*Tanya :*Apa akibat dan bahayanya jika seorang Muslim yang mengaku beriman tidak mempelajari Tarekat?
*Jawab
:*
Jika seorang Muslim yang mengaku beriman hanya mempelajari Ilmu
Syari’at saja dan tidak mempelajari Tarekat sampai akhir hayatnya, maka
nanti pada saat sakaratul maut *segala amalan Syari’atnya (shalat,
puasa, zakat, dan haji) tidak akan dapat menolongnya.* Menurut
Al-Ghazali, yang dimaksud dengan sakaratul maut yaitu, dikatakan telah
mati, nyawanya masih ada, dikatakan masih hidup, sudah tidak bisa
apa-apa. Ada tujuh sifat ma'ani pada Allah Taala yang telah dipinjamkan
kepada manusia, diantaranya yaitu :
1. *Hayat,* sedangkan pada manusia adalah yang dihidupkan.
2. *Ilmu,*sedangkan pada manusia adalah yang diberi ilmu.
3. *Iradat,* sedangkan pada manusia adalah yang diberi kehendak.
4. *Qudrat,* sedangkan pada manusia adalah yang diberi kemampuan.
5. *Bashar,* sedangkan pada manusia adalah yang diberi penglihatan.
6. *Sama’*sedangkan pada manusia adalah yang diberi pendengaran.
7. *Kalam,* sedangkan pada manusia adalah yang diberi kemampuan berkata-kata.
Setiap barang pinjaman, pasti akan kembali kepada pemiliknya. Maka pada
saat sakaratul maut , *Allah akan mengangkat sifat-Nya yang lima, yang
telah ia pinjamkan kepada hamba-hamba-Nya,* diantaranya yaitu sifat
iradat, qudrat, basar, sama’ dan kalam. Maka tinggallah dua sifat yang
masih tersisa pada saat sakaratul maut yaitu, *sifat hayat dan ilmu.*
Maka pada saat
sakaratul maut tidak ada yang dapat kita lakukan dan
siapapun tidak akan ada yang dapat menolong kita sebagaimana *firman
Allah dalamm surat as-Syuara ayat 88
:* ﻳَﻮْﻡَ ﻻَﻳَﻨْﻔَﻊُ ﻣَﺎﻝٌ ﻭَﻻَﺑَﻨُﻮْﻥَ . ﺍِﻻَّﻣَﻦْ ﺃَﺗَﻰ ﺍﻟﻠﻪَ ﺑِﻘَﻠْﺐٍ ﺳَﻠِﻴْﻢٍ .
Artinya : “Pada hari itu harta anak-anak laki-laki tiada berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”
Jadi berdasarkan ayat di atas bahwa yang dapat menyelamatkan manusia
pada saat sakaratul maut adalah hati yang bersih. Adapun yang *dimaksud
dengan hati yang bersih yaitu hati yang selalu mengingat Allah.*Jadi
jelaslah *Ilmu Syari’at tidak berlaku dan tidak dapat digunakan pada
saat*
*sakaratul maut* , sebab Ilmu Syari’at terkait dengan sifat
iradat, qudrat, basar, sama’, dan kalam. Sedangkan kelima sifat tersebut
telah diangkat oleh Allah pada saat sakaratul maut. Oleh sebab itu
Hadis Nabi yang berbunyi :
ﻟَﻘِّﻨُﻮﺍْ ﻣَﻮْﺗَﺎﻛُﻢْ ﻻَﺍِﻟَﻪَ ﺍِﻻَّﺍﻟﻠﻪُ
Artinya : “Bimbinglah orang yang hendak meninggal dunia dengan ucapan: la ilaha illallah”. (H.R. Muslim).
Hadis di atas *sesungguhnya diperuntukkan kepada orang yang akan mati,*
yaitu setiap orang yang masih hidup dan *bukan kepada orang yang akan
mati pada saat sakaratul maut.*
Hadis di atas merupakan peringatan
kepada orang-orang yang masih hidup supaya mengenal Allah, *sebab
apabila kalimah la ilaha illallah dibisikkan kepada* *orang yang akan
mati pada saat*
*sakaratul maut tidak akan ada gunanya,* sebab Allah telah mengangkat sifat
sama’ (pendengaran) padanya, mata telah buta, anggota badan telah lumpuh dan kaku.
Maka *tiadalah yang* *dapat menyelamatkan manusia pada saat*
*sakaratul maut selain dirinya sendiri.*
*Apabila ia semasa hidupnya hanya mempelajari Ilmu Syari’at saja, maka
binasalah ia, sebab Ilmu Syari’at tidak berlaku pada saat sakaratul
maut.*
Lalu ilmu apakah yang berlaku pada saat
sakaratul maut? maka jawabannya dapat diperoleh dari pantun yang berisi nasehat kepada manusia tentang
sakaratul maut:
Pohon jelatang di tepi laut
Gugur bunganya dimakan ikan
Kalaulah datang si Malaikal maut
Ilmu apa yang akan digunakan
Orang nelayan pergi ke laut
Pukat dibawa penangkap ikan
Kalaulah datang si Malaikal maut
Ilmu Hakikat itulah gunakan
Kata bismillah asal mula jadi
Makrifat iman itulah nur Ilahi
Apalah gunanya ilmu dicari
Kalaulah tidak kenal diri
Pandang makrifat di dalam diri
Tempat terjadi ismu Ilahi
Amalan Syari’at belumlah berarti kali
*Amalan hakikat itulah yang dibawa mati*
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa *Ilmu Hakikatlah yang
berlaku pada saat sakaratul maut* , sebab hanya dengan *Ilmu Hakikatlah
manusia dapat mengingat Allah.* Apabila pada saat akhir hayatnya ia
dapat mengingat Allah, maka inilah yang disebut dengan hati yang
bersih/selamat (qalbin salim), yaitu *tidak ada yang diingatnya selain
Allah.* Di sinilah penentuan apakah manusia itu masuk surga atau neraka.
Apabila pada saat akhir hayatnya ia dapat mengingat Allah, maka
surgalah baginya. *Adapun orang yang tidak dapat mengingat Allah pada
akhir hayatnya, maka nerakalah baginya.*
Adapun *bagi orang yang
dapat mengingat Allah, maka tidak ada hak bagi Malaikat maut untuk
mencabut nyawanya. Allahlah yang langsung mencabut nyawanya*
sebagaimana firman Allah dalam surat az-Zumar ayat 42 :
ﺍﻟﻠﻪُ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻰ ﺍْﻷَﻧْﻔُﺲَ ﺣِﻴْﻦَ ﻣَﻮْﺗِﻬَﺎ
Artinya : *Allahlah yang mencabut nyawa orang yang mengingat Allah ketika matinya.”*
Berdasarkan ayat di atas, Allahlah yang langsung mencabut nyawa orang yang dapat mengingat-Nya di saat wafatnya.
*Para sufi berkata bahwa sesakit-sakit orang yang dicabut oleh Allah
nyawanya adalah seperti ia mengangkat takbir ketika hendak sembahnyang.
Adapun cara Allah mewafatkan hamba-hamba-Nya yang dapat mengingat-Nya,
maka Allah cukup hanya dengan memanggilnya,* sebagaimana dijelaskan di
dalam firman Allah dalam surat al-Fajri ayat 27-30 :
ﻳَﺄَﻳَّﺘُﻬَﺎ
ﺍﻟﻨَّﻔْﺲُ ﺍﻟْﻤُﻄْﻤَﺌِﻨَّﺔٌ . ﺍِﺭْﺟِﻌِﻰ ﺍِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻚَ ﺭَﺍﺿِﻴَﺔً
ﻣَﺮْﺿِﻴَﺔً . ﻓَﺎﺩْﺧُﻠِﻰ ﻓِﻰ ﻋِﺒَﺪِﻯ . ﻭَﺍﺩْﺧُﻠِﻰ ﺟَﻨَّﺘِﻰ .
Artinya : *“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.*
Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (Q.S. 89 al-Fajri: 27-30).
Demikianlah penghargaan Allah bagi orang yang dapat mengingat-Nya pada
saat wafatnya. Para Malaikat yang mengelilinginya hanya mengucapkan
salam kepadanya dan menggiring ruh tersebut ke baitul makmur.
*Adapun bagi orang yang tidak dapat mengingat Allah pada saat wafatnya,
maka Allah mewakilkan kepada Malaikat Maut untuk mencabut nyawanya,*
sebagaimana firman Allah :
ﻗُﻞْ ﻳَﺘَﻮَﻓَّﻜُﻢْ ﻣَّﻠَﻚُ ﺍﻟْﻤَﻮْﺕِ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﻭُﻛِّﻞَ ﺑِﻜُﻢْ ﺛُﻢَّ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻜُﻢْ ﺗُﺮْﺟَﻌُﻮْﻥَ .
Artinya : “Katakanlah Allah akan mewakilkan Malaikal maut untuk
mencabut nyawamu, kemudian kepada Tuhanmulah kamu akan kembali”. (Q.S.
32 as-Sajadah: 11).
Selanjutnya di dalam surat an-Nisa Allah
menjelaskan orang yang bagaimana yang dicabut oleh Malaikat maut
nyawanya, sebagaimana firman Allah :
ﺍِﻥَّ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﻮَﻓَّﻬُﻢُ ﺍﻟْﻤَﻠَﺌِﻜَﺔُ ﻇَﺎﻟِﻤِﻰ ﺃَﻧْﻔُﺴِﻬِﻢْ
Artinya : “Sesungguhnya orang yang diwafatkan Malaikat maut adalah
mereka yang menzalimi diri mereka sendiri”. (Q.S. 4 an-Nisa: 97).
Berdasarkan penjelasan ayat di atas bahwa *sesungguhnya orang-orang yang
tidak dapat mengenal Allah pada hakikatnya adalah orang-orang yang
menzalimi diri mereka sendiri.*
Adapun seenak-enak atau
seringan-ringan *Malaikat maut mencabut nyawa manusia adalah seperti
kambing dikuliti hidup-hidup.* *Demikianlah jijiknya Allah terhadap
orang yang tidak dapat mengingat-Nya,* sehingga Allah mewakilkan kepada
Malaikat maut untuk mencabut nyawanya.
*Demikianlah betapa meruginya orang-orang yang hanya mengandalkan amal Syari’at saja* dan mengabaikan *Hakikat*
. *"Orang-orang yang mengabaikan hakikat adalah orang-orang yang
menzalimi diri mereka sendiri. Hal ini disebabkan karena *sesungguhnya
mereka tidak mengenal yang mereka sembah.* Inilah yang menyebabkan
mereka tidak dapat kembali kepada Allah karena sesunggunya sewaktu di
dunia mereka tidak pernah mengenal Allah.
*Adapun bagi orang-orang
mukmin yang dapat mengingat Tuhannya semasa hidupnya di dunia, maka di
yaumil mahsyar wajah mereka pada hari itu berseri-seri* sebagaimana
firman Allah :
ﻭُﺟُﻮﻩٌ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻧَّﺎﺿِﺮَﺓٌ . ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺑِّﻬَﺎ ﻧَﺎﻇِﺮَﺓٌ .
Artinya : “Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri,
kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Q.S. 75 al-Qiyamah: 22-23).
Hadis Nabi SAW :
ﻛُﻨَّﺎﺟُﻠُﻮْﺳًﺎ ﻣَﻊَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻞَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ
ﻓَﻨَﻈَﺮَ ﺍِﻟَﻰ ﺍﻟْﻘَﻤَﺮِ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺍَﺭْﺑَﻊَ ﻋَﺸَﺮَﺓَ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﺍِﻧَّﻜُﻢْ
ﺳَﺘَﺮُﻭْﻥَ ﺭَﺑَّﻜُﻢْ ﻋَﻴَﺎﻧًﺎ ﻛَﻤَﺎ ﺗَﺮَﻭْﻥَ ﻫَﺬَﺍﺍﻟْﻘَﻤَﺮَ
ﻻَﺗُﻀَﻤُّﻮْﻥَ ﻓِﻰ ﺭُﺅْﻳَﺘِﻪِ ﻓَﺈِﻥِ ﺍﺳْﺘَﻄَﻌْﺘُﻢْ ﺍَﻥْ ﻻَ ﺗُﻐْﻠَﺒُﻮْﺍ
ﻋَﻠَﻰ ﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻃُﻠُﻮْﻉِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲِ ﻭَﺻَﻼَﺓٍ ﻗَﺒْﻞَ ﻏُﺮُﻭْﺑِﻬَﺎ
ﻓَﺎﻓْﻌَﻠُﻮﺍْ .
“Kami pernah duduk bersama Rasulullah SAW, lalu
beliau memandang rembulan tanggal empat belas, lantas bersabda,
“Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhanmu dengan terang sebagaimana kamu
melihat rembulan itu. Kamu tidak akan ragu sedikitpun dalam melihat-Nya.
Dan kalau kamu mampu janganlah terlalaikan melakukan shalat sebelum
terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, maka kerjakan itu. (H.R.
Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Tirmidzi).
*Adapun bagi orang-orang
yang tidak dapat mengingat Allah semasa hidupnya di dunia, maka Allah
akan mengumpulkannya dalam keadaan buta, bisu, dan pekak* sebagaimana
firman Allah :
ﻭَﻧَﺤْﺸُﺮُﻫُﻢْ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﻤَﺔِ ﻋَﻠَﻰ ﻭُﺟُﻮﻫِﻬِﻢْ ﻋُﻤْﻴًﺎ ﻭَﺑُﻜْﻤًﺎ ﻭَﺻُﻤًّﺎ ﻣَّﺄْﻭَﻫُﻢْ ﺟَﻬَﻨَّﻢُ .
Artinya : “Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret)
atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak, tempat kediaman
mereka adalah neraka jahannam”. (Q.S. 83 al-Isra’: 97).
ﻛَﻶَّ ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻋَﻦْ ﺭَﺑِّﻬِﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺌِﺬٍ ﻟَّﻤَﺤْﺠُﻮﺑُﻮﻥَ .
Artinya : “Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar terlarang dari (melihat) Tuhan mereka.” (Q.S. 83
al-Mutaffifin: 15)
Demikianlah siksaan yang Allah berikan bagi
orang-orang yang tidak dapat menggunakan mata, hati, dan pendengarannya
untuk mengenal Allah semasa hidupnya di dunia. Adapun bagi orang-orang
yang dapat mengingat Allah, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam
surga-Nya. *Adapun bagi orang-orang yang tidak dapat mengingat Allah
pada saat matinya, maka nerakalah baginya.* Orang-orang yang tidak dapat
mengenal Allah sewaktu di dunia, maka *sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat serta mereka akan
dibangkitkan dalam keadaan buta pula* sebagaimana firman Allah :
ﻭَﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﻫَﺬِﻩِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻓَﻬُﻮَ ﻓِﻰ ﺍْﻷَﺧِﺮَﺓِ ﺃَﻋْﻤَﻰ ﻭَﺃَﺿَﻞَّ ﺳَﺒِﻴْﻼً
Artinya : “Barangsiapa yang buta di dunia ini, maka di akhirat nanti ia
lebih buta lagi dan lebih sesat jalannya”. (Q.S. 17 al-Isra’: 72).
*Sesungguhnya yang dimaksud dengan buta pada ayat di atas adalah butanya mata hati,* sebagaimana firman Allah :
ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻻَﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍْﻷَﺑْﺼَﺮُ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﺗَﻌْﻤَﻰ ﺍﻟْﻘُﻠُﻮْﺏُ ﺍﻟﻠّّﺘِﻲْ ﻓِﻰ ﺍﻟﺼُّﺪُﻭْﺭِ
Artinya : “Sesungguhnya yang buta itu bukanlah mata kepala, tetapi yang
buta itu adalah mata hati yang ada di dalam dada.” (Q.S. 22 al-Hadid:
46).
Berdasarkan penjelasan kedua ayat di atas, dapatlah kita
ketahui bahwa *sesungguhnya orang-orang yang tidak dapat mengenal Allah
pada hakikatnya adalah orang-orang yang buta di dunia dan di akhirat
kelak*. Mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta. Ketauhilah
sesungguhnya buta mata hati itu lebih parah daripada butanya mata
kepala. Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mengutamakan Ilmu
Syari’at dan *mengabaikan Hakikat pada hakikatnya adalah membiarkan diri
mereka dalam kebutaan dan tidak mengenal Tuhannya.*
ketahuilah, sesungguhnya hanya *dengan mempelajari hakikat/bertarekatlah* manusia akan mengetahui bahwa hati yang bernama
*latifah robbaniyah* itulah yang mengetahui tentang hakikat Allah
Ta’ala dan tidak dapat dicapai oleh oleh khayal, pikiran serta
sangka-sangka manusia. Dan hati latifah robbaniyah
itulah yang akan dihisab atau ditanyai oleh Allah Ta’ala kelak.
*RINGKASAN DAN HIMBAUAN PENTING BAGI PARA PEMBACA**
Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa Tasawuf dan Tarekat adalah
bagaikan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. *Orang yang bertarekat
sudah barang tentu bertasawuf,*
namun *orang yang mengkaji Tasawuf
tanpa bertarekat adalah *_mustahil_* bagaikan orang yang ingin
menyeberangi lautan yang luas tanpa perahu. Oleh sebab itu
*Mempelajari Tarekat/Tasawuf Hukumnya adalah Wajib bagi setiap Muslimin
dan Muslimat,* sebab *tanpa Bertarekat* Sudah Pasti *Sesat* , sebab
*tidak mengenal yang disembahnya* dan Allah tidak akan memberikan
penilaian apa-apa terhadap amal ibadah yang mereka lakukan. Mereka akan
dibangkitkan Allah dalam keadaan buta disebabkan butanya mata hati
mereka dari mengenal Allah sewaktu di dunia dan *tidak ada tempat bagi
mereka (orang-orang yang tidak bertarekat)* selain Neraka.
Mengingat begitu urgennya,
*Tarekat/Tasawuf sebagai satu-satunya cara untuk mentauhidkan Allah,*
maka segala paham yang berupaya merongrong dan menolak ajaran
Tarekat/Tasawuf adalah wajib ditolak.
Ajaran Wahabi (yang saat ini menamakan diri mereka dengan paham
Salafi atau sejenisnya) adalah salah satu paham yang harus diwaspadai,
disebabkan kebencian mereka terhadap ajaran Tarekat/Tasawuf. Paham
Wahabi dengan segala ajarannya harus dijauhi sebab dapat menyebabkan
umat Islam menjadi sesat karena tidak mengenal Tuhan yang disembahnya.
Sudah sewajarnya umat Islam menyadari bahwa segala tuduhan negatif yang
dilontarkan kepada Ahli Tasawuf dan ajarannya adalah propaganda yang
bersumber dari orang-orang yang awam dan sama sekali tidak paham tentang
Tasawuf.
Meskipun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam
membela Tarekat/Tasawuf dengan berdasarkan dalil naqli dan aqli serta
telah menyebutkan *bahwa bertarekat itu wajib hukumnya,*namun lewat
tulisan ini penulis juga menghimbau kepada para pembaca agar terlebih
dahulu menguji atau meneliti kebenaran ajaran Tarekat yang akan
diikutinya, karena tidak ada jaminan bahwa semua Tarekat itu benar-benar
dapat menyampaikan pengenalan kepada Allah. Berdasarkan kriteria
Tarekat yang telah penulis sebutkan kiranya dapat dijadikan pedoman
untuk menyeleksi kebenaran Tarekat yang akan diikuti ajarannya. *Semoga
Allah menunjuki kita semua sehingga dapat membedakan mana yang haq dan
mana yang bathil.*
Mari kita kita bertareqoh utk sampai ke hakikat.
#SemogaBermanfaat