Setiap yang ada pasti
dapat dikenal dan hanya yang tidak ada yang tidak dapat dikenal. Karena
Allah adalah zat yang wajib al-wujud yaitu zat yang wajib adanya,
tentulah Allah dapat dikenal, dan kewajiban pertama bagi setiap muslim
adalah terlebih dahulu mengenal kepada yang disembahnya, barulah ia
berbuat ibadah sebagimana sabda Nabi :
أَوَلُ الدِّيْنِ مَعْرِفَةُ اللهِ
Artinya: “Pertama sekali di dalam agama ialah mengenal Allah
Kenallah dirimu, sebagaimana sabda Nabi SAW
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ وَمَنْ عَرَفَ رَبَّهُ فَسَدَ جَسَدَهُ
Artinya: “Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal
Tuhannya, dan barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana)
dirinya.
Lalu diri mana yang wajib kita kenal?
Sungguhnya diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat
Luqman ayat 20 :
وَأَسْبَغَ عَليْكُمْ نِعَمَهُ ظَهِرَةً وَبَاطِنَةً
Artinya : Dan Allah telah menyempurnakan bagimu nikmat zahir dan nikmat batin.
Jadi berdasarkan ayat di atas, diri kita sesungguhnya terbagi dua:
1. Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh tangan.
2. Diri batin yaitu yang tidak dapat dipandang oleh mata dan tidak
dapat diraba oleh tangan, tetapi dapat dirasakan oleh mata hati. Adapun
dalil mengenai terbaginya diri manusia
Karena sedemikian
pentingnya peran diri yang batin ini di dalam upaya untuk memperoleh
pengenalan kepada Allah, itulah sebabnya kenapa kita disuruh melihat ke
dalam diri (introspeksi diri) sebagimana firman Allah dalam surat
az-Zariat ayat 21:
وَفِى اَنْفُسِكُمْ اَفَلاَ تُبْصِرُوْنَ
Artinya : Dan di dalam diri kamu apakah kamu tidak memperhatikannya.
Allah memerintahkan kepada manusia untuk memperhatikan ke dalam dirinya
disebabkan karena di dalam diri manusia itu Allah telah menciptakan
sebuah mahligai yang mana di dalamnya Allah telah menanamkan rahasia-Nya
sebagaimana sabda Nabi di dalam Hadis Qudsi :
بَنَيْتُ فِى
جَوْفِ اِبْنِ آدَمَ قَصْرًا وَفِى الْقَصْرِ صَدْرً وَفِى الصَّدْرِ
قَلْبًا وَفِى الْقَلْبِ فُؤَادً وَفِى الْفُؤَادِ شَغْافًا وَفِى
الشَّغَافِ لَبًّا وَفِى لَبِّ سِرًّا وَفِى السِّرِّ أَنَا (الحديث
القدسى)
Artinya: “Aku jadikan dalam rongga anak Adam itu mahligai
dan dalam mahligai itu ada dada dan dalam dada itu ada hati (qalbu)
namanya dan dalam hati (qalbu) ada mata hati (fuad) dan dalam mata hati
(fuad) itu ada penutup mata hati (saghaf) dan dibalik penutup mata hati
(saghaf) itu ada nur/cahaya (labban), dan di dalam nur/cahaya (labban)
ada rahasia (sirr) dan di dalam rahasia (sirr) itulah Aku kata Allah”.
(Hadis Qudsi)
Bagaimanakah maksud hadis ini? Tanyalah kepada
ahlinya, yaitu ahli zikir, sebagaimana firman Allah dalam surat an-Nahal
ayat 43 :
فَاسَئَلُوْا أَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَتَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Tanyalah kepada ahli zikrullah (Ahlus Shufi) kalau kamu benar-benar tidak tahu.”
Karena Allah itu ghaib, maka perkara ini termasuk perkara
yang dilarang untuk menyampaikannya dan haram pula dipaparkan kepada
yang bukan ahlinya (orang awam), seabagimana dikatakan para sufi:
وَلِلَّهِ مَحَارِمٌ فَلاَ تَهْتَكُوْهَا
Artinya: “Bagi Allah itu ada beberapa rahasia yang diharamkan membukakannya kepada yang bukan ahlinyah”.
Nabi juga ada bersabda :
وَعَائِيْنِ مِنَ الْعِلْمِ اَمَّا اَحَدُ هُمَا فَبَشَتْتُهُ لَكُمْ
وَاَمَّااْلأَخِرُ فَلَوْبَثَتْتُ شَيْئًا مِنْهُ قَطَعَ هَذَالْعُلُوْمَ
يَشِيْرُ اِلَى حَلْقِهِ
Artinya: “Telah memberikan kepadaku
oleh Rasulullah SAW dua cangkir yang berisikan ilmu pengetahuan, satu
daripadanya akan saya tebarkan kepada kamu. Akan tetapi yang lainnya
bila saya tebarkan akan terputuslah sekalian ilmu pengetahuan dengan
memberikan isyarat kepada lehernya.
اَفَاتُ الْعِلْمِ النِّسْيَانُ وَاِضَاعَتُهُ اَنْ تَحَدَّثْ بِهِ غَيْرِ اَهْلِهِ
Artinya : “Kerusakan dari ilmu pengetahuan ialah dengan lupa, dan
menyebabkan hilangnya ialah bila anda ajarkan kepada yang bukan
ahlinya.”
Adapun tentang Ilmu Fiqih atau Syariat Nabi bersabda:
بَلِّغُوْا عَنِّى وَلَوْ اَيَةً
Artinya: “Sampaikanlah oleh kamu walau satu ayat saja”.
Adapun Ilmu Fiqih tidak boleh disembunyikan, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ كَتَمَ عِلْمًا لِجَمِّهِ اللهِ بِلِجَامٍ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Barangsiapa yang telah menyembunyikan suatu ilmu pengetahuan
(ilmu syariat) akan dikekang oleh Allah ia kelak dengan api neraka”.
Adapun ilmu hakikat atau ilmu batin memang tidak boleh
disiar-siarkan kecuali kepada orang yang menginginkannya. Memberikan dan
mengajarkan ilmu hakikat kepada yang bukan ahlinya ditakuti jadi fitnah
disebabkan pemikiran otak sebahagian manusia ini tidak sampai mendalami
ke lubuk dasarnya yaitu ilmu Allah Ta’ala. Ibarat kayu di hutan tidak
sama tingginya, air di laut tidak sama dalamnya, dan tanah di bumi tidak
sama ratanya, demikian halnya dengan manusia. Maka ahli Zikir (ahlus
Shufi) inilah yang mendekati maqam wali-wali Allah yang berada di bawah
martabat para nabi dan rasul. Inilah makna tujuan Allah memerintahkan
supaya bertanya kepada ahli Zikir, karena ahli Zikir adalah orang-orang
yang senantiasa hati dan pikirannya selalu ingat kepada Allah serta
senantiasa mendapat bimbingan ilham dari Allah SWT.
Oleh karena itu, agar kita dapat mengenal Allah, maka kita harus
mempunyai pembimbing rohani atau mursyid. Tentang hal ini Abu Ali
ats-Tsaqafi bertaka, “seandainya seseorang mempelajari semua jenis ilmu
dan berguru kepada banyak ulama, maka dia tidak sampai ke tingkat para
sufi kecuali dengan melakukan latihan-latihan spiritual bersama seorang
syeikh yang memiliki akhlak luhur dan dapat memberinya nasehat-nasehat.
Dan barang siapa yang tidak mengambil akhlaknya dari seorang syeikh yang
melarangnya, serta memperlihatkan cacat-cacat dalam amalnya dan
penyakit-penyakit dalam jiwanya, maka dia tidak boleh diikuti dalam
memperbaiki muamalah”.
Namun tidaklah ilmu pengenalah
kepada Allah ini diperoleh dengan mudah begitu saja seperti mempelajari
ilmu syari’at, karena ada satu syarat yang paling utama yang harus
dilakukan terlebih dahulu yaitu mengambil ilmu ini dengan dibai’at oleh
seorang mursyid yang kamil mukamil yang masuk dalam rantai silsilah para
syeikh tarekat sufi yang bersambung-sambung sampai kepada Rasulullah
SAW. Oleh karena itu jalan satu-satunya bagi kita untuk dapat mengenal
Allah adalah dengan mempelajari ilmu tarekat di bawah bimbingan seorang
mursyid.
Tanya : Mengapa hati memegang peran penting di dalam mengenal Allah?
Jawab : Bila kita sebut nama hati, maka hati yang dimaksud di sini
bukanlah hati yang merah tua seperti hati ayam yang ada di sebelah kiri
yang dekat jantung kita itu. Tetapi hati ini adalah alam ghaib yang tak
dapat dilihat oleh mata dan alat panca indra karena ia termasuk alam
ghaib (bersifat rohani). Tiap-tiap diri manusia memiliki hati sanubari,
baik manusia awam maupun manusia wali, begituja para nabi dan rasul.
Pada hati sanubari ini terdapat sifat-sifat jahat (penyakit hati),
seperti : hasad, dengki, loba, tamak, rakus, pemarah, bengis, takbur,
ria, ujub, sombong, dan lain-lain. Tetapi bilamana ia bersungguh-sungguh
di dalam tarekatnya di bawah bimbingan mursyidnya, maka lambat laun
hati yang kotor dan berpenyakit tadi akan bertukar bentuknya dari rupa
yang hitam gelap pekat menjadi bersih putih dengan mengikuti kegiatan
suluk atau khalwat secara kontinyu. Manakala hati yang hitam tadi telah
berubah menjadi putih bersih, barulah ia memberikan sinar. Hati yang
putih bersih bersinar itulah yang dinamakan atau disebut juga dengan
diri yang batin.
Seumpama kita bercermin di depan
kaca, maka kita tidak akan dapat melihat apa yang ada dibalik cermin
selain muka kita, karena terhalang oleh cat merah yang melekat
disebaliknya. Tetapi bila cat merah itu kita kikis habis, maka akan
tampaklah di sebaliknya bermacam-macam dan berlapis-lapis cermin hingga
sampai menembus ke alam Nur, alam Jabarut, alam Lahut, hingga alam
Hadrat Hak Allah Ta’ala.
Itulah sebabnya bila kita
hanya baru sebatas mengenal hati sanubari saja, maka yang kita lihat
hanya diri kita saja, sebab ditahan oleh cat merah tadi, yaitu
sifat-sifat jahat seperti: takabbur, ria, ujub, dengki, hasad, pemarah,
loba, tamak, rakus, cinta dunia, dan berbagai penyakit hati lainnya.
Tetapi bila mana cat merah itu telah terkikis habis, barulah ia akan
menyaksikan alam yang lebih tinggi dan mengetahuilah ia segala rahasia
termasuk dirinya dan hakikatnya dan juga alam seluruhnya dan akhirnya
mengenallah ia akan Tuhannya. Itulah sebabnya para wali-wali Allah itu
lahir dari para sufi yaitu orang-orang yang telah berhasil membersihkan
hatinya dengan bantuan mursyidnya pada zahir sedang pada hakikatnya
dengan qudrat dan iradat Allah Ta’ala. Di sinilah terletak wajibnya
mengenal diri untuk jalan mengenal Allah.
ILMU HATI (ILMU TAREKAT)
Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh hati sebagaimana Hadis Nabi:
...اَلاَوَاِنَّ فِى الْجَسَدِ مُدْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ آلآوَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah
baik maka baiklah sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah
sekalian badan. Dan bila ia rusak maka binasalah sekalian badan, itulah
yang dikatakan hati”.
Demikianlah pentingnya peranan hati bagi
manusia, oleh sebab itu manusia wajib menjaga kesucian hatinya. Adapun
yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah disebabkan
berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh
firman Allah:
فِى قُلُوْبِهِمْ مَرَضٌ
“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Qur’an dan 6666
urat di dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada
6666 penyakit di dalam hati manusia. Dari sekian banyak penyakit yang
ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit hati yang paling
berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus,
pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila
tidak diobati, maka sambungan ayat mengatakan:
فَزَادَهُمُ اللهُ مَرَضًا
“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)
Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera
membersihkan hatinya, maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh
sebab itu kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu ia harus
mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّ
“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka didirikannya sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-A’la: 14-15)
Dari penjelasan surah Al-A’la di ayat 14 dan 15 di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh
Allah kepada manusia:
Di dalam surah Al-A’la ayat 14 Allah
menyatakan bahwa orang-orang yang telah mensucikan hatinya sesungguhnya
telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul beberapa
pertanyaan:
- Apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?
- Bagaimana cara membersihkan hati?
- Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?
- Apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut Syekh Muda
ahmad Arifin yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di
dalam hati itu selain Allah. Artinya seseorang yang disebut hatinya
bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat Allah. Itulah
sebabnya para sufi berkata:
قَلْبُ الْمُؤْمِنِيْنَ بَيْتُ اللهُ
“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.
Kedua, bagaimana cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda
Ahmad Arifin satu-satunya cara membersihkan hati yaitu dengan
mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim disebut dengan beberapa nama
di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat. Menurutnya tujuan
mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah, sebab hati merupakan
sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya
sebagaimana firman Allah:
مَاكَذَبَ الْفُؤَادُ مَارَآى
“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”.(Q.S. An-Najm: 11)
Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat
mengenal Allah. Apabila kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita
dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah merupakan satu-satunya cara
untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:
لِكُلِّ شَيْءٍ صَقَلَةٌ وَصَقَلَةُ الْقَلْبُ ذِكْرُاللهُ
“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.
Ketiga, mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang
yang beruntung? Menurut Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah menyebut
orang-orang yang telah mensucikan hatinya sebagai orang-orang yang
beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya orang-orang yang
telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut
al-Ghazali hati manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa
menangkap cahaya ghaib (Allah) apabila tida tertutup oleh
kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya orang-orang yang telah
mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang
disebut sebagai orang-orang yang beruntung.
Keempat,
apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang
yang telah mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah
sebabnya Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّهَا
“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)
Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang
yang telah mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah
mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah. Adapun orang-orang yang
mengotorinya adalah orang-orang yang merugi, karena sesungguhnya
orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal
Tuhannya.
Kewajiban yang kedua adalah mengingat
Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat Allah kalau kita belum
mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum
pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa
terlebih dahulu menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah
dapat beserta Allah. Itulah sebabnya Nabi memerinthakan kepada kita agar
menyertakan diri kepada orang yang telah serta Allah sebagaimana sabda
Nabi:
كُنْ مَعَ اللهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ مَعَ اللهِ فَكُنْ مَعَ مَنْ كَانَ مَعَ اللهِ فَإِنَّهُ يُوْصِلُكَ اِلَى اللهِ
“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka
sertakanlah dirimu kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan
mengenalkan kamu kepada Allah”.
Berdasarkan Hadis di
atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru (wasilah)
agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu
dapat mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat
Tuhan-Nya.
Shalat merupakan tiang agama yang
dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan kewajiban pertama dan
kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana firman
Allah:
اِنَّنِى أَنَااللهُ لاَإِلَهَ اِلاَّ أَنَا فَاعْبُدْنِى وَأَقِمِ الصَّلَوةَ لَذِكْرِى
“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20
Thaha: 14)
Firman Allah di atas senada dengan firman
Allah pada surat Al-A’la ayat 14 dan 15 yang telah diuraikan sebelumnya.
Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang terdapat pada kedua
ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat pada surat
Thaha ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-A’la ayat 14.
Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”.Bila kita menganalisis firman
Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa sesungguhnya Allah itu
ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan
firman Allah pada surat Al-A’la ayat 14: “Beruntunglah orang-orang yang
mensucikan hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah bahwa
keuntungan yang diperoleh oleh orang-orang yang mensucikan hatinya
adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis lebih jauh selain
memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di
mana ayat yang satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada
surah Thaha Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut
mengintruksikan kepada manusia kewajiban untuk mengenal Allah. Pada
surah al-A’la ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah orang-orang yang
mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah
yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai
orang-orang yang beruntung. Dari uraian singkat di atas dapat
disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14 keduanya
mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih
dahulu mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.
Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada
Tuhan selain Aku”. Bila kita analisis firman Allah di atas, maka dapat
kita ketahui bahwa maksud yang terkandung di dalamnya adalah perintah
untuk mengingat-Nya, sebab kalimat “Tiada Tuhan selain Allah”, bermakna
tidak ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat
al-A’la ayat 15: “Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas
dapat disimpulkan bahwa kewajiban yang kedua bagi manusia adalah
mengingat Tuhannya.
Ketiga, pada bagian akhir surat
Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah
sembah datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal
dan mengingatnya. Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan
shalat yang tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah tersebut
senada dengan firman Allah pada surat al-A’la ayat 15: “Maka dirikanlah
shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kedua ayat tersebut
sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.
Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para
sufi menaruh perhatian besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat
sebagai kewajiban ketiga. Karena sesungguhnya perintah shalat itu
diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad
sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh
mata kepala Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi
Muhammad. Oleh sebab itu sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah,
terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya, agar nur yang ada di dalam
mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi Muhammad
dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra’ ayat 1
Allah menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya
dapat dilihat oleh hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati
mereka.
Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi
Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad Arifin pada hakikatnya adalah
sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan kepada Allah dalam
istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan bai’at. Praktik bai’at yang
diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali
ibn Abi Thalib dan praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke
murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini. Praktik bai’at yang
diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang
dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisibai’at inilah muncul
istilah bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya
adalah setan”sebab Nabi sendiri tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru
kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai manusia biasa yang hina
dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah maka
mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.
Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa
tidak hanya para sufi yang menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan
Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas menyatakan keutamaan ilmu
hatilah manusia dapat mengenal Allah.
Menurut Syekh
Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau mempelajari
ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syari’at. Oleh sebab itu
menurutnya mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang mereka
sembah dan sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata
sebagaimana firman Allah:
فَوَيْلٌ لِلْقَسِيَةِ قُلُوْبُهُمْ مِنْ ذِكْرِاللهِ أُلَئِكَ فِى ضَلَلٍ مُّبِيْنٍ
“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah,
mereka itu dalam kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)
Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat
mengingat-Nya, yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak
mempelajari soal hati. Namun kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu
kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap bahwa amal ibadah mereka
dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid mereka telah
sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah
orang-orang yang telah mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan
mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Jadi
sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah
orang-orang yang bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya kafir di
sisi Allah, sebab tauhid mereka hanya di lidah, namun hatinya tidak
pernah menyaksikan Allah. Mereka menganggap bahwa dengan mengucap dua
kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti telah Islam dan beriman
di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah sebatas
percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau
tidak mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah
orang-orang yang mengabaikan tauhid.
Dari uraian di
atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati (ilmu
tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya
adalah dengan mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
TUNTUNAN BERZIKIR
Dzikir Syariat : “La Ilaha Illallah” diucapkan berulang2 dgn lisan
sampai masuk kedalam hati sehingga lisan/mulut tak berucap lagi, rahasia
dzikir ini terdiri dari 12 huruf yg sama maknanya dengan Waktu 12 jam,
dzikir ini selalu dikumandangkan oleh para malaikat bumi (Malaikatul
Ahyar) ketika ALLAH SWT menciptakan setiap makhlukNYA di muka
bumi.Dzikir Tarekat : “ALLAH”ALLAH”ALLAH” diucapkan berulang2 di dalam
hati saja dengan pengosongan pikiran fana (hampa) lalu fokus pada nama
tadi sehingga nama ALLAH tadi membuat & menciptakan alam bayangan
hidup didepan mata anda sendiri, jangan kaget & takut oleh fenomena
tersebut karena para jin syetan selalu mengintai anda tetapi
berlindunglah Kepada ALLAH SWT yang Maha Menjaga Orang Beriman dgn ayat
& doa : audzu billahi minas syathanir rajim…………… La ilaha illallah
anta subhanaka inni kuntu minaz zhalimin……….lalu lafazkan… ALLAHU
SALAMUN HAFIZHUN WALIYYUN WA MUHAIMIN ( Allah Yang Maha sejahtera, Maha
Memelihara, Maha Melindungi lagi Maha Menjaga Hambanya yg
beriman).Dzikir Hakikat : “HU”HU”HU (DIA ALLAH) diucapkan dalam hati
saja dengan keadaan fana (hampa) melalui perantaraan tarikan Nafas ke
dalam sampai ke perut, usahakan perut tetap keras biarpun nafas telah
keluar, dalam bahasa ilmu tenaga dalam ini adalah metode pemusatan power
lahiriah dari perut, dalam istilah cina yin & yang ini adalah
penyembuhan/pengobatan pada diri secara bathiniah dan kesemuanya itu
benar adanya karena pusat perut adalah sumber daya energi kekuatan
manusia secara lahiriah & bathiniah serta secara hakikat dzikir”HU”
sebenarnaya tempatnya pada pusat perut dengan perantaraan cahaya nafas
yg sangat berharga pada manusia.Dzikir Ma’rifat : ”
HU”AH”-”HU”AH”-HU”AH” atau HU-WAH” (Dia ALLAH Bersamaku”) sebenarnya
bunyi dzikir ini sudah perpaduan antara hakikat & ma’rifat, dzikir
tersebut dilantunkan dalam hati saja dengan gerakan nafas “HU” masuk
kedalam “AH” keluar nafas, pada para sufi (wali Allah) ini adalah dzikir
kenikmatan, kecintaan ( Mahabbatullah) yang sangat luas faedah
hidayahnya & karomahnya sehinngga dapat menyingkap tabir rahasia2
Allah Swt pada gerakan kehidupan ini.
KENALI JASAD, JIWA, RUH DAN HATI ANDA
Pada umumnya orang hanya mengetahui manusia itu hanya terdiri dari
jasad dan ruh. Mereka tidak memahami sesungguhnya manusia terdiri dari
tiga unsur , iaitu:
Jasad, Jiwa dan Ruh.
Ini dapat dibuktikan dalam firman Allah Taala surah Shaad (38:71-73) yang bermaksud:
Ingatlah ketika Tuhan MU berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya Aku
akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Ku sempurnakan
kejadiannya, maka Ku tiupkan kepadanya Ruh Ku. Maka hendaklah kamu
tunduk bersujud kepadanya. Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuannya.
Pada ayat yang lain pula, Allah menjelaskan tentang penciptaan jiwa
(nafs). Surah Asy Syams (91:7-10) . Firmanya yang bermaksud:
Dan
demi nafs (jiwa) serta penyempurnaannya, maka Allah ilhamkan kepada nafs
itu jalan ketaqwaaan dan kefasikannya. Sesungguhnya beruntunglah orang
yang mensucikannya dan sesungguhnnya rugilah orang yang mengotorinya.
Selain itu, Allah juga berfirman dalam Al Quran tentang proses kejadian jasad (jisim). Surah Al Mukminun (23:12-14):
Dan sesungguhnya Kami telah menciptkan manusia dari saripati dari
tanah, Kemudian jadilahlah saripati itu air mani yang disimpan dalam
tempat yang kukuh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu Kami jadikan tulang-tulang, lalu tulang-tulang ini
Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk berbentuk
lain, maka maha suci Allah. Pencipta yang paling baik.
Jasad
Jasad atau jisim adalah angggota tubuh manusia terdiri dari mata,
mulut, telinga, tangan, kaki dan lain-lain. Ia dijadikan dari tanah liat
yang termasuk dalam derejat paling rendah. Keadaannya dan sifatnya
dapat mecium, meraba, melihat. Dari jasad ini timbullah kecenderungan
dan keinginan yang disebut Syahwat. Ini dijelaskan dalam Al Quran Surat
Ali Imran, yang bermaksud:
Dijadikan indah pada pandangan manusia
, merasa kecintaan apa-apa yang dingininya (syahwat) iaitu
wanita-wanita, anak-anak, harta yang bertimbun dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatan ternakan dan sawah ladang, Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat sebaik-baik kembali.
Jiwa (Nafs)
Kebanyakan orang mengaitkannya dengan diri manusia atau jiwa. Padahal
ianya berkaitan dengan derejat atau kedudukan manusia yang paling rendah
dan yang paling tinggi. Jiwa ini memiliki dua jalan iaitu:Menuju hawa
nafsu (nafs sebagai hawa nafsu)Menuju hakikat manusia (nafs sebagai diri
manusia)
Hawa nafsu. Hawa nafsu lebih cenderung kepada
sifat-sifat tercela, yang menyesatkan dan menjauhkan dari Allah.
Sebagaimana Allah Taala berfirman surah (Shaad :26) yang bermaksud:
..... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah
Kaitan hati dan hawa nafsu.
Hati memainkan peranan yang sangat penting dalam diri manusia ia
menjadi sasaran utama kepada Syaitan. Syaitan sedaya upaya menutupi hati
manusia dari menerima Nur llahi. Sebagaimana sabda Rasulullah yang
bermaksud:
Jikalau tidak kerana syaitan-syaitan itu menutupi hati anak Adam, pasti mereka boleh milihat kerajaan langit Allah
Cara syaitan menutupi hati manusia itu dengan cara –cara tertentu iaitu
dengan menghidupkan hawa nafsu tercela dan yang membawa ke arah
maksiat. Semuanya sudah tersedia berada adalam diri manusia, ianya
dikenali dengan nafsu ammarah bissu, nafsu sawiyah dan nafsu lawammah..
Para ahli tasawwuf mengatakan bahawa syaitan (anak iblis) memasuki hati
manusia melalui sembilan lubang anggota manusia iaitu dua lubang mata,
dua lubang hidung, kedua lubang kemaluan dan lubang mulut. Buta manusia
bukan buta biji matanya tetapi buta hatinya sebagaimana bukti yang
dijelaskan dalam Firman Allah dalam surah (Al Hajj :46) bermaksud:
Kerana sesungguhnya bukan mata yang buta, tetapi yang buta ialah hati di dalam dada.
Mereka juga mengatakan yang membutakan hati ialah kejahilan atau tidak
memahami tentang hakikat perintah Allah SWT. Kejahilan yang tidak segera
diubati akan menjadi semakin bertimbun. Allah SWT berfirman dalam surah
(Al Baqarah:2-9) yang bermaksud:
Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, padahal mereka yang menipu diri sendiri,
sedangkan mereka tidak menyedarinya.
Demikian bahayanya penyakit
hati yang dihembuskan syaitan melalui hawa nafsu manusia. Sehingga
Rasulullah pernah berpesan setelah kembali dari perang Badar. Beliau
bersabda :
Musuhmu yangterbesar adalah nafsymu yang berada di antara kedua lambungmu (Riwayat Al-Baihaki)
Jihad yang paling utama adalah jihad seseorang untuk dirinya dan hawa nafsunya.(Riwayat Abnu An-Najari)
Diri Manusia
Nafs atau jiwa sebagai diri manusia adalah suatu yang paling berharga
kerana ia berkaitan dengan nilai hidup manusia dan nafs yang diberi
rahmat dan redha oleh Allah. Sebagaimana firmannya dalam surah (Al-Fajr :
27-30 ) yang bermaksud:
Hai jiwa yang tenang (Nafsu Mutmainnah),
kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diredhaiNya.
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, masuklah ke dalam
syurgaKu.
Dan lagi dalam surah (Yusuf: 53) yang bermaksud:
Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, kerana sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh ke arah kejahatan, kecuali nafsu yang beri
rahmat oleh Tuhanku.
Berkaitan dengan sabda Rasulullah yang berbunyi:
Barang siapa yang mengenal dirinya , maka ia mengenal Tuhannya.
Hadis ini menyatakan syarat untuk mengenal Allah adalah mengenal diri.
Diri atau nafs di sini adalah nafs mutmainnah iaitu nafsu yang tidak
terpengaruh oleh goncangan hawa nafsu dan syahwat.
Setiap manusia mempunyai nafs yang berbeza. Ada nafs yang menuju jalan cahaya ada nafs yang menuju jalan kegelapan.
Bagi nafs yang menuju kegelapan atau nafs tercela yang tidak sempurna
ketenangannya terutama ketika lupa kepada Allah disebut nafsu lawammah.
Firman Allah Taala dalam surah
(Al Qiyammah:2) yang bermaksud:
Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat tercela (nafsu lawammah)
Nafsu ini hanya dapat dikenali dan disaksikan dengan kemampuan tertentu
manusia iaitu dengan pancaran batin. Sebagaimana firman Allah dalam
surah (Al-Araaf:26) yang bermaksud:
Pakaian taqwa yang menjaga mu dari kejahatan itu adalah yang paling baik.
Ruh
Ruh mempunyai dua arah pengertian iaitu :
a. Sebagai nyawa
b. Sebagai suatu yang halus dari menusia (pemberi cahaya kepada jiwa)
Ruh sebagai nyawa kepada jasad atau tubuh . Ia ibarat sebuah lampu yang
menerangi ruang. Ruh adalah lampu, ruang adalah sebagai tubuh. Jika
lampu menyala maka ruangan menajdi terang. Jadi tubuh kita ini boleh
hidup kerana ada ruh (nyawa)
Manakala dalam pengertian yang
kedua, Ruh sebagai sesuatu yang merasa, mengerti dan mengetahui. Hal ini
sangat berhubung dengan hati yang halus atau hati ruhaniyyah yang
disebut sebagai Latifah Rabaniyyah (hati erti kedua)
Dalam Al-Quran kata ruh disebut dengan sebutan Ruhul Amin, Ruhul Awwal dan Ruhul Qudsiyah.
Ruhul Amin yang bermaksud adalah malaikat Jibrail.Firman Allah dalam surah (Asy-Syu’ araa:192-193) yang bermaksud:
Dan sesungguhnya Al- Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa oleh Ar Ruh Al –Amin (Jibrail)
Ruhul Awwal yang bermaksud nyawa atau sukma bagi tubuh manusia.
Sebagaimana firman Allah dalam surah (As-Sajdah:9) yang bermaksud:
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam tubuhnya ruh Nya dan
dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati , tetapi kamu
sedikit sekali bersyukur
Ruh Qudsiyah yang bermaksud ruh yang
datang dari Allah (bukan Jibrail), tetapi yang menjdi penunjuk dan
pengkhabar gembira bagi orang-orang beriman. Ini adalah ruh yang
disucikan dihadirat Allah. Ia bercahaya apabila nafsu mutmainnah telah
sempurna.
Hati
Hati merupakan raja bagi seluruh diri
manusia dan tubuh. Perilaku dan perangai seseorang merupakan cerminan
hatinya. Dari hati inilah pintu dan jalan yang dapat menghubungkan
manusia dengan Allah.Dengan demikian untuk mengenal diri harus dimulai
dengan mengenal hati sendiri.
Hati mempunyai dua pengertian:Hati
jasmani iaitu sepotong daging yang terl;etak di dada sebelsah kiri, hati
jenis ini haiwan pun memilinya.Hati Ruhaniyyah iaitu sesuatu yang
halus. Hati yang merasa, mengerti, mengetahui, dierpinta dituntut.
Dinalai juga dengan Latifah Rabaniyyah.
Hati Ruhaniyyah inilah
merupakan tempat iman dan tempat mengenal diri . Sebagaimana firma Allah
dalam surah (Ar-Ra’d:28) yang bermaksud:
Iaitu orang-orang yang
beriman dan hati mereka menjadi tanang dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenang.
Hadis qudsi yang bermaksud:
Tidak akan cukup menaggung untuk Ku bumi dan langitKU tetapi cukup
bagiKu hanyalah hati (qalb) hambaKu yang nukamin (Riwayat Ad Darimi)
Nafsu Mutmainnah
Bila hati manusia jauh dari goncangan yang disebabkan bisikan syaitan,
hawa nafsu dan syahwat , maka ia disebut nafs Mutmainnah, Apabila ia
tunduk dan redha kepada Allah sepenuhnya, maka ia disebut nafs
mardhiyyah (nafs yang redha)
Namun jika manusia membiarkan
hatinya berada dalam pengaruh hawa nafsu dan syahwat, maka ia akan
menjadi orang yang tersesat, lama kelamaan tergelicir dan dimurkai
Allah, Sebagaimana Firman Allah dalam surah (Jaastsiyah:23) yang
bermaksud:
Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu Nya
dan Allah telah mengunci mata pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya?. Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak
mengambil iktibarnya.
Ingat hawa nafsu dan syahwat bukan dibunuh
atau dihilangkan, tetapi dikawal oleh nafsu mutmainnah. Di mana ada
saatnya hawa nafsu ini perlu dikeluarkan. Sebagaimana firma Allah dalam
surah (An Nazi’at:40-41) yang bermaksud:
Dan adapun orang-orang
yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan manahan diri dari keinginan
hawa nafsunya. Maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
Nah, jika hati kita telah diselubungi oleh nafsu mutmainnah, maka nafsu
mutmainnah inmi menajdfi imam (penunjuk) bagi selruh tubuh dan dirinya,
sseeunggunya nafsu mutmainnah inilah disebit-sebut sebagai jati diri
manusia (hakikat dari manusia). Allah berfirma dalam surah (Al
Araaf:172) yang bermaksud:
Dan Ingatlah, ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka seraya berfirman : ”Bukakankan
Aku ini Tuhanmu”, mereka menjawab :”Bahkan engkau Tuhan kami, kami
menjadi saksi”. Kami lakukan demikaian agar di hari akhirat kelak kamu
tidak mengatakan: sesunggunya kami adalah oran-orang lalai terhadap
keesaaaan Mu.
Jika hati yang sakit, maka lupa terhadap perjanjian
kita dengan Allah yang pernah diucapkan seperti dalam surah Al Araaf
ayat 172 di atas.
Tapi di antara sekian banyak manusia, ada yang
yang berjaya menyihatkan kembali jiwanya (nafsu mutmainnah). Apabila
jiwa kita telah hidup, bercahaya, sihat kembali, maka jiwa ini akan
dapat melihat kerajaan langit Allah. Dalam hal ini bila Ruhul Qudsiyah
telah menyala dan bersinar , maka jadilah hatinya rumah Allah ,
orang-orang yang berjaya ini disebut Ahli Al- Bait. Sebagiamana firman
Allah dalam surah (Ali Imran:164) yang bermaksud:
Sesunggunya
Allah telah memeberi kurnia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri,
yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihakan jiwa mereka
dan mengajarakan mereka al kitab dan al hikmah. Dan sesungguhnya
sebelum itu, mereka adalagh benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
Lagi, sabda Rasulullah yang bermaksud:
Hati oarmg-orang beriman adalah Baitullah (Rumah Allah)
Jadi, Ruhul qudsiyah adalah kenyataan Allah dalam diri manusia. Allah
Taala adalah sumber cahaya langit dan bumi dan ruhul qudsiyah adalah
sunber cahaya yang ada dalam hati yang digambarkan sebagai pelita,
Sebagaimana firmanNya dalam surah (An Nuur:35) yang bermaksud:
...Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahayaNya adalah seperti
sebuah lubang yang tak tertimbus, yang di dalamnya ada pelita besar.
Pelita ini di dalam kaca dan kaca ini seakan-akan bintang yang
memantulkan cahaya seperti mutiara
RAHASIA MAKRIFAT : MAKRIFAT TAUHIDUL IMAN
Makrifat adalah nikmat yang teramat besar, bahkan kenikmatan syurga
tiada sebanding dengan nikmat menatap wajah Allah secara langsung.
Itulah puncak dari segala puncak kenikmatan dan kebahagiaan.
Rasulullah SAW sendiri menjanjikan hal ini dan baginda pernah menyebut
bahawa umatnya dapat melihat Allah SWT di saat fana maupun jaga
(sadar). KezahiraNya sangat nampak pada hamba. Hadis qudsi Al insanu
syirri wa ana syirrohu (Adapun insan itu Rahasiaku Dan Aku pun
Rahasianya).
Firman Allah: Kuciptakan Adam dan anak cucunya seperti
rupaku (Khalakal insanu ala surati Rahman). Kesimpulannya insan itu
terdiri daripada tiga unsur, iaitu Jasad, Ruh/Nyawa dan Allah. Maka
dengan itu hiduplah hamba.
Adapun Jasad, Nyawa, dan Allah taala,
bagaikan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang
lain. Umpama langit, bumi, dan makhluk yang tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan yang lain. Bagaimanapun pandangan insan terhadap
Tuhannya adalah berbeza-beza, mengikut tahap pencapaian ilmu
masing-masing.
Pada pandangan amnya, Allah Taala itu satu, dan
hamba menyembahNya bersama-sama dan beramai-ramai, tetapi sebenarnya
(hakikatnya) bukan begitu. Itu hanya sangkaan umum saja. Dari segi
makrifat Allah SWT itu Esa pada wujud hamba. Dalilinya, QS Al Qaf
50:16: Aku lebih dekat dari urat lehernya. QS Az Zariyat51 :21: Dalam
diri kamu mengapa tidak kamu perhatikan.
Masing-masing hamba sudah
mutkak (esa dengan Tuhannya), satu persatu (esa) diberi sesembahan
(Allah di dalam diri), kenapa berpaling mencari Tuhan yang jauh, ini
sungguh melampaui batas (tidak makrifat).
Dalilnya, QS Al Hadid
57:4: Aku beserta hambaku di mana saja dia berada. Oleh itu, janganlah
risau dan takut Allah sentiasa bersama kita ke mana sahaja kita pergi.
Sekarang, mari kita lihat pula bagaimana Nabi Musa melihat Tuhannya,
seperti mana yang diceritakan di dalam Al Quran. Allah SWT berfirman
mengisahkan permintaan Musa untuk melihatNya QS Al A’raaf 7:143:
Dan
tatkala Nabi Musa datang pada waktu yang kami telah tentukan itu, dan
Tuhannya berkata-kata dengannya, maka Nabi Musa (merayu dengan)
berkata:” Wahai Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku (Dzat-Mu Yang Maha
Suci) supaya aku dapat melihat-Mu.” Allah berfirman: ”Kamu sekali-kali
tidak dapat melihat-Ku,
(rahasianya: tidak ada siapa yang dapat
melihat Allah, hanya Allah dapat melihat Allah. Hamba terdinding
daripada Allah, kerana selain wujud Allah, masih ada Rasa wujud Hamba).
tetapi pandanglah ke gunung itu,
(Pada ketika Nabi Musa memandang gunung itu, begitu juga Allah Taala
berpisah sementara daripada jiwa Nabi Musa, maka Nabi Musa pengsan,
bukannya mendengar akan letusan gunung tersebut)
jika ia tetap berada di tempatnya (sebagaimana sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku.
(” Engkau adalah aku, aku adalah engkau “, apa yang disaksikan Nabi
Musa adalah menyaksikan dirinya di luar dirinya untuk sementara waktu,
setelah Allah bertajalli (menzahirkan kebesaran-Nya) kepada gunung itu,
(maka) tajalinya itu menjadikan gunung itu hancur lebur dan nabi Musa
pun jatuh pengsan.)
Setelah Nabi Musa sedar, dan berkata: ” Maha
Suci Engkau (wahai Tuhanku), aku bertaubat kepada Engkau dan akulah
orang yang pertama beriman (pada zamanku)”
Demikian sedikit
paparan tentang Nabi Musa melihat Tuhannya. Dan jelaslah Allah dapat
dilihat tetapi bukannya dengan mata kasar, yang dilihat dengan mata
kasar itu adalah hijab, oleh itu jangan tersalah, hati-hati, kalau
tersalah boleh menjadi syirik dan kufur.
Maha Suci Allah Yang Maha Berkuasa, tiada daya sekalian makhluk melainkan Allah.
Wallahuaklam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar