Mengapa Tuhan tidak menggunakan mukjizat untuk mencegah terbunuhnya Imam Husain As?
Tidak diragukan bahwa alam semesta merupakan ciptaan dan makhluk Tuhan.
Pengaturan semesta berada di bawah kehendak dan pelbagai sunnah Ilahi.
Tuhan adalah Penyebab segala sebab yang ada. Artinya Dia berdasarkan
satu hikmah yang akurat menjadikan sebagian hal sebagai sebab bagi yang
lain. Dia juga kuasa dalam pelbagai situasi untuk menafikan hubungan
sebab-akibat ini. Sebagaimana Tuhan menjadikan api sebagai penyebab
panas dan untuk membakar akan tetapi tatkala para penyembah berhala
ingin melempar Nabi Ibrahim ke dalam kobaran api Tuhan mengeliminir
tipologi membakar api ini sehingga Nabi Ibrahim selamat tidak terbakar.
Dan sebagaimana golok tajam Nabi Ibrahim tidak memotong (Tuhan mencegah
supaya tidak memotong) dan menyelamatkan Nabi Ismail menjadi korban
dari pengabdian ayahnya. Iya, kita meyakini bahwa Allah Swt juga
memiliki kekuasaan untuk membuat seluruh pedang dan belati para
antek-antek
Yazid tidak berfungsi dan menggunakan mukjizat untuk menjaga keselamatan jiwa
Imam Husain As dan para sahabatnya. Akan tetapi mukjizat seperti ini
tidak terjadi. Lantaran tidak seluruh pekerjaan harus dikerjakan melalui
jalan mukjizat dan tindakan adikodrati. Sunnah Ilahi menuntut bahwa
seluruh perbuatan berdasarkan sunnah-sunah dan kaidah-kaidah dan
aturan-aturan natural. Di samping itu, terdapat selaksa tujuan dan
falsafah penting tragedi Asyura dan kesyahidan Imam Husain As yang hanya
dapat diraih melalui proses wajar dan natural revolusi Asyura. Sebagian
dari tujuan-tujuan tersebut adalah:
1. Dengan memperhatikan situasi
politik yang berkembang pada masa itu dari pihak Muawiyah dan Yazid
yang melakukan segala sesuatu atas nama agama yang sejatinya
bertentangan dengan agama dan demikian juga untuk mengidentifikasi hak
dan batil, kebenaran dan kepalsuan merupakan suatu hal yang sangat
pelik, dan satu-satunya jalan yang dapat menyelamatkan dan menyebarkan
agama Allah Swt untuk sekian kalinya adalah kesyahidan Imam Husain As
dan anak-anaknya beserta para sahabatnya.[1]
2. Apa yang dinukil
dari riwayat dalam hal ini dan telah disinggung sebelumnya bahwa
kesyahidan telah ditakdirkan bagi Imam Husain As sehingga melalui
kesyahidannya tujuan utama Imam Husain yaitu mereformasi (islah) umat
Rasulullah Saw[2] dapat tercapai.
3. Imam Husain As memandang kesyahidan merupakan seindah-indah dan
semulia-mulia kematian. Hal ini telah dijelaskan pada khutbah dalam
perjalanannya dari Mekah menuju Irak. “Hiasan kematian bagi anak-anak
Adam laksana hiasan liontin yang bergantung pada seorang mempelai
wanita.”[3] Artinya kematian tidak mencekik dan tidak ditimpakan
melainkan berupa liontin dan hiasan; mengapa manusia tidak menggunakan
liontin ini di lehernya di jalan Allah? Dan kematian di jalan agama bagi
Imam Husain merupakan kelezatan dan kenikmatan.[4] Kesyahidan bukanlah
kekurangan melainkan kesempurnaan.[5] Dengan mencegah kesyahdian Imam
Husain As maka sesungguhnya mencegah tercapainya kesempurnaan ini.
4. Memenuhi perjumpaan Ilahi dan persuaan dengan para nabi bagi Imam
Husain As. Perjumpaan Ilahi dan para nabi ini merupakan lebih utama bagi
Imam Husain As daripada harus tinggal di dunia. Imam Husain As
memandang dirinya merenjana rindu untuk bersua dengan orang-orang saleh;
sebagaimana hal ini terungkap dari kelanjutan khutbahnya di Mekah
dimana Imam Husain As bersabda: “Kecondongan dan kerinduanku untuk
berziarah kepada orang-orang saleh laksana kerinduan Ya’qub kepada
Yusuf.”[6]
5. Imam Husain As tidak ingin menggunakan mukjizat dan
keramat , karena menggunakan mukjizat dan keramat berseberangan dengan
apa yang ditugaskan kepadanya untuk menunaikanya secara lahir. Nilai dan
kedudukan Imam Husain As di samping memiliki kedudukan yang menjulang
bagi kaum Muslimin juga mendapat tempat istimewa bagi para pencari
kebebasan dan keadilan di dunia, atas dasar itu, beliau mengerjakannya
dengan cara-cara natural dan normal. Dengan membawa Ahlulbait As kepada
satu perang yang tidak seimbang, tertawan dan terhina menjadi sebab
revolusi Imam Husain menjadi abadi dan perenial.[7] Padahal Imam Husain
mampu menumbangkan Yazid tanpa harus mengusung revolusi dan menggunakan
keramat namun hal itu tidak banyak berarti dalam membongkar penyimpangan
dan tujuan keji Bani Umayah.
6. Kisah Asyura dan perang melawan
tirani Imam Husain As merupakan teladan dari revolusi di hadapan
pelbagai penyimpangan dan inovasi (bid’ah ) yang boleh jadi terjadi di
setiap masa pada hukum-hukum dan aturan-aturan agama Tuhan. Seluruh kaum
Muslimin dan manusia memiliki tugas untuk mencegah pelbagai inovasi dan
bid’ah. Apabila sekiranya Imam Husain As menunaikan tugas berat ini
dengang menggunakan kekuasaan mukjizat dan wilayah takwini maka ia tidak
lagi dapat menjadi teladan bagi setiap manusia di setiap masa. Atas
dasar itu, para nabi dan imam As bertugas untuk melaksanakan pekerjaan
keseharian mereka dengan pengetahuan dan kekuasaan natural serta tidak
menggunakan kekuatan mukjizat dan adikodrati, kecuali pada hal-hal
tertentu dan sesuai dengan izin Allah Swt apabila terdapat kemaslahatan
dan petunjuk di dalamnya.[8] Dan juga Allah Swt menghendaki bahwa
seluruh nabi dan imam menjadi guru, pengajar dan teladan praktis bagi
manusia. Manusia membina diri mereka dengan memetik pelajaran dari
kehidupan dan perilaku mereka dan sekiranya Imam Husain As selamat dari
syahadah dengan menggunakan mukjizat maka kehidupannya dan Ahlulbait As
demikian juga orang-orang yang ditinggalkan tidak dapat menjadi teladan
dan model perlawanan, kesabaran, ketabahan dan pengorbanan bagi manusia
dalam kehidupannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar