Kenapa
kita berdoa selalu menengadahkan tangan dan memandang ke atas? Karena
kita meyakini Tuhan berada di atas sana, berada di langit yang tinggi
dan sulit di jangkau oleh makhluknya. Seluruh agama mempunyai ajaran
seperti itu dan hampir semua kita mempunyai persepsi yang sama tentang
Tuhan yaitu: Tinggi, Agung, Mulia dan tak terjangkau. Islam
menggambarkan sifat-sifat Tuhan dalam 20 sifatnya, Wujud, Qadim dan
seterusnya juga menggambarkan nama-Nya lewat Nama-Nama Tuhan yang baik
yang kita sebut dengan Asma Al Husna yang berjumlah 99 Nama. Setelah
kita menghapal nama-nama-Nya, mengetahui sifat-sifat-Nya, sudahkah kita
benar-benar mengenal-Nya? Bisahkah kita mengenal sesuatu tanpa melihat?
Mungkinkah Tuhan yang Maha Tinggi itu tidak bisa dilihat? Lalu untuk apa
Dia menciptakan kita kalau memang Dia selalu berada pada posisi untouchable?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas tidak mungkin bisa di jawab lewat akal dan kita tidak bisa
menemukan jawaban dengan sendirinya. Agama (dalam tataran syariat)
mengajarkan kita tentang Tuhan tapi tidak secara langsung memberikan
kita tuntunan kepada-Nya. Akal akan menemukan kebuntuan bila berhadapan
dengan yang namanya Tuhan karena akal memiliki keterbatasan. Akal hanya
bisa mengolah informasi yang diterima dari Panca Indera, padahal Tuhan
adalah diluar jangkauan panca indera.
Kita
sering kali melupakan pertanyaan “Bagaimana cara kita berjumpa dengan
Tuhan?” karena kita lebih tertarik memperdebatkan “Apakah Tuhan bisa
dilihat?” atau tentang “Bisakah Tuhan dilihat di dunia ini?. Kedua
pertanyaan terakhir memberikan gambaran kepada kita tentang seseorang
yang bingung dan putus atas belum bisa keluar dari keterbatasannya.
Orang yang mempertanyakan tentang kemungkinan melihat Tuhan tidak akan
menemukan jawaban apa-apa selain bertambah nafsunya dalam menemukan
dalil-dalil yang mengingkari bahwa Tuhan bisa dilihat. Saya pernah
mengalami hal serupa, dimana pertanyaan saya sebenarnya bukan untuk
menemukan jawaban akan tetapi justru untuk mendukung argumen saya bahwa
Tuhan memang tidak bisa dilihat sama sekali.
Hampir
sebagian besar penganut agama di dunia ini bisa dengan mudah menemukan
Tuhan mereka, Yesus Kristus, Sidharta Gautama, Krisna atau Dalai Lama
adalah orang-orang yang di posisikan sebagai Tuhan atau manifestasi
Tuhan atau inkarnasi dari Tuhan. Lalu bagaimana dengan Islam?
Islam hanya mengenal Tuhan yang bernama Allah, yang tidak pernah bisa dilihat dan tidak pernah bisa dijangkau. Al Islamamu ya’lu walaa yu’la ‘alayhi,
Islam adalah agama tertinggi dan penutup semua agama, begitulah Nabi
bersabda dan demikian juga kita semua meyakininya. Lalu apakah makna
ketinggian itu berarti Islam juag mempunyai Tuhan yang sangat tinggi
sehingga tidak pernah terjangkau dan tersentuh oleh hamba-Nya? Apakah
memang pemahaman Tuhan seperti ini yang di inginkan Tuhan atau yang
diajarkan Nabi Muhammad kepada ummatnya? Atau ajaran sebenarnya dari
Rasulullah tentang Tuhan sangat rahasia sehingga tidak semua orang Islam
mengetahuinya. Ajaran Islam tentang Tuhan yang sangat rahasia ini
akhirnya tergeser oleh pemahaman syariat semata sebagai arus besar dan
kenderaan politik dinasti-dinasti Islam tempo dulu.
Saya
lebih cenderung dengan pendapat bahwa Rasul mengajarkan kepada para
sahabat-Nya untuk berjumpa dengan Allah bukan hanya menyebut nama dan
menghapal sifatnya saja. Ketika bilal diletakkan batu di atas perutnya
dan ditanya siapa Tuhannya, dengan penuh percaya diri dia menyebut
“Ahad” seakan-akan dia melihat sang Ahad. Saat peristiwa itu terjadi,
sayangnya kita tidak berada disana, kita hanya membaca riwayat yang di
tulis kemudian, apakah Bilal benar-benar mengucapkan kata “Ahad” atau
“Ahmad”? Kalau Bilal mengucapkan nama Ahmad yang tidak lain sama dengan
Muhammad berarti Bilal telah mengucapkan nama Tuhan lewat nama
kekasih-Nya.
Al
Qur’an menceritakan kepada kita ketika tukang sihir Fir’aun berhasil
dikalahkan oleh Musa, kemudian mereka sujud kepada Musa dan Harun sambil
berkata, “Kami beriman kepada Tuhan Musa dan Tuhan Harun”. Apakah
mereka beriman kepada Tuhannya Nabi Musa dan Tuhannya Nabi Harun atau
mereka mengakui Musa dan Harun sebagai perwujudan Tuhan sebagaimana juga
Fir’aun. Sebutan Tuhan Musa bisa jadi sama dengan sebutan Tuhan Allah
atau Tuhan Yesus seperti yang diyakini oleh ummat Kristiani.
Seluruh
Agama mempunyai Tuhan yang amat nyata untuk disembah, hanya Islam yang
tidak pernah nyata Tuhannya, siapa yang benar dan siapa yang salah?
Kita
tidak akan menemukan jawabannya dalam syariat, karena kalau kita
memandangnya dari kacamata syariat maka langsung timbul selera kita
untuk berdebat menyalahkan tuhan-tuhan agama lain dan menganggap Tuhan
kita yang gaib itu yang paling benar. Sebenarnya kalau kita dengan
teliti mempelajari agama, Tuhan dengan sangat jelas memberikan kepada
kita penjelasan bahwa Tuhan itu amat nyata namun kita belum bisa dengan
benar menangkap pelajaran itu.
Kalau
anda mempelajari Tasawuf dengan cara ber guru kepada seorang Mursyid
dan terus menerus berzikir sampai Tuhan berkenan memperkenalkan
diri-Nya, maka anda akan merasakan betapa Maha Benar Allah dengan segala
Firman-Nya, betapa agung dan hebatnya Islam dan betapa Mulia dan luar
biasanya para Ulama pewaris Nabi yang mampu menyimpan rahasia terbesar
dari Agama dan kemudian mampu menyalurkan kepada ummat Islam agar
terbebas dari kegelapan.
Tapi
sayang seribu kali sayang, tidak semua ummat Islam tertarik dengan
Tasawuf bahkan ada sebagian kelompok dengan bangga mencaci maki pengamal
Tasawuf/Tarekat dan menganggap sebagai aliran sempalan. Kemudian mereka
dengan bangga menyembah Tuhan menurut pikiran mereka. Tidak pernah
sedikitpun terpikir dalam hati apakah caranya menyembah Tuhan ini sudah
benar. Memang tidak semua pengamal Tasawuf sampai kepada Makrifatullah,
berjumpa dengan Allah, paling tidak jalan yang ditempuhnya sudah benar
dan minimal dia bisa merasakan kehadiran Tuhan dalam hatinya.
Kalau
kita belum sepenuhnya mengenal Tuhan dan dengan nyata melihat-Nya, maka
Shalat tidak ubahnya seperti senam ala Arab, bertawaf keliling Kabah
hanya meneruskan tradisi zaman zahiliyah semata. Seluruh ibadah kita
tanpa sadar semuanya menyekutukan Tuhan. Tidak ada dosa yang paling
besar yang tidak terampuni selain dari Syirik (menyekutukan Tuhan).
Maksud hati menuduh pengamal Tasawuf berbuat syirik tanpa sadar kita
sendiri penuh dengan kemusyrikan.
Saya
masih ingat pertanyaan kedua yang ditanyakan ketika ingin menekuni
Tarekat adalah, “Apakah anda pernah menuntut ilmu kiri (perdukunan),
pernah ke dukun, mengambil jimat-jimat dari dukun?”. Kalau pada saat itu
masih ada jimat di badan langsung di suruh lepaskan dan dijelaskan juga
bahwa yang Haq dengan yang Bathil tidak akan pernah bertemu. Satu kali
kita mendatangi dukun/paranormal maka 40 hari ibadah tidak diterima
Tuhan. Itulah dasar Tauhid dalam Tasawuf yang saya pelajari. Kemudian
banyak sekarang praktek perdukunan dicampur adukkan dengan ajaran Agama
termasuk dengan ilmu Tasawuf agar bisa diterima masyarakat inilah yang
merusak ilmu Tasawuf sehingga masyarakat menganggap Tasawuf identik
dengan kesaktian dan gaib semata. Jika anda ingin menekuni sebuah
Tarekat selidiki terlebih dahulu nama Tarekatnya apakah termasuk kedalam
salah satu Tarekat muktabarah dan apakah Mursyidnya mempunyai silsilah
(tali keguruan) yang bersambung sampai ke Rasulullah SAW. Dua hal ini
sangat penting sekali agar kita tidak terjebak ke jalan yang keliru.
Lalu bagaimana dengan kami yang belum mengenal Allah?
Teruskanlah
ibadah, karena sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun dan tidak ada
satupun diantara kita yang berhak mengklaim tentang kebenaran. Seringlah
bershalat Tahajud bermohon kepada-Nya agar dipertemukan dengan orang
yang bisa mengantarkan kepada-Nya. Orang yang belum bertemu dengan Wali
Mursyid adalah orang disesatkan Tuhan (maka segeralah menjadi orang yang
diberi petunjuk agar rahmat dan karunia-Nya senantiasa mengalir selebat
hujan dari langit). Carilah metode yang bisa mengantarkan langsung
kepada-Nya, bersungguh-sungguh dijalan itu. Pastilah mendapat kemenangan
dunia dan akhirat!
Tulisan
ini semoga dapat menjadi obat dan membangunkan kita dari ketidaksadaran
untuk segera dengan sungguh-sungguh mencari dan keluar dari
keterbatasan.
Semoga Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim membukakan hijab siapapun yang membaca tulisan ini.
Amin Ya Rabbal Alamin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar