Bahwa tugas manusia adalah menanggung rahasia
Allah dan memulangkan rahasia tersebut di dalam keadaan yang bersih,
suci seperti asalnya tatkala awal di terimanya dahulu.
Setelah
dilahirkan ke muka bumi ini mulai dari kecil hingga besar manusia telah
menjalani dinamika dalam kehidupannya hingga sampailah dia meninggal
dunia, mulai saat itulah maka dia harus mempertanggung jawabkan amanah
yang telah diberikan yaitu sumpah janji kita dengan Allah Ta’ala.
Manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan bersih disisi Allah, tetapi
kemudian menjadi kotor dan terhijab hubungannya dengan Allah s.w.t.,
oleh karena itu maka terputuslah hubungan diri batin rahasia Tuhannya
dengan diri Empunya Diri.
Keadaan seperti ini bisa diibaratkan
seperti orang yang hidup sebatang kara dan berada di dalam gua yang
tertutup, gelap gulita, tidak ada cahaya serta tidak ada juga jalan
untuk keluar dari gua tersebut.
Hidupnya merana, resah, gelisah dan sebagainya sebelum dia dapat menemukan kembali jalan untuk keluar dari gua tersebut.
Begitu juga hubungan antara manusia dengan Tuhannya, manusia memerlukan
sinar hidayah untuk mengeluarkan dirinya dari hijab kegelapan, agar
bisa kembali membuat hubungan dengan diri Empunya Diri.
Perlu
diketahui bahwa hubungan antara diri Rahasia dengan diri Empunya diri
harus berhubungan terus tanpa terputus dalam hidupnya selama 24 jam
setiap hari dan setiap detik.
Seandainya diri kasar ( jasmani )
dapat dibikin menjadi gemuk dan sehat dengan memberi makan-makanan yang
lezat seperti : daging, buah-buahan dan lain sebagainya, maka begitu
juga dengan diri halus ( rohani ), dia juga membutuhkan makanan yang
bisa membuat dirinya menjadi segar, gemuk dan bersih. Makanan yang
dimaksudkan itu adalah zikir. Dengan makanan zikirlah maka dia dapat
berhubungan dengan diri Empunya Diri dikala nafas masih dikandung badan
atau jasad dan roh belum berpisah.
Oleh karena itu jika badan kasar
manusia memerlukan minuman dan makanan agar bisa sehat, senang dan
gembira, maka badan Rohani kita juga tidak terlepas daripada hal yang
sama, semua itu tidak lain dan tidak bukan adalah zikrillah.
Oleh
sebab itu makanan zikir ini harus kita sediakan supaya badan Rohani kita
ini akan menjadi sehat, segar, suci, seimbang dengan kesehatan tubuh
kasar kita.
Kebanyakan orang hanya bisa menjaga tubuh kasar ini
dengan baik, kebersihan di jaga, makan minum di jaga, pakaian di jaga,
pendek kata semuanya di jaga dengan baik. Tetapi mereka lupa menjaga
dirinya yang satu lagi, yaitu Rohani. Mereka membiarkan badan rohani
itu tersiksa, kurus kering yang akhirnya menyebabkan jiwanya, matanya,
pendengarannya tertutup oleh hijab-hijab yang tebal yang mengakibatkan
terputusnya hubungan dirinya dengan Empunya Diri.
Akibat terputusnya
hubungan manusia dengan Tuhannya itu, maka muncullah sifat-sifat yang
tidak baik pada diri manusia tersebut yang pada akhirnya menjauhkan
dirinya dengan Empunya Diri, di samping itu timbul juga
perangai-perangai yang dibenci oleh syariat dan hakikat Allah s.w.t.
Manusia seperti ini akan hilang perasaannya, hilang pertimbangannya.
hilang fikiran baiknya, dan juga akan hilang akal sehatnya sehingga
menyebabkan benih-benih iman pada dirinya menjadi kotor dan mati.
Bila saja benih-benih imannya mati maka manusia tersebut akan menjadi
sesat dan lupa akan tugas utamanya dengan Allah s.w.t. dan manusia itu
diibaratkan seperti seekor bangkai yang bernyawa ataupun binatang berupa
manusia.
Menyadari hal ini maka manusia harus kembali ke jalan Tuhannya dengan cara mengenal Tuhannya yang menjadi tuan Empunya Diri.
Seperti sabda Rasulullah s.a.w.
Awalludin Makrifatullah
Artinya :
Bahwa awal-awal hidup (agama) itu adalah mengenai Allah.
Oleh karena Allah Ta’ala mempunyai sifat yang tidak dapat dikenal oleh
panca indra, maka diberikanlah jalan untuk mengenalinya dengan cara
mengenal Rahasia diri sendiri.
Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah s.w.t. di dalam Hadist Qudsi :
Man Arafa nafsahu fakad arafa Rabbahu
Artinya :
Barang siapa yang mengenal dirinya, maka kenallah Tuhannya.
Dalam proses pengenalan dirinya ini maka beberapa jalan harus ditempuh
dan dilalui yaitu jalan tarikat, jalan hakikat dan jalan makrifat.
Jalan-jalan ini adalah merupakan jalan-jalan yang pernah ditempuh dan
dilalui oleh para Rasul, Nabi-Nabi, Aulia-aulia, para Ariffin-Biilah,
para Siddiqin, para Salehin dan Wali-Wali Allah yang agung.
Mereka
yang hendak menuju ke jalan ini haruslah membersihkan diri, hati, jiwa
dan raga mereka yaitu, bersih dari sifat iri, dengki, khianat, syirik
dan lain sebagainya yang mana semua sifat-sifat itu tidak disukai oleh
Syari’at dan Hakikatnya Allah s.w.t.
Mereka hendaklah mendapatkan
latihan untuk membersihkan dirinya dan jiwanya melalui seorang guru
Hakiki dan Makrifat lagi Mursyid, yang bisa memberikan petuah dan
petunjuk agar mengikuti pengalamannya untuk menuju ke martabat Hakiki
dan Makrifat.
Seseorang itu hendaklah mencari seorang guru yang
Mursyid, yang mempunyai ciri-ciri sebagaimana yang akan diterangkan di
dalam bab mengenai “ GURU MURSYID “
Setelah menemui guru-guru yang
Mursyid mereka haruslah berguru dengan guru yang dijumpainva itu serta
meminta izin dari guru tersebut untuk disambung saluran Jalan Hakiki dan
Makrifat dari padanya.
Bila saja tersambung saluran jalan Tarikat,
Hakikat, Makrifat, maka sudah tentu gurunya akan mengarahkannya untuk
berbuat sesuatu seperti disuruh berzikir, dengan zikir-zikir tertentu
atau dengan cara-cara yang diatur oleh guru tersebut mengikuti tata
caranya, tentunya setelah diangkat menjadi muridnya.
Maka hendaklah
muridnya tersebut beramal dengan petuah-petuah yang diberikan oleh
gurunya dari satu peringkat keperingkat berikutnya, dari satu zikir ke
satu zikir berikutnya.
Seperti sabda Rasulullah s.a.w.
Artinya :
Barang siapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui (yang dipetuakan)
niscaya akan diwariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.
Syarat-syarat anak murid yang ingin mempelajari ilmu Hakikat ketuhanan,
hendaklah mempunyai sifat ketabahan dan memenuhi 4 syarat penting :
1. Berani . ‘
2. Ikhlas
3. . Fikirannya tajam
4. Akal yang waras.
Bila seseorang mempunyai sifat-sifat ini maka bolehlah dia mempelajari ilmu hakikat dan Makrifat.
Adapun syarat-syarat seseorang yang hendak menuntut ilmu Hakikat, maka
hendaklah mereka mengetahui dan mengikuti syarat menuntut ilmu seperti
di bawah ini agar dia bisa memperoleh berkahnya di dunia dan akhirat.
1. Jangan mendurhakai guru dan anak cucunya sampai tujuh keturunan
2. Hendaklah taat kepada perintah guru.
3. Hendaklah seorang murid senantiasa berkhidmat kepada gurunya.
4. Bersedekah kepada gurunya dengan ikhlas.
5. Mengunjungi rumah guru minimal 2 hari raya setiap tahunnya.
6. Mencium tangan gurunya ketika bersalam dengan gurunya.
7. Senantiasa merendahkan dirinya kepada gurunya.
Di dalam menuntut ilmu Hakikat dan Makrifat ada 4 hal yang tidak boleh
dilanggar secara sengaja atau tidak sengaja dan ini menjadi pantangan
atau larangan besar dalam menuntut Ilmu Hakiki dan Makrifat.
Pertama : Durhaka kepada gurunya.
Kedua : Tidak beriman terhadap sesuatu yang ghaib yang berkaitan dengan ilmunya.
Ketiga : Tidak meyakini atau ragu terhadap kebenaran ilmunya.
Keempat : Tidak tauhid dengan ilmunya yaitu tidak mempunyai keteguhan keyakinan terhadap keberkatan dan kesaktian ilmunya.
Adapun syarat-syarat murid dengan murid seperguruannya adalah :
1. Jangan iri hati diantara satu dengan yang lainnya.
2. Senantiasa mengamalkan dan menelaah ilmunya sesama murid.
3. Jangan bertengkar atau berkelahi sesama murid yang lain.
4. Senantiasa tolong menolong antara satu dengan lain.
5. Hendaklah menganggap sesama murid itu bersaudara.
6. Senantiasa memberi ingatan kepada yang lalai.
7. Membela gurunya dan kawan seperguruan-nya.
Pada peringkat awal penerimaan ilmu Hakiki dan Makrifat maka murid
tersebut hendaklah mengamalkan petuah-petuah yang diberikan oleh
gurunya. sehingga murid tersebut dia akan mendapatkan NUR dalam bentuk
mimpi di dalam tidurnya. Mimpi-mimpi ini adalah merupakan sebagian
daripada ilmu ghaib melalui penyampaian LADUNI dan bila hal ini dialami
oleh murid tersebut, maka hal ini harus diingat baik-baik, tentang
apa-apa yang dilihatnya dalam mimpinya tersebut. Misalnya keadaan
tempat, suasana tempat, orang-orang yang dijumpainya, bentuk rupa dan
wajah orang-orang di dalam mimpinya tersebut dan sebagainya tentang
apa-apa yang digambarkan di dalam mimpinya itu. Setelah itu murid
tersebut sebaiknya membuat catatan untuk dipersembahkan kepada
pengetahuan gurunya agar mendapat tabir penafsiran terhadap makna dan
maksud mimpi tersebut di dalam konteks ilmu Hakiki dan Makrifat.
Murid ini hendaklah terus menerus dan tekun mengamalkan petuah-petuah
dari gurunya hingga dia bisa membersihkan gumpalan darah kotor yang
berada di Jantungnya shingga terpancarlah nur dari hatinya dan
sesungguhnya nur itulah yang dinamakan hati nurani
Setelah berhasil
mendapatkan hati nurani maka murid tersebut dalam menjalani latihan
hakikat dan makrifat ini akan dikaruniakan satu mata yang dapat melihat
dan menembus 7 lapis langit 7 lapis bumi, mata tersebut dinamakan mata
bashir. Sesungguhnya melalui mata bashir dan telinga batin inilah
seseorang murid tadi akan dapat menerima ilmu dari guru-guru ghaib yang
akan mengajar ilmu hakiki dan makrifat melalui satu lagi cabang atau
cara penyampaian LADUNl yaitu SIRUSIR.
Keadaan tingkah-laku murid
pada peringkat ini sudah mulai berhasil membentuk jiwanya tenang,
lapang, tidak ada lagi perasaan resah gelisah di dalam hidupnya.
sedangkan hatinya terus berada bersama Allah pada setiap detik dan
setiap saat.
sebagaimana firman Allah Ta’ala :
Surah Al Fajr ayat : 27 – 30
Artinya :
Wahai orang-orang yang bernafsu pulanglah kepada pangkuan Tuhanmu
dengan perasaan lapang dan kesenangan dan jadilah kamu hambaKu dan
kekallah dirimu didalam Syurga.
Pada peringkat ini murid tersebut
bisa disifatkan telah mencapai makam wali kecil yaitu pada martabat
nafsu mutmainnah dan Syurga dijamin sudah oleh Allah di Akhirat nanti.
Pada martabat ini mereka telah dapat meningkatkan pendengaran dan
penglihatan mereka melalui telinga batin dan mata bashir mereka ke alam
Barzah ( alam kubur ). Mereka juga dapat melihat bagaimana alam Barzakh.
Mereka bisa melihat dan mendengar dengan mata kepala mereka sendiri
bagaimana nasib atau suka-duka seseorang itu yang telah berada di alam
Barzakh. Di samping itu juga mereka diberi kemampuan untuk menjelajahi
ke alam lain. Oleh sebab itu bila telah sampai ke martabat ini seseorang
murid itu tidaklah boleh memberhentikan latihan dan amalannya mengikuti
petuah gurunya. Dia harus bekerja lebih keras dan lebih tabah untuk
menjangkau martabat yang lebih tinggi lagi.
Dia harus berusaha
membersihkan dirinya untuk mencapai tingkatan yang lebih luhur lagi,
pada tingkatan ini hatinya sering fana bersama dengan Allah s.w.t.
zikirnya pada tingkatan ini telah melekat dihatinya pada setiap saat dan
tidak terpisah dari menilik rahasia dirinya serta dia dapat memecah
diri batinnya dari satu wajah ke wajah yang lain sampailah ke wajah yang
tertinggi pada martabat 9.
Bagi mereka yang telah berhasil mendapat
wajah, mereka ini akan berpeluang menelusuri alam yang lebih jauh.
Mereka dapat menembus 7 lapis langit, 7 lapis bumi. Mereka menjelajah
sambil melawat dengan penuh kenikmatan, kebahagiaan dan kegembiraan yang
tidak mungkin dapat di ungkapkan dengan kata-kata. Hal ini hanya bisa
dirasakan sendiri oleh orang-orang yang mendalaminya dan yang telah
sampai pada martabatnya.
Jiwa mereka saat ini sering fana bersama
dengan Allah s.w.t. serta jiwanya tidak pernah terpisah pada ingatanya
kepada Allah s.w.t. pada kondisi ini hatinya mulai bersih, suci dan
luhur pada Allah s.w.t. mereka sering lupa diri zahirnya karena
terlampau asyik menilik ke dalam rahasianya sendiri karena mereka
menikmati suatu kelezatan yang ter-amat sangat.
Dalam keadaan fana
beginilah maka seorang murid tersebut sering terucap dari mulutnya yang
menimbulkan fitnah pada orang-orang syariat.
Misalnya terucaplah
dari mulutnya dengan kata “aku makan semeja dengan Tuhanku” ataupun
sambil mengangkat tangannya kepada orang “Ini tangan Tuhan”,
kadang-kadang keluar ucapan secara fasih dan nyaring dengan kata-kata
“Akulah Tuhan sebenarnya” dan lain sebagainya yang membuat bingung
orang-orang syariat. Keadaan ini timbul karena begitu kuatnya gelora
fana yang bergelombang didalam lamunan cintanya terhadap diri
rahasianya.
Dalam kondisi murid yang keadaannya seperti ini maka dia
harus mendapat perhatian khusus dari gurunya agar dia tidak menimbulkan
suatu fitnah dari orang-orang syariat yang bisa jadi membahayakan
keselamatan dirinya sendiri.
Bila seseorang murid itu telah berhasil
mencapai tahapan ini, maka bolehlah disifatkan murid tersebut telah
sampai ke martabat Wali Besar ( Wali Akbar ) pada peringkat nafsu ……………
ataupun …………..
Kalau sudah mencapai ke tahapan ini maka seorang
murid tersebut akan menerima tamu-tamu agung yang terdiri dari para
Rasul, para Nabi, para Aulia, dan Wali-wali Allah yang datang
mengunjungi mereka dan mengajarkan ilmu-ilmu yang lebih dalam dan
memberi peluang kepada mereka menjelajahi alam yang lebih jauh termasuk
Syurga, Neraka, Arash dan Qudsi Allah s.w.t.
Kehadiran para pelawat
agung tersebut adalah secara hidup-hidup bukan dalam suatu mimpi.
Penerimaan tetamu semacam ini disebut oleh para ahli Tasawuf sebagai
cara penerimaan Laduni di peringkat Tasawuf.
Jiwa murid yang telah
Berhasil menerima – Tasawuf ini sangat tenang, hatinya tetap terus
bersama Tuhannya pada setiap saat dan terhadap diri rahasianya adalah
tetap. Pada situasi seperti ini bisa juga disifatkan murid tersebut
telah dapat sampai ke makom Fana Bakabillah dan duduklah ia di dalam
kelezatan bersama dengan Allah s.w.t.
Setelah menerima Tawassul,
maka seseorang murid tersebut hendaklah berusaha terus untuk menjangkau
satu lagi martabat ……… ( Insan Kamil ) pada martabat nafsu……… ataupun
……….
Dimana bila saja tercapai pada martabat ini murid tersebut akan
menjadi orang yang tertinggi di sisi Allah s.w.t. dan di pandang mulia
oleh setiap makhluk di muka bumi ini.
Murid ini dalam kehidupannya
seperti orang biasa pada umumnya yaitu : berniaga, bertani, berpolitik,
dan sebagainya sehingga susah bagi orang lain untuk menerka kedudukan
ilmunya dan mertabatnya di sisi Allah s.w.t.
Pendek kata kehidupan
mereka seperti orang biasa pada umumnya, tidak menampakan ilmunya dan
lain-lain perangai yang susah untuk ditebak oleh manusia biasa tentang
kealimannya, ketinggian derajatnya, keberkatan dirinya dan sebagainya.
Dalam kehidupnya mereka membaur dalam masyarakat dengan menyembunyikan
ilmunya, sementara hatinya tidak sekali-kali pernah melupai Allah s.w.t.
walau sedetikpun.
Ingatan dan tilikan terhadap diri rahasinya tidak
pernah lepas atau lalai, malah dia tetap tinggal dan beristana
didalamnya pada setiap saat sepanjang hayatnya.
Inilah suatu
martabat yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh manusia di dalam
memakrifatkan dirinya dengan Allah s.w.t. mereka sangat mengenal akan
dirinya dengan arti kata yang sebenar-benarnya.
Dialah seorang
manusia yang tetap berada di sisi Allah di dunia dan akhirat, dan di
akhirat nanti mereka akan ditempatkan bersama para Rasul, Aulia,
Nabi-nabi di dalam menikmati bakti yang tertinggi.
Seperti firman Allah s.w.t. di dalam Al-Qur’an :
Surah : An Nisaa’ Ayat 69
Artinya :
Dan barang siapa yang mentaati Allah da rasulnya. Mereka itu akan
bersama orang-orang yang dianugerahi nikmat yaitu para Nabi, para
Shidiqqin, para Syuhadah dan orang-orang Shalleh dan mereka itulah
sebaik-baiknya umat.
Ingatlah bahwa permulaan pada saat tercapainya
seorang murid pada Martabat Wali Kecil yaitu pada nafsu …… maka
timbullah sifat-sifat agung yang di miliki oleh seorang Wali seperti :
berkat, keramat, mustajab dan sifat-sifat lainnya yang tidak ada pada
manusia biasa, pendek kata apa yang adalah apa yang diminta akan
dikabulkan, apa yang dikehendaki akan terjadi.
Manakala telah
tercapai peringkat atau martabat Wali Besar yaitu pada nafsu …. atau …..
maka muncul juga sifat-sifat kesaktian atas dirinya.
Disini semua kelakuan yang diperbuatnya akan diredhoi oleh Allah Ta’ala secara spontan.
Pada hak tertinggi para Tasawuf mensifatkan kelakuan begini sebagai :
KUN FAYAKUN
Artinya :
Jadi maka jadilah
Pada martabat ini mereka mempunyai kesaktian yang amat tinggi.
Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Selasa, 05 Januari 2016
ISLAM, IMAN, TAUHID DAN MAKRIFAT
Seseorang yang hendak menjadikan dirinya sebagai mukmin dan makrifat kepada Allah s.w.t. maka mereka hendaklah mengetahui tentang Islam, Iman, Tauhid dan Makrifat. Karena keempat perkara ini mempunyai ikatan yang erat antara satu dengan yang lain.
TENTANG ISLAM
Sebagaimana yang telah diketahui bahwa islam adalah sebuah agama yang dibawa oleh para rasul, nabi-nabi sampailah kepada junjungan kita nabi Muhammad s.a.w.
Sesungguhnya cara hidup islamlah yang diakui oleh Allah s.a.w seperti firman Allah didalam al-Qur’an.
Surah : Ali Imran ayat 19
Innadina Indallahil Islam
Artinya :
Sesungguhnya cara hidup ( agama ) yang diakui oleh Allah adalah islam.
Dan Firman Allah lagi :
Surah : – Al- Maaidah ayat : 3
Alyauma aqmaltulakum diinakum wa atmamtu a’laikum nikmati waradinulakum islamadina.
Artinya :
Pada hari ini telah kusempurnakan cara hidup ( agamamu ) dan Nikmatku dan kuredai islam sebagai cara hidupmu ( agamamu ).
Dan Firman Allah lagi
Surah : Ali Imron ayat 85
Artinya :
Barang siapa mencari agama selain agama islam maka sekali-kali tidak akan diterima ( agamamu ) dari padanya.
Dan Firman Allah didalam al-Qur’an lagi :
Surah : Ali Imran ayat 102
Ya aiyuhanas itakkullaha hakkatukati wala tamutunna illa wa antum muslimun
Artinya :
Hai orang-orang beriman takutlah kepada Allah dengan saebenar-benar takuT dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama islam.
Kebanyakan para ulama syariat menafsirkan islam sebagai agama selamat, agama sempurna dan sebagainya.
Tetapi didalam bab ini kita akan menafsirkan perkataan islam ini mengikuti pandangan tasauf, yang mana kita akan menguraikan islam itu mengikuti huruf yang ada pada perkataan ISLAM itu.
Bermula kata islam ini terdiri dari empat huruf yang masing-masing hurufnya mempunyai makna yang berkaitan dengan huruf yang lain.
Huruf-huruf tersebut adalah : Alif, Syin, Lamalif dan Mim.
Adapun huruf Alif itu mengisyaratkan kepada Ana, Allahu, Ahad, huruf Syin mengisyaratkan Salam sejahtera, Selamat, bukit Thursina dan huruf Lamalif itu mengisyaratkan kepada syahadat tauhid yaitu Laillaha illalah sedangkan huruf Mim itu mengisyaratkan kepada syahadat Rasul yaitu Muhammadarrasullullah.
Maka jika dirangkaikan berbunyi : Allah menyelamatkan mereka yang mengucapkan Laillahaillallah Muhammadarrasullullah
Yaitu : orang yang mengaku Allah adalah Tuhan dan Nabi Muhammad itu Rasul Allah
Dalam konteks yang lain kata ISLAM itu mengandung 5 huruf yaitu : Alif, Syin, Lam, Alif dan Mim
Bermula huruf Alif itu mengisyaratkan kepada …. Yaitu …..
Dimana hal ini meliputi martabat ahdah, wahdah, wahdiah, alam roh, alam missal, alam ijsam dan alam insan. Dialah Tuhan yang memerintah dunia dan akhirat dan dialah diri Empunya Diri yang memberi tanggung jawab kepada manusia memikul akan rahasiaNya ( amanahnya ).
Bermula huruf Syin itu adalah mengisyaratkan kepada Selamat yaitu selamat dunia akhirat.
Seperti firman Allah didalam al-Qur’an:
Surah : Maryam ayat 15
Artinya:
Selamat ( sejahtera ) atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan ( hidup kembali ).
Dan bermula huruf Lam pada Islam itu adalah memberi makna kepada kita yaitu Liut ( lemah lembut ) yang terkandung dalam ….. yaitu …..
Artinya :
Allah itu liut ( lemah lembut ) dan sangat dekat ( tidak bisa dipisahkan )
Adapun huruf Alif pada kata Islam itu mengisyaratkan kepada Adam yaitu bapak sekalian jasad.
Dimana Adam dan anak cucunya yang menanggung Rahasia Allah ini akan diuji kesetiaan dan sumpah janjinya melalui godaan iblis, syaitan dan kroninya. Maka mereka harus tahan diuji jika mau menjadi pemegang amanah yang sejati dan khalifah Allah dimuka bumi ini.
Seperti firman Allah didalam al-Qur’an:
Surah Al-Baqarah ayat 34
Waij’qala Rabbuka lilmala ikatisjudu li adama fasajadu illa iblis
Artinya :
Dan ingatlah kami, kami berfirman kepada malaikat supaya sujud kepada Adam maka sujudlah mereka kecuali iblis.
Dan firman Allah lagi :
Surah : Yasin ayat 60
Artinya :
Bukan aku telah memerintah kepada kamu hai Bani Adam supaya kamu tidak mematuhi kehendak syaitan. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata.
Dan firmah Allah lagi :
Surah : Albalad ayat 4
Artinya :
Sesungguhnya aku jadikan manusia itu adalah untuk diuji.
Dan bermula huruf Mim itu mengisyaratkan kepada …. yaitu Muhammad ( bapak roh ) karena setiap yang ada dan wujud ini adalah dari pada Nur Muhammad yang ditajalillkan.
Seperti firman Allah didalam al-Qur’an :
Artinya :
Surah: AI-Ambiyaa’ ayat 107
Artinya :
TidakKu utuskan engkau ( Muhammad ) kecuali untuk membawa rahmat kepada sekalian alam.
Dialah contoh yang harus diikuti oleh manusia jika keredaan Allah s.w.t. hendak dicapai.
TENTANG IMAN
Iman diartikan sebagai :
Keyakinan yang mutlak terhadap sesuatu tanpa mengsyirikkannya dengan yang lain.
Kita beriman dengan Allah s.w.t. berarti kita menyakini secara total bahwasanya Allah s.w.t. itu adalah Tuhan semesta alam dan tidak menduakannya dengan yang lain.
Kita beriman dengan Rasulullah, berarti kita menyakini dengan total bahwasanya nabi Muhammad s.a.w. itu adalah utusan Allah s.w.t dan tidak mengingati dengan yang lain.
Sesungguhnya iman itu muncul dari pancaran Nur Kalbu yang menerbitkan sesuatu kelakuan yang mempunyai daya keyakinan total terhadap sesuatu hal, terutama perkara ghaib yang keluar jauh dari jangkauan pemikiran akal manusia. Mereka menerimanya tanpa sedikitpun ragu dengan sifat syakwa sangka dan was-was terhadap yang diberitakan kepadanya.
Tanpa iman manusia tidak dapat menerima perkara-perkara ghaib dan sudah barang tentu hal ini tidak bisa diyakini berdasarkan logika kerana keluar dari penerimaan akal mereka.
Terutama yang berkaitan dengan ilmu Allah s.w.t., banyak perkara-perkara gaib yang tidak bisa dicerna dengan akal pikiran manusia karena sudah keluar dari daya pemikiran manusia, contoh yang jelas adalah tentang diri Allah s.w.t itu sendiri.
Di samping itu tanpa iman manusia tidak mungkin mendapat petunjuk dari Tuhannya.
Firman Allah s.w.t. di dalam Al Quran :
alif lam mim
alif lam mim
Surah Al-Bagarah ayat 1 – 5
Artinya :
Sesungguhnya al-quran ini tiada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang takwa yaitu mereka yang mempunyai iman kepada perkara-perkara gaib, yang mendirikan sholat dan membagikan sebagian rizki yang kami anugerahi….
Iman kepada Allah
Iman kepada Allah yang di praktekkan orang dewasa
tidaklah sama dengan yang di ucapkan anak kecil, iman bukanlah
semata-mata percaya, iman adalah wujud dari pengakuan, baik ucapan
maupun yang ada dalam hatinya, dengan menguasai betul pengetahuan
tentang apa yang di imaninya serta di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tuhan=baqa=abadi, tanpa antara, tidak di mana atau dimana tapi ada di mana-mana meliputi alam semesta, bukan ini bukan itu, terlepas dari ruang dan waktu serta tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran dan khayalan.
Jangan terjebak dengan istilah, mau disebut apa saja asalkan sifat-sifat yang dikemukakan itu sifat yang sepatutnya bagi tuhan, tidak masaalah,
Inti beriman kepada Allah adalah agar kita bisa meningkatkan level spiritual kita dari satu tingkat ketingkat berikutnya hingga mencapai insanul kamil agar tuhan bisa terwujud dalam aplikasi kehidupan kita sehari-hari.
Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat bukan berarti kita percaya bahwa ada mahluk halus yang mempunyai kekuatan lebih daripada manusia, kalau begini cara berfikirnya sama dengan kita percaya adanya setan atau sebangsa mahluk halus lainnya yang juga mempunyai kekuatan “super”. Malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia karena di dalam diri manusia ada diri rahasia tuhan, kita harus memahami hubungan antara manusia dengan malaikat karena malaikat bukanlah sosok mahluk yang berada diluar diri manusia.
Bagi mereka yang bisa mensucikan hatinya malaikat akan bersujud dan turun kedalam dirinya dengan menyatakan sebagai wali atau aulia atau sahabat kita untuk memberikan bimbingan sehingga kita mendapatkan ketenangan hidup. Hakekat malaikat adalah pelindung=penjaga=pengawal=sahabat kita, bukankah dulu di alam shagir (kandungan ibu) mereka sudah di tugaskan untuk menjaga kita dan mengawal kita sampai ke dunia ini? Setelah kita sampai ke dunia mereka pun gaib.
Iman kepada Kitab-Kitabnya
Yang ada dipikiran kita ketika iman kepada kitab-kitabnya adalah taurat, zabur, injil dan alquran, ini pemikiran yang sempit seakan-akan nabi itu hanya ada di timur tengah saja. Yang namanya tuhan adalah untuk manusia sedunia bukan untuk bangsa tertentu saja, bahwa tuhan telah mengirimkan rasulnya pada setiap umat yang ada di muka bumi ini.
Mengimani kitab-kitabnya artinya memercayai semua jenis kitab yang telah DIA turunkan, hakekat kitab-kitab itu bukan kitab yang sudah ditulis diatas kertas, kalau begini cara pikirnya berarti kita telah terjerumus kedalam pemberhalaan teks. Bukankah kitab-kitab yang ditulis itu sudah banyak menimbulkan perselisihan? Sebab, makna yang ada di dalam teks itu tergantung kepada pembacanya artinya latar belakang si pembaca akan ikut mewarnai makna ayat yang dibacanya.
Dulu waktu kita berada di alam shagir pada saat waktunya tiba untuk kita keluar ke dunia ini, kita merasa cemas dan takut karena harus berpisah dengan saudara rahasia kita juga karena akan menghadapi kehidupan didunia, untuk menghilangkan rasa itu maka dibelahlah dada kita untuk dimasukan kitab ini. Hakekat kitab=iman=ilmu jadi setiap orang telah mempunyai kitabnya sendiri-sendiri.
Iman kepada Rasul-Rasulnya
Secara awam iman kepada rasul-rasulnya adalah percaya bahwa tuhan telah mengirimkan rasul-rasulnya didunia, sementara rasul sudah berakhir pada nabi Muhammad maka yang ada tinggal kepercayaan belaka. Kalau cara pikir kita seperti ini maka ini hal yang sudah tidak aktual lagi.
Karena rasul sudah tidak ada maka penggantinya adalah ulama-ulama, bisa dibayangkan bila pendapat ulama dianggap sebagai petunjuk rasul. Apa yang terjadi bila dipahami demikian? Tidak perlu saya jelaskan lagi karena kita bisa lihat sendiri kenyataannya didunia ini.
Seharusnya rasul yang diimani tetap aktual dan hidup bukan rasul yang mati, bukankah dalam setiap sholat kita mengucapkan salam kepada rasul kita? Bukankah yang hanya bisa mendengar salam itu yang hidup? Dan bukankah kitapun telah membaca balasan dari salam yang kita sampaikan kepada rasul kita? Apakah ini semua sekedar basa-basi dalam sholat? Sesungguhnya ini semua menunjukkan adanya hubungan langsung sesama yang hidup.
Iman kepada Hari Akhir
Kebanyakan orang mengira bahwa hari akhir itu alam semesta ini akan mengalami kehancuran, lalu setelah itu alam baru dibangun dan dilakukan seleksi siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka.
Kembali kepada tuhan tidaklah serentak melainkan satu per satu seperti dilahirkan, akhirat bukanlah alam yang baru nanti adanya, saat ini pun sudah ada, mereka yang meninggal sebagai saksi kebenaran, dan mereka itu adalah kita.
Jika yang menjadi dasar keyakinan kita bahwa langit dan bumi secara fisikal ini hancur lebur adalah karena adanya beberapa ayat yang mengatakan demikian, itu karena kita mengartikan ayat itu secara harfiahnya, yang akhirnya kita menempatkan kiamat ada diluar diri, sementara kita bisa melihat contoh orang yang sedang menghadapi sakratulmaut tanpa menguasai ilmu sakratulmaut, bagaimana gambaran alam yang ada dipikran dia saat itu?
Didalam alquran dinyatakan, bahwa Ibrahim diakhirat termasuk orang-orang yang saleh artinya di akhiratpun banyak hal yang harus dikerjakan tidak bermalas-malasan menikmati rezeki, artinya lagi beliau ada di alam akhirat sedang giat bekerja untuk kemaslahatan hidup.
Iman kepada Takdir
Iman kepada takdir secara tersurat tidak ada dalam alquran, akhirnya kepercayaan kepada takdir ini membelah umat misalnya, kelompok fatalistic, kehendak bebas, kesimbangan iktiar dan takdir dll.
Terlepas dari semua faham diatas bahwa manusia insan kamil merupakan tajalli dari tuhan, jadi manusia sebenarnya wadah bagi qodrat dan iradatNYA, manusia harus bisa meningkatkan kwalitas hidupnya hingga esensi ketuhananlah yang ada pada dirinya, sebagaimana ada hadist yang mengatakan bila tuhan mencintai hambanya maka dia akan menjadi penglihatan, pendengaran, ucapan dan perilaku jadi setia sepenuhnya merupakan pegangan hidup sehingga tidak di ombang-ambing dengan berbagai pandangan tentang takdir
Tuhan=baqa=abadi, tanpa antara, tidak di mana atau dimana tapi ada di mana-mana meliputi alam semesta, bukan ini bukan itu, terlepas dari ruang dan waktu serta tidak bisa dijangkau oleh akal pikiran dan khayalan.
Jangan terjebak dengan istilah, mau disebut apa saja asalkan sifat-sifat yang dikemukakan itu sifat yang sepatutnya bagi tuhan, tidak masaalah,
Inti beriman kepada Allah adalah agar kita bisa meningkatkan level spiritual kita dari satu tingkat ketingkat berikutnya hingga mencapai insanul kamil agar tuhan bisa terwujud dalam aplikasi kehidupan kita sehari-hari.
Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat bukan berarti kita percaya bahwa ada mahluk halus yang mempunyai kekuatan lebih daripada manusia, kalau begini cara berfikirnya sama dengan kita percaya adanya setan atau sebangsa mahluk halus lainnya yang juga mempunyai kekuatan “super”. Malaikat tunduk dan bersujud kepada manusia karena di dalam diri manusia ada diri rahasia tuhan, kita harus memahami hubungan antara manusia dengan malaikat karena malaikat bukanlah sosok mahluk yang berada diluar diri manusia.
Bagi mereka yang bisa mensucikan hatinya malaikat akan bersujud dan turun kedalam dirinya dengan menyatakan sebagai wali atau aulia atau sahabat kita untuk memberikan bimbingan sehingga kita mendapatkan ketenangan hidup. Hakekat malaikat adalah pelindung=penjaga=pengawal=sahabat kita, bukankah dulu di alam shagir (kandungan ibu) mereka sudah di tugaskan untuk menjaga kita dan mengawal kita sampai ke dunia ini? Setelah kita sampai ke dunia mereka pun gaib.
Iman kepada Kitab-Kitabnya
Yang ada dipikiran kita ketika iman kepada kitab-kitabnya adalah taurat, zabur, injil dan alquran, ini pemikiran yang sempit seakan-akan nabi itu hanya ada di timur tengah saja. Yang namanya tuhan adalah untuk manusia sedunia bukan untuk bangsa tertentu saja, bahwa tuhan telah mengirimkan rasulnya pada setiap umat yang ada di muka bumi ini.
Mengimani kitab-kitabnya artinya memercayai semua jenis kitab yang telah DIA turunkan, hakekat kitab-kitab itu bukan kitab yang sudah ditulis diatas kertas, kalau begini cara pikirnya berarti kita telah terjerumus kedalam pemberhalaan teks. Bukankah kitab-kitab yang ditulis itu sudah banyak menimbulkan perselisihan? Sebab, makna yang ada di dalam teks itu tergantung kepada pembacanya artinya latar belakang si pembaca akan ikut mewarnai makna ayat yang dibacanya.
Dulu waktu kita berada di alam shagir pada saat waktunya tiba untuk kita keluar ke dunia ini, kita merasa cemas dan takut karena harus berpisah dengan saudara rahasia kita juga karena akan menghadapi kehidupan didunia, untuk menghilangkan rasa itu maka dibelahlah dada kita untuk dimasukan kitab ini. Hakekat kitab=iman=ilmu jadi setiap orang telah mempunyai kitabnya sendiri-sendiri.
Iman kepada Rasul-Rasulnya
Secara awam iman kepada rasul-rasulnya adalah percaya bahwa tuhan telah mengirimkan rasul-rasulnya didunia, sementara rasul sudah berakhir pada nabi Muhammad maka yang ada tinggal kepercayaan belaka. Kalau cara pikir kita seperti ini maka ini hal yang sudah tidak aktual lagi.
Karena rasul sudah tidak ada maka penggantinya adalah ulama-ulama, bisa dibayangkan bila pendapat ulama dianggap sebagai petunjuk rasul. Apa yang terjadi bila dipahami demikian? Tidak perlu saya jelaskan lagi karena kita bisa lihat sendiri kenyataannya didunia ini.
Seharusnya rasul yang diimani tetap aktual dan hidup bukan rasul yang mati, bukankah dalam setiap sholat kita mengucapkan salam kepada rasul kita? Bukankah yang hanya bisa mendengar salam itu yang hidup? Dan bukankah kitapun telah membaca balasan dari salam yang kita sampaikan kepada rasul kita? Apakah ini semua sekedar basa-basi dalam sholat? Sesungguhnya ini semua menunjukkan adanya hubungan langsung sesama yang hidup.
Iman kepada Hari Akhir
Kebanyakan orang mengira bahwa hari akhir itu alam semesta ini akan mengalami kehancuran, lalu setelah itu alam baru dibangun dan dilakukan seleksi siapa yang masuk surga dan siapa yang masuk neraka.
Kembali kepada tuhan tidaklah serentak melainkan satu per satu seperti dilahirkan, akhirat bukanlah alam yang baru nanti adanya, saat ini pun sudah ada, mereka yang meninggal sebagai saksi kebenaran, dan mereka itu adalah kita.
Jika yang menjadi dasar keyakinan kita bahwa langit dan bumi secara fisikal ini hancur lebur adalah karena adanya beberapa ayat yang mengatakan demikian, itu karena kita mengartikan ayat itu secara harfiahnya, yang akhirnya kita menempatkan kiamat ada diluar diri, sementara kita bisa melihat contoh orang yang sedang menghadapi sakratulmaut tanpa menguasai ilmu sakratulmaut, bagaimana gambaran alam yang ada dipikran dia saat itu?
Didalam alquran dinyatakan, bahwa Ibrahim diakhirat termasuk orang-orang yang saleh artinya di akhiratpun banyak hal yang harus dikerjakan tidak bermalas-malasan menikmati rezeki, artinya lagi beliau ada di alam akhirat sedang giat bekerja untuk kemaslahatan hidup.
Iman kepada Takdir
Iman kepada takdir secara tersurat tidak ada dalam alquran, akhirnya kepercayaan kepada takdir ini membelah umat misalnya, kelompok fatalistic, kehendak bebas, kesimbangan iktiar dan takdir dll.
Terlepas dari semua faham diatas bahwa manusia insan kamil merupakan tajalli dari tuhan, jadi manusia sebenarnya wadah bagi qodrat dan iradatNYA, manusia harus bisa meningkatkan kwalitas hidupnya hingga esensi ketuhananlah yang ada pada dirinya, sebagaimana ada hadist yang mengatakan bila tuhan mencintai hambanya maka dia akan menjadi penglihatan, pendengaran, ucapan dan perilaku jadi setia sepenuhnya merupakan pegangan hidup sehingga tidak di ombang-ambing dengan berbagai pandangan tentang takdir
YANG MEMACU DOSA BESAR
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku rahimakumullah,
Sudah menjadi kebiasaan kita, suka memperhatikan yang besar dan meremehkan yang kecil. Padahal yang kecil bisa lebih membahayakan bagi kita. Orang umumnya jatuh tersandung bukan karena batu besar, tapi karena kerikil kecil. Api yang membakar sebuah pabrik besar dimulai oleh percikan api yang kecil.
Demikian pula dengan dosa, banyak orang yang berhasil menghindari dosa yang besar, sementara ia mengumpulkan dosa2 kecil. Padahal Agama mengajarkan kepada kita untuk tidak pernah meremehkan dosa, walau dosa kecil.
Allah SWT berfirman, "Kalian berprasangka itu sepele, padahal di sisi Allah sangatlah besar."(QS An-Nur: 15).
Menurut Ulama, Dosa besar terbilang kecil jika dibandingkan dengan kemurahan Allah. Tetapi, dosa kecil jika dilakukan berulang-ulang akan menjadi besar. "Dosa kecil sama seperti percikan api. Bila dibiarkan, ia bisa membakar sebuah kota."
Dosa kecil juga bisa menjadi Pelopor (Pemicu) terjadinya Dosa besar. Sayyidina Ali kw memberi nasehat bijak,"Seseorang harus memandang DOSA KECIL sebagai PELOPOR (pemacu) DOSA BESAR, dan berusaha menjauhinya sehingga tidak melakukan dosa besar”.
Tentang kecenderungan meremehkan dosa kecil, Ulama besar, Ibnu Atha'illah dlm Taj Al-Arus memberi nasehat : "Hal yang paling ditakutkan merusak dirimu adalah dosa2 kecil. Sebab, bisa jadi engkau takut terhadap dosa-dosa besar hingga langsung bertobat karenanya. Sedangkan, terhadap dosa2 kecil engkau meremehkannya. Hal ini seperti ketika bertemu dengan seekor singa, lalu kemudian diselamatkan oleh Allah dari itu. Kemudian, ketika bertemu dengan 50 ekor serigala, engkau dikalahkan mereka”.
So, jangan pernah remehkan dosa kecil, karena ibarat kata pepatah, sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit, gunung yang besar itu terdiri dari jutaan atau milyaran batu. Juga jangan pernah remehkan dosa kecil karena dosa kecil itu memacu kita melakukan dosa besar.
Semoga kita dan anak2 keturunan kita termasuk ke dalam golongan orang2 saleh yang senantiasa dilindungi Allah Swt dan menghindar dan menjauh dari dosa , baik dosa kecil, terlebih dosa besar. Aamiin
Semangat Pagi Sahabat, Semangat menjemput rezeki_nya Jangan lupa untuk senantiasa berbuat baik dan saling berlomba dalam kebaikan, dan saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran.
Baraka Allah fikum. Aamiin
CINTA ITU SALING BERKAITAN
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku,
Cinta itu saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Jika kita mencintai sesuatu, maka kita juga akan mencintai sesuatu yang berkaitan dengannya.
Dahulu waktu kita berusaha mendekati pasangan kita atau orang yang kita cintai dan kita ingin ia mencintai kita, maka kita pasti juga berusaha untuk mencintai juga apa yang ia sukai dan membenci apa yang ia benci. Kita mungkin tadinya tidak suka kucing, tapi karena "sang pacar" suka kucing, kita tiba-tiba mencintai kucing, berusaha mempelajari kucing dari segala segi yang ia sukai. Demikian halnya jika "orang yg kita cintai" tidak menyukai (membenci) sesuatu, kita-pun akan berusaha keras untuk menghindarinya bahkan sekedar tidak memperbincangkannya demi agar ia mencintai kita.
Tentang cinta itu saling berkaitan, Hujatul Islam, Ulama Besar Imam Al-Ghazali r.a dalam Kitabnya Al Ihya (Ihya Ulumuddin), menyatakan adalah sebuah kebohongan besar bila seseorang mencintai sesuatu tetapi ia tidak memiliki kecintaan kepada sesuatu yang lain yang berkaitan dengannya. Imam Al-Ghazali r.a menulis; "Bohonglah orang yang mengaku mencintai Allah swt. tetapi ia tidak mencintai Rasul-Nya; bohonglah orang yang mengaku mencintai Rasul-Nya tetapi ia tidak mencintai kaum fuqara dan masakin; dan bohonglah orang yang mengaku mencintai surga tetapi ia tidak mau menaati Allah swt."
Imam Al Ghazali mengajari kita bahwa jika kita mencintai Allah, maka kita harus taat kepada-Nya dan mencintai Rasul-Nya dan agar kita dekat dengan Allah dan Rasul-Nya, maka kita wajib mencintai serta melakukan apa-apa yang disukai (diperintahkan) oleh Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi apa-apa yang dibenci (dilarang) oleh Allah dan Rasul-Nya,.
Walhasil, jika kita mencintai dan ingin dicintai Allah, maka kita wajib mencintai Rasulullah Saw dan apa-apa yang dicintainya, termasuk mencintai keluarganya, sahabat2 nya yang beliau cintai, mencintai sunnah-nya serta mencintai kaum fakir miskin dan anak2 yatim yang beliau sangat cintai.
Semoga kita, keluarga kita dan anak2 keturunan kita semuanya senantiasa digolongkan bersama orang-orang saleh, yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, mencintai dan menjalankan apa2 yang diperintahkan dan menjauhi apa2 yang dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya. Aamiin
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Have a nice weekend Sahabatku, selamat berlibur, berkumpul dan bercengkerama dgn keluarga. Untuk yang tetap beraktifitas, selamat beraktifitas. Jangan lupa utk senantiasa berbuat baik dan saling berlomba dalam kebaikan, dan saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran. Untuk yang sedang dirundung musibah, semoga Allah segera mengangkat musibahnya dan menggantinya dengan kebaikan yang berlipatganda. Aamiin
Baraka Allah fikum. Aamiin
TERAPI PENYUCIAN JIWA (TAZKIYATUN NAFS)
Assalamualaikum wr wb
Sahabatku rahimakumullah,
Tubuh manusia itu terdiri dari dua unsur : jiwa (ruh) dan raga (jasad). Islam tidak membiarkan salah satunya lebih dominan atas yang lainnya, tapi Islam mengajak untuk berpegang teguh pada akhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang jelek serta menjauhinya. Jadi tidak hanya raga yang membutuhkan pemenuhan kebutuhannya seperti makan, minum, dan sebagainya. Akan tetapi, jiwa juga membutuhkan santapan dan nutrisi. Hal ini dapat dipenuhi dengan melakukan MALAN-AMALAN HATI sehingga mampu menjernihkan jiwa dan menyegarkan amal ibadah.
AMALAN-AMALAN HATI sebagai sarana untuk penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) seperti ikhlas, ridha, syukur, tawakal, taat, qanaah, iffah (menjaga diri dari sesuatu yang diharamkan), takwa, jujur, tawadhu, zuhud, tobat dan lain-lain.
Tazkiyatun Nafs juga berarti penyucian diri dari penyakit-penyakit hati, seperti riya, iri, hasad, dengki, sombong, bakhil dsb.
Sahabatku,
Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi, gagal dalam hidup
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,”(QS. Asy Syams 91:9). “Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams 91:10).
TERAPI MENYUCIKAN JIWA
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauzi, Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat terapi tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti shalat, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Terapi menyucikan jiwa menurut Al Qur’an antara lain melalui :
1. Shalat wajib dan menambahnya dengan shalat sunat karena shalat lebih besar keutamaanya dibandingkan dengan ibadah lainnya (QS. Al Ankabut 29:45).
Shalat bila dikerjakan secara khusyu', ikhlas Insya Allah akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda Rasul Saw :"Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: "Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa". (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu', jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasul Saw seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi.
2. Memperbanyak membaca lafaz dzikir pagi dan petang (QS. An Nur 24:36) seperti tasbih, istighfar, tahlil, tahmid dan takbir, dengan banyak mengingat Allah SWT agar jiwa menjadi tenang (QS. Ar Ra’d 13:28).
3. Membaca Al Qur’an dengan perlahan-lahan, khususnya diakhir malam (QS.Al Muzzammil 73:4).
Menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) menjadi kebutuhan kita, karena dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim, yaitu hati yang bersih dan suci.
Allah Swt berfirman: "yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Asy-Syu'araa':88-89).
Tentu usaha pensucian jiwa ini mesti dilakukan secara rutin, terus-menerus dengan penuh keikhlasan mengharap ridhA Allah SWT. Karena musuh utama kita setan yang terkutuk dan orang-orang yang bersekutu dengannya tidak akan pernah berhenti menggoda agar jiwa kita kotor dan jauh dari Allah.
Semoga kita dan anak keturunan kita termasuk orang-orang yang konsisten untuk senantiasa menyucikan jiwanya agar kelak dapat menghadap Allah dengan qalbun salim (hati yang bersih). Aamiin.
Semangat Pagi sahabatku, Selamat beraktifitas kembali untuk menjemput rezeki yang disediakan Allah Swt. Jangan lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan dan saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi diri saya dan kita semua. Amin
Terima kasih, thank you n matur Syukran atas waktunya.
Bâraka Allâh fîkum. Amiin
Sahabatku rahimakumullah,
Tubuh manusia itu terdiri dari dua unsur : jiwa (ruh) dan raga (jasad). Islam tidak membiarkan salah satunya lebih dominan atas yang lainnya, tapi Islam mengajak untuk berpegang teguh pada akhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang jelek serta menjauhinya. Jadi tidak hanya raga yang membutuhkan pemenuhan kebutuhannya seperti makan, minum, dan sebagainya. Akan tetapi, jiwa juga membutuhkan santapan dan nutrisi. Hal ini dapat dipenuhi dengan melakukan MALAN-AMALAN HATI sehingga mampu menjernihkan jiwa dan menyegarkan amal ibadah.
AMALAN-AMALAN HATI sebagai sarana untuk penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) seperti ikhlas, ridha, syukur, tawakal, taat, qanaah, iffah (menjaga diri dari sesuatu yang diharamkan), takwa, jujur, tawadhu, zuhud, tobat dan lain-lain.
Tazkiyatun Nafs juga berarti penyucian diri dari penyakit-penyakit hati, seperti riya, iri, hasad, dengki, sombong, bakhil dsb.
Sahabatku,
Keberuntungan dan kesuksesan seseorang, sangat ditentukan oleh seberapa jauh ia men-tazkiyah dirinya. Barangsiapa tekun membersihkan jiwanya maka sukseslah hidupnya. Sebaliknya yang mengotori jiwanya akan senantiasa merugi, gagal dalam hidup
Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,”(QS. Asy Syams 91:9). “Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Asy Syams 91:10).
TERAPI MENYUCIKAN JIWA
Menurut Ibnu Qayyim Al Jauzi, Sesungguhnya rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan RasulNya telah memuat terapi tazkiyatun nafs dengan sendirinya. Bahkan bisa dikatakan bahwa inti dari ibadah-ibadah seperti shalat, shaum, zakat, haji dan lain-lain itu tidak lain adalah aspek-aspek tazkiyah.
Terapi menyucikan jiwa menurut Al Qur’an antara lain melalui :
1. Shalat wajib dan menambahnya dengan shalat sunat karena shalat lebih besar keutamaanya dibandingkan dengan ibadah lainnya (QS. Al Ankabut 29:45).
Shalat bila dikerjakan secara khusyu', ikhlas Insya Allah akan menjadi pembersih jiwa, sebagaimana sabda Rasul Saw :"Bagaimanakah pendapat kamu kalau di muka pintu (rumah) salah satu dari kamu ada sebuah sungai, dan ia mandi daripadanya tiap hari lima kali, apakah masih ada tertinggal kotorannya? Jawab sahabat: Tidak. Sabda Nabi: "Maka demikianlah perumpamaan shalat lima waktu, Allah menghapus dengannya dosa-dosa". (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Dari hadits di atas nampak sekali bahwa misi utama penegakan shalat adalah menyangkut tazkiyatun nafs. Artinya, dengan shalat secara benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu', jiwa akan menjadi bersih, yang digambarkan Rasul Saw seperti mandi di sungai lima kali. Sebuah perumpamaan atas terhapusnya kotoran-kotoran dosa dari jiwa. Secara demikian, bisa kita bayangkan kalau ibadah shalat ini ditambah dengan shalat-shalat sunnah. Tentu nilai kebersihan jiwa yang diraih lebih banyak lagi.
2. Memperbanyak membaca lafaz dzikir pagi dan petang (QS. An Nur 24:36) seperti tasbih, istighfar, tahlil, tahmid dan takbir, dengan banyak mengingat Allah SWT agar jiwa menjadi tenang (QS. Ar Ra’d 13:28).
3. Membaca Al Qur’an dengan perlahan-lahan, khususnya diakhir malam (QS.Al Muzzammil 73:4).
Menyucikan jiwa (tazkiyatun nafs) menjadi kebutuhan kita, karena dalam ayat yang lain juga disebutkan bahwa nantinya harta dan anak-anak tidak bermanfaat di akhirat. Tetapi yang bisa memberi manfaat adalah orang yang menghadap Allah dengan Qalbun Salim, yaitu hati yang bersih dan suci.
Allah Swt berfirman: "yaitu di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih". (Asy-Syu'araa':88-89).
Tentu usaha pensucian jiwa ini mesti dilakukan secara rutin, terus-menerus dengan penuh keikhlasan mengharap ridhA Allah SWT. Karena musuh utama kita setan yang terkutuk dan orang-orang yang bersekutu dengannya tidak akan pernah berhenti menggoda agar jiwa kita kotor dan jauh dari Allah.
Semoga kita dan anak keturunan kita termasuk orang-orang yang konsisten untuk senantiasa menyucikan jiwanya agar kelak dapat menghadap Allah dengan qalbun salim (hati yang bersih). Aamiin.
Semangat Pagi sahabatku, Selamat beraktifitas kembali untuk menjemput rezeki yang disediakan Allah Swt. Jangan lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan dan saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran.
Allahumma shali ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
Semoga tulisan ini membawa manfaat bagi diri saya dan kita semua. Amin
Terima kasih, thank you n matur Syukran atas waktunya.
Bâraka Allâh fîkum. Amiin
Langganan:
Postingan (Atom)