Laman

Selasa, 27 Juni 2017

MENJUMPAI TUHAN DIDALAM KAMARNYA


Tulisan : Abu Hafizh
Saudara, silahkan anda ber”mimpi” seliar apapun jika itu dapat membakar semangat anda untuk berusaha. Tak ada kekangan dari apapun dan siapapun untuk itu. Namun yang menjadi pertanyaan buat kita adalah dari sekian banyak impian dan cita cita, dimanakah kita menempatkan TUHAN dalam cita cita kita? Walau memang ada sebagian orang menjadikan ibadah haji atau umrah sebagai impian mereka, apakah cukup hanya dengan itu? Kalau mau jujur, seberapa dalamkah kita memaknai TUHAN sebagai motivator dan tujuan dalam hidup kita? Lalu ada apa dengan ‘Menjumpai TUHAN di dalam kamarNYA’?
Saudara, pernahkah anda merenungkan apa sebenarnya tujuan dari hidup anda? Ya, untuk apa anda hidup?! Hidup hanya sebentar, paling mujur anda bisa berusia 113 tahun seperti umur manusia tertua didunia yang pernah dilansir sebuah media, kalau usia harapan hidup orang Indonesia masih 65 tahun. Jadi sebaiknya anda mempunyai ‘dream’ atau cita-cita yang mengandung unsur kekekalan selain mimpi-mimpi singkat yang berakhir di dunia. Banyak orang bercita cita kalau mati masuk surga. Aha! Surga? Apakah masih ada cita cita yang lebih tinggi dari ‘ingin masuk surga’? Mampukah anda membayangkan anda berjalan jalan dalam kebun yang mengalir dibawahnya sungai sungai seperti yang digambarkan Al Quran? Quran menyebut surga itu dengan sebutan Jannah (kebun) dan Anda hidup kekal didalamnya. Apakah semudah itu? Apakah inti dari ‘masuk surga’? masak sih anda bercita cita masuk surga tapi gak tau atau gak mau tau dengan yang punya surga? Apa mungkin anda nyelonong masuk surga tanpa sepengetahuan yang punya tempat di akhirat sana? Berita baiknya adalah yang punya surga itu ada di dunia sekarang sehingga anda bisa mencariNYA, berkenalan, berbuat baik, mengambil hatiNYA agar kelak di akhirat SANG PEMILIK sudi memasukkan anda ke dalam JannahNYA. Lalu dari sekian banyak orang dan usaha untuk berlomba-lomba pengen masuk surga, adakah surga itu sebenarnya yang menjadi tujuan? Saudara, surga itu hanyalah permen bagi anak kecil agar mau disuruh. Tanpa kita sadari TUHAN itu sendirilah yang menjadi central dan titik fokus dari cita cita ‘pengen masuk surga’.
Saudara, , dalam sebuah ayat Al Quran dikatakan bahwa ‘ALLAH bersemayam di ARSY’. Terlalu sulit bagi imaginasi kita untuk membayangkan TUHAN di atas arsyNYA di dalam surga dengan mencoba mereka-reka cerita perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam Isra’ dan Mi’raj menjumpai ALLAH di langit ke tujuh. Kita coba beralih dengan ayat Al Quran yang lain, dikatakan bahwa ‘ALLAH itu memenuhi langit dan bumi’, ini agak lebih gampang karena dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa TUHAN ada dimana mana. TUHAN ada di mana mana? Hal ini mudah dipahami seperti gelombang elektromagnetik layaknya gelombang radio atau televisi yang konon teorinya sejak dipancarkan pertama sekali gelombang ini tidak pernah musnah atau hilang dan secara terus menerus terakumulasi memenuhi jagat raya. Tanpa kita sadari udara atau ruang sekeliling kita yang kita sebut kosong ternyata penuh dengan gelombang gelombang radio dan TV, kita tahu setelah ada alat yang bernama radio atau tv yang berada pada frekwensi yang sama menangkap gelombang siaran tersebut. Jika ilmu ini kita pakai begitulah kira kira menurut kami TUHAN memenuhi langit dan bumi, TUHAN tidak pernah tidur, TUHAN selalu ‘on air’ dan ‘online’, selamanya. Kita tak akan merasakan kehadiran TUHAN jika tidak berada pada gelombang yang sama. Dengan demikian kalau TUHAN ada di mana mana tak ada salahnya jika kita mengimajinasikan TUHAN dengan hal hal yang lebih manusiawi (insani) yang lebih mampu kita jangkau dengan nalar kita dari pada bersifat alam TUHAN (Rabbani).
Lalu kenapa harus dengan kamar?
Kamar bagi penulis dan mungkin bagi banyak orang adalah ruang sakral yang tidak semua orang boleh memasukinya. Semisal kamar tidur orang tua, tidak seperti ruang keluarga apalagi ruang tamu yang siapa saja boleh masuk, kamar adalah ruang khusus dimana si empunya kamar beraktivitas dengan orang orang yang sangat terbatas dan menerima orang-orang terdekat yang diijinkan masuk seperti suami atau istri dan anak anak. Begitu sakralnya kamar ini sampai sampai seorang mbah dukun yang cukup dikenal melalui layanan ketik reg spasi … kirim ke… dalam sebuah tayangan televisi yang bertajuk rumah (atau saya lupa) memperlihatkan segala sesuatu artistik rumah sang dukun yang unik yang sesuai dengan seleranya. Semua ruang diperlihatkan kecuali sebuah kamar yang terlarang bagi siapapun kecuali bagi si mbah itu sendiri untuk berkomunikasi atau apapun dengan “yang berada” dalam kamar tersebut. Dalam cerita lain kita dengar ada hotel berbintang di Parang Tritis, sebuah tempat di pantai selatan Jogjakarta, yang mengkhususkan sebuah kamar bernomor 13 dan tidak pernah disewakan kepada tamu manapun karena diperuntukkan bagi “ratu laut selatan” dan di Bali juga demikian walaupun kelas hotel dan manajemennya bertaraf internasional tetap memperlakukan hal sama, mengkhususkan sebuah kamar bagi yang “diistimewakan” oleh pihak manajemen hotel. Konon kabarnya di keraton Jogja juga sudah sejak lama menerapkan hal sama, tidak seluruh kamar atau ruang diizinkan untuk diperlihatkan kepada turis, termasuk abdi dalem. Mengapa demikian? WaLLAHualam bissawab, pastinya ruang ruang tersebut adalah kamar ‘khusus’ yang teruntuk bagi orang yang khusus pula.
Saudara, Apa sih perbedaan ‘TUHAN bersemayam di arsyNYA’ diakhirat nanti dengan ‘TUHAN ada di dalam “kamar”NYA’ di dunia sekarang? Dengan mencoba menempatkan TUHAN dalam kamarNYA setidaknya memudahkan kita untuk menemuiNYA, buatlah jalan semudah mungkin untuk menemuiNYA dan bukankah TUHAN tidak suka orang menjadi sulit atau mempersulit orang untuk menemuiNYA? Lalu kalau TUHAN ada di dalam kamarNYA, apakah secara gampang dan sembarangan anda bisa menjumpaiNYA? Anda harus berusaha mempersiapkan diri untuk bisa diterima dalam daftar tamu TUHAN. Jika kita bandingkan dengan seorang presiden saja misalnya, tidak sembarang orang walau sesama manusia bisa menjumpai presiden karena jabatannya. Oleh protokoler kepresidenan mungkin anda akan ditanyai untuk kepentingan apa anda menghadap beliau, oleh paspampres anda mungkin diselidiki siapa dan dari mana anda sesungguhnya. Untuk masuk ke istananya saja anda harus melewati metal detector dan setelah diyakini anda “bersih” baru anda di izinkan masuk. Berita di Koran hari ini (31 Juli 2009) Kapolri dan semua pejabat Negara serta seluruh tamu diperiksa dengan alat pendeteksi suhu tubuh ketika akan masuk istana untuk pencegahan menularnya virus H1N1 (flu babi). Kalau demikian prosedur jumpa presiden, apalagi prosedur jumpa TUHAN?! TUHAN ada di dalam kamarNYA siap untuk dijumpai. TUHAN maha suci, maka yang sucilah yang bisa menjumpaiNYA, TUHAN maha bersih maka yang bersihlah yang diizinkan masuk. TUHAN maha pengasih lagi maha penyayang, maka orang orang yang terkasihlah dan orang orang yang tersayanglah yang diperbolehkan memasuki kamarNYA, orang orang yang paling dicintalah yang dipersilahkan masuk kebilikNYA. Tak banyak orang yang dapat predikat ini saudara. Tak mungkin yang maha bersih menerima yang kotor! Yang maha suci menerima yang hina!
Kalau diakhirat TUHAN bersemayam di arsy, mungkin di dunia anda boleh menyiapkan sebuah kamar untuk TUHAN agar anda bisa belajar dan berlatih berusaha untuk menjumpaiNYA walau abang saya pernah mengatakan bahwa TUHAN itu tidak suka dikurung. Ini bisa dalam arti yang sebenarnya didunia. Jika di dunia anda tak pernah jumpa, jangan harap di akhirat anda bisa ketemu. Sori, gak kenal! mungkin demikian kata TUHAN kelak. Merujuk tulisan ‘lebih nikmat dari surga’ adalah memandang wajah ALLAH itu sendiri, maka sudah seharusnyalah kita menjadikan ‘menjumpai TUHAN di kamarNYA = memandang wajah ALLAH di arsyNYA’ sebagai ‘dream’ terbesar kita dalam hidup ini, dimulai hari ini, disini, didunia ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar