Iman kepada Allah yang di praktekkan orang dewasa
tidaklah sama dengan yang di ucapkan anak kecil, iman bukanlah
semata-mata percaya, iman adalah wujud dari pengakuan, baik ucapan
maupun yang ada dalam hatinya, dengan menguasai betul pengetahuan
tentang apa yang di imaninya serta di aplikasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Tuhan=baqa=abadi, tanpa antara, tidak di mana atau
dimana tapi ada di mana-mana meliputi alam semesta, bukan ini bukan itu,
terlepas dari ruang dan waktu serta tidak bisa dijangkau oleh akal
pikiran dan khayalan.
Jangan terjebak dengan istilah, mau disebut
apa saja asalkan sifat-sifat yang dikemukakan itu sifat yang sepatutnya
bagi tuhan, tidak masaalah,
Inti beriman kepada Allah adalah agar
kita bisa meningkatkan level spiritual kita dari satu tingkat ketingkat
berikutnya hingga mencapai insanul kamil agar tuhan bisa terwujud dalam
aplikasi kehidupan kita sehari-hari.
Iman kepada Malaikat
Iman
kepada malaikat bukan berarti kita percaya bahwa ada mahluk halus yang
mempunyai kekuatan lebih daripada manusia, kalau begini cara berfikirnya
sama dengan kita percaya adanya setan atau sebangsa mahluk halus
lainnya yang juga mempunyai kekuatan “super”. Malaikat tunduk dan
bersujud kepada manusia karena di dalam diri manusia ada diri rahasia
tuhan, kita harus memahami hubungan antara manusia dengan malaikat
karena malaikat bukanlah sosok mahluk yang berada diluar diri manusia.
Bagi mereka yang bisa mensucikan hatinya malaikat akan bersujud dan
turun kedalam dirinya dengan menyatakan sebagai wali atau aulia atau
sahabat kita untuk memberikan bimbingan sehingga kita mendapatkan
ketenangan hidup. Hakekat malaikat adalah
pelindung=penjaga=pengawal=sahabat kita, bukankah dulu di alam shagir
(kandungan ibu) mereka sudah di tugaskan untuk menjaga kita dan mengawal
kita sampai ke dunia ini? Setelah kita sampai ke dunia mereka pun
gaib.
Iman kepada Kitab-Kitabnya
Yang ada dipikiran kita ketika
iman kepada kitab-kitabnya adalah taurat, zabur, injil dan alquran, ini
pemikiran yang sempit seakan-akan nabi itu hanya ada di timur tengah
saja. Yang namanya tuhan adalah untuk manusia sedunia bukan untuk bangsa
tertentu saja, bahwa tuhan telah mengirimkan rasulnya pada setiap umat
yang ada di muka bumi ini.
Mengimani kitab-kitabnya artinya
memercayai semua jenis kitab yang telah DIA turunkan, hakekat
kitab-kitab itu bukan kitab yang sudah ditulis diatas kertas, kalau
begini cara pikirnya berarti kita telah terjerumus kedalam pemberhalaan
teks. Bukankah kitab-kitab yang ditulis itu sudah banyak menimbulkan
perselisihan? Sebab, makna yang ada di dalam teks itu tergantung kepada
pembacanya artinya latar belakang si pembaca akan ikut mewarnai makna
ayat yang dibacanya.
Dulu waktu kita berada di alam shagir pada saat
waktunya tiba untuk kita keluar ke dunia ini, kita merasa cemas dan
takut karena harus berpisah dengan saudara rahasia kita juga karena akan
menghadapi kehidupan didunia, untuk menghilangkan rasa itu maka
dibelahlah dada kita untuk dimasukan kitab ini. Hakekat kitab=iman=ilmu
jadi setiap orang telah mempunyai kitabnya sendiri-sendiri.
Iman kepada Rasul-Rasulnya
Secara awam iman kepada rasul-rasulnya adalah percaya bahwa tuhan telah
mengirimkan rasul-rasulnya didunia, sementara rasul sudah berakhir pada
nabi Muhammad maka yang ada tinggal kepercayaan belaka. Kalau cara
pikir kita seperti ini maka ini hal yang sudah tidak aktual lagi.
Karena rasul sudah tidak ada maka penggantinya adalah ulama-ulama, bisa
dibayangkan bila pendapat ulama dianggap sebagai petunjuk rasul. Apa
yang terjadi bila dipahami demikian? Tidak perlu saya jelaskan lagi
karena kita bisa lihat sendiri kenyataannya didunia ini.
Seharusnya
rasul yang diimani tetap aktual dan hidup bukan rasul yang mati,
bukankah dalam setiap sholat kita mengucapkan salam kepada rasul kita?
Bukankah yang hanya bisa mendengar salam itu yang hidup? Dan bukankah
kitapun telah membaca balasan dari salam yang kita sampaikan kepada
rasul kita? Apakah ini semua sekedar basa-basi dalam sholat?
Sesungguhnya ini semua menunjukkan adanya hubungan langsung sesama yang
hidup.
Iman kepada Hari Akhir
Kebanyakan orang mengira bahwa
hari akhir itu alam semesta ini akan mengalami kehancuran, lalu setelah
itu alam baru dibangun dan dilakukan seleksi siapa yang masuk surga dan
siapa yang masuk neraka.
Kembali kepada tuhan tidaklah serentak
melainkan satu per satu seperti dilahirkan, akhirat bukanlah alam yang
baru nanti adanya, saat ini pun sudah ada, mereka yang meninggal sebagai
saksi kebenaran, dan mereka itu adalah kita.
Jika yang menjadi
dasar keyakinan kita bahwa langit dan bumi secara fisikal ini hancur
lebur adalah karena adanya beberapa ayat yang mengatakan demikian, itu
karena kita mengartikan ayat itu secara harfiahnya, yang akhirnya kita
menempatkan kiamat ada diluar diri, sementara kita bisa melihat contoh
orang yang sedang menghadapi sakratulmaut tanpa menguasai ilmu
sakratulmaut, bagaimana gambaran alam yang ada dipikran dia saat itu?
Didalam alquran dinyatakan, bahwa Ibrahim diakhirat termasuk
orang-orang yang saleh artinya di akhiratpun banyak hal yang harus
dikerjakan tidak bermalas-malasan menikmati rezeki, artinya lagi beliau
ada di alam akhirat sedang giat bekerja untuk kemaslahatan hidup.
Iman kepada Takdir
Iman kepada takdir secara tersurat tidak ada dalam alquran, akhirnya
kepercayaan kepada takdir ini membelah umat misalnya, kelompok
fatalistic, kehendak bebas, kesimbangan iktiar dan takdir dll.
Terlepas dari semua faham diatas bahwa manusia insan kamil merupakan
tajalli dari tuhan, jadi manusia sebenarnya wadah bagi qodrat dan
iradatNYA, manusia harus bisa meningkatkan kwalitas hidupnya hingga
esensi ketuhananlah yang ada pada dirinya, sebagaimana ada hadist yang
mengatakan bila tuhan mencintai hambanya maka dia akan menjadi
penglihatan, pendengaran, ucapan dan perilaku jadi setia sepenuhnya
merupakan pegangan hidup sehingga tidak di ombang-ambing dengan berbagai
pandangan tentang takdir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar