Alhamdulillah, sebentar lagi fajar Ramadhan akan kembali menyingsing.
Mari kita sambut dengan suka cita bulan suci yang penuh dengan rahmat
dan ampunan Allah azza wa jalla. Sujud syukur kita karena kita masih
disampaikan-Nya pada Ramadhan tahun ini. Marhaban yaa Ramadhan.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, penentuan awal Ramadhan selalu
menjadi trending topic dikalangan umat Islam dikarenakan seringnya
terjadi perbedaan waktu yang ditetapkan oleh pemerintah melalui sidang
Itsbat dengan beberapa ormas Islam (misalnya Muhammadiyah) yang telah
terlebih dahulu menetapkan awal Ramadhan. Perbedaan waktu ini disebabkan
oleh perbedaan cara menentukan waktu yaitu dengan metoda hisab dan
rukyat. Sebagai umat Islam, sepatutnya kita mengetahui metoda-metoda
penentuan waktu tersebut.
A. HILAL
Hilal adalah penampakan bulan yang paling awal terlihat menghadap bumi setelah bulan mengalami konjungsi/ijtimak.
Bulan awal ini (bulan sabit tentunya) akan tampak di ufuk barat (maghrib) saat matahari terbenam.
Ijtimak/konjungsi adalah peristiwa yang terjadi saat jarak sudut
(elongasi) suatu benda dengan benda lainnya sama dengan nol derajat.
Dalam pendekatan astronomi, konjungsi merupakan peristiwa saat matahari
dan bulan berada segaris di bidang ekliptika yang sama. Pada saat
tertentu, konjungsi ini dapat menyebabkan terjadinya gerhana matahari.
Hilal merupakan kriteria suatu awal bulan. Seperti kita ketahui, dalam
Kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak terbenamnya matahari waktu
setempat, dan penentuan awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan
hilal/bulan. Karena itu, satu bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29
hari atau 30 hari.
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal.
Katakanlah: “Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi
ibadat) haji…” [QS. Al Baqarah (2):189]
B. HISAB
Secara harfiyah bermakna ‘perhitungan’.
Di dunia Islam istilah ‘hisab’ sering digunakan sebagai metode
perhitungan matematik astronomi untuk memperkirakan posisi matahari dan
bulan terhadap bumi.
Penentuan posisi matahari menjadi penting
karena umat Islam untuk ibadah shalatnya menggunakan posisi matahari
sebagai patokan waktu sholat.
Sedangkan penentuan posisi bulan
untuk mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan
baru dalam Kalender Hijriyah. Ini penting terutama untuk menentukan
awal Ramadhan saat orang mulai berpuasa, awal Syawwal saat orang
mangakhiri puasa dan merayakan Idul Fithri, serta awal Dzulhijjah saat
orang akan wukuf haji di Arafah (9 Dzulhijjah) dan hari raya Idul Adha
(10 Dzulhijjah)
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan
bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat)
bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan
dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui.” [WS.Yunus (10): 5]
“Matahari dan bulan (beredar) menurut perhitungan.” [QS. Ar-Rahmaan (55): 5]
C. RUKYAT
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan
bulan sabit yang pertama kali tampak setelah terjadinya ijtimak. Rukyat
dapat dilakukan dengan mata telanjang, atau dengan alat bantu optik
seperti teleskop.
Aktivitas rukyat dilakukan pada saat menjelang
terbenamnya matahari pertama kali setelah ijtimak (pada waktu ini,
posisi Bulan berada di ufuk barat, dan Bulan terbenam sesaat setelah
terbenamnya Matahari). Apabila hilal terlihat, maka pada petang waktu
setempat telah memasuki tanggal 1.
Perihal penentuan bulan baru, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberi perhatian khusus pada Sya’ban dan Ramadhan
Hadits dari Abi Hurairah radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kalian
karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan
Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah Sya’ban tiga
puluh hari.” (HSR. Bukhari 4/106, dan Muslim 1081).
D. CARA PENENTUAN AWAL BULAN KALENDER HIJRIYAH
Di Indonesia, terdapat beberapa kriteria yang digunakan baik oleh
pemerintah maupun organisasi Islam untuk menentukan awal bulan pada
Kalender Hijriyah:
D1. Rukyatul Hilal
Rukyatul Hilal
adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat
(mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak
terlihat (atau gagal terlihat), maka bulan (kalender) berjalan
digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari. Metode ini yang dipakai oleh
Nahdlatul Ulama (NU).
D2. Wujudul Hilal
Hisab Wujudul
Hilal (juga disebut ijtimak qoblal qurub). Kriteria penentuan awal bulan
(kalender) Hijriyah dengan prinsip: Jika pada setelah terjadi ijtimak
(konjungsi), Bulan terbenam setelah terbenamnya matahari, maka pada
petang hari tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah,
tanpa melihat berapapun sudut ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari
terbenam.
Metode inilah yang dipakai oleh Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan hijriyah.
D3. Imkanur Rukyat MABIMS.
Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah
yang ditetapkan berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai
secara resmi untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi
Pemerintah.
Kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pada saat matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas
cakrawala minimum 2°, dan sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari
minimum 3°, atau
Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya
ijtimak (yakni setiap tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah
Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat (BHR) melakukan kegiatan
rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang
Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan
(kalender) baru, atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Di
samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya
yang serupa, dengan besaran sudut/angka minimum yang berbeda.
D4. Rukyat Global
Kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut prinsip
bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh
negeri berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang
baru) meski yang lain mungkin belum melihatnya. Metode ini biasa
digunakan oleh Hitsbut Tahrir Indonesia (HTI).
D5. Hisab Munjid
Hisab Munjid biasa dilakukan oleh jamaah tarekat Naqsabandiyah yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia.
Menggunakan perhitungan munjid, tanggal 1 Rajab dihitung ketika bulan
berdiri tepat di atas ubun-ubun di waktu maghrib. Bila sesuai, maka hari
itu dihitung awal Rajab. Bila kurang yakin, perhitungan dilakukan
dengan melihat bulan penuh di waktu subuh. Kalau pas di atas ubun-ubun,
maka hari itu adalah hari ke-15 Rajab.
Perhitungan yang sama
dilakukan juga selama Syaban. Setidaknya dilakukan empat kali pengecekan
bulan, yaitu sekali pada awal, dua kali pada pertengahan dan sekali di
akhir Syaban.
Dari situ perhitungan menjadi lebih mudah. Oleh
Tarekat Naqsabandiyah perhitungan penanggalan Hijriah selalu menggunakan
sistem genap-ganjil. Artinya Rajab selalu dihitung genap atau 30 hari
dan Sya'ban selalu dihitung ganjil, 29 hari. Hal ini berarti jumlah hari
di Bulan Ramadhan akan selalu 30 hari.
E. AWAL RAMADHAN 2017 (1438 H)
Ijtima’ akhir bulan Sya’ban 1438 H. terjadi pada :
Hari/Tanggal : Jum’at Legi, 26 Mei 2017
Waktu : 02.46.15 WIB.
Tinggi hilal mar'iy: 7°37'45”
Tinggi hilal haqiqi : 8°38’26’’ (di atas 2°)
Lama hilal : 00.34.34 Jam.
Maka, 1 Ramadhan 1438 H. jatuh pada :
Hari : Sabtu Pahing
Tanggal : 27 Mei 2017 M.
Insya Allah, tidak ada perbedaan awal Ramadhan antara Metode Rukyat
dengan Hisab tahun ini, karena tinggi hilal diatas 4° menurut semua
system hisab. Posisi hilal ini, insya Allah dapat terlihat dengan jelas
dengan pengamatan metode rukyat.
Marhaban yaa Ramadhan!.
Selamat menyambut kehadiran Bulan Suci Ramadhan, Puasa Lahir-Bathin, Puasa Fiqih-Puasa Tasawuf.
Wallahu'alam bisshawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar