih kedudukannya daripada aku”. Jika orang itu
adalah orang kecil, maka hamba itu berkata, “Orang ini tidak bersalah
kepada Allah, sedangkan aku bersalah kepada-Nya. Oleh karena itu, sudah
barang tentu ia lebih baik daripada aku”. Jika orang itu orang besar,
maka ia berkata, “Orang ini telah menghambakan dirinya kepada Allah,
sebelum aku berbuat demikian”. Jika hamba itu melihat seorang yang
‘alim, maka ia berkata, “Orang ini telah diberi apa yang tidak diberikan
kepadaku, ia telah mendapatkan apa yang tidak aku dapatkan, ia
mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan ia bertindak menurut ilmu
pengetahuan”. Jika orang itu orang jahil, maka hamba itu berkata, “Orang
ini ingkar kepada Allah, karena ia jahil, sedangkan aku ingkar
kepada-Nya, padahal aku berilmu. Aku tidak mengetahui bagaimana akhirnya
aku dan bagaimana akhirnya orang itu”. Jika ia melihat orang kafir,
maka ia berkata, “Aku tidak tahu, mungkin ia akan menjadi seorang muslim
dan pada akhir hayatnya ia berada dalam kebaikan, sedangkan aku mungkin
menjadi orang kafir dan berakhir di dalam kejahatan”.
Inilah pintu kasih sayang, pintu takut kepada Allah dan yang perlu kekal pada hamba-hamba Allah.
Oleh karena itu, apabila hamba Allah telah menjadi orang seperti
digambarkan di atas, maka Allah akan memeliharanya dari marabahaya,
derajatnya akan dinaikkan sebagai orang yang berdampingan dengan Allah
SWT dan ia akan menjadi orang pilihan-Nya. Ia akan menjadi teman Allah
dan musuh iblis. Di sinilah terdapat pintu rahmat. Di sinilah kebanggaan
dan kesombongan diri akan hancur lebur. Rasa ketinggian diri di dalam
hal keagamaan, keduniaan dan kerohanian akan hilang musnah. Inilah
intisari penghambaan dan penyembahan kepada Allah. Tidak ada yang lebih
baik daripada ini. Dengan tercapainya peringkat ini, maka lidahnya akan
berhenti membicarakan hal-hal ahli dunia dan hal-hal yang sia-sia. Tidak
ada kerjanya yang sempurna tanpa tangga ini. Rasa sombong, dengki dan
melampaui batas akan hilang dari hatinya dalam semua keadaan. Perkataan
dan tujuannya sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya. Pendeknya,
lahirnya sesuai dengan batinnya. Menurut pandangannya di dalam hal
nasehat-menasehati, manusia ini semua manusia ini sama. Di dalam
memberikan nasehatnya, ia tidak pernah membuat perumpamaan tentang
kejahatan dengan diri seseorang dan tentang tindakan baik dengan dirinya
sendiri atau ia membicarakan kejahatan orang lain, dan ia tidak suka
mendengar kejahatan orang lain dijadikan perumpamaan, karena hal itu
akan membahayakan hamba-hamba Allah, menyusahkan mereka dan membawa
kerusakan kepada sifatnya, kecuali mereka yang ditolong Allah dengan
rahmat-Nya untuk memelihara lidah dan hatinya agar selamat.
AJARAN 79
Ketika wali Allah ini (Syaikh Abdul Qadir Jailani) sakit yang membawa
kematiannya, putranya yang bernama Syaikh Abdul Wahhab berkata
kepadanya, “Berikanlah satu nasehat kepadaku sebelum ayah meninggal
dunia untuk kujadikan pegangan.” Ia berkata kepada putranya, “Takutlah
kamu kepada Allah dan janganlah kamu takut kepada selain Dia. Janganlah
kamu berharap kepada siapapun selain kepada Dia saja, dan mintalah
segala kebutuhanmu kepada-Nya. Janganlah kamu bergantung kepada siapaun
selain kepada Dia saja dan tumpukanlah kepercayaanmu kepada-Nya saja.
Bertauhidlah kepada-Nya. Semua orang setuju tentang hal ini”.
Lalu katanya lagi, “Apabila hati itu telah benar-benar bersatu dengan
Allah, maka tidak ada lagi yang dirasakan tinggal di dalamnya kecuali
Allah dan tidak ada yang datang kepadanya dari diri manusia”.
Sambungnya lagi, “Aku ini ibarat isi tanpa kulit”.
Selanjutnya ia berkata, “Orang lain datang berkunjung kepadaku. Berilah
mereka ruang untuk duduk dan hormatilah mereka. Di sini ada manfaat
yang besar. Janganlah kamu sesakkan tempat mereka itu”.
Terdengar juga ia berkata, “Selamatlah dan sejahteralah kamu berada di
dalam rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah melindungi aku dan kamu
serta melimpahkan rahmat-Nya kepada aku dan kamu. Aku memulai sesuatu
dengan nama Allah dengan tiada henti-hentinya”.
Sehari semalam,
ia terus berkata, “Celakalah kamu ! Aku tidak takut kepada siapapun,
sekalipun kepada malaikat maut. Wahai malaikat maut, bukanlah kamu yang
aku takuti, melainkan Dia Yang menolongku dan Yang memberi karunia
kepadaku”.
Kemudian, iapun diam. Ini terjadi pada malam hari
kembalinya Syaikh ke rahmatullah. Aku diberi tahu oleh putra-putranya,
Abdul Razaq dan Musa bahwa syaikh telah mengangkatkan tangannya lalu
meluruskannya dan terdengar perkataannya, “Selamatlah dan sejahteralah
kamu berada di dalam rahmat Allah. Bertobatlah dan masuklah ke dalam
barisan-Nya. Tidak lama lagi aku akan datang kepada-Mu”.
Syaikh berkata, “Tunggu !”. Kemudian, iapun kembali ke rahmatullah.
AJARAN 80
Antara diriku dengan dirimu dan mahluk, hanya ada Dia saja, seperti
antara langit dan bumi. Oleh karena itu, janganlah kamu samakan aku
dengan sesuatu dari mereka dan janganlah kamu menyamakan sesuatu dari
mereka dengan aku.
Kemudian, Abdul Aziz, putranya, bertanya
kepadanya tentang sakit dan keadaannya. Ia berkata, “Janganlah ada
seorangpun yang bertanya kepadaku. Aku sedang dibalik-balikkan di dalam
ma’rifat Allah”.
Juga diriwayatkan bahwa Abdul Aziz bertanya
kepada ayahnya tentang sakitnya. Berkenaan dengan hal ini, ayahnya
menjawab, “Sesungguhnya tidak ada seorangpun, baik manusia maupun jin
sekalipun malaikat, yang mengetahui penyakitku. Ilmu Allah tidak akan
hilang dengan perintah Allah. Perintah itu akan berganti-ganti,
sedangkan ilmu tidak akan pernah berganti. Perintah itu bisa dibatalkan,
sedangkan ilmu tidak bisa. Allah menghilangkan dan mendatangkan apa
yang dikehendaki-Nya, dan kepunyaan-Nya adalah Al Qur’an. “Dia tidak
ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya. Dan merekalah yang akan
ditanya.” (QS 21:23)
Sifat-sifat itu, sebagaimana telah dikatakan, terus bergerak.
Kemudian tibalah masanya ia menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Ketika itu ia berkata, “Aku berlindung kepada Allah dengan membaca:
Tidak ada yang disembah kecuali Allah. Dia Maha Agung lagi Maha Tinggi,
Yang Kekal Abadi selamanya, Yang tidak takut kepada kebinasaan. Segala
puji bagi Allah Yang Menegakkan kekuasaan-Nya dengan kekuatan-Nya dan
menguasai hamba-hamba-Nya dengan kematian. Tidak ada yang disembah
kecuali Allah dan Muhammad itu adalah Rasulullah.”
Aku
diberitahu oleh putranya yang bernama Musa bahwa ayahnya mengucapkan
kata-kata ‘Ta’azzuz’ sambil lidahnya tidak dapat berkata dengan baik.
Oleh karena itu, kata-katanya itu diucapkannya terus sampai ia bisa
berkata dengan baik. Kemudian ia mengucapkan, “Allah, Allah, Allah”.
Semakin lama suaranya semakin perlahan dan lidahnya melekat pada
langit-langit mulutnya. Setelah itu, jiwanya yang mulia itupun berpisah
dari badannya. Semoga Allah meridhainya. Semoga Allah mengkaruniakan
kasih sayang-Nya kepada kita sekalian dan seluruh kaum Muslimin dan
Muslimat. Dan semoga di akhir hayat nanti kita berada dalam keadaan
iman, tanpa kita dihinakan-Nya dan diletakkan-Nya di dalam ujian. Semoga
Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Amin,
amin, amin.
FUTUHUL GHOIB
AJARAN 76
Aku nasehatkan kepadamu supaya kamu bergaul dengan orang kaya dengan
sikap mulia dan bergaul dengan orang miskin dengan sikap sopan santun.
Hendaklah kamu bersikap sopan santun dan ikhlas. Keikhlasan itu membawa
kepada pandangan yang kekal terhadap Allah. Janganlah kamu menyalahkan
Allah di dalam masalah keduniaan. Rendahkanlah diri di hadapan-Nya.
Janganlah kamu merusak hak saudaramu.
Bergaullah dengan darwisy dengan sopan santun dan berakhlak baik serta
‘bunuh’-lah diri kamu, sehingga kamu hidup kembali di dalam alam
kerohanian. Orang-orang yang dekat kepada Allah itulah yang baik
kelakuannya. Yang penting ialah kamu harus menjauhkan diri dari
mempersekutukan sesuatu dengan Allah Yang Maha Esa. Teruslah bergaul
bersama manusia dengan berpegang kepada kebenaran dan kesabaran. Dan
cukuplah kamu bergaul dengan darwisy dan berkhidmat kepada para wali.
Darwisy ialah orang yang tidak mempedulikan apa-apa selain Allah. Kamu
menyerang orang yang lebih lemah daripada kamu menunjukkan bahwa kamu
adalah orang pengecut. Sedangkan kamu menyerang orang yang lebih kuat
daripada kamu itu menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang tidak tahu
malu. Dan adapun jika kamu menyerang orang yang kekuatannya sepadan
dengan kamu, maka itu menunjukkan bahwa kamu tidak berkelakuan baik.
Untuk mengikuti kehidupan orang darwisy dan sufi, diperlukan suatu
upaya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita.
Wahai wali
Allah, kamu selalu mengikuti Allah di dalam semua keadaan, karena
dengan itu kamu mendapatkan segala kebaikan, dan kamu juga terus
melaksanakan perintah Allah, karena dengan demikian kamu terhindar dari
perkara-perkara yang merusakkan diri kamu. Adalah juga termasuk tugas
kamu untuk senantiasa bersedia menghadapi takdir Allah, karena ketentuan
Allah itu pasti akan datang.
Ketahuilah, bahwa kamu akan
ditanya tentang gerak dan diam kamu. Oleh karena itu, hendaklah kamu
senantiasa berada dalam keadaan yang sesuai untuk sesuatu masa, dan
janganlah kamu melakukan apa yang tidak memberi faidah kepada kamu.
Patuhilah Allah, Rasul-Nya dan mereka yang memerintah sebagai ganti para
Nabi. Hendaklah kamu memberi kepada mereka, jangan hanya meminta kepada
mereka, dan doakanlah mereka. Ingatlah kepada saudara-saudaramu seagama
(Islam), berniat baiklah dan berbuat baiklah kepada mereka. Janganlah
memusuhi kaum muslimin dan muslimat, dan jangan pula hatimu dengki
kepada mereka.
Kamu perlu mendoakan mereka yang berbuat dholim
kepada kamu, dan takutlah kepada Allah. Adalah tugas kamu untuk hanya
memakan barang-barang yang halal saja. Bertanyalah kepada orang-orang
yang mengetahui ilmu Allah tentang apa yang tidak kamu ketahui.
Tanamkanlah rasa sopan santun terhadap Allah dan senantiasalah
berdampingan dengan-Nya. Dampingilah selain Allah sekedarnya saja, dan
itupun ditujukan untuk berdampingan dengan Allah.
Sedekahkanlah
uangmu setiap pagi. Lakukanlah shalat mayat pada malam hari untuk
orang-orang islam yang meninggal dunia pada hari itu. Setelah selesai
shalat Maghrib, lakukanlah shalat istikharah. Bacalah ayat di bawah ini
setiap pagi dan petang sebanyak tujuh kali : “Allaahumma anjirnaa
minannaar (Ya Allah, lindungilah kami dari api neraka)”. Bacalah selalu:
“A’uu dzubillaahissamii’ul ‘aliimi minasysyaythoonirojiim (Aku
berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari
setan yang terkutuk”
Kemudian senantiasalah membaca Takbir dan
akhirnya ditutup dengan ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr ayat 22
sampai 24, yang artinya “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang
Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja,
Yang Maha Suci. Yang Maha Sejahtera, Yang Mengkaruniakan keamanan, Yang
Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki
segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk Rupa.
Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Apa saja yang ada di langit
dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.” (QS 59:22-24)
Allah sajalah yang memberi kekuatan
dan pertolongan, karena tidak ada kekuatan dan kekuasaan melainkan
dengan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Mulia.
AJARAN 77
Berdampinganlah dengan Allah, seolah-olah tidak ada yang lain lagi
selain Dia. Berdampinganlah dengan mahluk, seakan-akan diri kamu itu
tidak ada. Apabila kamu berada di sisi Allah, tanpa mahluk, maka kamu
hanya mendapatkan Allah, sedangkan yang lain tidak ada. Apabila kamu
berada beserta mahluk, tanpa diri kamu sendiri, maka hendaklah kamu
menjadi orang yang adil dan menolong orang yang menuju jalan yang lurus
dan menuju keselamatan dari kesusahan kehidupan.
Tinggalkanlah
segala apa yang berada di luar pintu kamar tempatmu menyendiri, dan
masuklah ke dalamnya seorang diri. Apabila kamu berada seorang diri di
dalam kamar itu, maka kamu akan melihat temanmu di dalam batinmu, kamu
akan mengalami sesuatu yang bukan mahluk, dan diri kamu akan lenyap dan
sebagai gantinya datanglah perintah Allah dan kedekatan kepada-Nya. Di
dalam peringkat ini, kejahilanmu akan menjadi pengetahuanmu, kejauhanmu
akan menjadi kedekatanmu, diam kamu akan menjadi dzikir kepada Allah dan
keadaanmu yang heran itu akan membuktikan persahabatan dengan Allah.
Wahai saudaraku, pada peringkat ini tidak ada yang wujud kecuali Allah
saja dan yang dijadikan-Nya. Jadi, jika kamu memaki Al Khaliq, maka
katakanlah kepada yang lain, “Sesungguhnya mereka itu adalah musuhku,
sedangkan Tuhan sekalian alam adalah sahabatku.”
Barangsiapa telah mengalami peringkat ini, maka ia akan mengetahui.
Beliau ditanya, “Bagaimana orang yang telah dikuasai oleh pahit empedu akan bisa merasakan rasa manis ?”
Beliau menjawab, “Ia harus berusaha menjauhkan kehendak dan keinginan
hawa nafsunya. Wahai manusia, jika seorang mu’min membuat kebaikan, maka
diri kebinatangannya itu akan berganti menjadi hatinya (ia akan
menuruti perintah hatinya). Diri itupun mencapai kesadaran hati.
Kemudian, hatinya bertukar menjadi rahasia. Rahasia itu juga berganti
menjadi fana’. Keadaan fana’ itupun bertukar lalu menjadi suatu wujud
yang lain.” Kemudian diperintahkannya agar kawan-kawan itu pergi melalui
tiap-tiap pintu.
Wahai manusia, ketahuilah bahwa fana’ itu
ialah mengesampingkan semua mahluk dan menukar keadaanmu menjadi keadaan
malaikat, kemudian kembali kepada keadaan semula dan setelah itu
Tuhanmu akan memelihara kamu sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Jika kamu menginginkan peringkat ini, maka gunakanlah Islam dan kemudian
menyerahlah selalu kepada takdir Allah. Setelah itu, perolehlah ilmu
Allah. Kemudian, sadarkanlah diri kamu sepenuhnya akan Allah dan berada
dalam Allah. Jika kamu berada dalam wujud yang sedemikian itu, maka kamu
akan menjadi kepunyaan Allah sepenuhnya. Bersikap wara’ itu ibarat
kerja satu jam, bersikap sederhana di dalam segala hal itu ibarat kerja
dua jam, sedangkan ma’rifat Allah itu ibarat kerja yang terus menerus.
FUTUHUL GHOIB
AJARAN 72
Orang-orang yang beragama Islam yang pergi ke pasar dengan mematuhi
kehendak agama, melakukan perintah Allah seperti pergi melakukan shalat
Jum’at atau upacara-upacara keagamaan lainnya atau untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan mereka, terdiri atas pelbagai jenis.
Ada sebagian mereka yang apabila pergi ke pasar itu melihat barang-barang yang dijual di situ untuk mengisi perut
dan memuaskan seleranya, terpengaruh oleh barang-barang itu dan hati
mereka terikat dengannya, sehingga mereka masuk ke dalam suatu ujian.
Hal ini mungkin dapat menjatuhkan dirinya dan merobohkan agamanya, lalu
ia dipengaruhi oleh hawa nafsu kebinatangan, kecuali jika Allah
memelihara mereka dengan rahmat-Nya dan perlindungan-Nya serta memberi
mereka kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi tarikan hawa nafsu itu.
Hanya dengan pertolongan Allah sajalah mereka dapat selamat.
Ada pula sebagian mereka yang apabila telah menyadari bahwa mereka itu
hampir tergelincir masuk ke lembah kemurkaan Allah, mereka lekas kembali
masuk ke pangkuan agama dan mengontrol diri mereka agar tidak
terjerumus. Mereka ini ibarat pahlawan yang menegakkan agama dan
ditolong oleh Allah untuk mengontrol diri mereka agar tidak dijajah oleh
hawa nafsu yang rendah itu. Allah akan memberikan ganjaran kepada
mereka di akhirat kelak.
Nabi pernah bersabda, “Tujuhpuluh
perbuatan baik akan dicatatkan untuk orang mu’min, apabila ia membuang
kehendak hawa nafsunya ketika ia dikuasai oleh hawa nafsu itu atau
apabila ia dapat menguasainya.”
Beliau bersabda pula, “Dan
sebagian dari mereka ada yang mendapatkan kenikmatan ini, yang berupa
kekayaan harta benda dunia, dan menggunakannya dengan karunia dan
kehendak Allah, dan mereka bersyukur kepada Allah karena mendapatkan
karunia itu.”
Ada pula di antara mereka yang tidak melihat atau
tidak menyadari kenikmatan yang ada di pasar. Mereka buta terhadap
selain Allah. Mereka hanya mengetahui Allah saja. Mata mereka buta
terhadap yang lain dan telinga mereka pun tuli terhadap yang lain.
Mereka sibuk dengan Allah, sehingga mereka lupa kepada yang lain. Mereka
ini jauh dari dunia dan kesibukannya. Apabila kamu bertanya kepada
orang semacam ini di pasar tentang apa yang mereka lihat, maka orang ini
akan menjawab, “Kami tidak melihat apa-apa.” Memang mereka melihat
barang-barang di pasar dengan mata kepala mereka, tetapi mereka tidak
melihatnya dengan mata batin mereka. Mereka hanya melulu melihat, mereka
tidak melihatnya dengan keinginan hawa nafsu yang rendah. Pandangan itu
jatuh kepada rupa lahirnya saja dan bukan pada hakekatnya. Pandangan
itu adalah lahiriah dan bukan batiniah. Pada lahirnya, memang mereka
melihat barang-barang dan benda-benda itu di pasar, tetapi di dalam mata
hati mereka, apa yang mereka lihat hanyalah Allah. Kadang-kadang tampak
dengan sifat keagungan-Nya (Jalal) dan kadang-kadang pula tampak dengan
sifat kelemah-lembutan-Nya dan keindahan-Nya (Jamal).
Ada pula
di antara mereka yang apabila masuk ke pasar, hati mereka penuh dengan
Allah Yang Maha Agung lagi Maha Indah, mereka mengasihi orang-orang yang
ada di situ. Oleh karena perasaan kasih sayang mereka ini, maka
pandangan mereka tidak langsung tertumpu kepada barang-barang milik
orang-orang pasar dan barang-barang yang ada di hadapan mereka. Sejak
memasuki pasar sampai keluar lagi darinya, orang-orang ini tetap berada
di dalam shalat atau hubungan dengan Allah, mereka memohon perlindungan
Allah dan mendoakan penghuni pasar dengan rasa kasih sayang. Hati mereka
memohon kepada Allah supaya penghuni pasar itu diberi kebajikan dan
dijauhkan dari kedurjanaan. Mereka tiada henti-hentinya memuji Allah
atas karunia dan nikmat yang dilimpahkan kepada mereka. Orang-orang
semacam ini dijuluki pengawal kerohanian untuk suatu pasar, bandar dan
hamba-hamba Allah. Bisa juga kamu menjuluki mereka sebagai orang-orang
yang memiliki ilmu ma’rifat, para Abdal, orang-orang wara’, orang-orang
yang mengetahui perkara nyata dan perkara ghaib, orang-orang yang
dicintai Allah, tujuan terakhir dari Allah, khalifah Allah di atas muka
bumi, duta Allah, orang-orang yang menjalankan kebaikan dan kenyataan
yang manis, orang-orang yang mendapatkan bimbingan ke jalan yang lurus
dan benar, dan pembimbing rohani. Inilah kekasih Allah. Semoga Allah
melimpahkan rahmat dan hikmat-Nya kepada orang-orang semacam ini dan
siapa saja yang menghadapkan wajahnya kepada Allah serta kepada mereka
yang mencapai puncak ketinggian kerohanian.
AJARAN 73
Kadang Allah memberitahu para wali-Nya, tentang kesalahan-kesalahan dan
kepalsuan orang, dan pernyataan-pernyataan palsunya tentang tindakan,
kata, fikiran dan tujuannya. Para waliullah dibuat amat cemburu akan
Tuhannya, Nabi-Nya dan agama-Nya. Kemarahan batiniah dan kemarahan
lahiriah terpacu oleh fikirannya. Bagaimana bisa senang, bila mempunyai
penyakit dalam dan luar. Bagaimana bisa beriman akan keEsaan Tuhan, bila
berkencederungan kesyirikan manusia dari-Nya dan bila masih berpihak
kepada musuh, si setan yang terkutuk, dan si munafik yang kelak
dicampakkan ke dasar neraka dan tinggal untuk selamanya? Menyebut
kesalahan-kesalahan seperti itu, tindakan-tindakan kejinya dan
pengakuannya sebagai shiddiq, keberasingannya dengan mereka yang telah
meluruhkan diri ke dalam takdir, terluncur dari lidah sang wali.
Kadang dikeranakan kecemburuan akan keagungan Tuhan Yang Maha kuasa
lagi Maha agung. Kadang kerana menolak orang palsu seperti itu, dan
sebagai teguran baginya; kadang kerana Kemaha kuasaan kehendak dan
kemurkaannya terhadap orang palsu yang mendustakan para wali. Para wali
mengutuk pengumpatan terhadap orang semacam itu, dan "bolehkah para wali
mengumpat seseorang? Bisakah mereka memerhatikan seseorang, tak hadir
atau hadir, dan hal-hal yang asing bagi orang-orang yang berkedudukan?"
Pengutukan semacam itu, dari mereka, tak melebihi firman Allah:
"Dosa keduanya lebih besar daripada manfaat keduanya" (QS. 2:219)
Wajib baginya berdiam diri dalam keadaan-keadaan semacam itu, tunduk
dan berupaya mendapatkan keabsahan-Nya, tak berkeberatan terhadap
kehendak-Nya dan wali-Nya yang mencerca pernyataan-pernyataan si palsu.
Jika ia bersikap demikian, maka ia mampu mencabut akar-akar kekejian
dari dirinya dan dipandang sebagai kembalinya dari kejahilian dan
kebiadabannya. Hal itu bagai serangan atas nama sang wali, dan juga
menguntungkan si pongah yang berada di tepi jurang kehancuran, kerana
kepongahan dan ketakpatuhannya. Dan Allah menunjuki yang dikehendaki-Nya
kepada jalan kebenaran.
AJARAN 74
Masalah pertama
yang patut diperhatikan oleh orang yang berakal ialah keadaan dan
suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau
memperhatikan seluruh mahluk dan ciptaan. Dari semua itu, dapatlah
diketahui di mana sumber semua itu dan siapa yang mencipta semua itu.
Sebab, mahluk itu adalah tanda Al Khaliq (yang mencipta), tanda yang
menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahwa yang
menciptakan itu tentu Maha Bijaksana. Adanya mahluk menunjukkan adanya
Al Khaliq, karena semua mahluk itu ada lantaran Dia menciptakannya.
Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dalam ulasannya tentang
firman Allah, “Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan di
bumi.”
Diriwayatkan bahwa ulasan ayat tersebut ialah sebagai berikut :
Dalam setiap sesuatu itu ada satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan
dalam setiap nama itu terdapat satu tanda untuk salah satu diantara
nama-nama-Nya. Dengan demikian, kamu pasti berada dalam salah satu di
antara nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya. Batin-Nya
melalui kuasa-Nya dan zhahir-Nya melalui kebijaksanaan-Nya. Dia tampak
di dalam sifat-sifat-Nya dan terpelihara diri-Nya. Diri-Nya terpelihara
di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam
perbuatan-perbuatan-Nya. Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan
Dia menyatakan iradat-Nya di dalam gerak-Nya. Dia menyembunyikan
kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan
kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia bersembunyi di dalam
ghaib-Nya dan tampak di dalam kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya. Firman
Allah, “… tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 42:11)
Sesungguhnya
banyak rahasia-rahasia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak
diketahui oleh orang-orang yang hatinya tidak mempunyai sinar
kerohanian. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu itu karena doa Nabi Muhammad SAW
untuknya. Nabi mendoakannya, “Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang
agama dan ajarlah ia pengertian tentang Al Qur’an.”
Semoga
Allah melimpahkan karunia seperti ini kepada kita semua dan memasukkan
kita ke dalam golongan orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah di hari
pembangkitan kelak.
AJARAN 75
Aku memberi nasehat
kepada kamu agar kamu takut dan patuh kepada Allah. Turutilah
hukum-hukum Allah dan bersihkanlah hatimu. Kontrollah dirimu, relalah
dengan Tuhanmu, tolonglah orang miskin dan orang yang sedang dalam
kesusahan, jagalah kesucian orang-orang kerohanian, berbuat baiklah
kepada seluruh anggota masyarakat, nasehatilah para kaula muda,
hindarilah permusuhan dengan rekan dan teman, janganlah suka menimbun
harta benda, hindarkanlah dirimu dari berkawan dengan orang-orang yang
bukan golongan yang menuju jalan kerohanian dan dari menolong mereka di
dalam perkara dunia dan agama. Menurut agama, hakekat kemiskinan itu
ialah kamu tidak lagi memerlukan apa-apa dari orang lain yang seperti
kamu juga, sedangkan kekayaan ialah kamu berada melampaui garis
keperluan mahluk seperti kamu juga. Tasauf bisa didapati bukan melalui
permbicaraan atau percakapan, melainkan melalui lapar dahaga dan
menjauhkan diri dari apa yang kamu sukai. Janganlah kamu menonjolkan
kepandaianmu di hadapan darwisy, tapi hendaklah kamu bersikap lemah
lembut. Karena, jika kamu menonjolkan kepandaianmu, maka dia tidak akan
merasa senang. Dia akan senang jika kamu bersikap lemah lembut.
Tasauf itu berdasarkan delapan sifat (kualitas) :
1. Bermurah hati seperti Nabi Ibrahim
2. Menyerah dengan suka rela seperti Nabi Ishak
3. Bersabar seperti Nabi Ya’qub
4. Shalat seperti Nabi Zakaria
5. Miskin seperti Nabi Yahya
6. Memakai pakaian bulu seperti Nabi Musa
7. Mengembara seperti Nabi Isa
8. Beragama seperti Nabi Muhammad SAW
FUTUHUL GHOIB
AJARAN 69
Janganlah meminta kepada Allah SWT selain ampunan atas segala dosa yang
telah lalu, perlindungan dari segala dosa yang sekarang dan dosa yang
akan datang, kekuatan untuk ta’at kepada Allah, kekuatan untuk dapat
melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, dapat rela dengan
senang terhadap kesusahan dan ketentuan takdir-Nya, dapat sabar di dalam
menghadapi malapetaka, dapat mensyukuri
karunia-Nya, dapat mati di dalam keadaan iman dan baik serta dapat
bersatu dengan golongan para Nabi, orang-orang besar, para syuhada dan
orang-orang yang diridhai, karena inilah sebaik-baiknya rekan dan teman.
Janganlah kamu meminta kepada Allah perkara-perkara seperti dihindarkan
dari kemiskinan dan kesusahan serta diberi kekayaan dan kesenangan.
Tetapi, hendaklah kamu meminta rasa senang dengan apa yang telah
ditentukan-Nya dan meminta perlindungan yang kekal untuk berada di dalam
suasana dan keadaan yang telah ditentukan-Nya untukmu sampai kamu
dipindahkan ke lain suasana dan keadaan atau ke lain keadaan yang
berlawanan. Sebab, kamu tidak mengetahui letak kebaikan. Di dalam
kayakah atau miskinkah ? Di dalam kesusahankah atau di dalam
kesenangankah ? Allah merahasiakan pengetahuan tentang itu kepada kamu.
Dia saja yang mengetahui baik buruknya sesuatu perkara.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab berkata, “Keadaan yang aku lihat di
pagi hari, tidak menjadi permasalahan bagiku, baik ia membawa apa yang
aku sukai maupun tidak aku sukai, karena aku tidak tahu di mana letak
kebaikan itu.”
Ia mengatakan itu, karena ia ridha dengan apa
saja yang diperbuat Allah dan berpuas hati dengan ketentuan dan pilihan
Allah untuknya. Allah berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang,
padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula)
kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui,
sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216). Allah mengetahui mana yang
baik dan mana yang tidak baik, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
Tetaplah tinggal dalam keadaan ini sampai keinginan hawa nafsumu musnah
dan dirimu hancur, hina, dapat dikuasai dan ditaklukkan. Setelah itu,
tujuan, keinginanmu dan semua yang wujud akan keluar dari dalam hatimu
dan tidak ada yang tinggal lagi di dalamnya, kecuali Allah saja. Ketika
itu, hatimu akan dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah, dan niatmu
untuk mencapai-Nya akan menjadi ikhlas. Setelah itu, dengan
perintah-Nya, maka tujuan dan kehendakmu akan dikembalikan lagi kepadamu
untuk menikmati dunia ini dan akhirat. Kemudian, semua ini akan kamu
pinta dari Allah, dan kamu akan mencarinya di dalam kepatuhan kepada
Allah dan bersesuaian dengan Allah SWT. Jika Dia memberikan karunia
kepadamu, maka kamu bersyukur dan jika Dia menarik kembali karunia itu,
maka kamu pun tidak berkecil hati dan tidak pula menyalahkan Allah. Jiwa
dan pikiranmu akan tenang dan damai, karena kamu mencarinya bukan
dengan keinginan dan hawa nafsumu, lantaran hati kamu telah kosong dari
keinginan dan hawa nafsumu itu, dan kamu tidak melayani hasratmu
terhadap perkara-perkara ini, tetapi kamu semata-mata hanya mengikuti
perintah Allah saja melalui doamu kepada-Nya. Semoga ketentraman dan
kedamaian dilimpahkan kepadamu.
AJARAN 70
Mengapa kamu
merasa sombong dengan perbuatanmu sendiri, bangga dengan dirimu sendiri
dan mengharapkan ganjaran sambil mengatakan bahwa semua ini adalah
karena kekuatan yang dikaruniakan Allah kepadamu, pertolongan-Nya dan
idzin-Nya ?
Jika kamu bisa mengelakkan dosa dan noda, maka hal
itu adalah karena pertolongan dan perlindungan Allah. Mengapa pula kamu
tidak bersyukur kepada Allah atas pertolongan dan perlindungan-Nya ? Dan
mengapa pula kamu tidak menyadari bahwa kebiasaanmu menghindarkan dosa
itu adalah karena karunia dan rahmat Allah ? Mengapa kamu bangga dengan
sesuatu yang bukan kepunyaanmu sendiri ?
Apabila kamu tidak
mampu membunuh musuhmu tanpa pertolongan orang yang lebih gagah daripada
kamu yang dapat membunuh musuhmu itu, yang kamu hanya menyelesaikan
pembunuhan itu saja dan yang jika tanpa pertolongan orang yang gagah itu
kamu pasti kalah, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu
itu ?
Apabila kamu tidak dapat membelanjakan uangmu sendiri,
kecuali jika ada seseorang yang pemurah, yang benar dan bisa diharapkan
dapat menjaminmu dengan mengatakan bahwa seluruh uang yang kamu
belanjakan itu akan digantinya, kamu baru berani membelanjakan uangmu
itu, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Cara yang baik bagimu ialah bersyukur dan memuji penolongmu itu, yaitu
Allah SWT. Pujilah selalu Allah. Segala kejayaanmu itu adalah dari Allah
jua. Janganlah kamu mengatakan bahwa kejayaan itu dari dirimu sendiri,
kecuali perkara dosa dan maksiat. Perkara dosa dan maksiat ini hendaklah
kamu katakan datang dari dirimu sendiri. Diri itulah yang patut kamu
salahkan, karena di situlah terletak kesalahan dan kejahatan. Allah-lah
yang menciptakan perbuatan dan tingkah lakumu itu, sedangkan kamu hanya
tinggal menjalankan saja. Itulah sebabnya, ada orang-orang yang bijak di
dalam ilmu ketuhanan berkata, “Perbuatan itu akan datang dan kamu tidak
akan dapat lari darinya.”
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang
hal ini, “Perbuatlah perbuatan yang baik, dekatilah Allah dan
perbaikilah dirimu. Sebab, setiap orang itu dimudahkan untuk mendapatkan
apa yang telah diciptakan untuknya.”
AJARAN 71
Kamu termasuk dalam salah satu dari dua perkara ini, pencari atau yang dicari.
Jika kamu menjadi murid, maka kamu adalah pencari. Tetapi, jika kamu seorang guru, maka kamu adalah orang yang dicari.
Jika kamu menjadi pencari, yaitu murid, maka kamu akan menanggung beban
yang berat dan memayahkan. Kamu akan terpaksa bekerja keras untuk
mencapai tujuan yang kamu idamkan itu. Tidak pantas kamu lari dari
kesusahan yang menimpa dirimu, yang berupa kesusahan hidup, harta benda,
keluarga dan sanak saudaramu. Pada akhirnya, beban yang kamu tanggung
itupun akan diringankan juga dan diambil dari kamu serta kesusahan itu
akan dibuang dari kamu. Kemudian, kamu akan diberi keselamatan dan
kesentosaan serta akan dilepaskan dari dosa dan maksiat dan dari
kebergantungan kepada mahluk. Kamu akan masuk ke dalam golongan
hamba-hamba Allah yang dikasihi dan dipelihara-Nya.
Sedangkan
jika kamu menjadi seorang yang dicari, yaitu guru, maka janganlah kamu
menyalahkan Allah manakala Allah menimpakan kesusahan kepadamu, dan
jangan pula kamu meragukan kedudukanmu di sisi Allah, karena Allah
hendak mengujimu supaya kedudukanmu ditinggikan di sisi-Nya. Allah
hendak menaikkan kedudukanmu ke tingkat yang mulia dan tingkat Abdal.
Apakah kamu ingin kedudukanmu direndahkan dari tingkat yang mulia dan
tingkat Abdal ? Ataukah kamu ingin memakai pakaian yang lain selain
pakaian mereka ?
Sekalipun kamu rela dengan kedudukanmu yang
rendah itu, tetapi Allah tidak rela. Allah berfirman, “Apabila kamu
mentalak istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para
wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah
terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang
dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada
Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:232)
Allah hendak meninggikan, memuliakan dan membaikkan kamu, tetapi mengapa kamu tidak mau menerimanya ?
Mungkin kamu bertanya, mengapa hamba yang sempurna itu diuji, padahal
menurut sepengetahuan kamu bahwa ujian itu ialah untuk orang yang
mencintai Allah, yaitu orang yang dikasihi oleh Allah dan dicintai-Nya ?
Jawaban kami: Dahulu, kami telah mengatakan aturannya dan kemudian
kemungkinan perkecualiannya. Nabi besar Muhammad SAW adalah orang yang
paling dicintai Allah, tetapi beliaupun mendapat ujian yang paling
berat. Beliau pernah bersabda, “Aku adalah orang yang paling takut
kepada Allah, sehingga tidak ada orang yang lebih takut kepada Allah
daripada aku. Aku mendapatkan penderitaan yang paling hebat, sehingga
tidak ada orang yang penderitaannya sama dengan penderitaanku. Pernah
selama tigapuluh hari tigapuluh malam aku tidak mendapatkan makanan
walau hanya sebesar yang dapat disembunyikan di bawah ketiak bilal.”
Sabda Nabi lagi, “Sesungguhnya kami dari golongan para Nabi adalah
orang-orang yang paling berat diuji, kemudian orang-orang yang berada di
bawah peringkat kami, kemudian orang-orang yang berada di bawah itu,
dan begitulah seterusnya.”
Sabdanya lagi, “Akulah orang yang paling baik di sisi Allah dan paling takut kepada-Nya daripada kamu sekalian.”
Bagaimana bisa terjadi orang yang dicintai Allah itu diuji dan
ditakutkan, padahal ia adalah hamba yang dicintai dan sempurna ?
Sebenarnya ujian itu bertujuan meninggikan derajat mereka di akhirat
kelak, karena derajat kehidupan akhirat itu tidak akan ditinggikan
kecuali melalui amal saleh di dalam kehidupan dunia ini.
Dunia
ini adalah ladang akhirat. Amal saleh para Nabi dan wali, setelah
melakukan perintah dan meninggalkan larangan, adalah terdiri atas
kesabaran, rela dengan suka hati dan menyesuaikan diri dengan ujian.
Setelah itu, ujian itu akan dihindarkan dari mereka, dan mereka akan
mendapatkan karunia, keridhaan dan kasih sayang Allah sampai mereka
menemui Allah SWT.
AJARAN 67
Apabila kamu telah dapat membunuh dan mematikan dirimu, maka Allah akan
menghidupkannya kembali, ia akan melawan lagi dan minta dipuaskan hawa
nafsunya serta menikmati perkara-perkara yang haram dan yang
diperbolehkan. Oleh karena itu, kamu masih perlu berjuang lagi dan
mengawasi diri kamu itu. Dengan demikian, balasan akan dituliskan
untukmu dalam setiap kali kamu berjuang.
Inilah yang disabdakan oleh Nabi SAW, “Kita baru saja kembali dari
jihad yang kecil (perang melawan orang-orang kafir) dan masuk kepada
jihad yang besar (melawan hawa nafsu).”
Jihad besar ini ialah
berjuang melawan hawa nafsu diri sendiri yang tiada putus-putusnya,
berjuang melawan kehendak dan keinginan untuk melakukan dosa dan
maksiat. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah di dalam firman-Nya, “… dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal)” (QS
15:99)
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya menyembah
Dia saja. Ini memerlukan perlawanan terhadap ego atau diri beserta
kehendak dan kemauannya yang selalu bertentangan dengan kehendak Allah.
Demikianlah, perjuangan itu selalu ada sampai datang ajal.
Jika
ada pertanyaan, “Bagaimana Nabi bisa kurang berkhidmat kepada Allah,
sedangkan ia tidak mempunyai keinginan dan melulu hawa nafsu badaniah ?
dan Allah berfirman, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu
yang diwahyukan (kepadanya).” (QS 53:3-4)”
Jawabannya ialah
bahwa Allah menyatakan ini kepada Rasul-Nya dimaksudkan untuk mengiyakan
atau menekankan perkara ini, agar menjadi ikutan bagi seluruh umatnya
di sepanjang masa. Allah Yang Maha Agung memberikan kekuasaan kepada
Rasul-Nya untuk mengontrol dirinya dan tidak bersusah payah lagi beliau
melawan diri atau egonya sendiri, dan ini membedakan beliau dari para
pengikutnya. Apabila si mu’min terus berjuang melawan dirinya sampai
akhir hayatnya, maka Allah akan memberinya surga, sebagaimana firman-Nya
ini, “Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS 79:41)
Apabila Allah telah memasukkan dia ke dalam surga itu, maka jadilah
surga itu sebagai tempat beristirahatnya yang kekal dan abadi. Ia tidak
akan dipindahkan ke tempat lain atau ke dunia lagi. Dari masa ke masa,
semakin bertambah banyak dan baiklah karunia Allah yang diterimanya, ini
juga kekal dan tidak ada putus-putusnya, sebagaimana ia berjuang
melawan hawa nafsunya di dunia ini dengan tiada henti-hentinya.
Tetapi, orang-orang yang kafir dan munafik serta orang-orang yang
berbuat dosa dan maksiat, bila mereka berhenti melawan diri mereka
sendiri dan keinginan mereka terhadap dunia ini, mereka mengikuti iblis
dan setan, bercampur baur dengan berbagaik ekufuran dan syirik, dan
bergelimang disa dan noda sampai nyawa mereka bercerai dengan badan
mereka, tanpa masuk Islam dan bertobat, maka Allah akan memasukkan
mereka ke dalam neraka yang penuh dengan azab dan siksa, sebagaimana
firman Allah, “Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, peliharalah dirimu
dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan
bagi orang-orang kafir.” (QS 2:24)
Allah menjadikan neraka
sebagai tempat tinggal mereka. Di situ, kulit, tulang dan daging mereka
akan dibakar hangus oleh api neraka. Kemudian, kulit, tulang dan daging
mereka itu akan diganti dengan yang baru, yang akan dibakar lagi.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada
ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap
kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang
lainnya, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS 4:56)
Allah berbuat demikian itu
lantaran mereka telah bersatu dengan diri mereka sendiri dan dengan
keinginan mereka terhadap dunia di dalam perkara berbuat dosa. Oleh
karena itu, kulit dan daging mereka terus-menerus hangus terbakar,
kemudian diganti dengan yang baru, setelah itu dibakar lagi dan diganti
lagi dengan yang baru. Demikianlah, dengan tidak ada putus-putusnya.
Mereka senantiasa berada dalam azab dan siksa yang pedih.
Sebaliknya, para penghuni surga senantiasa menikmati karunia Allah yang
baru, terus berganti baru dan bertambah-tambah dengan tidak ada
putus-putusnya. Dengan demikian, merekapun selalu bertambah syukur atas
karunia Allah itu. Inilah balasan yang mereka dapati dari hasil
perjuangannya yang tiada henti-hentinya di dunia dahulu, ketika mereka
melawan kehendak dan keinginan hawa nafsu angkara murka mereka agar
bersesuaian dengan kehendak Allah. Inilah apa yang disabdakan oleh Nabi
besar Muhammad SAW yang maksudnya kurang lebih, “Dunia ini ialah ladang
akhirat.”
AJARAN 68
Apabila Allah memperkenankan
permohonan dan doa seorang hamba, maka ini tidak berarti bahwa simpanan
Allah itu akan berkurang, karena Allah itu Maha Kaya; dan juga tidak
semestinya Allah merasa terpaksa menerima permohonan hamba itu,
seakan-akan Dia takluk kepada permohonan hamba itu. Sebenarnya,
permohonan atau doa hamba itu sesuai dengan kehendak Allah dan juga
sesuai dengan masanya. Sebenarnya, penerimaan doa itu telah tertulis
dalam azalinya, dan hanya tinggal menunggu masa dikabulkan doa itu oleh
Allah. Inilah apa yang dikatakan oleh orang-orang ‘arif di dalam
menerangkan kalam Allah, “Setiap saat Dia dalam keadaan baru.”
Ini berarti bahwa Allah menerima permohonan hamba itu pada masa yang
telah ditentukan-Nya. Allah telah menentukan masa dikabulkannya doa itu.
Allah tidak akan memberi sesuatu kepada seseorang dalam dunia ini,
kecuali dengan doa yang datang dari diri hamba itu sendiri. Begitu juga
Allah tidak akan menolak sesuatu dari hamba itu, kecuali dengan doanya.
Ada sabda Nabi yang menyatakan bahwa ketentuan takdir Illahi itu tidak
akan terelakkan, kecuali dengan doa yang ditakdirkan Allah dapat menolak
ketentuan takdir itu. Begitu juga, tidak ada orang yang akan masuk ke
dalam surga hanya melalui perbuatan baiknya saja, melainkan dengan
rahmat Allah juga. Walaupun demikian, hamba-hamba Allah itu akan diberi
derajat di surga sesuai dengan amal perbuatannya.
Diriwayatkan
bahwa Aisyah pernah bertanya kepada Nabi, “Dapatkah seseorang itu
memasuki surga hanya dengan melalui perbuatan baiknya saja ?” Nabi
menjawab, “Tidak, kecuali dengan rahmat Allah.” Aisyah bertanya lagi,
“Sekalipun engkau sendiri ?” Beliau menjawab, “Ya, sekalipun aku,
kecuali jika Allah meliputi aku dengan rahmat-Nya.” Setelah bersabda
demikian, beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya.
Beliau
berbuat demikian untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun yang
berhak untuk melanggar ketentuan takdir Illahi, dan Allah itu tidak
harus memperkenankan doa-doa hamba-hamba-Nya. Dia berbuat apa yang di
kehendakinya. Dia mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia
menghukum siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia memiliki kekuasaan yang
mutlak. Segala ketentuan kembali kepada-Nya. Allah tidak boleh ditanya
tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi hamba itulah yang ditanya. Allah
memberikan karunia-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya dan tidak
memberikannya kepada orang yang tidak dikehendaki-Nya juga. Segala apa
yang berada di langit dan di bumi serta di antara keduanya adalah
kepunyaan Allah belaka dan berada dalam kontrol-Nya. Tidak ada tuan-tuan
yang memiliki semua itu, melainkan Allah saja. Dan tidak ada pencipta,
melainkan Dia juga. Firman Allah, “Hai manusia, ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu. Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat
memberikan rizki kepada kamu dari langit dan bumi ? Tidak ada Tuhan
selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?” (QS
35:3). Firman-Nya lagi, “Atau siapakah yang memimpin kamu dalam
kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan
angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya ? Apakah di
samping Allah ada Tuhan (yang lain) ? Maha Tinggi Allah terhadap apa
yang mereka persekutukan (dengan-Nya).” (QS 27:63). Firman-Nya lagi,
“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia
(yang patut disembah)?” (QS 19:65). Selanjutnya Allah berfirman,
“Kerajaan yang haq pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha
Pemurah. Dan adalah (hari itu), satu hari yang penuh kesukaran bagi
orang-orang kafir.” (QS 25:26)
AJARAN 65
Mengapa kamu marah kepada Allah lantaran doamu lambat diterima-Nya ?
Kamu mengatakan bahwa kamu telah dilarang meminta kepada orang dan
disuruh meminta kepada Allah saja. Kamu memohon kepada-Nya, tetapi Dia
tidak memperkenankan permohonanmu.
Inilah jawabanku untukmu,
“Apakah kamu seorang yang merdeka atau seorang budak ? Jika kamu
mengatakan bahwa kamu itu seorang yang merdeka, maka itu
menandakan bahwa kamu adalah seorang kafir. Tetapi, jika kamu
mengatakan bahwa kamu adalah budak, maka aku akan bertanya padamu,
‘Apakah kamu akan menyalahkan tuanmu sendiri lantaran ia terlambat
memenuhi permintaanmu, ragu tentang kebijaksanaan dan rahmatnya kepadamu
dan kepada seluruh mahluk dan ragu tentang ilmunya yang mengetahui
segala perkara ?
Atau, apakah kamu tidak menyalahkan Allah ?
Jika kamu tidak menyalahkan-Nya dan mengakui kebijaksanaan-Nya di dalam
melambatkan penerimaan doamu itu, maka wajiblah kamu bersyukur
kepada-Nya, karena Dia telah membuat peraturan yang sebaik-baiknya
untukmu, memberikan faidah kepadamu dan menjauhkanmu dari mudharat. Jika
kamu menyalahkan Tuhan dalam hal ini, maka kamu adalah seorang yang
kafir. Sebab, dengan menyalahkan-Nya itu berarti kamu menganggap Tuhan
tidak adil, padahal Dia Maha Adil dan sekali-kali tidak dholim terhadap
hamba-hamba-Nya. Mustahil jika Dia itu tidak adil. Maha Suci Dia dari
sifat-sifat yang tercela. Ketahuilah, bahwa Dia itu adalah Tuhanmu yang
memiliki segalanya. Dia mengawasi segalanya. Dia melakukan apa saja yang
dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, istilah tidak adil dan dholim tidak
berlaku bagi Allah. Orang yang dholim itu adalah orang yang mengganggu
kepunyaan orang lain tanpa seijinnya. Mungkin kamu sendiri yang dholim,
bukan Allah yang dholim.
Maka, janganlah kamu menyalahkan-Nya
dalam perbuatan-Nya yang tampak melalui kamu, walaupun itu tidak kamu
sukai dan tidak sesuai dengan kehendakmu, dan meskipun pada lahirnya
membahayakan kamu. Kamu wajib bersyukur, bersabar dan ridha dengan
Allah. Janganlah kamu merasa kesal dan menyalahkan Dia, karena mungkin
hal itu akan memalingkan kamu dari jalan Allah. Kamu wajib selalu
melakukan shalat dengan ikhlas, berbaik sangka terhadap Allah, percaya
kepada janji-janji-Nya, men-tauhid-kan-Nya, menjauhi larangan-Nya,
melaksanakan perintah-Nya dan bersikap seperti orang mati ketika Dia
memanifestasikan takdir dan perbuatan-Nya terhadapmu.
Jika
hendak menyalahkan juga dan terpaksa berbuat demikian, maka salahkanlah
dirimu sendiri yang berisikan iblis dan ingkar kepada Allah Yang Maha
Kuasa. Lebih baik kamu mengatakan bahwa diri kamu yang dholim dan bukan
Allah yang dholim. Oleh karena itu, berhati-hatilah. Janganlah kamu
benar-benar menuruti dirimu sendiri dan ridha dengan perbuatan dan
perkataannya dalam semua keadaan, karena ia adalah musuh Allah dan musuh
kamu. Ia adalah sahabat musuh Allah dan musuh kamu, yaitu setan yang
dilaknat.
Takutlah kamu kepada Allah. Berwaspadalah dan
berhati-hatilah. Larilah dari musuhmu ! Salahkanlah dirimu sendiri.
Katakanlah bahwa dirimulah yang dholim itu. Dan katakanlah kepadanya
ayat Allah ini, “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan
beriman ?” (QS 4:147) dan ayat ini, “(Akan dikatakan kepadanya), “Yang
demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua
tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah
penganiaya hamba-hamba-Nya.”” (QS 22:10) dan ayat ini lagi,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dholim kepada manusia sedikitpun, akan
tetapi manusia itulah yang berbuat dholim kepada diri mereka sendiri.”
(QS 10:44).
Bacakanlah kepada dirimu ayat-ayat ini dan
ayat-ayat lainnya yang berkenaan dengan hal ini, dan juga hadits Nabi
SAW. Perangilah dirimu sendiri karena Allah. Lawanlah dan bunuhlah
dirimu itu. Jadilah tentara Allah dan panglima perang-Nya. Karena diri
itu adalah musuh Allah yang paling besar di antara musuh-musuh-Nya.
Allah berfirman kepada Daud yang kurang lebih maksudnya ialah, “Hai
Daud, buanglah hawa nafsumu, karena tidak ada yang melawan-Ku dalam
kepunyaan-Ku, melainkan hawa nafsu manusia.”
AJARAN 66
Janganlah berkata, “Aku tidak meminta apa-apa kepada Allah. Sebab, jika
perkara yang aku minta itu telah ditentukan untukku, maka ia pasti
datang kepadaku, baik aku memintanya maupun tidak. Jika perkara itu
tidak ditetapkan untukku, maka perkara itu tidak akan aku dapatkan,
sekalipun aku meminta kepada-Nya.”
Jangan ! Jangan berkata
demikian. Hendaklah kamu berdoa dan memohon kepada Allah apa saja yang
kamu kehendaki dan kamu perlukan, berupa perkara-perkara yang baik di
dunia ini dan di akhirat kelak. Tetapi, janganlah kamu meminta perkara
yang haram dan membahayakan kamu. Hal ini karena Allah telah menyuruh
kita untuk memohon kepada-Nya.
Allah berfirman, “Berdoalah
kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan doamu.” (QS 40:60). Dan
firman-Nya, “… dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya …”
(QS 4:32).
Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda, “Mohonlah kepada
Allah dengan sepenuh keyakinanmu bahwa permohonanmu itu akan diterima
oleh Allah.” Beliau juga bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan
menengadahkan telapak tanganmu.” Masih banyak lagi sabda-sabda beliau
yang senada dengan itu.
Janganlah kamu berkata, “Sesungguhnya
aku telah memohon kepada Allah, namun Dia tidak memperkenankan
permohonanku. Maka, sekarang aku tidak mau lagi memohon kepada-Nya.”
Janganlah berkata demikian. Teruslah berdoa kepada Allah. Jika suatu
perkara itu telah ditetapkan untukmu, maka perkara itu akan kamu terima
setelah kamu meminta kepada-Nya. Ini akan memperkokoh keimananmu dan
keyakinanmu kepada Allah serta kesadaranmu akan keesaan-Nya. Ini juga
akan melatih kamu untuk senantiasa memohon kepada Allah dan bukannya
kepada selain Dia di dalam setiap waktu dan keadaan, serta memperkuat
kepercayaanmu bahwa permohonanmu itu akan dikabulkan oleh Allah Yang
Maha Pemurah.
Jika suatu perkara itu tidak diperuntukkan
kepadamu, maka Allah akan memberikan perasaan cukup (Self-sufficiency)
kepadamu di dalam perkara itu dan memberikan rasa gembira berada di sisi
Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Perkasa, meskipun kamu miskin. Jika
kamu berada dalam keadaan kemiskinan dan sakit, maka Allah akan
membuatmu gembira dengan keadaan itu. Jika kamu berhutang, maka Allah
akan melunakkan hati orang yang memberikan hutang kepadamu itu, sehingga
ia tidak mengerasimu supaya membayar dengan segera, bahkan orang itu
akan memberi tempo yang lama, atau mengurungkan pembayarannya, dan atau
menghapus hutang itu. Jika pembayaran itu tidak dikurangi atau tidak
dihapuskannya di dunia ini, maka Allah akan memberikan ganjaran kepadamu
di akhirat kelak sebagai ganti apa yang tidak diberikan-Nya kepadamu
saat kamu memohon kepada-Nya di dunia, karena Allah itu Maha Pemurah dan
tidak menghendaki balasan apa-apa.
Oleh karena itu, Allah
tidak akan menyia-nyiakan permohonan orang yang memohon kepada-Nya di
dunia ini dan di akhirat kelak. Walau bagaimanapun, ia akan tetap
mendapatkan apa yang dimohonnya. Jika tidak di dunia ini, maka di
akhirat kelak ia akan mendapatkannya jua. Nabi SAW pernah mengatakan
bahwa di hari perhitungan kelak, si mu’min akan melihat di dalam
catatan-catatan perbuatannya beberapa perbuatan baik yang tidak ia
laksanakan dan ia sendiri tidak menyadarinya. Ia akan ditanya, “Kenalkah
kamu kepada perbuatan itu ?” ia menjawab, “Aku tidak tahu dari mana
datangnya ini ?” Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya ini adalah
balasan doamu yang kamu lakukan di dunia dahulu, dan ini karena di dalam
kamu berdoa kepada Allah itu kamu ingat kepada-Nya dan mengakui
keesaan-Nya, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi
seseorang apa yang pantas diberikan kepadanya, tidak mengatakan bahwa
daya dan upaya itu datang dari dirimu sendiri dan membuang kebanggaan
dan kesombongan. Semua itu adalah perbuatan yang baik dan semua itu
memiliki balasannya di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Agung.”
AJARAN 61
Setiap mu’min harus mengadakan pemeriksaan dan penelitian terlebih
dahulu serta tidak boleh tergesa-gesa ketika bagian-bagiannya sampai
kepadanya dan ia terima, sampai datang perintah hukum yang menyatakan
bahwa bagian itu dibolehkan untuknya dan ilmu Allah yang menghalalkan
dan membenarkan bahwa bagian itu adalah untuknya. Nabi bersabda,
“Sesungguhnya orang mu’min itu berwaspada,
sedangkan orang munafik itu terus menerkam apa saja yang datang
kepadanya.” Beliau juga bersabda, “Orang mu’min itu tidak terburu-buru.”
“Buanglah segala sesuatu yang menimbukan keraguan di dalam hatimu dan
terimalah segala sesuatu yang tidak meragukan.”, demikian sambung
beliau.
Jadi, orang mu’min itu selalu berhati-hati terhadap
semua perkara seperti makanan, minuman, pakaian, perkawinan dan apa saja
yang sampai kepadanya. Ia tidak akan asal menerima saja (nerimo),
kecuali jika ia telah yakin bahwa perkara itu halal. Ini di dalam
peringkat mu’min biasa. Sedangkan dalam peringkat wilayah (kewalian),
maka terlebih dahulu ia mendengarkan perintah hatinya; jika hatinya itu
menghalalkan, maka barulah ia menerimanya. Jika dalam peringkat Abdal
dan Ghauts, maka ia menentukannya dengan ilmu Allah. Dan jika dalam
peringkat fana’, peringkat terakhir, maka ia mengikuti perbuatan Allah,
dan ini adalah takdir itu sendiri.
Masih ada satu peringkat
keadaan lagi, di mana seorang menerima apa saja yang datang kepadanya
selagi masih mengikuti hukum-hukum syari’at atau perintah hati atau ilmu
Allah. Tetapi, jika ketiga perkara tersebut melarangnya, maka apa yang
dilarangnya itu tidak akan diterima olehnya. Keadaan peringkat ini
bertentangan dengan keadaan peringkat pertama, di mana kewaspadaan dan
kehati-hatian diperlukan, sedangkan peringkat ini hanya memerlukan
penerimaan saja.
Masih ada peringkat lain lagi yang lebih atas
daripada peringkat tadi. Dalam peringkatini, seseorang hanya menerima
saja dan mempergunakannya tanpa mengikuti hukum syari’at, perintah hati
atau ilmu Allah. Inilah hakekat fana’. Dalam peringkat ini, si mu’min
berada dalam pemeliharaan Allah semata-mata dan ia tidak lagi dijamah
oleh malapetaka, iblis, dosa dan noda, atau keluar dari hukum-hukum
syari’at. Firman Allah, “… demikianlah, agar Kami memalingkan
daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk
hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS 12:24)
Dengan demikian, si
hamba tadi terpelihara oleh Allah dari melanggar batas-batas hukum.
Segala hal ihwalnya dipelihara oleh Allah. Allah memberikan kekuasaan
kepadanya untuk mendapatkan segala kebaikan. Jadi, apa saja yang datang
kepadanya adalah terlepas dari kesusahan, bencana dan kesulitan di dunia
dan di akhirat serta ia benar-benar bersesuaian dengan keridhaan,
tujuan dan perbuatan Allah SWT. Tidak ada peringkat yang lebih tinggi
lagi dari ini. Inilah tujuan. Peringkat ini dimiliki oleh ketua para
wali yang besar, yang mereka itu adalah orang-orang suci dan memiliki
rahasia-rahasia Allah, yaitu orang-orang yang sampai ke gerbang keadaan
yang dimiliki oleh para Nabi. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada
mereka.
AJARAN 62
Alangkah mengherankan bila kamu
selalu mengatakan bahwa si Anu itu dekat kepada Allah, tetapi si Anu itu
jauh dari Allah; bahwa si Anu itu diberi karunia, sedangkan si Anu itu
tidak diberi; bahwa si Anu itu dikayakan, sedangkan si Anu itu
dimiskinkan; bahwa si Anu itu disehatkan, tetapi si Anu itu disakitkan;
bahwa si Anu itu dimuliakan, tetapi si Anu itu dihinakan; bahwa si Anu
itu dipuji, sedangkan si Anu itu dicaci; dan bahwa si Anu itu
dibenarkan, sedangkan si Anu itu disalahkan.
Tidakkah kamu
mengetahui bahwa Dia itu Satu dan bahwa Yang Satu itu menyukai kesatuan
di dalam perkara cinta dan menyayangi orang yang cintanya hanya satu,
yaitu kepada Dia ?
Jika kamu dibawa untuk dekat kepada-Nya
melalui selain Dia, maka cintamu kepada-Nya itu akan ternoda dan tidak
lagi satu. Sebab, kadangkala terlintas di dalam pikiranmu bahwa kamu
bisa mendapatkan karunia dan keberkatan itu lantaran melalui selain Dia
itu. Akhirnya, cintamu kepada Allah akan tercacad. Allah Yang Maha Besar
cemburu kepadamu, karena kamu telah menyekutukan cintamu kepada-Nya
dengan cintamu kepada yang selain Dia. Oleh karena itu, Dia menahan
tangan orang lain untuk menolongmu, menahan lidah mereka untuk memuji
kamu dan menahan kaki mereka untuk melangkah menuju kamu, agar dengan
demikian mereka tidak dapat memalingkan kamu dari Dia sendiri. Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Hati itu telah dijadikan sedemikian rupa,
sehingga seseorang itu terpaksa mencintai orang yang memberi kebaikan
dan membenci orang yang memberi mudharat kepada dirinya.”
Jadi,
Allah menahan seseorang untuk berbuat baik terhadapmu sampai kamu
menyadari keesaan-Nya dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati, tanpa
membagi kecintaan, baik secara lahir maupun batin dan baik ketika
bergerak maupun ketika diam, sehingga kamu menyadari bahwa tidak ada
kebaikan yang datang, kecuali kebaikan yang datang dari Allah, kamu
menyadari bahwa segala kebaikan dan kejahatan itu semuanya datang dari
Allah SWT dan kamu terus hilang dari mahluk dan diri kamu sendiri, dari
kehendak dan keinginan kamu sendiri, dan apa saja selain Allah Yang Maha
Suci lagi Maha Tinggi.
Setelah itu, barulah tangan mereka akan
dibukakan untuk kamu dengan kemurahan dan pemberian mereka, dan lidah
mereka akan memuji kamu. Kemudian, kamu akan dipelihara dengan
sebaik-baiknya di sepanjang masa, baik di dalam dunia ini maupun di
akhirat kelak.
Oleh karena itu, janganlah kamu bersikap kurang
sopan. Lihatlah orang melihat kamu. Jagalah orang yang menjaga kamu.
Cintailah orang yang mencintai kamu. Jawablah orang yang memanggilmu.
Peganglah tangan orang yang memegangmu dari jatuh tersungkur, yang
membawamu keluar dari gelapnya kejahilan, yang menyelamatkanmu dari
kebinasaan, yang membersihkan kotoran-kotoranmu, yang mengeluarkanmu
dari kehinaan, yang melepaskanmu dari cengkeraman hawa nafsu iblismu dan
yang mengasingkan dirimu dari teman-temanmu yang jahil dan
menghalangimu untuk menuju Allah.
Berapa lamakah kamu akan
tetap tinggal bersama hawa nafsu kebinatanganmu, bersama mahluk, bersama
kehendak dan keinginanmu, bersama keingkaranmu, bersama kehidupan dunia
dan akhiratmu serta bersama apa saja selain Allah ?
Mengapa
kamu menjauh dari Pencipta mahluk dan yang mewujudkan segalanya, Yang
Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin, tempat kembali dan
tempat bermula segala sesuatu, yang memiliki hati dan kedamaian jiwa,
yang meringankan beban, yang memberi karunia dan yang memberi rahmat dan
ni’mat ?
AJARAN 63
Pernah di dalam mimpiku
seakan-akan aku berkata, “Wahai kamu yang menyekutukan Tuhanmu dengan
dirimu sendiri di dalam pikiranmu, dengan mahluk-Nya di dalam perbuatan
lahirmu, dan dengan keinginanmu di dalam perbuatanmu.” Mendengar
seruanku itu, orang yang berada di sisiku bertanya, “Apa yang terjadi ?”
Jawabku, “Ini adalah sejenis ilmu kerohanian.”
AJARAN 64
Pada suatu hari, suatu perkara telah mengacaukan pikiranku. Batinku
terasa berat menanggung beban itu. Kemudian aku memohon kesenangan dan
kesentosaan serta jalan jeluar. Aku ditanya tentang apa yang aku
inginkan. Aku berkata, “Aku menginginkan kematian yang tidak ada
kehidupan di dalamnya dan suatu kehidupan yang tidak ada kematian di
dalamnya.”
Kemudian, akupun ditanya lagi tentang jenis kematian
yang tidak ada kehidupan di dalamnya dan jenis kehidupan yang tidak ada
kematian di dalamnya. Aku menjawab, “Kematian yang tidak ada kehidupan
di dalamnya ialah kematianku dari jenisku sendiri supaya aku tidak
melihatnya, baik ia memberikan manfaat maupun memberikan mudharat, dan
kematian dari diriku sendiri, dari keinginanku, tujuanku dan harapanku
dalam hal keduniaan dan keakhiratan, sehingga aku tidak berada dalam
semua ini. Sedangkan kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya ialah
kehidupanku dengan perbuatan Tuhanku di dalam keadaanku yang tidak ada
wujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya adalah wujudku dengannya.
Oleh karena aku telah mengetahui hal ini, maka ini menjadi tujuanku yang
paling berharga sekali.”
Syekh Abdul Qodir Al-Jilany Berapa kali anda belajar tetapi tidak
pernah mengamalkannya? Karena itu sudah saatnya anda melimpat instistusi
ilmu pengetahuan, saatnya sibuk dengan pengamalan dengan rasa ikhlas.
Jika tidak anda tidak meraih keberuntungan sama sekali. Anda belajar
pengetahuan belaka, berarti anda telah mendustai Allah Azza wa-Jalla
melalui tindakan anda, berarti pula anda
telah menarik tirai rasa malumu dari kedua matamu, lalu anda
benar-benar menjadikannya sebagai obyek pandangan yang hina bagi yang
melihatnya. Anda telah meraihnya melalui hawa nafsumu, mencegahnya
dengan nafsumu pula, bergerak dengan hawa nafsumu juga, maka hawa nafsu
itulah yang menghancurkan anda. Raihlah semua dari Allah Azza wa-Jalla
dalam seluruh perilaku anda dan amalkan dengan aturanNya. Bila saja anda
mengamalkan ritual hukum belaka, anda akan sulit mengamalkan
pengetahuan anda pada Allah Azza wa-Jalla. Ya Allah, sadarkan kami dari
lelapnya orang-orang yang alpa. Amin. Apabila dosa bertumpuk-tumpuk,
maka datanglah bencana menimpamu. Namun bila anda taubat dan
beristighfar kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla, dan memohon kepadaNya,
bencana itu hanya menimpa sekitarmu. Jika anda harus menerima cobaan,
maka mohonlah kepada Allah Azza wa-Jalla agar diberi kesabaran dan
keselarasan denganNya, hingga anda selamat dalam hubungan antara dirimu
dengan DiriNya, sehingga yang terkoyak hanyalah fisik bukan batinnya,
lahiriyahnya bukan batinnya, hartanya bukan agamanya. Maka cobaan akan
menjadi nikmat, bukan penderitaan. Hari orang munafiq, kalian hanya
menerima ajaran dari Allah Azza wa-Jalla dan rasulNya sebatas formalitas
belaka, bukan maknanya. Itu berarti anda dusta lahir batin, dan tentu
saja anda hina di dunia dan di akhirat. Orang yang maksiat itu hina
dalam dirinya, dan pendusta itu pun juga hina dalam dirinya. Hai para
Ulama, jangan kotori ilmumu dengan pemburu dunia, jangan kau ikutkan
sesuatu yang mulia dengan yang hina. Ilmu itu mulia, kehinaan itu adalah
yang ada di tangan pemburu dunia. Makhluk itu sendiri tidak mampu
memberimu yang bukan bagianmu, namun ironisnya bagianmu anda anggap
berada di tangan mereka. Bila anda sabar, bagianmu bakal tiba di atas
apa yang ada di tangan mereka, dan anda tetap mulia. Hati-hatilah! Siapa
yang berambisi rizki malah tidak dapat rizki, dan siapa yang berambisi
untuk diberi malah tidak diberi. Sibukkan dirimu dengan aktivitas taat
kepada Allah Azza wa-Jalla dan tinggalkan bersibuk ria memburu dunia.
Allah Azza wa-Jalla lebih tahu kebutuhan dan yang mashlahah bagimu.
Dalam hadits Qudsi Allah Azza wa-Jalla berfirman: “Siapa yang sibuk
berdzikir padaKu dibanding meminta padaKu, Aku beri dia, pemberian yang
lebih utama dibanding apa yang Aku berikan pada orang-orang yang minta.”
Dzikir lisan saja, tanpa hati, tidak ada kemuliaan bagimu. Dzikir yang
sesungguhnya adalah dzikirnya hati dan rahasia hati, baru menimbulkan
dzikir lisan, dan berarti benar dzikir anda kepada Allah Azza wa-Jalla.
“Maka berdzikirlah kepadaKu, niscaya Aku mengingatmu, dan bersyukurlah
kepadaKu dan jangan kufur padaKu.” (QS. Al-Baqarah:152) Dzikirlah kepada
Allah Azza wa-Jalla, hingga engkau merasakan DzikirNya padaMu, dan
dzikirlah kepadaNya sampai seluruh dosa-dosamu terhapuskan oleh
dzikirmu, hingga dirimu sunyi dari dosa, lalu ta’at mu tanpa maksiat,
maka disaat itulah Allah Azza wa-Jalla mengingatmu, dan anda tergolong
orang yang berdzikir jauh dari mengingat makhlukNya, dzikirmu lebih
dominan ketimbang permintaanmu, sampai semua tujuanmu adalah Dia
mengalahkan semua tujuanmu yang ada. Apabila Dia menjadi totalitas
tujuanmu, Dia menjadikan kunci-kunci perbendaharaan kerajaanNya di
hadapan hatimu. Sebab siapa yang mencintai Allah Azza wa-Jalla, ia tidak
akan mencintai selain Dia, karena semua selain Dia sirna darinya. Bila
cinta hamba padaNya berteguh dalam hatinya, cinta pada selain Dia akan
keluar dari hatinya. Lalu seluruh anggota badannya meminum dari cinta
itu, lahir batinnya aktif baik dalam gerak gerik maupun hakikatnya, lalu
mempola dirinya untuk menjadi tidak biasa, jauh dari keramaian, dan
bila sempurna penempuhan ini Allah Azza wa-Jalla telah mencintaiNya.
Akal yang ada padamu senantiasa merenungkanNya. Kapankah anda menyendiri
denganNya? Ingatlah malaikat maut bakal mendatangi anda, mencabut nyawa
anda, memisahkan anda dari keluarga dan kekasih anda. Waspadalah,
jangan sampai malaikat maut mencabut nyawa anda, sedangkan anda tidak
senang bertemu dengan Allah Azza wa-Jalla, mengahadapNya di akhirat.
Tunggulah maut itu, anda akan melihat yang lebih baik di sisiNya,
dibanding apa pun di dunia. Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebajikan di
dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungi kami dari azab neraka.
Sufi Wanita Sayyidah Nafisah Yang Dicintai Warga Mesir
Sayyidah Nafisah ialah salah satu keturunan Rasulullah s.a.w.. Beliau
puteri Imam Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin Imam Hasan bin Imam Ali
r.a.. Beliau lahir di Makkah, pada 11 Rabiulawal 145H, hidup dan besar
di Madinah, meninggal di Mesir.
Hijrah Ke Mesir
Demi keamanan dan ketenangan hidup Sayyidah
Nafisah berhijrah ke Mesir bersama suami beliau, Ishaq al-Mu’tasim bin
Ja’far as-Siddiq, pada tahun 193H, setelah sebelumnya ziarah ke makam
Nabi Ibrahim a.s.. Di Mesir beliau tinggal di rumah Ummi Hani’.
Sayyidah Nafisah menetap di Mesir selama 7 tahun. Penduduk Mesir sangat
menyayangi beliau dan percaya akan karamah beliau. Mereka selalu
berduyun-duyun mendatangi Sayyidah Nafisah, berdesakan mendengarkan
mauizah dan memohon doa beliau. Hal ini membuat suami beliau berfikir
untuk mengajaknya pindah ke tanah Hijaz, namun beliau menolak dan
menjawab: “Aku tidak bisa pergi ke Hijaz karena aku bermimpi bertemu
Rasulullah s.a.w.. Beliau berkata kepadaku: “Janganlah kamu pergi dari
Mesir karena nanti Allah akan mewafatkanmu di sana (di Mesir).”
Pribadinya
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada
Allah. Siang hari beliau berpuasa sunat sedangkan pada malamnya beliau
bertahajjud menghidupkan malam dengan berzikir dan membaca Al Quran.
Sayyidah Nafisah sungguh zuhud dengan kehidupannya. Hatinya langsung
tidak terpaut dengan kehidupan dunia yang menipu daya. Jiwa beliau rindu
dengan syurga Allah dan sangat takut dengan neraka Allah. Disamping itu
Sayyidah Nafisah adalah sosok sangat taat kepada suami. Beliau sangat
mematuhi perintah suami dan melayan suami beliau dengan sebaik-baiknya.
Sayyidah Nafisah adalah seorang yang terkenal zuhud dan mengasihi
manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau menerima uang sebanyak
1000 dirham dari raja untuk keperluan dirinya. Beliau telah membagikan
uang tersebut kepada fakir miskin sebelum sempat memasuki rumahnya. Uang
hadiah dari raja itu sedikit pun tidak beliau ambil untuk kepentingan
dirinya. Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah
dermawannya Sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin.
Keutamaannya
Sayyidah yang mulia ini sudah mendapatkan keutamaan sejak kecil. Suatu
ketika, demikian al-Hafiz Abu Muhammad dalam kitabnya Tuhfatul Asyraf
bercerita: Al-Hasan, ayahanda Sayyidah Nafisah membawa Nafisah semasa
kecil ke makam Rasulullah s.a.w.. Di sini sang ayah berkata : “Tuanku,
Bagindaku Rasulullah, ini puteriku. Aku ridha dengannya. Kemudian
keduanya pulang. Di malam hari sang ayah bertemu Rasulullah bersabda:
“Wahai Hasan Aku ridha dengan puterimu Nafisah kerana keridhaanmu itu.
Dan Allah SWT juga ridha kerana ridhaku itu.”
Salah satu
keutamaan Sayyidah Nafisah adalah selama hidupnya beliau telah
mengkhatamkan al-Quran sebanyak 4000 kali. Selain itu, meskipun tinggal
jauh dari tanah suci, beliau melakukan ibadah haji sebanyak 17 kali.
Sayyidah Nafisah dan Imam Syafie
Sejarah sepakat mengatakan bahawa Sayyidah Nafisah semasa dengan Imam
Syafie. Keduanya saling menghormati. Di ceritakan bahawa Imam Syafie
meriwayatkan hadis dari Sayyidah Nafisah. Setiap berkunjung ke kediaman
Sayyidah Nafisah Imam Syafie dan pengikutnya sangat menjunjung tinggi
adab sopan santun terhadap beliau.
Imam Syafie setiap tertimpa
penyakit selalu mengirim utusan ke Sayyidah Nafisah agar berkenan
mendoakannya dengan kesembuhannya. Dan benar, setelah itu Imam Syafie
mendapatkan kesembuhan. Ketika Imam Syafie tertimpa penyakit yang
menyebabkan beliau wafat, Sayyidah Nafisah berkata pada utusan Imam
Syafie: “Semoga Allah memberikan kenikmatan pada Syafie dengan melihat
wajahNya yang mulia.”
Karamahnya
Sebelum menceritakan
karamah-karamah Sayyidah yang mulia ini, perlu diketahui bahwa suami
Sayyidah Nafisah (Ishaq bin al Mu’taman bin Ja’far ash Shadiq) pernah
berkeinginan untuk memindah makam beliau ke pemakaman Baqi’ (Madinah).
Kemudian penduduk Mesir meminta suami Sayyidah Nafisah untuk
mengurungkan keinginannya, karana penduduk Mesir ingin mendapatkan
berkah darinya. Akhirnya, pada suatu malam suami Sayyidah Nafisah
bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Rasulullah bersabda, “Wahai Abu
Ishaq, janganlah kamu menentang keinginan penduduk Mesir, karena Allah
akan memberikan berkah-Nya kepada penduduk Mesir melalui Sayyidah
Nafisah”.
Di antara karamahnya ialah ketika pembantu Sayyidah
Nafisah yang bernama Jauharah keluar rumah untuk membawakan air wudhu
untuk beliau, pada waktu itu hujan deras sekali. Akan tetapi, tapak kaki
Jauharah tidak basah dengan air hujan.
Karamahnya juga ialah,
ada sebuah keluarga Yahudi yang tinggal di dekat kediaman Sayyidah
Nafisah di Mesir. Keluarga itu mempunyai seorang anak perempuan yang
lumpuh. Suatu ketika ibu anak itu berkata: “Nak, kamu mahu apa ? Kamu
mahu ke kamar mandi ?. Si anak tiba-tiba berkata: “Aku ingin ke tempat
perempuan mulia tetangga kita itu.” Setelah si ibu minta izin pada
Sayyidah Nafisah dan beliau memperkenankannya, keduanya datang ke
kediaman Sayyidah Nafisah. Si anak didudukkan di pinggir rumah. Ketika
datang waktu solat Zuhur, Sayyidah Nafisah beranjak untuk berwudhu’ di
dekat gadis kecil itu. Air wudhu’ beliau mengalir ke tubuh anak
tersebut. Seperti mendapatkan ilham anak itu mengusap anggota tubuhnya
dengan air berkah tersebut. Dan seketika itu juga ia sembuh dan bisa
berjalan seperti tidak pernah sakit sama sekali.
Kemudian si
anak pulang dan mengetuk pintu. Pintu dibuka oleh ibunya. Dengan heran
dia bertanya: “Kamu siapa Nak?” “Aku puterimu.” Sambil memeluk si ibu
bertanya bagaimana ini bisa terjadi. Si anak kemudian bercerita dan
akhirnya keluarga itu semuanya masuk Islam.
Selain itu, pernah suatu
ketika sungai Nil berhenti mengalir dan mengering. Orang-orang
mendatangi Sayyidah Nafisah dan memohon doanya. Beliau memberikan
selendangnya agar dilempar ke sungai Nil. Mereka melakukannya. Dan
seketika itu juga sungai Nil mengalir kembali dan melimpah.
Karamah-karamah beliau setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada
tahun 638H, beberapa pencuri menyelinap ke masjidnya dan mencuri enam
belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu
dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan
masjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang
yang tinggal di daerah itu bersembunyi di masjid itu pada malam hari.
Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak
menemukan jalan keluar dari masjid itu dan tetap terkurung di sana
sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya.
Wafatnya
Al-Sakhawi bercerita, “Ketika Sayyidah Nafisah merasakan ajalnya sudah
dekat, beliau menulis surat wasiat untuk suaminya, dan menggali kubur
beliau sendiri di rumahnya. Kubur yang digalinya itu ialah untuk beliau
sentiasa mengingatkan akan kematian. Kemudian beliau turun ke liang
kubur itu, memperbanyak solat dan mengkhatamkan al-Quran sebanyak 109
kali. Kalau tidak mampu berdiri, beliau solat dengan duduk, memperbanyak
tasbih dan menangis. Ketika sudah sampai ajalnya dan beliau sampai pada
ayat: “Bagi mereka (disediakan) tempat kedamaian (syurga) di sisi
Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal soleh yang
selalu mereka kerjakan.” (Surah Al-An’am: 127), beliau pengsan kemudian
dan menghembuskan nafas terakhir menghadap Sang Maha Kasih Abadi pada
hari Jumaat, bulan Ramadhan 208 H.
Sewaktu disembahyangkan
sangat ramai orang yang menghadirinya. Sehingga kini maqamnya diziarahi
oleh pengunjung dari seluruh pelosok dunia. Demikian kehebatan yang
Allah anugerahkan kepada Sayyidah Nafisah yang terkenal dengan kewarakan
kepada Allah dan ketaatannya kepada suami. Semoga ianya menjadi contoh
buat generasi wanita akhir zaman ini.
Tujuan penyucian itu ada dua jenis: Pertama untuk membolehkannya masuk
kepada alam sifat-sifat Ilahi dan kedua untuk mencapai makam Zat.
Penyucian untuk memasuki alam sifat-sifat Ilahi memerlukan pelajaran
yang membimbing seseorang di dalam proses penyucian cermin hati daripada
gambaran haiwan manusia dengan cara rayuan, ucapan atau memikirkan dan
mendoakan pada nama-nama Ilahi. Ucapan
itu menjadi kunci, perkataan rahsia yang membuka hati. Hanya bila mata
itu terbuka baharulah boleh dia melihat sifat-sifat Allah yang sebenar.
Kemudian mata itu melihat gambaran kemurahan Allah, nikmat, rahmat dan
kebaikan-Nya di atas cermin hati yang murni itu. Nabi s.a.w bersabda,
“Mukmin adalah cermin bagi samanya mukmin”. Juga sabda baginda, “Orang
berilmu membuat gambaran sementara orang arif menggilap". Juga sabda
baginda, “Orang berilmu membuat gambaran sementara orang arif menggilap
cermin hati yang menangkap kebenaran." Bila cermin hati sudah dicuci
sepenuhnya dengan digilap terus menerus secara menzikirkan nama-nama
Allah, seseorang itu mendapat jalan kepada pengetahuan dan sifat Ilahi.
Penyaksian terhadap pemandangan ini hanya mungkin berlaku di dalam hati.
Penyucian yang bertujuan mencapai Zat Ilahi adalah melalui terus
menerus mentafakurkan kalimah tauhid. Ada tiga nama keesaan, tiga yang
akhir daripada dua belas nama-nama Ilahi. Nama-nama tersebut ialah:
LA ILAHA ILLA LLAH : Tiada yang ada kecuali Allah
ALLAH : Nama khusus bagi Tuhan
HU : Allah yang bersifat melampaui sesuatu
HAQ : Yang sebenarnya (Hakikat)
HAYYUN : Hidup Ilahi yang kekal abadi
QAYYUM : Berdiri dengan sendiri yang segala kewujudan bergantung kepada-Nya
QAHHAR : Yang Maha Memaksa, meliputi segala sesuatu
WAHHAB : Pemberi tanpa batas
WAHID : Yang Esa
AHAD : Esa
SAMAD : Sumber kepada segala sesuatu
Nama-nama ini mestilah diseru bukan dengan lidah biasa tetapi dengan
lidah rahsia bagi hati. Hanya dengan itu mata hati melihat cahaya
keesaan. Bila cahaya suci Zat menjadi nyata semua nilai-nilai kebendaan
lenyap, semua menjadi tiada apa-apa. Ini adalah suasana menghabiskan
sepenuhnya segala perkara, kekosongan yang melampaui semua kekosongan.
Kenyataan cahaya Ilahi memadamkan semua cahaya: “Tiap-tiap sesuatu akan
binasa kecuali Zat-Nya”. (Surah Qasas, ayat 88). “Allah hapuskan apa
yang Dia kehendaki dan Dia tetapkan apa yang Dia kehendaki, kerana pada
sisi-Nya ibu kitab”. (Surah ar-Ra’d, ayat 39).
Bila semuanya lenyap
apa yang tinggal selamanya adalah roh suci. Ia melihat dengan cahaya
Allah. Ia melihat-Nya, Dia melihatnya. Di sana tiada gambaran, tiada
persamaan di dalam melihat-Nya: “Tiada sesuatu yang serupa dengan-Nya.
Dia mendengar dan melihat”. (Surah asy-Syura, ayat 11).
Apa yang ada
hanyalah cahaya murni yang mutlak. Tidak ada apa untuk diketahui lebih
dari itu. Itu adalah alam fana diri. Tiada lagi fikiran untuk memberi
khabar berita. Tiada lagi sesiapa melainkan Allah yang memberi khabar
berita. Nabi s.a.w bersabda, “Ada ketika aku sangat hampir dengan Allah,
tiada siapa, malaikat yang hampir atau nabi yang diutus, boleh masuk
antara aku dengan-Nya”. Ini adalah suasana pemisahan di mana seseorang
itu telah membuang semua perkara kecuali Zat Allah. Itu adalah suasana
keesaan. Allah memerintahkan melalui Rasul-Nya, “Pisahkan diri kamu dari
segala perkara dan carilah keesaan”.
Pemisahan itu bergerak
daripada semua yang keduniaan kepada kekosongan dan ketiadaan. Hanya
dengan itu kamu memperolehi sifat-sifat Ilahi. Itulah yang dimaksudkan
oleh Nabi s.a.w apabila bersabda, “Sucikan diri kamu, benamkan diri kamu
dalam sifat-sifat yang suci (sifat Ilahi)”.
Hakikat Puasa dan Idul Fitri
Syeikh Abdul Qodir Al-Jilany ( Dalam Kitab Sirrul Asror )
Puasa Syariat adalah menahan diri dari makan dan minum, dan dari
berhubungan suami isteri di siang hari. Sedangkan Puasa Thoriqoh itu,
mengekang seluruh tubuhnya dari hal-hal yang diharamkan, dilarang dan
dicela, seperti ujub, takabur, bakhil dan sebagainya secara lahir maupun
batin. Karena semua itu bisa membatalkan puasa thoriqoh.
Puasa syariat itu ada batas waktunya. Sedeangkan Puasa thoriqoh
senantiasa abadi tak terbatas seumur hidupnya. Itulah yang disabdakan
oleh Rasulullah saw:
كم من صائم ليس له جزاء إﻻ الجوع والعطس
“Betapa banyak orang berpuasa tetapi puasanya tidak lebih melainkan hanya rasa lapar…” (Hr. Ibnu Majah dan Al-Hakim).
Karena itu disebutkan, betapa banyak orang berpuasa tetapi ia justru
berbuka, dan betapa banyak orang yang berbuka (tidak puasa) namun ia
berpuasa. Yakni menahan anggota badannya dari dosa-dosa, menahan diri
dari menyakiti manusia secara fisik, seperti firman Allah Ta’ala dalam
hadits Qudsy:
“Puasa itu untuk Ku dan Aku sendiri yang membalas pahala puasa.” (Hr. Bukhori)
“Bagi orang yang berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan
ketika berbuka, dan kegembiraan ketika memandang Keindahan Ku.”
Bagi
Ulama syariat dimaksud dengan berbuka adalah makan ketika matahari
maghrib, dan melihat bulan di malam Idul Fitri. Sedangkan ahli thoriqoh
menegaskan bahwa berbuka itu akan diraih ketika masuk syurga dengan
memakan kenikmatan syurga, dan kegembiraan ketika memandang Allah swt.
Yaitu ketika bertemu dengan Allah Ta’ala di hari qiyamat nanti, dengan
pandangan rahasia batin secara nyata.
Sedangkan Puasa Hakikat adalah
puasa menahan hati paling dalam dari segala hal selain Allah Ta’ala,
menahan rahasia batin (sirr) dari mencintai memandang selain Allah
Ta’ala seperti disampaikan dalam hadits Qudsy:
الإنسان سري وأنا سره
“Manusia itu rahasiaKu dan Aku rahasianya.”
Rahasia itu bermula dari Nurnya Allah swt, hingga ia tidak berpaling
selain Allah Ta’ala. Selain Allah Ta’ala, tidak ada yang dicintai atau
disukai dan tak ada yang dicari baik di dunia maupun di akhirat.
Bila terjadi rasa cinta kepada selain Allah gugurlah puasa hakikatnya.
Ia harus segera mengqodho puasanya, yaitu dengan cara kembali kepada
Allah swt dan bertemu denganNya. Sebab balasan Puasa Hakikat adalah
bertemu Allah Ta’ala di akhirat.
Setiap tanggal 1 Syawal seluruh umat Islam di Indonesia telah merayakan
Hari Idul Fithri dengan penuh kegembiraan dan rasa syukur. Hari Raya
Idul Fitri merupakan puncak dari seluruh rangkaian proses ibadah selama
bulan Ramadhan dimana dalam bulan tersebut kita melakukan ibadah Shaum
dengan penuh keimanan kepada Allah SWT. Penetapan Hari Raya Idul
Fitri oleh Rasulullah dimaksudkan untuk menggantikan Hari Raya yang
biasa dilaksanakan orang-orang Madinah pada waktu itu. Hal ini sesuai
dengan Hadits Rasulullah SAW yaitu :
“Jabir ra. Berkata : Rasulullah
SAW dating ke Madinah sedangkan bagi penduduk Madinah ada dua hari yang
mereka (bermain-main padanya dan merayakannya dengan berbagai
permainan). Maka Rasulullah SAW bertanya : “Apakah hari yang dua ini?”
penduduk Madinah menjawab : “Adalah kami dimasa jahiliyah bergembira ria
padanya”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda : “Allah telah menukar dua
hari ini dengan lebih baik, yaitu Idul Adha dan Idul Fitri”. (HR Abu
Daud).
Berdasarkan hadits di atas, kita lihat betapa pentingnya
keberadaan Hari Raya Idul Fitri bagi umat Islam oleh sebab itu penulis
mencoba membahas masalah Hakikat Idul Fitri menurut pandangan Ilmu
Tasawuf.
Pengertian Idul Fitri
Mayoritas umat Islam mengartikan
Idul Fitri dengan arti “kembali menjadi suci”. Pendapat ini didasari
oleh sebuah hadits Rasulullah SAW yaitu :
“Barangsiapa yang
melaksanakan ibadah Shaum selama satu bulan penuh dengan penuh keimanan
kepada Allah maka apabila ia memasuki Idul Fitri ia akan kembali menjadi
fitrah seperti bayi (Tiflul) dalam rahim ibunya”. (HR Bukhari).
Menurut penulis pendapat yang mengartikan Idul Fitri dengan “kembali
menjadi suci” tidak sepenuhnya benar karena kata “Fithri” apabila
diartikan dengan “Suci” tidaklah tepat. Sebab kata “Suci” dalam bahasa
Arabnya adalah “Al Qudus” atau “Subhana”. Jadi menurut penulis istilah
Idul Fitri dapat diartikan sebagai berikut : kata “Id” berarti “kembali”
sedangkan kata Fitri” berarti “Pencipta” atau “Ciptaan”. Dalam bahasa
Arab akar kata Fitri berasal dari kata Al Fathir yang bisa berubah
menjadi kata Al Fithrah, Al Fathrah atau Al Futhura, sebagai contoh
lihat ayat di bawah ini :
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan
bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus
berbagai macam urusan) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada
ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu”. (QS Faathir 35 : 1).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa kata “Idul Fitri” mempunyai minimal dua pengertian yaitu :
1. Kembali ke Pencipta
2. Kembali ke awal Penciptaan
Dua pengertian Idul Fitri yang dikemukakan oleh penulis seperti
tersebut di atas mungkin sangat asing dan juga mengherankan para
pembaca. Oleh sebab itu penulis akan mencoba menjelaskan masalah
tersebut berdasarkan ayat-ayat dalam Al Qur’an.
IDul Fithri Sebagai Proses Ke awal Penciptaan
Menurut ahli tasawuf hakikat manusia dibagi menjadi dua bangunan utama
yaitu jasmani dan bangunan rohani. Bangunan jasmani manusia diciptakan
oleh Allah melalui 7 proses kejadian yaitu :
1. Sari pati tanah
2. Nutfah
3. Segumpal darah
4. Segumpal daging
5. Pertumbuhan tulang belulang
6. Pembungkusan tulang belulang dengan daging
7. Peniupan Roh-Ku ke dalam janian
Proses tersebut sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an yaitu :
“Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia dari sari pati tanah. Kami
jadikan sari pati itu air mani yang ditempatkan dengan kokoh di tempat
yang teguh. Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, dari
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, Kami jadikan pula
tulang-belulang. Kemudian tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging”. (QS Al Mu’minun 23 : 12 – 14).
“Kemudian Ia menyempurnakan
penciptaan-Nya dan Ia tiupkan padanya sebagian dari Roh-Nya dan Ia
jadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan rasa tetapi sedikit
sekali kamu bersyukur”. (QS As Sajadah 32 : 9).
Berdasarkan firman
Allah tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa setiap manusia lahir
atau diciptakan pasti akan melalui proses kejadian bayi dalam kandungan
yang mendapat tiupan Roh dari Allah (Roh-Ku).
Berdasarkan
penyelidikan para ahli embriologi dapat diketahui fase-fase perkembangan
seorang bayi seorang bayi dalam kandungan dan juga keadaan serta
cirri-ciri dari bayi tersebut seperti gambar yang dapat dilihat di
halaman berikutnya.
Berdasarkan gambar-gambar tersebut dapat kita amati dan kita ketahui keadaan seorang bayi dalam kandungan yaitu :
1.Seorang bayi dalam kandungan selalu dibungkus oleh lapisan Amnion yang berisi air ketuban (Amnion water atau kakang kawah).
Karena seorang bayi berada dalam air ketuban maka sembilan lubang yang
ada pada jasmamaninya secara otomatis tertutup dan tidak berfungsi.
Kesembilan lubang itu adalah : dua lubang telinga, dua lubang mata, dua
lubang hidung, satu lubang mulut, satu lubang anus, satu lubang kelamin.
Tetapi ada satu lubang yang ke sepuluh justru terbuka yaitu lubang
pusar yang dihubungkan oleh tali plasenta ke rahim ibu. Tali plasenta
ini berfungsi sebagai alat untuk menyalurkan zat-zat makanan dari rahim
ibu kepada bayi tersebut. Dalam bahsa Jawa tali plasenta tersebut
dinamakan adik ari-ari.
2.Dengan tertutupnya sembilan lubang yang
terdapat pada seorang bayi dalam kandungan rahim ibu, maka secara
otomatis seluruh indera bayi belum berfungsi dengan kata lain bayi pada
saat itu tidak bias melihat, mendengar, berkata-kata, bernafas, serta
tidak bias buang air besar maupun air kecil. Tetapi rohani bayi tersebut
pada saat itu sudah befungsi sifat ma’aninya.
3.Apa yang dirasakan
oleh bayi pada saat berada dalam kandungan rahim ibu, tidak seorangpun
mengetahuinya, kecuali bayi itu sendiri. Sayangnya setiap bayi yang
telah tumbuh dewasa tidak dapat mengingat apa yang telah ia rasakan pada
waktu ia berada dalam kandungan rahim ibunya.
Di dalam Al Qur’an
juga dijelaskan bahwa ketika Roh-Ku ditiupkan ke dalam janin bayi ia
telah berjanji kepada Allah SWT. Janji ini dalam bahasa agama disebut
Syahadat Awal.
“Dia ingat ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari Sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiawa mereka seraya berfirman : “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab : “Benar, kami menyaksikan bahwa Engkau Tuhan kami ……” (QS Al
A’raaf 7 : 172).
Berdasarkan ayat tersebut para ahli tasawuf
berpendapat bahwa seorang bayi dalam kandungan sebenarnya sudah
bersyahadah atau telah menyaksikan Wujud Tuhannya dengan mata rohaninya.
Hal itu dikarenakan sifat ma’ani dan rohaninya masih berfungsi dengan
baik, belum terpengaruh oleh hawa nafsu yang berada pada jasadnya.
Sehingga seorang bayi yang masih berada dalam kandungan dapat
dikategorikan masih suci baik lahir maupun batin. Tetapi sayangnya bayi
tersebut belum mampu mengingat apa yang dirasakan dan dialaminya saat
itu karena daya ingat akalnya belum berfungsi. Para ahli tasawuf
mengatakan bahwa bayi dalam kandungan ibu sedang melakukan suatu Laku
Islam Yang Sejati yaitu laku Musyahadah kepada Allah dengan berserah
diri secara total kepada Allah SWT. Falsafah Jawa menyebut keadaan
tersebut dengan istilah “mati Dalam Hidup” di alam suwung.
Idul Fithri Sebagai Proses Kembali Ke Pencipta
Setelah seorang bayi dalam kandungan telah cukup bulannya yaitu selama
kurang lebih sembilan bulan berada dalam kandungan maka ia secara
otomatis akan dilahirkan kealam dunia ini oleh ibunya, inilah yang
disebut dengan hari kelahiran seorang bayi, yang diistilahkan dalam
dunia kedokteran dengan istilah “Natal”, sedang keadaan bayi dalam
kandungan disebut masa “Pre Natal”.
Setelah bayi lahir ke dunia
sampai berusia lima tahun ia masih dikategorikan seorang manusia yang
masih “suci” karena pengaruh-pengaruh hawa nafsunya belumlah berdampak
negative terhadap kesucian rohaninya.
Tetapi ketika seorang manusia
memasuki usia akil baligh sampai ia dewasa dan lanjut usia, maka
mulailah lingkungan duniawi dan hawa nafsunya mempengaruhi kebersihan
rohaninya, hal ini dikarenakan beberapa hal yaitu :
1. Ktika seorang
bayi dilahirkan pertama kalinya dari rahim seseorang maka secara
ototmatis kesembilan lubang yang terdapat pada jasmaninya mulai terbuka
dan berinteraksi dengan hawa dunia tetapi selama masa balita alat-alat
inderawinya masih sangat selektif dalam menerima rangsangan duniawi
sehingga lingkungan dunianya belum berdampak terhadap perkembangan
kapasitas rohaninya
2. Ketika memasuki usia akil baligh dan usia
selanjutnya mulailah lingkungan dunia dan hawa nafsunya memberikan
dampak negative. Tetapi setiap manusia telah dibekali oleh Allah
perlengkapan yang lengkap baik yang lahir maupun yang batin, yaitu Jasad
yang sempurna berikut perlengkapannya yaitu Panca Indera yang terdiri
dari : Penglihatan, pendengaran, pengecapan/pengucapan, penciuman, serta
rasa jasmani. Empat indera tersebut semuanya berada di kepala manusia
sedang rasa jasmani tersebar di seluruh tubuh. Selain itu manusia juga
dilengkapi oleh akal yang berpusat di kepala yang merupakan perpaduan
antara Cipta, Rasa dan Karsa (Fikir, Qalbu, dan Kehendak). Sedangkan
perlengkapan yang paling tinggi nilainya adalah Roh yang berasal dari
Allah yang telah ditiupkan oleh Allah ketika bayi berusia kurang lebih
tiga bulan. Roh manusia ini mempunyai wujud, cirri-ciri, kemampuan, dan
kelebihan yang berbeda-beda dengan sifat jasmaninya.
Semua
perlengkapan yang telah diberikan oleh Allah kepada setiap manusia
dimaksudkan agar manusia dapat menjalankan fungsinya sebagai utusan
Allah atau Khalifah Allah di muka bumi tetapi sayangnya mayoritas
manusia tidak dapat mengemban tugas tersebut bahkan yang lebih parah
lagi kebanyakan manusia itu terbelit dengan hawa nafsunya dan dunianya
sehingga lupa terhadap tugasnya, lupa terhadap Tuhannya, lupa terhadap
syahadatnya, dan lupa terhadap asalnya. Dengan kata lain pada saat itu
manusia buta mata hatinya terhadap Tuhannya dan tidak mengenal Asalnya
yaitu Allah SWT.
Padahal suatu saat setiap manusia akan mengalami
kematian dan rohnya harus kembali kepada yang meniupkannya. Oleh sebab
itu Allah memberitahukan kepada setiap manusia agar ia mencari Kampung
Akhirat (kampong asalnya) dan juga harus berusaha mengenal dan menemui
Allah (Liqa’Allah) ketika ia masih berasa dan hidup di atas bumi.
Dan carilah dengan apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu, kampong
Akhirat dan janganlah kamu lupakan bagimu di dunia dan berbuat
baiklah……” (QS Al Qashash 28 : 77).
“Hai manusia! Sesungguhnya
engkau harus berusaha dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, hingga
engkau menemuiNya”. (QS Al Insyiqaaq 84 : 6)
Berdasarkan ayat
tersebut, Allah memerintahkan agar manusia berusaha untuk kembali
menemui Allah agar nantinya ketika wafat Rohnya dapat kembali ke asalnya
yaitu Allah. Kembalinya seorang manusia kepada Allah sebagai Al Fathir,
hal ini disebut dengan istilah Idul Fithri (Id = kembali, Fithri =
Pencipta).
Proses kembalinya seorang manusia ke Pencipta dikiaskan
dengan bahasa symbol sebagaimana awal mula kejadian manusia (yaitu
keadaan seperti bayi dalam kandungan). Hal ini sesuai dengan firman
Allah dalam Al Qur’an yaitu :
“Dan sesungguhnya kamu dating kepada
Kami sendirian sebagaimana kami ciptakan kamu pada mulanya (awal
penciptaan)….” (QS Al An’am 6 : 94).
“Kamu akan kembali menemui-Nya, sebagaimana Ia menciptakan pada mulanya (bayi dalam kandungan)”. (QS Al A’raaf 7 : 29).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut setiap manusia akan kembali menemui Sang
Pencipta (Al Fathir) sebagaimana ia diciptakan pada mulanya yaitu
seorang bayi. Tetapi kata “bayi” di ayat tersebut bukanlah arti yang
sesungguhnya melainkan kata mutasyabihat (symbol) yang maksudnya adalah
setiap manusia yang ingin kembali menemui Sang Pencipta (Idul Fithri)
maka ia harus melakukan suatu laku seperti seorang bayi dalam kandungan.
Para ahli tasawuf menamakan laku tersebut dengan istilah Shaum Khawasul
Khawas menjadi Bayi Ma’ani. Untuk mengetahui cara atau metode bertemu
kembali dengan Sang Maha Pencipta (Idul Fithri), para pembaca dapat
bertanya kepada Guru Mursyid atau juga membaca buku lain dari penulis
yang berjudul KUNCI MEMAHAMI ILMU MA’RIFAT. Tetapi sebelum membaca buku
tersebut sebaiknya para pembaca merenungkan ayat-ayat Al Qur’an dan
hadits Rasulullah SAW di bawah ini :
“hai orang-orang yang BERIMAN,
telah ditulis PUASA atas kamu sebagaimana telah ditulis PUASA atas
orang-orang beriman sebelum kamu, agar kamu bertambah TAQWA”. QS Al
Baqarah 2 : 183).
“…. Dan berpuasa itu lebih baik bagi kamu, JIKA KAMU MENGETAHUI” (QS Al Baqarah 2 : 184)
“…. Dan hendaknya kamu MENYEMPURNAKAN BILANGAN BULAN ITU dan juga kamu
hendaknya MENGAGUNGKAN ALLAH ATAS PETUNJUK-NYA ITU YANG TELAH DIBERIKAN
KEPADAMU, supaya kamu BERSYUKUR”. (QS Al Baqarah : 185)
“Jika engkau ru’yah Hilal atau menyaksikan Bulan maka berpuasalah”. (Hadits)
“…… hendaklah kamu juga MENUTUP PANDANGANMU/PENGLIHATANMU”. (QS An Nuur 24 : 30).
“Kami TUTUP JUGA PENDENGARAN MEREKA beberapa lama di dalam GUA”. (QS Al Kahfi 18 : 11).
“Dan sesungguhnya kalau Kami memerintahkan kepada mereka : “Bunuhlah
ANFUSMU atau keluarlah dari RUMAHMU (dirimu)!”, niscaya mereka tidak
akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sesungguhnya
kalau mereka MELAKSANAKAN pelajaran yang diberikan kepada mereka,
tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih
menguatkan iman mereka, dan kalau demikian pasti Kami berikan kepada
mereka KARUNIA YANG BESAR DARI SISI KAMI”. (QD An Nisaa 4 : 66-67).
“Ya itu kamu akan menyaksikan SINAR MATAHARI terbit dari sebelah kanan
GUA dan terbenam di sebelah kiri GUA, sedangkan mereka ketika itu berada
di TEMPAT YANG LUAS dalam Gua tersebut …..” (QS Al Kahfi 18 : 17).
“Sambil mereka berkata : “Ya Tuhan kami, SEMPURNAKANLAH BAGI KAMI
CAHAYA KAMI dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas
segala sesuatu”. (QS At Tahrim 66 : 8)
Dan kamu mengira mereka itu
sadar padahal mereka itu tidak sadar dan Kami balik-balikkan mereka ke
kanan dank e kiri, SEDANGKAN ANJING MEREKA MENJULURKAN KEDUA LENGANNYA
KE MUKA PINTU GUA. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kalian akan
berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah hati kamu akan
dipenuhi ketakutan (tanda Tanya) terhadap mereka”. (QS Al Kahfi 18 :
18)
“Puasa adalah milikKu dan Aku yang paling berhak memberikan ganjaran untuknya”. (Al Shawm li wa-ana ajabihi) (Hadits Qudsi).
“Apabila engkau berpuasa, hendaklah telingamu berpuasa dan juga matamu,
lidahmu, dan mulutmu, tanganmu, dan setiap anggota tubuhmua”. (Hadits).
“Banyak orang berpuasa, hendaknya telingamu berpuasa dan juga matamu,
lidahmu dan mulutmu, tanganmu dan setiap anggota tubuhmu”. (Hadits).
“Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak memperoleh kebaikan dari puasanya kecuali lapar dan haus”. (Hadits).
“Buatlah perut-perutmu lapar dan hati-hatimu haus dan badanmu
telanjang, mudah-mudahan mata hati kalian bias melihat Allah di dunia
ini” (Hadits).
Seorang sufi bernama Al Hujwiri dalam bukunya yang
berjudul KASYFUL MAHJUB meriwayatkan : “Aku bermimpi bertemu dengan
Rasulullah SAW dan memohon kepada beliau untuk memberikan nasehat
kepadaku, dan beliau menjawab : “Tahanlan lidahmu dan tutuplah
indera-inderamu”.
“Tatkala aku berada di sisi Rasululullah SAW
tiba-tiba beliau bertanya “Adakah orang asing diantara kamu? Lantas
beliau bersabda : “Angkat tangan kamu dan memerintahkan agar menutup
Pintu”. (HR Al Hakim dari Ya’la bin Syidad).
Rasulullah SAW bersabda
: “Lishaimi farhatthani, farhatun’ indal ifthari, wa farhatun’indal
liqa’rabihi”. Artinya : bagi orang yang berpuasa pada saat kegembiraan,
pertama di saat berbuka dan kedua disaat bertemu Tuhannya. Hadits).
Hai manusia! Sesungguhnya kamu harus berusaha dengan sungguh-sungguh
menuju Tuhanmu, hingga kamu menemui-Nya”. (QS Al Insyiqaaq 84 : 64).
“Dan sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang
baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah
(liman kaana yarjuloha)…” (QS Al Ahzab 33 : 21).
‘Barangsiapa yang
mengharapkan bertemu dengan Allah, maka suatu saat waktu yang dijanjikan
Allah akan tiba”. (QS Al Ankabuut 29 : 5).
“Barangsiapa yang bertemu dengan Allah, maka ia harus melakukan amal yang benar….” (QS Al Kahfi 18 : 110).
“… (yaitu) bunuhlah nafs-mu dan keluarlah dari rumahmu (anfus-mu) ani
aqtuluu anfusakum awiakhrujuu min diyaarikum)…” (QS An Nisaa’ 4 : 66).
“… barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah menuju Allah dan Rasul-Nya…” (QS An Nisaa 4 : 1100).
“…maka masuklah ke dalam Gua, niscaya Tuhanmu akan melimpahkan
Rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang bermanfaat bagimu dalam
urusan kamu, yaitu kamu akan melihat Cahaya MATAHARI bersinar dari
sebelah kanan di dalam Gua, dan tenggelam di sebelah kiri kamu beada di
tempat Yang luas dalam Gua