Oleh: Hasan Husen Assagaf
Sebelumnya
mari kita bersama sama membuka dua bingkisan kado yang datang dari dua
sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib ra dan Umar bin Khattab ra, mari kita
menyimak dua kisah mereka yang cukup menarik:
Kisah pertama:
Teriakan
seorang wanita muda terdengar dari jauh. Tanganya dipegang secara kasar
oleh suaminya. Hidungnya berdarah dan mukanya babak belur karena
dipukuli. Ia didorong maju secara kuat kehadapan khalifah Umar bin
Khattab ra. Ia tersangka telah berbuat zina. Suaminya marah bukan
kepalang. Sambil dilempar dihadapan khalifah Umar, laki laki itu berkata
“Ya Amirul Muminin, perempuan ini telah berzina”. Khalifah Umar pun
bertanya “Apa sebenarnya yang telah terjadi terhadap istrimu ini?”.
Dengan sewet ia menjawab “Ya Amirul Mumini, rajamlah wanita ini.
Sesungguhnya ia telah berzina. Aku baru saja kawin 6 bulan, masa
sekarang sudah punya anak?”.
Setelah
perkara itu diselidiki secara seksama, teliti dan semua persyaratan
hukum telah dipenuhi, beliau pun dengan tegas memutuskan bahwa hukum
rajam bagi wanita tadi harus segera dilaksanakan.
Pada
saat itu kebetulan Imam Ali bin Abi Thalib ra sedang duduk di samping
khalifah Umar ra. Beliau melihat semua yang terjadi terhadap diri wanita
itu. beliau pun telah mendengar keputusan yang telah diputuskan
khalifah Umar untuk merajamnya. Adapun menurut beliau wanita itu tidak
sewajarnya untuk dirajam karena ia tidak bersalah. Maka dengan penuh
keberanian, Sayyidina Ali ra berkata kepada khalifah Umar ra “Tunggu
dulu ya Amirul Mu’mini, jangan terburu buru memutuskan suatu hukum
sebelum mempunyai dalil yang kuat. Sesungguhnya wanita itu tidak
bersalah dan tidak berzina”.
Mendengar
ungkapan Imam Ali bin Abi Thalib ra, beliau merasa bersalah terburu
buru memutuskan hukuman tanpa bermusyawarat terlebih dahulu kepada para
sahabat. Lalu beliau berkata “Ya Aba al-Hasan, bagaimana kamu tahu
hukumnya bahwa wanita itu tidak berzina?”. Dengan lantang Imam Ali pun
menjelaskan “Bukankah Allah berfirman dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 yang
berbunyi: “mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan”,
sedangkan di surat lainya yaitu surat Luqman ayat 14 Allah berfirman:
“Dan menyapihnya dalam dua tahun”. Umar bin Khattab ra pun membenarkan
penjelasan Imam Ali. Kemudian beliau melanjutkan penjelasanya “Jika masa
kandungan dan penyapihan 30 bulan dikurangi masa penyapihan 24 bulan,
maka wanita bisa melahirkan anak dalam waktu 6 bulan”.
Mendengar
uraian Imam Ali tadi, khalifah Umar menganggukan kepalanya tanda salut
atas keputusan beliau. Lalu berkata “Tanpa Ali, Umar bisa binasa”
Kisah kedua:
Suatu
ketika, Khalifah Umar bin Khattab ra sedang duduk dengan para sahabat
diantaranya ada Imam Ali bin Abi Thalib. Tiba tiba seorang laki-laki
yang tak dikenal datang kepada beliau, parasnya enak dipandang, bersih
dan berwibawa. Sambil duduk ia tak henti-hentinya bertasbih dan berdoa.
Melihat
tindak tanduk orang tadi Khalifah Umar menjadi penasaran untuk
menyapahnya. “Apa kabarmu di pagi hari ini?”. Orang itupun menjawab
“Alhamdulillah pagi ini aku menyukai fitnah, membenci kebenaran (hak),
sholat tanpa wudhu, dan saya memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki
Allah di langit”
Wajah
khalifah Umar berobah mendengar uraian tamu tadi. Beliau marah bukan
kepalang, lalu bangun dari tempat duduknya dan segera memegangnya dengan
keras. Imam Ali yang berada di majlis itu tersenyum melihat kelakuan
khalifah Umar ra. Beliau pun berkata kepadanya “Ya Amirul Muminin sabar
dulu, apa yang telah dikatakan orang ini sesungguhnya benar”.
Medengar
uraian Imam Ali, beliau pun merasa tidak enak karena telah meperlakukan
tamu tadi secara kasar. Lalu beliau memandang wajah Imam Ali seraya
berkata dengan suara yang agak lunak “Dapatkan kau terangkan kepadaku
kebenarnya?” Imam Ali ra bangun dari tempat dukuknya, lalu berkata
“Pertama, ia menyukai fitnah berarti ia menyukai harta benda dan anak,
bukankah Allah berfirman dalam ayat Nya surat al Anfal ayat 28 “Dan
ketahuilah bahwa hartamu dan anak anakmu itu hanyalah fitnah?”. Kedua,
ia membenci kebenaran atau hak. artinya ia membeci kematian. Allah
berfirman dalam surat qaf 19 “Dan datanglah sakaratul maut dengan
sebenar benarnya (hak). Itulah yang kamu selalu lari daripadanya”.
Ketiga, ia sholat tanpa wudhu, yaitu sholat kepada Rasulallah saw. Orang
yang bershalawat kepada Rasulallah saw tidak wajib harus berwudhu.
Adapun yang keempat, ia memiliki di dunia apa yang tidak dimiliki Allah
di langit. Maksudnya ia memiliki di dunia anak dan istri yang tidak
dimiliki Allah karena Allah adalah Maha Esa, tidak beristri, tidak
beranak, dan tidak diperanakan. Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia”.
Khalifa
Umar ra menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar uraian Imam Ali ra.
Lalu berkata “Seburuk buruknya majlis adalah majlis yang tidak ada abu
Al-Hasan (Imam Ali ra).
Dari
dua kisah di atas jelas sekali kita bisa mengambi suatu bukti bahwa
Imam Ali ra memiliki gudang ilmu yang tidak dimiliki para sahabat
lainya. “Aku kota ilmu dan Ali pintunya”. Itulah sabda Rasulallah saw
yang dicetuskan beliau kepada para sahabat. Alasanya, ketika beliau
menerima wahyu, Sayyidina Ali ra adalah lelaki pertama yang mempercayai
wahyu tesebut setelah istri beliau, Khadijah ra. Pada waktu itu Ali ra
masih berusia sekitar 10 tahun.
Pada
usia remaja setelah wahyu turun, Imam Ali ra banyak belajar langsung
dari Rasulallah saw karena sebagai misanan dan sekali gus merangkat
sebagai anak asuh, beliau selalu mendapat kesempatan dekat dengan
Rasulallah saw. Hal ini berlanjut sampai belau menjadi menantu
Rasulallah saw. Jadi banyak pelajaran pelajaran tertentu yang diajarkan
Rasulallah saw kepada beliau yang tidak diajari kepada sahabat sahabat
yang lain.
Didikan
langsung dari Rasulallah saw kepada imam Ali ra dalam semua ilmu agama
baik secara zhahir (syariah) atau secara bathin (tasawuf), banyak
menggembleng beliau menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani
dan bijak. Salah satu dari kecerdasan, keberanian dan kebijaksanaan
beliau kita bisa lihat dari kisah kisah di atas tadi.
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar