Saudaraku
sekalian. Meneruskan tulisan sebelumnya, yaitu tentang sosok Abu Bakar
Ash-Shiddiq RA, maka kali ini saya sengaja mengajak Anda sekalian untuk
mengulik kisah hidup seorang Umar ibn Khaththab RA. Seorang sahabat
Rasulullah Muhammad SAW yang dijuluki sebagai
Al-Faruq (sang
pembeda kebenaran dan kebathilan). Sosok yang tegas dan berwibawa. Yang
tak kenal takut kecuali kepada Allah SWT dan teramat cinta kepada
kekasih-Nya,
Muhammad SAW. Dan sosok yang terbukti zuhud dan cerdas
dalam kehidupan dunia.
Baiklah, untuk mempersingkat waktu, mari ikuti penelusuran berikuti ini:
Umar ibn Khaththab RA adalah seorang sahabat Nabi dan Khalifah kedua
setelah wafatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Jasa dan pengaruhnya terhadap
penyebaran Islam sangat besar, hingga Michael H. Heart telah
menempatkannya sebagai orang paling berpengaruh nomor 51 sedunia
sepanjang masa.
Sosok Umar ibn Khaththab sangat berpengaruh di kalangan bangsa Arab
karena keberanian, ketegasan, dan keteguhan jiwanya. Ia adalah
pendukung, pengikut utama dakwah Nabi Muhammad SAW.
1. Silsilah
Beliau lahir di Makkah tahun 581 Masehi. Berasal dari bani Adi, salah
satu bagian suku Quraisy. Nama lengkapnya Umar ibn Khaththab ibn Nafiel
ibn Abdul Uzza. Ayahnya bernama Khaththab ibn Nufail Al-Shimh
Al-Quraisyi dan ibunya Hantamah binti Hasyim. Suku Adi terpandang mulia
dan mempunyai martabat tinggi di kalangan Arab. Garis keturunan Umar ibn
Khathttab bertemu dengan Nabi SAW dalam leluhur generasi ke delapan
yang bertemu pada moyang mereka yang bernama Ka’ab.
2. Sifat dan karakter
Umar mempunyai postur tubuh yang tegap dan kuat, wataknya keras, berani,
dan berdisiplin tinggi. Pada masa remajanya, dia dikenal sebagai
pegulat perkasa dan sering menampilkan kemampuannya itu dalam pesta
tahunan di pasar Ukaz di Makkah. la memiliki kecerdasan yang luar biasa,
mampu memprakirakan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan
datang (prediksi/ramalan). Tutur bahasanya halus dan bicaranya fasih.
Kelebihan-kelebihan yang dimilikinya itu mengantarkan-nya terpilih
menjadi wakil kabilahnya. la selalu diberi kepercayaan sebagai utusan
yang mewakili kabilah Quraisy dalam melakukan perundingan dengan
suku-suku lain di jazirah Arab. Keunggulannya berdiplomasi mem-buatnya
populer di kalangan berbagai suku Arab.
Nabi SAW mengakui keunggulan-keunggulan yang dimiliki Umar, pemuda
yang gagah berani, tidak mengenal takut dan gentar, dan mempunyai
ketabahan dan kemauan keras. Oleh karena itu, untuk kepentingan
perjuangan Islam, Nabi SAW pernah berdoa,
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan salah seorang dari Amr bin Hisyam atau Umar bin Khaththab.” Doa Nabi SAW diperkenankan Allah SWT dengan Islamnya Umar sekitar tahun 616 Masehi.
3. Kisah masuk Islam
Sebelumnya, Umar dikenal sebagai seorang tokoh Arab Quraisy
yang paling gigih menentang seruan Nabi SAW. Meski dakwah beliau sudah
berlangsung selama enam tahun, Umar tetap saja tidak mengindahkannya,
bahkan secara terang-terangan menentangnya.
Suatu hari, Umar berjalan sambil menenteng pedang terhunus. Wajahnya
jelas menunjukkan ekspresi murka. Ia berpapasan dengan Naim al-Nakham.
“Mau kemana kau Umar dengan pedang terhunus seperti itu?” Kau ingin
membunuh seseorang? Kau nampak mengerikan.” Tanya Naim.
“Ya. Aku akan membunuh Muhammad” Kata Umar dengan suara yang lantang.
“Orang ini telah menceraiberaikan persaudaraan kita dan mengingkari
tuhan-tuhan moyang kita” tambah Umar.
“Kau telah tertipu oleh dirimu sendiri, Umar. Lihatlah, orang-orang
Bani Manaf meninggalkanmu. Mereka berharap kau mau membalas dendam
mereka kepada Muhammad” Kata Naim. Ia terdiam sejenak lalu berkata;
“Sekarang lebih baik kau lihat keluargamu sendiri. Memangnya kau tidak
tahu bahwa saudarimu, Fathimah dan suaminya, Said telah menjadi pengikut
Muhammad?”
Mendapatkan informasi itu, Umar makin marah. Ia murung menemui
Muhammad SAW dan menuju ke rumah Fathimah. Sesampainya di sana, di depan
pintu, ia mendengar lantunan ayat Al-Qur`an yang dibacakan oleh Khabab
ibn Art untuk Fathimah dan Said. Ia mendapati adik, ipar, dan beberapa
orang Muslim sedang mempelajari Al-Qur’an. Dari depan pintu itu, Umar
berteriak menyuruh mereka keluar. Fathimah keluar, sementara Said dan
Khabab tetap di dalam rumah.
“Aku sudah tahu kalian meninggalkan keyakinan nenek moyang kita dan mengikuti Muhammad. Kata Umar.
“Kami menemukan kebenaran pada ajaran Muhammad” Kata Fathimah tegas.
“Apa pun yang ingin kau lakukan sekarang, kami tidak akan goyah dengan
pilihan kami ini” Tambah Fathimah.
Seketika Umar menampar keras adiknya itu. Hidungnya pun sampai
berdarah. Umar kemudian menerobos masuk ke dalam rumah, meraih Said,
membantingnya, lalu menginjak dadanya. Sementara Fathimah berusaha
menahan darah yang mengalir dari hidungnya agar tak menetes di lembaran
Al-Qur`an yang di pegangnnya.
Di puncak kemarahannya, mata Umar menangkap sebuah lembaran yang
bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang di pegang oleh adiknya itu,
Fathimah. Umar berusaha merebut lembaran itu, tapi Fathimah menampik
tangan Umar. Lalu berkata; “Ini kitab suci. Tidak boleh disentuh oleh
orang kafir yang tak suci sepertimu” Kata Fathimah.
Mendengar itu, jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan hatinya
menjadi ciut. Ia tertusuk, lunglai dan seperti tersihir oleh kata-kata
dari saudarinya itu. Umar pun segera mandi dan mengucikan diri lalu
mem-baca ayat-ayat Al-Qur’an yang tertera di lembaran yang di pegang
adiknya itu. Menurut sebagian riwayat, yang tertera di dalam lembaran
itu adalah beberapa ayat dari permulaan surat Thaahaa. Yang tertulis:
“Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu
menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada
Allah), Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit
yang tinggi. (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas
‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi,
semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika
kamu mengeraskan ucapanmu, Maka Sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan
yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang
baik),” (QS. Thaahaa [20] ayat 1-8)
Setelah membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang, dan rasa
damai menyelinap di hatinya. Ayat-ayat itu menyentuh hati terdalam Umar.
Timbul keinginan kuat untuk segera menemui Rasulullah SAW. la pun
segera meminta maaf kepada adik Fathimah, iparnya Said dan temannya
Khabab ibn al-Art, lalu bertanya; “Dimana aku bisa menemui Muhammad?”
Khabab yang sedari tadi hanya bersembunyi karena takut dengan
kemarahan Umar, tiba-tiba muncul dan bicara; “Berbahagialah kau Umar.
Allah telah membuka pintu hatimu untuk Islam. Rasul pernah berdoa
mengharap keIslamanmu” dan setelah itu, ia di tunjukkan dimana biasa
Rasulullah berkumpul dengan para sahabatnya, yaitu di rumah Al-Arqam.
Selepas itu, Umar langsung menuju rumah Al-Arqam (rumah yang
dihibahkan Al-Arqam kepada Rasulullah untuk dijadikan pusat dakwah
Islam) di mana Nabi Muhammad SAW sedang menyampaikan dakwah secara
sembunyi-sembunyi. Sesampainya di rumah Al-Arqam, Umar segera mengetuk
pintu. Mengetahui yang datang adalah Umar, sahabat-sahabat yang sedang
bersama Nabi SAW menjadi gentar dan ketakutan, kecuali Hamzah bin Abdul
Muttalib, paman Nabi SAW yang dikenal sebagai seorang yang gagah berani.
Para sahabat menduga-duga apa yang akan dilakukan oleh Umar. “Kita
lihat saja” Kata Hamzah. “Jika Allah menghendaki kebaikan, maka Umar
akan mendapatkannya. Jika bukan, berarti Umar sedang mengantar-kan
nyawanya sendiri”
Nabi SAW menyuruh membuka pintu dan mempersilakan Umar masuk. Melihat
sikap Nabi SAW yang sangat lembut dan bijaksana, Umar merasa kecil di
hadapannya. Setelah Umar mendekat, Rasulullah segera menyambutnya. “Ada
apa kau kemari, Umar?” Tanya beliau, ramah.
Umar membalasnya dengan senyuman dan berkata; “Aku ingin masuk Islam”
Sambil menggenggam leher baju Umar, Nabi SAW berkata dengan suara yang keras,
“Islamlah engkau, wahai Ibnu Khaththab!”
Umar pun lalu mengucapkan Dua Kalimat Syahadat di hadapan Rasulullah
dan para sahabat., sebagai tanda ia telah masuk Islam. Semua yang hadir
di rumah Al-Arqam bergembiran dengan peristiwa itu. Orang-orang yang
berada di rumah pun bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia
adalah orang yang ke 40 masuk Islam.
Kemudian Nabi Muhammad SAW berdoa;
“Ya Allah, ini adalah Umar ibn Khathttab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khaththab.” Dan dalam riwayat lain:
“Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar.”
Abdullah bin Mas’ud berkomentar, “Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khaththab masuk Islam.”
4. Mendapat gelar Al-Faruq
Masuk Islamnya Umar segera diikuti oleh putra sulungnya, Abdullah, dan
isterinya, Zainab binti Maz’un. Tapi tentunya keislamannya itu malah
mengecewakan kalangan kafir Quraisy. Mereka merasa, pelan-pelan sandaran
mereka mulai rapuh. Sebaliknya, bagi umat Islam, keIslaman Umar adalah
rahmat. Setelah Hamzah, kini Umar. Pengikut Islam tak lagi dari kalangan
budak, melainkan pembesar Quraisy.
Sebelum Umar menanggalkan kekafirannya, tak jarang umat Islam
melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi. Keadaan itu barubah
setelah Umar masuk Islam. Umar pernah berkata; “Bukankah kita ini benar
ya Rasulullah? Lalu kenapa harus sembunyi-sembunyi?”
Sehingga sejak hari itu pula, Umar mendapat julukan
Al-Faruq
(sang pembeda kebenaran dan kebathilan). Dan umat Islam pun lebih
tenang melaksanakan shalat berjamaah. Keikutsertaan Umar dalam barisan
shaf
membuat para jamaah yakin tak akan di ganggu oleh orang-orang kafir
Quraisy. Tak hanya itu, ia pun di percaya oleh Rasulullah untuk mencatat
wahyu, karena ia memanglah pintar dalam tulis menulis aksara Arab.
Sehingga bertambah banyaklah dari kalangan sahabat yang mencatatkan ayat
Al-Qur`an demi kelestariannya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda;
“Sesungguhnya
di antara orang-orang sebelum kalian terdapat sejumlah manusia yang
mendapat ilham. Apabila seorang umatku mendapatkannya, maka Umarlah
orangnya”
Zakaria bin Abi Zaidah menambahkan dari Sa`ad dari Abi Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah bersabda;
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Bani Israil ada yang
diberikan ilham walaupun mereka bukan nabi, jika salah seorang dari
umatku mendapat-kannya, maka Umarlah orangnya.”
Umar selalu mengikuti peperangan yang di pimpin oleh Rasulullah SAW
dan peristiwa-peristiwa yang terkait dengannya, seperti perang Badar,
Uhud, Khandaq. Ia terkait dalam pengepungan Bani Qainuqa, Bani
Mushthaliq, Hunai dan Thaif. Ia tergabung dalam pasukan pada misi
pembebesan Makkah (
Fathu Makkah). Umar juga menjadi salah satu
prajuri pasukan al-`Usrah (pasukan yang dipersiapkan untuk menyerang
pasukan Romawi sebagai pembalasan kematian tiga pemimpin pasukan Islam
(Zaid ibn Harits, Ja`far ibn Abu Thalib, dan Abdullah ibn Rawahah).
Pada semua peristiwa kepahlawanan itu, Umar menjadi teladan
keberanian seorang prajurit yang ditakuti lawan. Bahkan Rasulullah SAW
pernah bersabda;
“Syaitan dari golongan manusia dan jin pun lari dari Umar” (HR. At-Tirmidzi)
Di lain waktu, Hafshah, Ummul Mukminin, putri Umar, menuturkan bahwa Rasulullah pernah mengatakan;
“Sejak Umar masuk Islam, setiap syaitan yang bertemu dengannya akan tunduk” (HR. At-Thabrani)
Ketegasan dan keberanian Umar merupakan kekuatan besar dalam upaya
mengembangkan Islam selanjutnya, sehingga bukan hanya Nabi SAW yang
menaruh simpati dan kepercayaan yang besar kepadanya, melainkan juga
para sahabat, khususnya Abu Bakar Ash-Shiddiq RA. Pada masa
pemerintahannya, Umar selalu diangkat sebagai penasihat sekaligus hakim
dalam menangani permasalahan-permasalahan hukum yang timbul ketika itu.
Kemampuan Umar dalam hal memecahkan berbagai problema hukum yang
dihadapkan kepadanya meyakinkan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA untuk
mengangkatnya sebagai Khalifah penggantinya kelak.
Selain itu, keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh bangsa Arab
lainnya masuk Islam. Sejak saat itu, berbondong-bondonglah orang masuk
Islam, sehingga hanya dalam waktu yang singkat pengikut Islam bertambah
dengan pesatnya.
Umar telah membawa cahaya terang dalam permulaan perjuangan Islam.
Dakwah Islam, yang semula dijalankan secara rahasia dan
sembunyi-sembunyi, kini disiarkan secara terang-terangan. Umar menjadi
pembela dan pelindung umat Islam dari segala gangguan. Ibnu Asir
mengungkapkan bahwa Abdullah bin Mas’ud RA berkata, “Islamnya Umar
adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah suatu pertolongan, dan
pemerintahannya adalah rahmat. Pada awalnya, umat Islam tidak berani
mengerjakan ibadah shalat dengan terang-terangan, takut dianiaya oleh
kafir Quraisy, tetapi setelah itu mereka dapat beribadah dengan leluasa
tanpa merasa tertekan.”
Umar pun telah menunjukkan kesetiaan dan pengabdiannya tanpa pamrih
demi kejayaan Islam, seolah-olah ia hendak menebus segala jenis
kesalahan dan dosa yang diperbuatnya pada masa jahiliyah. Dan ini
terbukti ketika semua umat Islam yang berhijrah ke Yastrib dengan cara
sembunyi-sembunyi. Namun Umar tidak demikian. Bahkan ia terang-terang
menantang siapa saja yang hendak menghalanginya dalam berhijrah ke
Yastrib (Madinah), dengan berkata: “Hai kalian! Aku akan hijrah ke
Yastrib. Siapa yang ingin diratapi oleh ibunya, siapa yang ingin anaknya
menjadi yatim, siapa yang ingin men-jadikan istrinya janda, maka hadapi
aku di balik bukit”
Siapa yang berani menantang seorang pemberani dan satria seperti
Umar? Sehingga ia pun dengan selamat tiba di Yastrib. Kedatangannya di
sambut oleh Rasulullah, para sahabat dan keluarganya yang telah lebih
dulu tiba disana.
5. Keadaan Umar ibn Khaththab selama menjadi Khalifah
Khalifah setelah Abu Bakar ini dikenal sangat sederhana. Tidur siangnya
beralaskan tikar dan batu bata di bawah pohon kurma, dan ia hampir tak
pernah makan kenyang, demi menjaga perasaan rakyatnya. Umar juga sangat
takut mengambil harta kaum Muslimin tanpa alasan yang kuat. la
berpakaian sangat sederhana, bahkan tidak pantas untuk dipakai oleh
seorang pembesar seperti dia. Umar pun meneladani perilaku Rasulullah
SAW dalam seluruh aspek kehidupannya. Prinsip hidup sederhana juga
diterapkan oleh Umar di lingkungan keluarganya. Istri dan anak-anaknya
dilarang menerima pemberian dalam bentuk apa pun dari para pembesar
maupun dari rakyatnya.
Umar pernah berkata, “Tidak halal bagiku harta yang diberikan Allah
kecuali dua pakaian. Satu untuk dikenakan di musim dingin dan satu lagi
dikenakan untuk musim panas. Adapun makanan untuk keluargaku sama saja
dengan makanan orang-orang Quraisy pada umumnya, bukan standar yang
paling kaya di antara mereka. Aku sendiri hanyalah salah seorang dari
kaum Muslimin.
Jika menugaskan para gubernurnya, Umar akan menulis perjanjian yang
disaksikan oleh kaum Muhajirin. Umar mensyaratkan kepada mereka agar
tidak berpakaian yang halus, dan tidak menutup pintu rumahnya kepada
rakyat yang membutuhkan bantuan. Jika mereka melanggar pesan ini, maka
akan mendapatkan hukuman.
Umar juga membuat peraturan untuk para gubernurnya. Diantaranya:
1) Jangan memiliki kendaraan istimewa
2) Jangan memakai pakaian tipis (halus dan mahal harganya)
3) Jangan makan-makan yang enak-enak
4) Jangan menutup rumahmu bila orang memerlukanmu
Sebagai Khalifah, Umar dikenal sangat adil dalam menjalankan
pemerintahannya. la tidak membedakan antara tuan dan budak, kaya dan
miskin, juga penguasa dan rakyat jelata. Semua mendapat perlakuan yang
sama. Yang salah dihukum dan yang benar dibelanya. Banyak didapati
riwayat yang disampaikan Anas bin Malik RA, bahwa suatu ketika ia sedang
duduk bersama Umar. Lalu datang seorang penduduk Mesir yang mengadukan
perihal kezaliman Amr bin al-As, gubernur Mesir. Tentang perilaku sang
gubernur yang menampar teman sebayanya. Dengan serta merta Umar mengirim
surat kepada Amr bin al-Ash agar segera meng-hadap kepada Umar di
Madinah. Setelah Amr bin al-Ash datang, ia pun diadili dan ternyata
bersalah. Umar lalu menyuruh bocah yang teraniaya itu membalas sesuai
dengan perlakuan yang diterimanya. Yaitu dengan menampar kembali sang
gubernur, lalu ia berkata kepada Amr ibn Ash; “Mengapa kau memperbudak
manusia yang telah dilahirkan merdeka oleh ibu-ibu mereka?” Begitulah
gambaran nyata tentang keadilan seorang Umar ibn Khaththab RA, yang tak
mengenal siapa orangnya.
Suatu hari, Umar pernah mengatakan; “Jika ada seekor unta saja yang
tergelincir di jalan Iraq, di akhirat kelak, aku yang dituntut Allah:
“Mengapa kau tak membuat jalan yang baik meski untk seekor unta?”
Pada masa Kekhalifahannya yang tepat pada tahun ke 18 Hijriyah,
terjadi masa paceklik. Tak sedikit orang yang kelaparan, bahkan mati
kelaparan. Saat itu, Umar mengharamkan dirinya makan daging. Ia hanya
makan roti untuk sekian lama sampai wajahnya tampak seperti orang
kekurangan gizi. Sehingga orang-orang pun berkata; “Jika umat tengah
merasakan penderitaan, maka Umar adalah orang pertama yang merasakan
penderitaan itu. Sedangkan saat umat merasakan kesenangan, maka ia
adalah orang yang terakhir merasakannya”
Umar ibn Khaththab RA tidak hanya memberlakukan kesederhanaan pada
dirinya saja, namun juga terhadap para pejabat di pemerintahannya
sebagaimana uraian di atas. Sehingga tidak keliru bila umat di zaman
kini kembali berkaca kepada kesederhanaan sahabat Rasululah SAW dan Abu
Bakar Ash-Shiddiq RA ini. Karena tentunya akan mendatangkan banyak
sekali manfaatnya.
Mu`awiyah bin Abu Sufyan berkata, “Adapun Abu Bakar, ia tidak sedikit
pun menginginkan dunia dan dunia juga tidak ingin datang
menghampirinya. Sedangkan Umar, dunia datang menghampirinya namun dia
tidak menginginkannya. Adapun kita bergelimang dalam kenikmatan dunia”
Pernah Umar dicela dan dikatakan kepadanya; “Alangkah baiknya jika
engkau memakan makanan yang bergizi tentu akan membantu dirimu supaya
lebih kuat membela kebenaran. Maka Umar berkata; “Sesungguhnya aku telah
meninggalkan kedua sahabatku (Rasulullah dan Abu Bakar) dalam keadaan
tegar (tidak terpengaruh dengan dunia), maka jika aku tidak mengikuti
ketegaran mereka, aku takut tidak akan dapat mengejar kedudukan mereka”
Anas berkata: “Di antara bahu dari baju Umar, terdapat empat
tambalan, kainnya ditambal dengan kulit. Pernah beliau khutbah di atas
mimbar mengenakan pakaian yang memiliki dua belas tambalan. Ketika
melaksanakan ibadah haji, beliau hanya menggunakan enam belas dinar,
sementara beliau berkata kepada anaknya; “Kita ini terlalu boros dan
berlebihan”. Pada tahun paceklik dan kelaparan, beliau tidak pernah
makan kecuali roti dan minyak hingga kulit beliau berubah menjadi hitam.
Beliau berkata, “Akulah sejelek-jelek penguasa apabila aku bisa kenyang
sementara rakyatku kelaparan. Pada wajah beliau terdapat dua garis
hitam disebabkan banyak menangis. Terkadang beliau mendengar ayat Allah
dan jatuh pingsan karena perasaan takut, hingga terpaksa diangkat ke
rumah dalam keadaan pingsan. Kemudian kaum Muslimin pun menjenguk beliau
beberapa hari, padahal beliau tidak memiliki penyakit yang membuat
beliau pingsan kecuali perasaan takutnya”
Saat menjabat sebagai Khalifah, Umar bin Khaththab berlaku sangat
zuhud meski beliau sesungguhnya seorang yang sangat kaya. Ketika wafat,
Umar ibn Khaththab meninggalkan ladang pertanian sebanyak 70.000 ladang,
yang rata-rata harga ladangnya sebesar Rp. 160 juta – perkiraan
konversi ke dalam rupiah. Itu berarti, Umar telah meninggalkan warisan
sebanyak Rp. 11,2 Triliun. Setiap tahun, rata-rata ladang pertanian saat
itu menghasilkan Rp. 40 juta, berarti Umar mendapatkan penghasilan Rp.
2,8 Triliun setiap tahun, atau 233 Miliar sebulan.
Umar memiliki 70.000 properti. Umar selalu menganjurkan kepada para
pejabatnya untuk tidak menghabiskan gajinya untuk dikonsumsi. Melainkan
disisakan untuk membeli properti. Agar uang mereka tidak habis hanya
untuk di makan.
Namun begitulah Umar. Ia tetap saja sangat berhati-hati. Harta
kekayaannya pun ia pergunakan untuk kepentingan dakwah dan umat. Tak
sedikit pun Umar menyombongkan diri dan mempergunakannya untuk sesuatu
yang mewah dan berlebihan. Sampai-sampai menjelang akhir
kepemimpinannya, Ustman ibn Affan mengatakan; “Sesungguhnya, sikapmu
telah sangat memberatkan siapapun dari Khalifah penggantimu kelak.”
Pernah suatu hari jamaah kaum Muslimin hendak menunaikan shalat
Jum`at. Waktu sudah mepet dan khutbah Jum`at sudah saatnya untuk
disampaikan tapi Amirul Mukminin Umar ibn Khathtahb belum juga keluar
dari rumahnya. Sebagian jamaah mulai menebak-nebak, jangan-jangan
Khalifah Umar sedang sakit karena tidak seperti biasanya ia terlambat
menyampaikan khutbah Jum`at. Umar ibn Khaththab adalah seorang yang
berdisiplin tinggi. Selama ini tidak pernah ia melalaikan kewajibannya
sebagai seorang pemegang amanah umat.
Dan tak berapa lama kemudian Umar bin Khaththab keluar dari rumah
menemui jamaah kaum Muslimin yang sudah menanti dimulainya khutbah
Jum`at. Setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi SAW dan
menyampaikan pesan taqwa kepada jamaah, ia menyampaikan perihal
keterlambatannya mengisi khutbah Umar berkata bahwa; “Aku hanya memiliki
selembar pakaian ini saja yang selalu aku pakai setiap hari dalam
menjalankan tugas Kekhalifahanku dan tadi aku mencucinya dan lama aku
menungguinya hingga mengering”.
Sambil berkata seperti itu Umar selalu mengibas-ngibaskan pakaian
gamisnya, karena belum kering sepenuhnya. Apa yang Umar adalah suatu
teladan kesederhanaan yang sudah dicontohkan oleh dua orang sahabat-nya
yang sudah wafat terlebih dahulu, yaitu Rasulullah SAW dan Abu Bakar
Ash-Shiddiq RA. Umar ibn Khaththab pernah berkata; “Rasulullah SAW telah
mendahuluiku dan beliau telah memperoleh nikmat disisi Allah, begitu
juga Abu Bakar juga telah berhasil mencontohnya, maka ia juga beroleh
nikmat disisi Allah dan sekarang tinggal aku seorang yang belum jelas
nasibnya, maka akan menyesal diriku bila tidak mencontoh mereka berdua”.
Kesederhanaan Abu Bakar sebagai pemimpin negara menjadi suri tauladan
bagi para Khalifah setelahnya. Umar ibn Khaththab, Khalifah setelahnya,
dikenal sebagai sosok yang sangat tegas dalam mentaati syariah Islam
dan tegas pula dalam hal menjaga diri, keluarga dan para pejabat di
pemerintahannya untuk tidak menyelewengkan kekuasaan demi kepentingan
pribadi.
Umar ibn Khaththab pernah memaksa putranya Abdullah ibn Umar untuk
segera menjual unta gemuk putranya itu yang digembalakan di tanah milik
negara dan mengembalikan seluruh hasil penjualannya ke dalam kas negara (
bait al-mal).
Khalifah Umar tidak menginginkan anak-anaknya bersikap “aji mumpung”
dalam memanfaatkan fasilitas negara selama beliau berkuasa. Karena itu
adalah tindakan yang tidak sesuai dengan contoh yang diberikan
Rasulullah SAW.
Kesederhanaan beliau juga tercermin dalam kisah berikut ini. Suatu
saat, sejumlah sahabat di antaranya Utsman, `Ali ibn Abi Thalib, Zubair
bin Awwam dan Thalhah RA berunding untuk mengusulkan agar santunan untuk
Khalifah Umar dinaikkan, karena dianggap terlalu kecil. Namun, tidak
ada seorang pun dari mereka yang berani mengajukan usul tersebut kepada
Khalifah Umar yang terkenal sangat tegas dan “keras”. Mereka khawatir
usulan itu tidak diterima.
Akhirnya, mereka menemui Hafshah RA, Ummul Mukminin, salah seorang
istri Baginda Nabi SAW yang tidak lain putri Umar. Saat Hafshah
menyampaikan pesan mereka terkait dengan usulan kenaikan santunan untuk
Khalifah tersebut, Umar tampak seperti menahan marah. Beliau dengan
nada agak keras bertanya; “Siapa yang berani mengajukan usulan itu?”
Hafshah tidak segera menjawabnya, selain berkata, “Berikan dulu pendapat Ayah.”
Umar berkata; “Seandainya saya tahu nama-nama mereka, niscaya saya pukul wajah-wajah mereka!”
“Hafshah, sekarang coba kau ceritakan kepadaku tentang pakaian Nabi
SAW yang paling baik, makanan paling lezat yang biasa beliau makan dan
alas tidur paling bagus yang biasa beliau pakai di rumahmu,” Kata Umar
lagi.
Hafshah menjawab; “Pakaian terbaik beliau adalah sepasang baju
berwarna merah yang biasa beliau pakai pada hari Jumat dan saat
me-nerima tamu. Makanan terlezat beliau adalah roti yang terbuat dari
tepung kasar yang dilumuri minyak. Tempat alas tidur terbagus beliau
adalah sehelai kain agak tebal, yang pada musim panas, kain itu dilipat
empat dan pada musim dingin dilipat dua; separuh beliau jadikan alas
tidur dan yang separuh lagi beliau jadikan selimut.”
“Sekarang, pergilah. Katakanlah kepada mereka itu, Rasulullah SAW
telah mencontohkan hidup sangat sederhana dan merasa cukup dengan apa
yang ada demi mendapatkan akherat. Aku akan selalu mengikuti jejak
beliau. Rasulullah, Abu Bakar dan aku bagaikan tiga orang musafir.
Musafir pertama telah sampai di tujuan seraya membawa perbekalannya.
Demikian pula musafir kedua, telah berhasil menyusulnya dan sampai di
tujuannya. Aku, musafir ketiga, masih sedang dalam perjalanan.
Seandainya aku bisa mengikuti jejak keduanya, tentu aku akan bertemu
dengan mereka semua. Sebaliknya, jika aku tidak mampu mengikuti jejak
keduanya, aku tidak akan pernah bertemu mereka,” Tegas Umar lagi.
Pada saat lain, ketika beliau sedang asyik makan roti, datanglah
Utbah bin Abi Farqad RA. Utbah pun beliau persilakan masuk sekaligus
beliau ajak untuk ikut makan roti bersama. Roti itu ternyata terlalu
keras sehingga Uthbah tampak agak kesulitan memakannya. “Andai saja
engkau membeli makanan dari tepung yang empuk,” Kata Uthbah.
Umar malah bertanya; “Apakah setiap rakyatku mampu membeli tepung dengan kualitas yang baik?”
“Tentu tidak,” jawab Uthbah.
“Kalau begitu, engkau jelas telah menyuruhku untuk menghabiskan seluruh kenikmatan hidup di dunia ini,” tegas Umar.
6. Khalifah Umar bila dibandingkan dengan para raja
Di Madinah yang tenang hari itu. Siang berlalu setengah perjalanan.
Serombongan orang yang nampak asing berjalan memasuki kota suci Islam
kedua itu. Ternyata ada satu rombongan Hurmuzan, panglima dan pangeran
Persia yang telah ditaklukkan pasukan Muslim. Ia ingin bertemu dengan
Amirul Mu’minin Umar ibn Khaththab RA.
Dengan ditemani Anas bin Malik RA, Hurmuzan datang dengan kebesaran
dan kemegahannya. Dengan diikuti pemuka-pemuka terkenal dan seluruh
anggota keluarganya, Hurmuzan memasuki Madinah dengan menampilkan
keagungan dan kemuliaan seorang raja. Perhiasan yang bertatah permata
melekat di dahi. Sementara mantel sutra yang mewah menutupi pundaknya.
Sementara itu sebilah pedang bengkok dengan hiasan batu-batu mulia
menggantung pada sabuknya. Ia bertanya-tanya dimana Amirul Mu’minin
bertempat tinggal. Ia membayangkan bahwa Umar bin Khattab yang
kemasyhurannya tersebar ke seluruh dunia pasti tinggal di sebuah istana
yang megah.
Sampai di Madinah, mereka langsung menuju ke tempat kediaman Umar.
Tetapi mereka diberitahukan bahwa Umar sudah pergi ke Masjid sedang
menerima delegasi dari Kufah. Mereka pun bergegas ke Masjid. Tetapi
tidak juga melihat Umar disana. Melihat rombongan itu, anak-anak Madinah
mengerti maksud kedatangan mereka. Lalu diberitahukan bahwa Amirul
Mu’minin sedang tidur di beranda kanan Masjid Nabawi dengan menggunakan
mantelnya sebagai bantal.
Betapa terkejutnya Hurmuzan, ketika ditunjukkan kepadanya bahwa Umar
adalah lelaki dengan pakaian seadanya yang sedang tidur di Masjid itu.
Hurmuzan beserta rombongannya nyaris tak percaya. Tetapi, memang itulah
kenyataannya. Di Masjid itu tidak ada orang lain kecuali Umar.
Dalam riwayat lainnya dikatakan, sambil berdecak heran Hurmuzan
bergumam, “Engkau, wahai Umar, telah memerintah dengan sangat adil, lalu
engkau aman dan engkau pun bisa tidur dengan nyaman.”
Selain itu, tentang keagungan Khalifah Umar ini terdengar pula oleh
seorang raja negara tetangga. Raja tertarik dan ingin sekali bertemu
dengan Umar.
Maka pada suatu hari dipersiapkanlah tentara kerajaan untuk
me-ngawalnya berkunjung ke pemerintahan Umar. Ketika raja itu sampai di
gerbang kota Madinah, dilihatnya seorang lelaki sedang sibuk menggali
parit dan membersihkan got di pinggir jalan. Lalu, di panggilnya
laki-laki itu.
“Wahai saudaraku!” seru raja sambil duduk di atas pelana kuda
kebesarannya. “Bisakah kau menunjukkan di mana letak istana dan
sing-gasana Umar?” Tanyanya kemudian.
Lelaki itu pun segera menghentikan pekerjaannya. Lalu, ia memberi
hormat. “Wahai Tuan, Umar manakah yang Tuan maksudkan?” Si penggali
parit balik bertanya.”
Umar ibn Khaththab kepala pemerintahan kerajaan Islam yang terkenal bijaksana dan gagah berani,” Kata raja.
Lelaki penggali parit itu tersenyum. “Tuan salah terka. Umar ibn
Khaththab kepala pemerintahan Islam sebenarnya tidak punya istana dan
singgasana seperti yang tuan duga. Ia orang biasa seperti saya,” Terang
si penggali parit”
“Ah benarkah? Mana mungkin kepala pemerintahan Islam yang ter-kenal
agung seantero negeri itu tidak punya istana?” Raja itu mengerutkan
dahinya.
“Tuan tidak percaya? Baiklah, ikuti saya,” Sahut penggali parit itu.
Lalu diajaknya rombongan raja itu menuju “istana” Umar. Setelah
berjalan menelusuri lorong-lorong kampung, pasar, dan kota, akhirnya
mereka tiba di depan sebuah rumah sederhana. Diajaknya tamu kerajaan itu
masuk dan dipersilahkannya duduk. Penggali parit itu pun pergi ke
belakang dan ganti pakaian. Setelah itu ditemuinya tamu kerajaan itu.
“Sekarang antarkanlah kami ke kerajaan Umar!” Kata raja itu tak sabar.
Penggali parit tersenyum. “Tuan raja, tadi sudah saya katakan bahwa
Umar ibn Khaththab tidak mempunyai kerajaan. Bila tuan masih juga
bertanya di mana letak kerajaan Umar itu, maka saat ini juga tuan-tuan
sedang berada di dalam istana Umar!”
Hah?!” Raja dan para pengawalnya terbelalak. Tentu saja mereka
terkejut. Sebab, rumah yang di masukinya itu tidak menggambarkan sedikit
pun sebagai pusat kerajaan. Meski rumah itu tampak bersih dan tersusun
rapi, namun sangat sederhana.
Rupanya raja tak mau percaya begitu saja. Ia pun mengeluarkan pedangnya. Lalu berdiri sambil menga-cungkan pedangnya.
“Jangan coba-coba menipuku! Pedang ini bisa memotong lehermu dalam sekejap!” Ancamnya melotot.
Penggali parit itu tetap tersenyum. Lalu dengan tenangnya, ia pun
berdiri.” Di sini tidak ada rakyat yang berani berbohong. Bila ada, maka
belum bicara pun pedang telah menebas lehernya. Letakkanlah pedang
Tuan. Tak pantas kita bertengkar di istana Umar,” Kata penggali parit.
Dengan tenang ia memegang pedang raja dan memasukkannya kembali pada
sarungnya.
Raja terkesima melihat keberanian dan ketenangan si penggali parit.
Antara percaya dan tidak, dipandanginya wajah penggali parit itu.
Lantas, ia menebarkan kembali pandangannya menyaksikan “istana” Umar
itu. Lalu muncullah pelayan-pelayan dan pengawal-pengawal untuk menjamu
mereka dengan upacara kebesaran. Namun, raja itu belum juga percaya.
“Benarkah ini istana Umar?” Tanyanya pada pelayan-pelayan.
“Betul, tuanku, inilah istana Umar ibn Khaththab,” Jawab seorang pelayan.
“Baiklah,” katanya. Raja memang harus mempercayai ucapan pelayan itu.
“Tapi, dimanakah Umar? Tunjukkan padaku, aku ingin sekali bertemu
dengannya dan bersalaman dengannya!” ujar sang raja.
Dengan sopan pelayan itu pun menunjuk ke arah lelaki penggali parit
yang duduk di hadapan raja. ” Yang duduk di hadapan tuan adalah Khalifah
Umar bin Khaththab” Sahut pelayan itu.
“Hah!?” Raja kini benar-benar tercengang. Begitu pula pengawalnya.
“Jad… jadi, Anda Khalifah Umar itu…?” tanya raja dengan tergagap.
Si penggali parit mengangguk sambil tersenyum ramah. “Sejak kita
bertemu pertama kali di pintu gerbang kota Madinah, sebenarnya tuan
sudah berhadapan dengan Umar bin Khaththab!” ujarnya dengan tenang.
Kemudian raja itu pun langsung menubruk Umar dan memeluknya erat
sekali. Ia sangat terharu bahkan menangis melihat kesederhanaan Umar ibn
Khaththab. Ia tak menyangka, Khalifah yang namanya disegani di seluruh
negeri itu, ternyata rela menggali parit seorang diri di pinggiran
kotanya. Sejak itu, raja selalu mengirim rakyatnya ke kota Madinah untuk
mempelajari agama Islam.
7. Prestasi yang pernah di raih
Setelah Umar menjadi khalifah, ia lebih disegani dan ditakuti
negara-negara lain. Kekuasaan Islam pun tumbuh sangat pesat mencakup
wilayah Mesopotamia (Iraq) dan sebagian Persia, Mesir, Palestina, Syria,
Afrika Utara. Pengaruh Islam juga melebar ke Armenia setelah merebutnya
dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Sejarah mencatat banyak pertempuran besar yang menjadi awal
penaklukan ini. Pada pertempuran Yarmuk, yang terjadi di dekat Damaskus
pada tahun 636 M, 20 ribu pasukan Islam mengalahkan pasukan Romawi yang
mencapai 70 ribu dan mengakhiri kekuasaan Romawi di Asia Kecil bagian
selatan. Pasukan Islam lainnya dalam jumlah kecil mendapatkan kemenangan
atas pasukan Persia dalam jumlah yang lebih besar pada pertempuran
Qadisiyyah (636 M), di dekat sungai Eufrat. Pada pertempuran itu,
jenderal pasukan Islam yakni Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan
Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam
Farrukhzad.
Pada tahun 637 Masehi, setelah pengepungan yang lama terhadap
Yerusalem, pasukan Islam akhirnya mengambil alih kota tersebut. Umar
diberikan kunci untuk memasuki kota oleh pendeta Sophronius dan di
undang untuk shalat di dalam gereja. Umar memilih untuk shalat ditempat
lain agar tidak membahayakan gereja tersebut. 55 tahun kemudian, Masjid
Umar didirikan ditempat ia shalat.
Umar juga melakukan banyak reformasi secara administratif dan
mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem
administratif untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan
diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638
M, ia memerintahkan untuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di
kota Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses
kodifikasi hukum Islam. Pada sekitar tahun ke 17 Hijriah, tahun keempat
kekhalifahannya, Umar mengeluarkan keputusan bahwa penanggalan Islam
hendaknya mulai di hitung saat peristiwa hijrah.
Di bidang administrasi pemerintahan, Umar berjasa membentuk Majelis
Permusyawaratan, Anggota Dewan, dan juga memisahkan lembaga pengadilan.
la juga membagi wilayah Islam ke dalam 8 propinsi yang membawahi
beberapa distrik dan subdistrik. Kedelapan propinsi itu adalah Makkah,
Madinah, Suriah, Jazirah, Kufah, Basra, Mesir, dan Palestina. Untuk
masing-masing distrik itu, diangkat pegawai khusus selaku gubernur. Gaji
mereka di tertibkan. Selain itu, administrasi perpajakan juga dibenahi.
Untuk kepentingan pertahanan, keamanan, dan ketertiban dalam
masyarakat, didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan
tentara terdaftar. Mereka juga digaji yang besarnya berbeda-beda sesuai
dengan tugasnya. Dia juga mendirikan pos-pos militer di tempat-tempat
strategis. Untuk mengawasi dan menjaga keamanan negara.
Umar melakukan pembenahan peradilan Islam. Dialah orang yang pertama
meletakkan prinsip-prinsip peradilan dengan menyusun sebuah risalah yang
kemudian dikirimkan kepada Abu Musa al-Asy’ari. Risalah itu disebut
Dustur ‘Umar atau
Risalah al-Qada’.
Dalam upayanya meningkatkan mekanisme pemerintahan di setiap daerah,
Umar melengkapi gubernurnya dengan beberapa staf yang terdiri dari
katib (sekretaris kepala),
katib ad-Diwan (sekretaris pada sekretariat militer),
sahib al-kharaj (pejabat perpajakan),
sahib al-ahdas (pejabat ke-polisian),
sahib bait al-mal (pejabat keuangan), dan
qadi (hakim dan pejabat jawatan keagamaan). Selain itu, ada staf yang langsung dikirim dari pusat.
Kebijaksanaan lain yang dilakukan Umar adalah mendaftar seluruh
kekayaan pejabat yang akan di lantik. Ini ditempuh untuk menghindari
terjadinya penyalahgunaan wewenang dan tindakan korupsi, yang jelas akan
menjaga kestabilan negara.
Selain itu, dengan semakin luasnya wilayah Islam, Umar melakukan
berbagai macam penataan struktur pemerintahan, antara lain: Penataan
administrasi pemerintahan dilakukan dengan melakukan desentralisasi
pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam
yang semakin luas. Umar yang dikenal sebagai negarawan, administrator,
terampil dan cerdas, segera membuat kebijakan mengenai administrasi
pemerintahan.
Pembagian negeri menjadi unit-unit administratif sebagai propinsi,
distrik dan sub bagian dari distrik merupakan langkah pertama dalam
pemerintahan. Unit-unit ini merupakan tempat ketergantungan efesiensi
administratif yang besar. Umar merupakan penguasa Muslim pertama yang
mengambil kebijakan dengan melakukan disentralisasi semacam itu. Setiap
daerah diberi hak kewenangan mengatur pemerintahan daerahnya, tetapi
tetap segala kebijakan harus sesuai dengan pemerintahan pusat.
8. Wafat
Beliau wafat dalam usia 63 tahun setelah kurang lebih 10 tahun menegang
amanat sebagai KhaIifah. Umar syahid setelah ditikam oleh Abu Abu
Lu’luah (Fairuz), pada suatu subuh saat beliau akan memimpin shalat
berjama`ah.
Abu Lu’luah, seorang budak warga Persia miliki Al-Mughirah yang masuk
Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon
dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lu’luah (Fairuz) terhadap Umar.
Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia, yang saat itu merupakan
negara digdaya, oleh Umar. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, tanggal
25 Dzulhijjah 23 H/644 M. Setelah wafatnya, maka jabatan Khalifah
dipegang oleh Ustman bin Affan RA atas persetujuan kaum Muslimin.
Semasa Umar ibn Khaththab RA masih hidup beliau meninggalkan wasiat, yaitu:
1) Jika engkau menemukan cela pada seseorang dan engkau hendak
mencacinya, maka cacilah dirimu. Karena celamu lebih banyak darinya.
2) Bila engkau hendak memusuhi seseorang, maka musuhilah perutmu dahulu.
Karena tidak ada musuh yang lebih berbahaya terhadapmu selain perut.
3) Bila engkau hendak memuji seseorang, pujilah Allah SWT. Karena tiada
seorang manusia pun lebih banyak dalam memberi kepadamu dan lebih santun
lembut kepadamuselain Allah SWT.
4) Jika engkau ingin meninggalkan sesuatu, maka tinggalkan kesenangan
dunia. Sebab apabila engkau meninggalkannya, berarti engkau terpuji.
5) Bila engkau bersiap-siap untuk sesuatu, maka bersiaplah untuk mati.
Karena jika engkau tidak bersiap untuk mati, engkau akan menderita,
rugi, dan penuh penyesalan.
6) Bila engkau ingin menuntut sesuatu, maka tuntutlah akhirat. Karena engkau tidak akan memperolehnya kecuali dengan mencarinya.
9. Penutup
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses,
mujtahid (ahli
ijtihad)
yang ulung, dan sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang sejati.
Kesuksesannya dalam mengibarkan panji-panji Islam mengundang rasa kagum
dan cinta dari banyak kalangan.
Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan
kejayaan Islam. Beliau adalah sosok pribadi yang alim dan zuhud pada
kehidupan duniawi. Beliau pemimpin yang adil, bijaksana, tegas,
disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum Muslimin. Pemimpin yang
terus menegakkan ketauhidan dan keimanan, membasmi bentuk kesyirikan dan
kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid’ah. Beliau adalah
salah seorang yang paling baik dan paling berilmu tentang Al-Qur`an dan
As-Sunnah setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.
Sungguh rindu diri ini mendapati sosok pribadi – terutama pemimpin –
yang demikian ini. Seperti halnya Umar ibn Khaththab RA. Dan semoga saja
bisa mengikuti perilaku beliau ini, karena akan menjadikan pribadi ini
bertambah baik dan sempurna.