Abu Bakar Ash-Shiddiq
Nama dan Nasab Abu Bakar
Nama
lengkap Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin
Ka'ab bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Sedangkan nama ibu
beliau adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr bin Akir, yang meninggal
dunia sebagai seorang muslimah.1)
Ali bin Abi Thalib
bersumpah dengan nama Allah bahwa Allah-lah yang telah menurunkan dari
langit nama Ash-Shiddiq untuk Abu Bakar.2)
Sifat-sifat Abu Bakar
Diriwayatkan
dari Anas radhiyallohu 'anhu, dia berkata: “Abu Bakar adalah orang
yang suka memakai daun pacar dan daun katam untuk mewarnai
rambutnya.”3)
Dari Qais bin Abi Hazim dia berkata, “Aku
bersama-sama dengan ayahku berkunjung kerumah Abu Bakar. Dia adalah
seorang yang berperawakan kurus, tidak terlalu banyak daging dipipinya,
dan berambut putih.”4))
Pemeluk Islam Pertama
Hassan
bin Tsabit, Ibnu Abbas, Asma' binti Abi Bakar, dan Ibrahim An-Nakha'i
berkata, ” Orang yang pertama kali memeluk agama Islam adalah Abu
Bakar.”5)
Yusuf bin Ya'kub bin Al Majasyun berkata, “Aku
masih sempat menjumpai kehidupan ayahku dan beberapa orang syaikhku.
Mereka itu adalah Muhammad bin Al Munkadir, Rabi'ah bin Abi
Abdirrahman, Shalih bin Kaisan, Sa'ad bin Ibrahim, dan Utsman bin
Muhammad al Akhnasi. Mereka semua tidak meragukan bahwa Abu Bakar
Ash-Shiddiq adalah orang yang pertamakali memeluk agama Islam.”
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas radiyallohu 'Anhuma bahwa dia berkata, “Orang yang
pertama kali mengerjakan Shalat adalah Abu Bakar radiyallohu 'anhu.”6)
Diriwayatkan
dari Ibrahim, dia berkata, “Orang yang pertama kali mengerjakan shalat
(dari kalangan umat Muhammad) adalah Abu Bakar.”
Putra-Putri Abu Bakar
Diantara
putra-putri Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Abdullah dan Asma' yang
mendapatkan julukan Dzatun-Nithaqain. Ibu dari kedua anak ini adalah
Qutailah. Anak Abu Bakar yang lainnya adalah Abdurrahman dan Aisyah,
keduanya berasal dari ibu yang bernama Ummu Ruman. Kemudian anak beliau
yang lain lagi adalah Muhammad. Ibu anak ini bernama Asma' bin Umais.
Anak
Abu Bakar lainnya adalah Ummu Kultsum. Ibu dari putrinya yang satu ini
adalah Habibah binti Kharijah bin Zaid. Ceritanya, ketika Abu Bakar
Ash-Shiddiq hijrah ke Madinah, beliau singgah di rumah Kharijah. Lalu
beliau menikah dengan putrinya yang bernama Habibah tersebut.
Mengenai
Abdullah, dia sempat ikut serta pada perang Tha'if. Sedangkan Asma',
dia dinikahi oleh Az Zubair dan sempat melahirkan beberapa putra. Namun
kemudian Az Zubair menceraikannya. Dia terus hidup bersama putranya
yang bernama Abdullah sampuai akhirnya putranya tersebut terbunuh.
Asma' sendiri meninggal dalam usia 100 tahun.
Adapun
Abdurrahman, dia sempat ikut perang Badar bersama-sama orang musyrik.
Namun kemudian dia memeluk agama Islam. Berbeda lagi dengan Muhammad,
dia termasuk ahli ibadah dari kalangan orang-orang Quraisy. Hanya saja
dia memberikan pertolongan kepada Utsman pada hari kekhalifahannya
dikudeta. Diapun telah di angkat oleh Ali bin Abi Thalib sebagai
penguasa di Mesir. Hanya saja akhirnya dia di bunuh oleh orang-orang
Mu'awiyah di negeri tersebut. Sedangkan Ummi Kultsum, dia dinikahi oleh
Thalhah bin Ubaidillah radhiyallahu 'anhu.
Perilaku Baik Abu Bakar
Diriwayatkan
dari Asma' binti abu bakar, dia berkata: Ada orang minta tolong datang
kepada Abu Bakar. lalu dikatakan kepada Abu bakar, “Tolonglah
sahabatmu itu! (Maksudnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam).” Maka, Abu Bakar keluar dari sisi kami. Sesungguhnya ketika
itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki empat buah rambut
yang dijalin. Maka, Abu Bakar masuk ke dalam Masjidil Haram sambil
berkata, “Celaka kalian semua…Apakah kalian membunuh seorang laki-laki
karena dia menyatakan: “Tuhanku ialah Allah, padahal dia telah datang
kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari Tuhanmu.” (Qs.
Ghaafir (40):28)
Maka orang-orang kafir Quraisy
meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menghampiri
Abu Bakar. Namun, setelah itu Abu Bakar kembali kepada kita tanpa
memegang sedikit pun jalinan rambut milik Rasulullah. Yang dia lakukan
hanyalah membawa Rasulullah sambil berkata, “Maha Tinggi Engkau, wahai
Dzat Yang Maha Agung lagi Maha Mulia.”7)
Abu Ya'la juga
meriwayatkan dengan kualitas sanad yang hasan dengan redaksi yang cukup
panjang. Riwayat itu berasal dari Asma' binti Abu Bakar bahwa
orang-orang telah berkata kepadanya, “Perlakuan sadis apa yang pernah
kamu lihat dilakukan orang-orang musyrik terhadap diri Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam?”
Lalu disebutkan riwayat
yang mirip dengan redaksi Abu Ishaq di atas sebagai berikut: Lalu ada
orang yang meminta tolong datang menghampiri Abu Bakar. Orang itu
berkata, “Tolonglah sahabatmu!” Asma' berkata, “Lalu Abu Bakar beranjak
meninggalkan kita. Sedangkan Rasulullah sendiri waktu itu memiliki
empat jalinan rambut. Abu Bakar pun berkata, “Celakalah kalian semua.
Apakah kalian akan membunuhnya?' Abu Bakar sama sekali tidak menyentuh
keempat jalinan rambut Rasulullah sampai akhirnya dia membawanya
pulang.”
Kisah tentang Abu Bakar ini memiliki beberapa
penguat yang lain. Di antaranya yang berasal dari Al Bazzar dari
riwayat Muhammad bin Ali, dari ayahnya bahwa dia telah berkhutbah
sebagai berikut, “Siapakah orang yang paling berani?” Orang-orang
menjawab, “Kamu.” Ali-yang tidak lain ayah Muhammad-berkata, “Kalau aku,
maka tidak pernah berduel dengan seorang pun kecuali aku yang akan
jadi pemenangnya. Akan tetapi orang yang paling pemberani adalah Abu
Bakar. Aku pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah dianiaya oleh orang-orang kafir Quraisy. Beberapa orang telah
menyakiti dan menzhalimi beliau. Orang-orang Quraisy berkata kepada
Rasulullah, “Apakah kamu akan menggantikan beberapa Tuhan yang ada
hanya menjadi satu Tuhan saja?' Demi Allah, tidak ada seorang pun di
antara kita yang menerima ajakan beliau (untuk memeluk Islam) kecuali
hanya Abu Bakar. Tetapi, tetap saja ada orang yang berusaha menyakiti
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Maka Abu Bakar berkata,
“Apakah kalian akan membunuh seorang laki-laki yang berkata, 'Tuhanku
adalah Allah?'”
Kemudian Ali menangis sambil berkata,
“Aku bersumpah dengan nama Allah di hadapan kalian, apakah orang mukmin
pada masa Fir'aun lebih utama di bandingkan dengan Abu Bakar?” Maka
semua orang terdiam. Ali kembali berkata, “Demi Allah, itulah waktu
paling baik yang dimiliki oleh Abu Bakar. Orang mukmin pada masa
Fir'aun adalah orang yang menyembunyikan keimanannya. Sedangkan lelaki
ini (Abu Bakar) adalah orang yang mengumumkan keimanannya.
Dari
Anas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Pada waktu malam di dalam gua,
Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, biarkanlah aku yang masuk
terlebih dahulu sebelum Anda. Jika memang ada seekor ular atau hewan
penyengat yang lain, maka dia akan menyengatku terlebih dahulu sebelum
menyengat Anda. Rasulullah bersabda, “Kalau begitu masuklah!” Maka, Abu
Bakar masuk sambil menutup setiap lubang yang dilihatnya. Dia menutup
lubang-lubang itu dengan sobekan pakaiannya. Abu Bakar terus melakukan
hal itu sampai dia menyobek seluruh bajunya.
Anas
berkata, “Namun ternyata masih ada satu lubang yang tersisa. Maka, Abu
Bakar menyumbat lubang itu dengan tumitnya. Barulah setelah itu Abu
Bakar mempersilahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk
masuk. Pada keesokan harinya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda kepadanya, 'Dimana bajumu wahai Abu Bakar?' Abu Bakar
memberituhukan apa yang telah dia perbuat semalam. Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya sembari
berdoa, 'Ya Allah, jadikanlah Abu Bakar berada di derajatku pada hari
kiamat nanti'. Lalu Allah 'Azza wa Jalla memberikan wahyu kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Sesungguhnya Allah Ta'ala
akan mengabulkan permohonanmu itu'.”
Dari Umar bin
Khattab radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam memerintahkan kami untuk bershadaqah. Kebetulan pada waktu
itu aku memiliki harta untuk di shadaqahkan. Maka aku pun berkata,
“Pada hari ini aku akan berusaha manandingi amal Abu Bakar.” Aku
menshadaqahkan separuh harta milikku. Namun Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, 'Apakah kamu tidak menyisakan untuk
keluargamu?' Aku menjawab, 'Masih ada separuhnya lagi'. Ternyata Abu
Bakar menshadaqahkan seluruh harta miliknya. Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, 'Apakah kamu tidak menyisakan
harta untuk keluargamu?' Abu Bakar menjawab, 'Aku tinggalkan Allah dan
Rasul-Nya bagi mereka semua'. Maka aku berkata, 'Aku selamanya tidak
akan pernah bisa menyaingimu dalam suatu apa pun'.”8)
Dari
Qais radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Abu Bakar radhiyallahu 'anhu
telah memerdekakan Bilal dengan cara membelinya (dari tuannya). Ketika
itu Bilal sedang disiksa dengan cara ditindih batu. Abu Bakar
membelinya dengan emas sebanyak 5 uqiyah. Maka orang-orang berkata
kepada Abu Bakar, “Seandainya kamu tidak menyepakati harga itu dan
hanya menawar seharga satu uqiyah emas, pasti kami akan menjual Bilal
kepadamu.” Abu Bakar balik menjawab, “Seandainya kalian menjualnya
seharga 100 uqiyah, pasti aku pun akan memerdekakannya.”9)
Keutamaan dan Perjalanan Hidup Abu Bakar
Para
ulama ahli sejarah menyebutkan bahwa Abu Bakar ikut perang Badar
bersama-sama dengan Rasulullah dan juga ikut pada peperangan yang lain.
Dia tidak pernah absen dalam setiap peperangan. Pada waktu perang Uhud,
tepatnya ketika orang-orang Islam sudah mulai terdesak, Abu Bakar
masih setia di barisan peperangan. Abu Bakar juga telah dipercaya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memegang panji kebesaran
umat Islam pada waktu perang Tabuk.
Ketika Abu Bakar
memeluk agama Islam, dia memiliki uang sebasar 40.000 Dirham. Uang
itulah yang dia gunakan untuk memerdekakan para hamba sahaya yang
disiksa tuannya karena memeluk agama Allah. Uang itu juga digunakan
untuk memperkuat perjuangan kaum muslimin. Beliaulah orang yang pertama
kali mengkodifikasikan kitab suci Al Qur'an. Abu Bakar senantiasa
menjauhkan dirinya dari segala jenis minuman keras, baik pada masa
jahiliyah maupun masa Islam. Beliau juga orang yang pertama kali muntah
karena menjauhkan dirinya dari sesuatu yang bersifat syubhat. 10)
Di
antara keutamaan Abu Bakar radhiyallahu 'anhu yang lainnnya adalah, ia
orang pertama yang diangkat sebagai khalifah dan ayahandanya masih
hidup. Ia juga khalifah yang pertama kali digaji oleh rakyatnya.
Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata,
“Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, dia pun berkata, 'Kaumku
telah mengetahui bahwa mata pencaharianku masih mampu mencukupi
kebutuhan keluargaku. Namun aku disibukkan menangani urusan kaum
muslimin. Oleh karena itu, keluarga Abu Bakar akan makan dari harta
(gaji) ini dan Abu Bakar sendiri akan menangani urusan kaum muslimin'.”
Ibnu
Sa'ad meriwayatkan dari Atha' bin As Sa'id, dia berkata, “Ketika Abu
Bakar telah dibai'at untuk menjadi khalifah, maka pada suatu pagi
beliau pergi dengan membawa kain dagangannya menuju pasar. Umar
berkata, 'Kamu hendak pergi kemana?' Abu Bakar menjawab, “Mau ke
pasar'. Umar berkata, 'Apa yang akan kamu kerjakan sedangkan kamu
ditugaskan untuk menangani urusan kaum muslimin?' Abu Bakar menjawab,
'Lalu dari mana aku akan menafkahi keluargaku?' Umar berkata, 'Pergilah
kamu (bersamaku) agar Abu Ubaidah mengalokasikan uang gaji untukmu'.
Maka Abu Bakar dan Umar menjumpai Abu Ubaidah sehingga Abu Ubaidah pun
berkata, 'Aku menetapkan gaji untukmu berupa bahan makanan yang standar
bagi seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin, yakni bukan makanan
orang paling kaya dan juga bukan makanan orang yang paling miskin,
serta pakaian pada musim dingin dan panas. Jika pakaian itu telah
usang, maka kembalikanlah pakaian itu dan kamu bisa mengambil pakaian
yang lain lagi'. Umar dan Abu Ubaidah juga memberi jatah Abu Bakar
berupa setengah daging kambing dalam seharinya dan keperluan lainnya
yang dipakai di kepala dan badan.”
Ibnu Sa'ad
meriwayatkan dari Maimun, dia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat
sebagai khalifah, maka orang-orang memberikan uang sebanyak 2000
kepadanya. Abu Bakar berkata, 'Tambahlah untukku, karena sesungguhnya
aku memiliki banyak keluarga dan kamu telah membuatku tidak bisa lagi
berdagang'. Maka orang-orang menambahkan lagi sebanyak 500.”
Ath-Thabrani
meriwatkan di dalam kitab musnad-nya dari Al Hassan bin Ali bin Abi
Thalib, dia berkata, “Ketika Abu Bakar hendak meninggal dunia, dia
berkata, 'Wahai Aisyah, coba periksa unta perahan yang air susunya biasa
kita konsumsi, wadah dari kulit unta yang biasa kita pergunakan untuk
wadah air, dan kain beludru yang kita manfaatkan ketika kita masih
dipercaya untuk mengurusi kaum muslimin. Jika aku nanti meninggal dunia,
maka kembalikan benda itu semua kepada Umar!' Ketika Abu Bakar
meninggal dunia maka Aisyah mengembalikan semua barang itu kepada Umar.
Maka Umar pun berkata, 'Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu, wahai
Abu Bakar! Kamu sungguh-sungguh memberikan contoh yang sangat sulit
bagi generasi setelahmu'.”
Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan
dari Abu Bakar bin Hafsh, dia berkata, “Ketika Abu Bakar radhiyallahu
'anhu mengalami sakaratul maut, dia berkata kepada Aisyah radhiyallahu
'anha, 'Wahai putriku, sesungguhnya kita telah mengurusi kaum muslimin
dan kita tidak makan satu Dinar atau satu Dirham pun (harta Mereka).
Akan tetapi, kita mengkonsumsi makanan kasar mereka di dalam perut kita
ini, kita mengenakan pakaian kasar milik mereka di tubuh kita ini, dan
kita juga tidak mendapatkan harta rampasan perang kaum muslimin
sedikit pun kecuali hanya seorang hamba sahaya dari Abisinia, unta
perahan, dan pakaian beludru yang telah usang ini. Oleh karena itu,
jika aku mati nanti, maka kembalikanlah semua ini kepada Umar!'”
Di
antara keutamaan lainnya yang dimiliki Abu Bakar adalah, ia orang yang
pertama kali memiliki ide membuat Baitul Mal (badan untuk menyimpan
harta). Ibnu Sa'ad meriwayatkan dari Sahal bin Abu Khaitsamah dan
beberapa perawi yang lain bahwa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu memiliki
Baitul Mal yang berada di daerah Sunh. Namun Baitul Mal tersebut tidak
dijaga oleh seorang pun. Maka ada orang yang berkata kepada beliau,
“Tidakkah Anda menyuruh seseorang untuk menjaganya?” Abu Bakar
menjawab, “Tempat itu sudah dikunci.”
Abu Bakar telah
menshadaqahkan seluruh harta yang ada dalam rumah itu sampai habis.
Ketika pindah ke Madinah, Abu Bakar juga mengalihkan Baitul Mal
tersebut. Dia menjadikan rumahnya sebagai Baitul Mal. Maka, dia pun
menghimpun sejumlah harta kemudiaan dibagi-bagikan kepada orang-orang
fakir. Dia membagikan harta itu secara adil. Abu Bakar juga telah
membeli unta, kuda, dan senjata untuk disumbangkan sebagai peralatan
perang di jalan Allah. Beliau telah membeli sejumlah kain sutra untuk
dibagi-bagikan kepada penduduk Madinah.
Ketika beliau
meninggal dunia dan jenazahnya telah dikebumikan, maka Umar memanggil
beberapa orang kepercayaannya. Dia mengajak mereka untuk masuk ke dalam
Baitul Mal milik Abu Bakar. Di antara orang yang diajak masuk ke dalam
tempat itu adalah Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan. Ternyata
mereka tidak menjumpai sesuatu pun di dalam tempat itu, sekali pun
hanya sekeping dinar maupun dirham.
Menurutku berdasarkan
keterangan ini, maka pendapat Ibnu Al Askari di dalam kitab Al Awaa'il
menjadi tersanggah. Dia telah mengatakan bahwa orang yang pertama kali
memiliki ide membuat Baitul Mal adalah Umar bin Khaththab. Bahkan, dia
juga mengatakan bahwa di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
maupun di masa Abu Bakar radhiyallahu 'anhu belum pernah ada Baitul
Mal.
Aku telah memaparkan masalah ini di dalam kitab
karanganku. Namun aku juga menjumpai Ibnu Al Askari meralat pendapatnya
itu di dalam kitab karangannya yang lain sebagai berikut, “Sesungguhnya
orang yang pertama kali mencetuskan ide Baitul Mal adalah Abu Ubaidah
bin Al Jarrah pada masa kekhilafahan Abu Bakar.”
Di
antara keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq yang lainnya adalah sebagaimana
yang telah dikatakan oleh Al Hakim sebagai berikut, “Julukan yang
pertama kali muncul dalam Islam adalah julukan yang diberikan kepada
Abu Bakar radhiyallahu 'anhu. Beliau dijuluki dengan sebutan 'Atiq
(orang yang terbebas dari api neraka).”
Muhammad bin
Ishaq menyebutkan bahwa dari 10 0rang yang pertama kali masuk Islam,
ada 5 orang yang menyatakan keislamannya di hadapan Abu Bakar
Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu. Mereka itu adalah Utsman bin Affan,
Thalhah bin Ubaidillah, Az-Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan
Abdurrahman bin Auf radhiyallahu 'anhum.11)).
Dari Abu
Sa'id radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam berkhutbah di hadapan orang-orang sebagai berikut,
“Sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla telah memberikan pilihan kepada
seorang hamba untuk (hidup di alam) dunia atau berada di sisi-Nya.
(Maksudnya adalah meninggal dunia). Ternyata hamba itu lebih memilih
untuk tinggal di sisi-Nya.” Lalu Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menangis.
Tentu saja kami merasa heran dengan tangisan Abu Bakar yang disebabkan
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengabarkan
tentang seorang hamba yang telah disuruh memilih oleh Allah. Ternyata,
hamba yang disuruh untuk memilih dua hal itu adalah Rasulullah sendiri.
Abu Bakar memang orang yang paling memahami maksud sabda Rasulullah
tersebut. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya orang yang paling tulus menjalin persahabatan denganku
dan yang paling dermawan mendermakan hartanya untuk (perjuangan)ku
adalah Abu Bakar. Seandainya aku mengangkat seorang Khalil (kekasih)
selain Tuhanku 'Azza wa Jalla, pasti aku telah mengangkat Abu Bakar
(sebagai Khalil). Akan tetapi persaudaraan dan saling mencintai dalam
ikatan Islam (jauh lebih baik). Tidak ada di dalam masjid sebuah pintu
kecuali telah ditutup, kecuali hanya pintu Abu Bakar saja (yang masih
terbuka).” (Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud
dengan pintu Abu Bakar saja yang terbuka adalah restu Rasulullah agar
dia menjadi khalifah setelah beliau–penerj.) (HR. Bukhari-Muslim dalam
kitab Shahihain)12)
Dari Abu Darda' radhiyallahu 'anhu,
dia berkata: Aku duduk di samping Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,
tiba-tiba Abu Bakar datang sambil memegang ujung pakaiannya sehingga
kedua lututnya sampai terlihat. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Adapun sahabat kalian (yang sedang datang kemari ini), maka
dia telah bertengkar (dengan seseorang).” Lalu Abu Bakar mengucapkan
salam kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya telah terjadi
diskusi antara diriku dengan Ibnu Khaththab (Umar)! Memang aku
terburu-buru marah kepadanya, namun aku menyesali kejadian tersebut
sehingga aku meminta maaf kepadanya. Akan tetapi, dia enggan memaafkan
kesalahanku. Oleh karena itu, aku pergi menghadapmu.” Rasulullah
bersabda, “Allah akan mengampunimu, wahai Abu Bakar.” Rasulullah
mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali.
Ternyata Umar
menyesali perbuatannya sehingga dia berkunjung ke rumah Abu Bakar. Dia
pun berkata, “Abu bakar telah berbuat salah (kepadaku).” Namun
orang-orang berkata, “Tidak.” Akhirnya Umar datang kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia mengucapkan salam kepada beliau.
Namun raut wajah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terlihat berubah
karena marah. Hal itu semakin membuat Abu Bakar merasa kasihan kepada
Umar. Akhirnya Abu Bakar berlutut (di hadapan Rasulullah) sambil
berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah, aku malah merasa semakin berbuat
zhalim (kepada Umar)!” Abu Bakar mengucapkan kalimat itu sebanyak dua
kali.
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mengutusku kepada kalian semua.
Namun kalian malah berkata, 'Kamu adalah pendusta'. Berbeda dengan Abu
Bakar yang membenarkan (ajaranku). Dia telah membantuku dengan jiwa dan
harta bendanya. Apakah kalian akan meninggalkan aku (dengan
meninggalkan) sahabatku?” Rasulullah mengucapkan kalimat itu sebanyak
dua kali. Sejak itulah Abu Bakar tidak pernah disakiti (oleh seorang
pun dari kaum Muslimin. (HR. Bukhari)
Dari Abu Qatadah
radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Kami pergi berperang bersama-sama
dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu perang Hunain.
Ketika kami telah berjumpa dengan pihak musuh, maka kaum muslimin mulai
terdesak. Aku melihat ada seorang laki-laki dari kaum musyrik akan
menghabisi nyawa seorang laki-laki dari kalangan kaum muslimin. Aku
langsung berputar untuk mendatanginya dari arah belakang. Aku
mengayunkan pedangku ke tengkuk lelaki musyrik tersebut. Ternyata, dia
malah berbalik ke hadapanku sambil merangkulku dengan sangat kuat. Aku
mencium aroma kematian dari tubuhnya. Sampai Akhirnya dia meninggal
dunia dan melepaskan rangkulannya dari tubuhku. Aku akhirnya
menghampiri Umar bin Khaththab sembari berkata, 'Bagaimana kondisi
orang-orang?' Umar menjawab, “Berada dalam pertolongan Allah.”
Setelah
itu, orang-orang pulang. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk
sambil bersabda, “Barangsiapa berhasil membunuh seseorang, hendaklah
dia mendatangkan bukti sehingga dia bisa memiliki harta orang yang dia
bunuh.” Aku pun berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi saksi
untukku?” Kemudian aku duduk dan Rasulullah kembali bersada,
“Barangsiapa yang berhasil membunuh seseorang, hendaklah dia
mendatangkan bukti sehingga dia bisa memiliki harta orang yang dia
bunuh.” Aku pun kembali berdiri sambil berkata, “Siapa yang mau menjadi
saksi untukku?” aku kembali duduk (karena masih tidak ada orang yang
mau menjadi saksi untukku).
Rasulullah menyabdakan
kalimat serupa untuk yang ketiga kalinya. Maka ada seorang laki-laki
berkata, “Dia berkata jujur, wahai Rasulullah! Harta rampasan perang
orang itu berada padaku. Maka, relakanlah harta miliknya itu agar
menjadi milikku. “Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata, “Tidak, demi Allah!
Tidak ada salah seorang dari singa Allah yang ikut berperang di jalan
Allah dan Rasul-Nya lalu dia memberikan harta rampasan perangnya
kepadamu. “Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Abu Bakar
berkata benar. Berikanlah harta rampasan perang itu kepadanya!”
Akhirnya aku menjual baju perang (milik orang musyrik tersebut)
kemudian uang hasil penjualannya aku belikan sebuah kebun buah di
daerah kabilah Bani Salamah. Itulah harta pertama yang aku miliki dalam
Islam. 13) Hadits ini mengandung keterangan bahwa Abu Bakar telah
mengeluarkan fatwa di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ini
merupakan salah satu keutamaan yang dimiliki Abu Bakar.
Dari
Sahal bin Sa'ad, dia berkata: Pernah terjadi peperangan di Bani Amru
bin Auf. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar peristiwa
tersebut. Beliau mengunjungi mereka setelah waktu zhuhur. Tujuan beliau
datang adalah untuk mendamaikan mereka. Rasulullah bersabda, “Wahai
Bilal jika waktu shalat (Ashar) telah tiba dan aku juga belum datang,
maka perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi orang-orang.”
Ketika waktu shalat (Ashar) telah tiba, seperti biasa Bilal
mengumandangkan iqamah shalat. Lalu dia memerintahkan Abu Bakar (untuk
mengimami shalat). Maka Abu Bakar menjadi imam shalat bagi mereka.
Ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang setelah Abu
Bakar memulai shalatnya.
Ketika orang-orang melihat
Rasulullah datang, mereka menepuk tangan (untuk memberi tanda kepada
Abu Bakar). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang dengan
membelah barisan shalat orang-orang sampai akhirnya berdiri di belakang
Abu Bakar. (Perawi berkata, “jika telah memulai shalatnya maka Abu
Bakar tidak akan lagi menoleh). Ketika Abu Bakar mendengar suara
tepukan tangan yang tiada kunjung berhenti, maka dia pun akhirnya
menoleh. Dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah berada di
belakangnya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan
isyarat dengan tangannya, “Teruskanlah!” Maka Abu Bakar tetap berdiri
di tempatnya sambil membaca tahmid kepada Allah karena hal itu. Setelah
itu Abu Bakar berjalan mundur secara perlahan-lahan. Akhirnya,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami orang-orang
mengerjakan shalat.
Setelah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam usai menunaikan shalat, beliau bersabda, “Wahai Abu
Bakar apa yang menghalangimu (untuk meneruskan shalat) ketika aku
memberimu isyarat terus?” Abu Bakar menjawab, “Tidak pantas Ibnu Abi
Quhafah mengimami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Maka
Rasulullah bersabda kepada orang-orang, “Jika terjadi sesuatu di tengah
shalat kalian, maka hendaklah orang-orang lelaki membaca tasbih dan
orang-orang perempuan menepuk tangan.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab
Shahihain)14)
Dari Aisyah radhiyallahu 'anhu, dia
berkata: Ketika sakit Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sudah
semakin parah, Bilal (seperti biasanya) mengumandangkan adzan shalat.
Maka beliau bersabda, “Perintahkanlah Abu Bakar untuk menjadi imam
shalat bagi orang-orang!”
Aisyah berkata, “Maka aku pun
berkata, 'Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang lelaki
yang mudah menangis. Sesungguhnya ketika dia berdiri untuk
menggantikanmu, maka orang-orang tidak akan bisa mendengar suaranya
(dengan jelas). Seandainya saja Anda memerintahkan Umar'. Rasulullah
bersabda,'Perintahlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat bagi
orang-orang!'”
Aisah berkata, “Maka aku berkata kepada
Hafshah, “coba berbicaralah kepada Rasulullah, 'Abu Bakar adalah orang
yang mudah sekali menangis. Sesungguhnya ketika dia berdiri menggantikan
posisimu, maka orang-orang tidak akan bisa mendengar suaranya. Andai
saja Anda memerintahkan Umar'. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda lagi, 'Sungguh kalian ini seperti para perempuan Yusuf
(dalam hal suka membantah). Perintahkanlah Abu Bakar agar menjadi imam
shalat bagi orang-orang!'”
Aisyah radhiyallahu 'anha
berkata, “Maka, mereka memerintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam
shalat. Ketika Abu Bakar mulai menunaikan ibadah shalat, ternyata
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa kalau sakitnya sedikit
berkurang. Beliau berdiri dengan dibantu oleh dua orang laki-laki yang
menuntun beliau, sedangkan kedua kaki Rasulullah sendiri pada waktu itu
berjalan tertatih-tatih. Sampai akhirnya Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam masuk ke dalam masjid. Ketika Abu Bakar mendengar
gerak perlahan Rasulullah, maka dia langsung bergerak mundur. Namun
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberinya isyarat, 'Tetaplah
berdiri seperti semula!' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terus
berjalan sehingga duduk di samping kiri Abu Bakar, sedangkan Abu Bakar
tetap dalam posisi berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan orang-orang mengikuti shalat
Abu Bakar.” (HR. Bukhari-Muslim dalam kitab Shahihain)15)
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda, 'Sama sekali tidak ada harta yang memberi
manfaat bagiku, sebagaimana manfaat harta milik Abu Bakar.” Lalu Abu
Bakar menangis sambil berkata, “Bukankah memang diri dan hartaku hanya
milikmu, wahai Rasulullah?” (HR. Ahmad)16)
Dari Muhammad
bin Jubair bin Muth'im, dari ayahnya, dia berkata: Ada seorang wanita
datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau
memerintahnya untuk kembali datang menjumpai beliau. Namun wanita itu
berkata, “Bagaimana jika aku kembali nanti aku tidak menjumpai Anda?”
Sepertinya maksud wanita itu adalah, bagaimana kalau beliau telah
wafat. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika
kamu tidak menjumpai aku, maka datanglah kamu kepada Abu Bakar!”
(HR.Bukhari)17)
Dari Abu Raja' Al Atharidi, dia berkata:
Aku memasuki kota Madinah. Lalu Aku melihat orang-orang sedang
berkumpul. Aku juga melihat seorang laki-laki sedang mengecup kepala
seorang laki-laki yang lain. Dia juga berkata, “Aku adalah tebusan
untukmu. Seandainya bukan karena Anda, pasti kami semua telah binasa.”
Maka aku berkata, “Siapakah orang yang mengecup dan siapakah orang yang
dikecup keningnya itu?” Orang-orang pun menjawab, “Itu adalah Umar
yang telah mengecup kening Abu Bakar ketika telah memerangi
ahlur-riddah (orang-orang yang murtad). Sebab, mereka itu adalah
orang-orang yang enggan membayar zakat sampai akhirnya mereka dipaksa
untuk membayarnya.”
Dari Muhammad bin Al Hanafiyah, daia
berkata: Aku pernah bertanya kepada ayahku, “siapakah manusia yang
paling baik setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam?” Ali bin
Abi Thalib menjawab, “Abu Bakar.” Aku bertanya lagi, “Kemudian siapa?”
Ali menjawab, “kemudian Umar.” Sebenarnya aku khawatir kalau ayahku akan
menyebutkan nama Utsman. Maka aku berkata, “Kemudian Anda.” Namun dia
malah berkata, “Ayahmu ini hanyalah salah seorang lelaki dari kalangan
kaum muslimin.” (HR.Bukhari)18)
Dari Abu Sarihah, dia
berkata: Aku pernah mendengar Ali radhiytallahu 'anhuberkata di atas
mimbar, “Ingatlah, sesungguhnya Abu Bakar adalah orang yang sangat
pandai memelihara hati (dari hal-hal yang buruk).”19)
Dari
Za'id bin Arqam radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Abu Bakar Ash Shiddiq
memiliki seorang hamba sahaya yang berkhianat kepadanya. Pada suatu
malam, hamba sahaya itu datang dengan membawa makanan. Maka, Abu Bakar
menelan sesuap dari makanan yang dibawa hamba sahaya tersebut. Setelah
itu hamba sahaya itu berkata, “Mengapa kamu setiap malam bertanya
kepadaku dan pada malam hari ini tidak melontarkan sebuah pertanyaan?”
Abu Bakar menjawab, “Hal itu disebabkan karena aku merasa sangat lapar.
Dari manakah kamu mendapatkan makanan ini?” Hamba sahaya itu berkata,
“Aku pernah melewati sekelompok orang jahiliyyah, maka aku membacakan
mantera kepada mereka sehingga mereka menjanjikan aku (untuk memberi
sesuatu). Pada hari inilah, ketika aku melewati mereka lagi, ternyata
mereka memiliki sebuah acara pernikahan. Akhirnya, mereka memberiku
makanan.” Abu Bakar berkata, “Celaka kamu ini, hampir saja kamu
membuatku binasa (karena makanan yang tidak halal tersebut)!”
Maka,
Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam kerongkongannya dan dia pun
mulai akan muntah. Namun sesuap makanan itu tidak juga mau keluar dari
kerongkongannya. Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya makanan itu
tidak akan keluar kecuali dengan bantuan air.” Abu Bakar minta
diambilkan air dalam sebuah wadah. Dia pun meminum air tersebut sampai
akhirnya berhasil memuntahkan makanan itu. Dikatakan lagi kepada Abu
Bakar, “Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu. Apakah semua ini
gara-gara sesuap makanan itu?” Abu Bakar berkata, “Seandainya makanan
itu tidak keluar kecuali dengan jiwaku, maka aku pasti akan
mengeluarkannya juga. Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda, 'Setiap jasad yang tumbuh dari sesuatu yang haram,
maka neraka lebih berhak baginya.' Oleh karena itu, aku merasa
khawatir kalau ada sesuatu yang haram tumbuh di dalam jasadku dari
sesuap makanan itu.” (Bukhari meriwayatkan ujung hadits ini dari hadits
Aisyah radhiyallahu 'anha)
Dari Hisyam, dari Muhammad,
dia berkata, “Orang dari kalangan umat ini yang paling memiliki
kecemburuan besar terhadap agama setelah Nabinya adalah Abu Bakar
Ash-Shiddiq.”
Dari Muhammad bin Sirin, dia berkata,
“Tidak ada seorang pun yang takut terhadap (larangan) yang dia telah
ketahui setelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melebihi Abu
Bakar.”20)
Dari Qais, dia berkata: Aku telah melihat Abu
Bakar memegang ujung lidahnya sembari berkata, “Inilah yang
menggiringku ke tempat sumber air (kelak di hari kiamat).”
Kekhilafahan Abu Bakar
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: Umar bin Khaththab telah
berkata, “Diantara berita yang beredar di tengah-tengah kami pada hari
wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Ali dan
Az-Zubair berada di rumah Fathimah, sedangkan para sahabat kalangan
Anshar sedang berada di Saqifah Bani Sa'idah. Berbeda dengan para
sahabat kalangan Muhajirin yang pada waktu itu berkumpul di sekitar Abu
Bakar. Maka aku (Umar) berkata kepadanya, 'Wahai Abu Bakar, mari
beranjak bersama kami menuju saudara-saudara kita dari kalangan
Anshar!'
Akhirnya kami semua bertolak sampai akhirnya
bertemu dengan dua orang lelaki shalih. Keduanya memberitahu kami
tentang apa yang sedang dikerjakan orang-orang. Keduanya berkata,
'Wahai orang-orang Muhajirin, kalian semua hendak pergi kemana?' Aku
menjawab, 'Kami hendak mengunjungi saudara-saudara kami dari kalangan
Anshar'. Namun keduanya malah berkata, 'Kalian tidak usah mengunjungi
mereka, kerjakan saja urusan kalian!' Maka aku berkata, 'Demi Allah,
kami tetap akan mengunjungi mereka.'
Kami terus bertolak
sampai akhirnya tiba di tengah-tengah mereka, tepatnya di Saqifah Bani
Sa'idah. Ternyata mereka semua telah berkumpul. Di hadapan mereka ada
seorang laki-laki berselimut. Maka aku pun bertanya, 'Siapakah ini?'
Orang-orang menjawab, 'Sa'ad bin Ubadah'. Aku kembali berkata, 'Ada apa
dengannya?' Mereka kembali menjawab, 'Dia tengah menderita sakit'.
Ketika
kami duduk, tiba-tiba orator kaum Anshar berdiri sambil melafazhkan
kalimat pujian kepada Allah 'Azza wa Jalla sebagai dzat yang memang
layak untuk menerima segala bentuk pujian. Dia juga berkata, 'Amma
ba'du, kita semua adalah para penolong Allah sekaligus juga sebagai
pasukan berkuda agama Islam. Sedangkan kalian -wahai sekalian
orang-orang Muhajirin- hanyalah sekelompok orang dari kita.
Sesungguhnya ada sekelompok orang dari kalian yang diam-diam hendak
menyingkirkan kami dan menjauhkan kami dari sebuah urusan yang besar'.”
Umar
berkata, “Ketika orang itu telah diam, maka aku hendak berbicara.
Sungguh aku telah mempersiapkan sebuah kalimat yang menurutku sangat
bagus untuk diutarakan. Aku hendak mengutarakannya juga di hadapan Abu
Bakar, sebab aku juga pernah tidak sependapat dengannya dalam beberapa
hal. Namun, bagaimanapun juga, Abu Bakar adalah orang yang lebih sabar
dan lebih berwibawa dibandingkan aku. Ternyata Abu Bakar berkata
kepadaku, 'Bersikaplah agak pelan!' Tentu saja aku tidak suka kalau
marah kepadanya. Demi Allah, ternyata Abu Bakar tidak meninggalkan
beberapa konsep kalimat yang aku persiapkan. Semua ide yang ada dalam
benakku telah dia lontarkan di hadapan orang-orang dengan redaksi yang
sangat santun. Dia terus mengucapkan hal itu sampai akhir perkataannya.
Dalam
hal ini Abu Bakar berkata, 'Amma ba'du, adapun hal-hal positif yang
telah kalian utarakan, memang sudah terbukti kalian lakukan. Namun
tidak ada orang Arab yang mengetahui permasalahan (kekhilafahan) ini
kecuali memang berada di tangan salah seorang penghuni kampung dari
kalangan suku Quraisy ini. Mereka itu adalah orang-orang yang memiliki
nasab dan tempat tinggal yang paling baik. Aku ridha kalau salah
seorang dari kedua orang ini menjadi pemimmpin kalian. Terserah, mana
diantara keduanya yang akan kalian pilih'.”
Umar berkata,
“Ternyata Abu Bakar mengandeng tanganku dan tangan Abu Ubaidah bin Al
Jarrah. Sesungguhnya semua perkataan Abu Bakar yang telah di lontarkan
tidak ada yang aku benci kecuali hanya yang terakhir ini. Demi Allah,
hal itu sama dengan aku disuruh maju kemudian tengkukku dipenggal.
Tidak ada sesuatu yang mendekatkan aku kepada sebuah dosa, kecuali dia
masih lebih aku sukai daripada harus memimpin sebuah kaum sedangkan di
tengah-tengah mereka nasih ada Abu Bakar, kecuali apabila dia memang
membujukku untuk menerima jabatan tersebut ketika dia sudah hendak
meninggal dunia.
Tiba-tiba ada seseorang dari kalangan
Anshar berkata, 'Aku adalah orang yang bisa dipercaya pendapatnya lagi
berpengalaman. Aku juga tokoh yang cukup dihormati. (Lebih baik) di
antara kita ada seorang pemimpin dan di antara kalian juga ada seorang
pemimpin'. Maka, suara gaduh pun terdengar sampai aku khawatir kalau
persatuan orang-orang muslimin pecah. Ketika itulah aku berkata,
'Julurkanlah tanganmu, wahai Abu Bakar! Karena aku akan membaiatmu
sebagai khalifah'. Maka, Abu Bakar dibaiat oleh orang-orang Muhajirin
yang kemudian diikuti oleh orang-orang Anshar.” (HR. Imam Ahmad) 21)
Lalu
Abu Bakar datang kemudian menyingkap kain yang menutup wajah
Rasulullah. Abu Bakar mengecup kening beliau kemudian berkata, “Aku
bersumpah, kamu tetap wangi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Demi
Dzat Yang Menguasai jiwaku, Allah selamanya tidak akan menimpakan dua
kematian kepadamu!” Kemudian Abu Bakar keluar sambil berkata kepada
Umar, “Wahai orang yang mengucapkan sumpah, tenanglah!” Ketika Abu Bakar
telah berbicara, maka Umar pun duduk. Abu Bakar memuji Allah dan
menyanjung-Nya. Dia berkata, “Ingatlah, barangsiapa menyembah Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam, maka, sesungguhnya Muhammad telah
meninggal dunia. Baragsiapa menyembah Allah, Maka, sesungguhnya Allah
adalah Dzat Yang Maha Hidup lagi tidak akan pernah mati.”
Abu
Bakar membaca ayat Al Qur'an, “Sesungguhnya kamu akan mati dan
sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (Az-Zumar(39):30) Begitu pula
dengan firman Allah Ta'ala, “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang
Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah
jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak akan mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memeberi balasan
kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al 'Imran(3):144)
Umar
berkata, “Maka orang-orang menabahkan hati mereka sambil tetap
mencucurkan air mata. Lalu orang-orang Anshar berkumpul di sekitar Sa'ad
bin Ubadah yang berada di Saqafah Bani Sa'idah.” Mereka berkata, “Di
antara kita ada seorang pemimpin dan di antara kalian juga ada seorang
pemimpin.” Maka Abu Bakar, Umar bin Khaththab, dan Abu Ubaidah Ibnu Al
Jarrah menghampiri mereka. Umar mulai berbicara. Namun Abu Bakar
menyuruhnya untuk diam. Dalam hal ini Umar berkata, “Demi Allah, aku
telah mempersiapkan ungkapan yang menurutku sangat bagus untuk
dilontarkan pada waktu itu. Aku khawatir kalau ideku itu tidak
disampaikan oleh Abu Bakar. Namun, ternyata Abu Bakar berbicara dan
tampil sebagai orang yang paling komprehensif dan substansi
pembicaraannya.
Ketika itu Abu Bakar berkata, “Kami adalah
para amir dan kalian adalah anggota dewan kabinet.” Abu Bakar balik
berkata, “Tidak, akan tetapi amir adalah dari kalangan kami dan kalian
adalah anggota dewan kabinet.” Namun Habbab bin Al Mundzir berkata,
“Tidak, demi Allah, kita tidak akan melakukan hal itu. Di antara kami
ada seorang amir dan di antara kalian juga ada seorang amir.” Umar
berkata kepada (Abu Bakar), “Bahkan, kami akan membai'atmu. Kamu adalah
sayyid kami dan orang terbaik di antara kami. Kamu juga orang yang
paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di antara kami
semua.” Maka, Umar memegang tangan Abu Bakar untuk membai'atnya yang
kemudian diikuti oleh orang banyak. Lalu ada seorang yang berkata,
“Kalian telah membunuh (hak khalifah) Sa'ad bin Ubadah.” Maka Umar
berkata, “Allah yang telah membunuhnya.”
Dari Humaid bin
Hilal, dia berkata: Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, maka
para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
“Tetapkanlah gaji yang mencukupi untuk khalifah Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam.” Lalu sebagian yang lain berkata, “Ya, berilah dia
dua helai kain beludru. Apabila kedua kain itu telah usang, maka
hendaklah dia mengembalikannya dan mengambil lagi kain yang lain.
Berikanlah juga fasilitas kendaraan jika dia bepergian dan sejumlah
uang belanja untuk keluarganya, sebagaimana yang dia berikan sebelum
diangkat sebagai khalifah.” Maka Abu Bakar radhiyallahu 'anhu berkata,
“Aku rela dengan hal itu.” 22)
Umair bin Ishaq berkata,
“Abu Bakar pernah keluar memanggul beban di atas pundaknya. Maka ada
seorang lelaki berkata kepadanya, 'Biarkanlah aku yang membawa barang
itu untukmu!' Abu Bakar berkata, 'Jangan memperdulikan aku, dan jangan
pula memperdaya diriku! Sebab, Ibnu Khaththab telah mencukupi kebutuhan
keluargaku'.”
Menurut para ulama ahli sejarah, Abu Bakar
menerima jasa memerah susu kambing untuk penduduk desa. Ketika beliau
telah dibaiat menjadi khalifah, ada seorang wanita desa berkata,
“Sekarang Abu Bakar tidak akan lagi memerahkan susu kambing kami.”
Perkataan itu didengar oleh Abu Bakar sehingga dia berkata, “Tidak,
bahkan aku akan tetap menerima jasa memerah susu kambing kalian.
Sesungguhnya aku berharap dengan jabatan yang telah aku sandang
sekarang ini sama sekali tidak merubah kebiasaanku di masa silam.”
Terbukti, Abu Bakar tetap memeraskan susu kambing-kambing mereka.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar