KHODAM
Yang dimaksud khodam
dalam uraian ini adalah penjaga yang didatangkan dari dunia ghaib untuk
manusia, bukan untuk benda bertuah. Didatangkan dari rahasia urusan Ilahiyah yang terkadang banyak diminati oleh sebagian kalangan ahli mujahadah dan riyadlah
tetapi dengan cara yang kurang benar. Para ahli mujahadah itu sengaja
berburu khodam dengan bersungguh-sungguh. Mereka melakukan wirid-wirid
khusus, bahkan datang ke tempat-tempat yang terpencil. Di
kuburan-kuburan tua yang angker, di dalam gua, atau di tengah hutan.
Ternyata keberadaan khodam
tersebut memang ada, mereka disebutkan di dalam al-Qur’an al-Karim.
Diantara mereka ada yang datang dari golongan Jin dan ada juga dari
Malaikat, namun barangkali pengertiannya yang berbeda. Karena khodam yang dinyatakan dalam Al-Qur’an itu bukan berupa kelebihan atau linuwih yang terbit dari basyariah
manusia yang disebut “kesaktian”, melainkan berupa sistem penjagaan dan
perlindungan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dan
beramal shaleh sebagai buah ibadah yang mereka lakukan. Sistem perlindungan tersebut dibangun oleh rahasia urusan Allah s.w.t yang disebut “walayah”,
dengan itu supaya fitrah orang beriman tersebut tetap terjaga dalam
kondisi sebaik-baik ciptaan. Allah s.w.t menyatakan keberadaan khodam-khodam tersebut dengan firman-Nya:
لَهُ
مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ
أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى
يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Bagi
manusia ada penjaga-penjaga yang selalu mengikutinya, di muka dan di
belakangnya, menjaga manusia dari apa yang sudah ditetapkan Allah
baginya. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, sehingga
mereka merubahnya sendiri”. (QS. ar-Ra’d; 13/11)
Lebih jelas dan detail adalah sabda Baginda Nabi s.a.w dalam sebuah hadits shahihnya:
حَدِيثُ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ عَبْدًا
دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّي أُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبَّهُ قَالَ
فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ ثُمَّ يُنَادِي فِي السَّمَاءِ فَيَقُولُ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ فُلَانًا فَأَحِبُّوهُ فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ
قَالَ ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ الْقَبُولُ فِي الْأَرْضِ رواه البخاري و مسلم *
“Hadits
Abi Hurairah r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya
Allah apabila mencintai seorang hamba, memanggil malaikat Jibril dan berfirman :
“Sungguh Aku mencintai seseorang ini maka cintailah ia”. Nabi s.a.w
bersabda: “Maka Jibril mencintainya”. Kemudian malaikat Jibril
memanggil-manggil di langit dan mengatakan: “Sungguh Allah telah
mencintai seseorang ini maka cintailah ia, maka penduduk langit
mencintai kepadanya. Kemudian baginda Nabi bersabda: “Maka kemudian
seseorang tadi ditempatkan di bumi di dalam kedudukan dapat diterima oleh orang banyak”. (HR Bukhori dan Muslim )
Dan juga sabdanya:
حَدِيثُ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلَائِكَةٌ
بِاللَّيْلِ وَمَلَائِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلَاةِ
الْفَجْرِ وَصَلَاةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ
فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ
عِبَادِي فَيَقُولُونَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ وَأَتَيْنَاهُمْ
وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Hadits
Abi Hurairah r.a Sesungguhnya Rasulullah s.w.t bersabda: “Mengikuti
bersama kalian, malaikat penjaga malam dan malaikat penjaga siang dan
mereka berkumpul di waktu shalat fajar dan shalat ashar kemudian mereka
yang bermalam dengan kalian naik (ke langit), Tuhannya bertanya kepada
mereka padahal sesungguhnya Dia lebih mengetahui keadaan mereka: di
dalam keadaan apa hambaku engkau tinggalkan?, mereka menjawab: mereka
kami tinggalkan sedang dalam keadaan shalat dan mereka kami datangi
sedang dalam keadaan shalat”. (HR Buhori dan Muslim)
Setiap
yang mencintai pasti menyayangi. Sang Pecinta, diminta ataupun tidak
pasti akan menjaga dan melindungi orang yang disayangi. Manusia,
walaupun tanpa susah-susah mencari khodam, ternyata sudah mempunyai khodam-khodam, bahkan sejak dilahirkan ibunya. Khodam-khodam itu ada yang golongan malaikat dan ada yang golongan Jin. Diantara mereka bernama malaikat Hafadhoh
(penjaga), yang dijadikan tentara-tentara yang tidak dapat dilihat
manusia. Konon menurut sebuah riwayat jumlah mereka 180 malaikat. Mereka
menjaga manusia secara bergiliran di waktu ashar dan subuh, hal itu
bertujuan untuk menjaga apa yang sudah ditetapkan Allah s.w.t bagi
manusia yang dijaganya.
Itulah
sistem penjagaan yang diberikan Allah s.w.t kepada manusia yang
sejatinya akan diberikan seumur hidup, yaitu selama fitrah manusia belum
berubah. Namun karena fitrah itu terlebih dahulu dirubah sendiri oleh
manusia, hingga tercemar oleh kehendak hawa nafsu dan kekeruhan akal
pikiran, akibat dari itu, matahati yang semula cemerlang menjadi
tertutup oleh hijab dosa-dosa dan hijab-hijab karakter tidak terpuji, sehingga sistem penjagaan itu menjadi berubah
.
KHODAM JIN DAN KHODAM MALAIKAT
‘Setan’, menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata syathona yang berarti ba’uda
atau jauh. Jadi yang dimaksud ‘setan’ adalah makhluk yang jauh dari
kebaikan. Oleh karena hati terlebih dahulu jauh dari kebaikan, maka
selanjutnya cenderung mengajak orang lain menjauhi kebaikan. Apabila
setan itu dari golongan Jin, berarti setan Jin, dan apabila dari
golongan manusia, berarti setan manusia. Manusia bisa menjadi setan
manusia, apabila setan Jin telah menguasai hatinya sehingga perangainya
menjelma menjadi perangai setan. Rasulullah s.a.w menggambarkan potensi
tersebut dan sekaligus memberikan peringatan kepada manusia melalui
sabdanya:
لَوْلاَ أَنَّ الشَّيَاطِيْنَ يَحُوْمُوْنَ عَلَى قُلُوْبِ بَنِى آَدَمَ لَنَظَرُوْا اِلَى مَلَكُوْتِ السَّمَاوَاتِ
“Kalau sekiranya setan tidak meliputi hati anak Adam, pasti dia akan melihat alam kerajaan langit”.
Di dalam hadits lain Rasulullah s.a.w bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَيَجْرِى مِنِ ابْنِ آَدَمَ مَجْرَى الدَّمِ فَضَيِّقُوْا مَجَاِريَهُ ِبالْجُوْعِ.
“Sesungguhnya
setan masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran
darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan puasa”.
Setan
jin menguasai manusia dengan cara mengendarai nafsu syahwatnya.
Sedangkan urat darah dijadikan jalan untuk masuk dalam hati, hal itu
bertujuan supaya dari hati itu setan dapat mengendalikan hidup manusia.
Supaya manusia terhindar dari tipu daya setan, maka manusia harus mampu
menjaga dan mengendalikan nafsu syahwatnya, padahal manusia dilarang
membunuh nafsu syahwat itu, karena dengan nafsu syahwat manusia tumbuh
dan hidup sehat, mengembangkan keturunan, bahkan menolong untuk
menjalankan ibadah.
Dengan
melaksanakan ibadah puasa secara teratur dan istiqomah, di samping
dapat menyempitkan jalan masuk setan dalam tubuh manusia, juga manusia
dapat menguasai nafsu syahwatnya sendiri, sehingga manusia dapat terjaga
dari tipudaya setan. Itulah hakekat mujahadah. Jadi mujahadah adalah
perwujudan pelaksanaan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya secara
keseluruhan, baik dengan puasa, shalat maupun dzikir. Mujahadah itu
merupakan sarana yang sangat efektif bagi manusia untuk mengendalikan
nafsu syahwat dan sekaligus untuk menolak setan. Allah s.w.t berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang bertakwa, bila mereka ditimpa was-was dari setan,
mereka berdzikir kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat”. (QS.al-A’raaf.7/201)
Firman Allah s.w.t di atas, yang dimaksud dengan lafad “Tadzakkaruu” ialah, melaksanakan dzikir dan wirid-wirid yang sudah diistiqamahkan, sedangkan yang dimaksud “Mubshiruun”, adalah melihat. Maka itu berarti, ketika hijab-hijab hati manusia sudah dihapuskan sebagai buah dzikir yang dijalani, maka sorot matahati manusia menjadi tajam dan tembus pandang.
Jadi,
berdzikir kepada Allah s.w.t yang dilaksanakan dengan dasar Takwa
kepada-Nya, di samping dapat menolak setan, juga bisa menjadikan hati
seorang hamba cemerlang, karena hati itu telah dipenuhi Nur ma’rifatullah. Selanjutnya, ketika manusia telah berhasil menolak setan Jin, maka khodamnya yang asalnya setan Jin akan kembali berganti menjadi golongan malaikat.
إِنَّ
الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي
الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي
أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
“Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada
mereka (dengan mengatakan) “Janganlah kamu merasa takut janganlah kamu
merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan memperoleh surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu”(30)Kamilah pelindung-pelindungmu di dalam
kehidupan di dunia maupun di akherat”. (QS. Fushilat; 41/30-31)
Firman Allah s.w.t di atas yang artinya: “Kami adalah pelindung-pelindungmu di dalam kehidupan di dunia maupun di akherat”, itu menunjukkan bahwa malaikat-malaikat yang diturunkan Allah s.w.t kepada orang yang istiqamah tersebut adalah untuk dijadikan khodam-khodam baginya.
Walhasil,
bagi pengembara-pengembara di jalan Allah, kalau pengembaraan yang
dilakukan benar dan pas jalannya, maka mereka akan mendapatkan khodam-khodam malaikat. Seandainya orang yang mempunyai khodam
Malaikat itu disebut wali, maka mereka adalah waliyullah. Adapun
pengembara yang pas dengan jalan yang kedua, yaitu jalan hawa nafsunya,
maka mereka akan mendapatkan khodam Jin. Apabila khodam jin itu ternyata setan maka pengembara itu dinamakan walinya setan. Jadi Wali itu ada dua (1) Auliyaaur-Rohmaan (Wali-walinya Allah), dan (2) Auliyaausy-Syayaathiin (Walinya setan). Allah s.w.t menegaskan dengan firman-Nya:
اللَّهُ
وَلِيُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى
النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ
يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ
النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan
orang-orang yang tidak percaya, Wali-walinya adalah setan yang
mengeluarkan dari Nur kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya”. (QS.al-Baqoroh.2/257)
Dan juga firman-Nya:
إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَاءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan sebagai Wali-wali bagi orang yang tidak percaya “. (QS. Al-A’raaf; 7/27)
Seorang pengembara di jalan Allah, baik dengan dzikir maupun wirid, mujahadah maupun riyadlah,
kadang-kadang dengan melaksanakan wirid-wirid khusus di tempat yang
khusus pula, perbuatan itu mereka lakukan sekaligus dengan tujuan untuk
berburu khodam-khodam yang diingini. Khodam-khodam
tersebut dicari dari rahasia ayat-ayat yang dibaca. Semisal mereka
membaca ayat kursi sebanyak seratus ribu dalam sehari semalam, dengan
ritual tersebut mereka berharap mendapatkan khodamnya ayat kursi.
Sebagai pemburu khodam,
mereka juga kadang-kadang mendatangi tempat-tempat yang terpencil, di
kuburan-kuburan yang dikeramatkan, di dalam gua di tengah hutan
belantara. Mereka mengira khodam itu bisa diburu di tempat-tempat seperti itu. Kalau dengan itu ternyata mereka mendapatkan khodam
yang diingini, maka boleh jadi mereka justru terkena tipudaya setan
Jin. Artinya, bukan Jin dan bukan Malaikat yang telah menjadi khodam mereka, akan tetapi sebaliknya, tanpa disadari sesungguhnya mereka sendiri yang menjadi khodam
Jin yang sudah didapatkan itu. Akibat dari itu, bukan manusia yang
dilayani Jin, tapi merekalah yang akan menjadi pelayan Jin dengan selalu
setia memberikan sesaji kepadanya.
Sesaji-sesaji itu diberikan sesuai yang dikehendaki oleh khodam Jin tersebut. Memberi makan kepadanya, dengan kembang telon atau membakar kemenyan serta apa saja sesuai yang diminta oleh khodam- khodam
tersebut, bahkan dengan melarungkan sesajen di tengah laut dan
memberikan tumbal. Mengapa hal tersebut harus dilakukan, karena apabila
itu tidak dilaksanakan, maka khodam Jin itu akan pergi dan
tidak mau membantunya lagi. Apabila perbuatan seperti itu dilakukan,
berarti saat itu manusia telah berbuat syirik kepada Allah s.w.t. Kita
berlindung kepada Allah s.w.t dari godaan setan yang terkutuk.
Memang yang dimaksud khodam
adalah “rahasia bacaan” dari wirid-wirid yang didawamkan manusia.
Namun, apabila dengan wirid-wirid itu kemudian manusia mendapatkan khodam, maka khodam tersebut hanya didatangkan sebagai anugerah Allah s.w.t dengan proses yang diatur oleh-Nya. Khodam
itu didatangkan dengan izin-Nya, sebagai buah ibadah yang ikhlas
semata-mata karena pengabdian kepada-Nya, bukan dihasilkan karena
sengaja diusahakan untuk mendapatkan khodam.
Apabila khodam-khodam itu diburu, kemudian orang mendapatkan, yang pasti khodam
itu bukan datang dari sumber yang diridlai Allah s.w.t, walaupun datang
dengan izin-Nya pula. Sebab, tanda-tanda sesuatu yang datangnya dari
ridho Allah, di samping datang dari arah yang tidak disangka-sangka,
bentuk dan kondisi pemberian itu juga tidak seperti yang diperkiraan
oleh manusia. Demikianlah yang dinyatakan Allah s.w.t:
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا(2)وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ
“Dan
barangsiapa bertakwa kepada Allah. Allah akan menjadikan jalan keluar
baginya (untuk menyelesaikan urusannya) (2) Dan memberikan rizki
kepadanya dari arah yang tidak terduga”. (QS. ath-Tholaq; 65/2-3)
Khodam-khodam
tersebut didatangkan Allah s.w.t sesuai yang dikehendaki-Nya, dalam
bentuk dan keadaan yang dikehendaki-Nya pula, bukan mengikuti kehendak
hamba-Nya. Bahkan juga tidak dengan sebab apa-apa, tidak sebab ibadah
dan mujahadah yang dijalani seorang hamba, tetapi semata sebab
kehendakNya. Hanya saja, ketika Allah sudah menyatakan janji maka Dia
tidak akan mengingkari janji-janji-Nya.