" Assalaamu 'alaykum
Wa rahmatullaahi
Wa barakaatuh "
.
.
IBAARAATUHUM IMMAA LIFAYADHAANI WAJDIN AWLIQASHDI HIDAAYATI MURIIDIN
FAL- AWWALU HAALUS SAALIKIINA WATS TSAANII HAALU ARBAABIL MUKNATI WAL
MUHAQQIQIIN.
.
Maksudnya:
" Ibarat-ibarat yang mereka
sampaikan atau ajarkan, adakalanya disampaikan karena luapan perasaan
dari dalam hati nurani atau bertujuan untuk memberikan petunjuk bagi
murid.
Yang pertama untuk orang yang sedang menempuh pelajaran. Kedua untuk orang yang telah matang benar ilmu hakikat."
"""""""""""""""""""""""""""
Para Ikhwan dan Akhwati.....
.
Ungkapan atau ibarat yang keluar dari para hamba Allah adalah :
Berkaitan dengan perkara keghaiban yang muncul atau ilmu tentang kesaksian dan bermusyahadah.
.
Ketika seseorang mengungkapkan ibarat sebagai ekspresi dari luapan perasaan yang tak terbendung dari dalam qalbunya. Maka :
Sesungguhnya perkara yang seperti itu adalah merupakan ihwal orang yang
masih dalam tahap perjalanan menempuh jalan menuju kehadhirat Allah
Ta'ala.
Sedangkan ibarat yang keluar dimaksudkan untuk memberi
petunjuk bagi seorang murid. Maka : Perkara ini, merupakan ihwal dari
Allah yang sudah mencapai tingkat kematangan ruhani yang dalam yaitu :
" AHLI HAQIQAT "
"""""""""""""""""""""""""""
Ikhwan dan Akhwati yang kami hormati...
.
Apabila kita menempuh jalan menuju hakikat, memberikan ungkapan bukan
sebagai ekspresi dari luapan perasaan dari dalam qalbu kita, maka :
Pengakuan kita itu adalah " PALSU BELAKA "
Begitupun sebaliknya yang
benar sudah mencapai tingkat kematangan dan mencapai maqam hakikat,
jika ungkapan kita itu tidak dimaksudkan untuk memberi petunjuk kepada
murid kita, maka berarti kita telah menyalahi komitmen, membuka rahasia
yang tidak di izinkan.
Diam merupakan keniscayaan adab kita kehadhirat Allah Ta'ala.
.
Allah Ta'ala berfirman :
.
WA KHASYA'ATIL ASHWAATU LIR RAHMAANI FALAA TASMA'U ILLAA HAMSAA
.
" Dan merendahlah semua suara kepada Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja."
(QS. Thaahaa : 108)
"""""""""""""""""""""""""""
Syaikh Ibnu Athaillah berkata :
.
AL'IBAARAATU QUUTUN LI'AA-ILATIL MUSTAMI'IINA WA LAYSA LAKA ILLAA MAA ANTA LAHU AAKILU.
.
" Ibarat (tutur kata) itu ibarat hidangan bagi pendengar, dan kalian
tidak mendapatkan sesuatu apapun kecuali apa yang kalian makan."
.
Ungkapan yang kita sampaikan yang menempuh jalan ma'rifat dan hakikat,
itu merupakan hidangan ruhani kita yang disajikan para pendengar yang
membutuhkan petuah dan nasehat bijak.
Ibarat hidangan makanan bagi kebutuhan jasmani.
.
Ungkapan mutiara hikmah itu, merupakan makanan yang dibutuhkan bagi hati dan pembersihan jiwa pendengar kita.
Ungkapan itu berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan tingkatan kematangan dan pencapaian yang kita peroleh.
Begitupun bagi para pendengar kita, bisa jadi hidangan itu, tidak semuanya mengundang seleranya.
Oleh karena itu...
Petuah yang kita sajikan itu, bisa saja bermanfa'at bagi orang tertentu, tapi tidak bagi yang lainnya.
.
Firman Allah Ta'ala :
.
YUSQAA BIMAA-IN WAAHIDIN WA NUFADHDHILU BA'DHAHAA 'ALAA BA'DHIN FIL UKUL
.
" Disirami dengan air yang sama. Kami- melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu sebahagian yang lain tentang rasanya."
(QS. Ar-Ra'd : 4)
.
QAD 'ALIMA KULLU UNAASIN MASYRABAHUM WAASYRABUU MIN RIZQILLAAHI WA LAA TA'TSAW FIIL ARDHI MUFSIDIIN.
.
" Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah.
Dan janganlah kamu berkeliaran dimuka bumi dengan berbuat kerusakan."
(QS. Al-Baqarah : 60)
"""""""""""""""""""""""""""
Syaikh Muhyiddin bin Al-'Arabi ra. berkata bahwa :
Pada suatu hari kami mendapat undangan dalam sebuah pertemuan para
masyayikh di mesir. Ketika tiba saatnya jamuan makan-makan. Ternyata
tempat makannya tidak mencukupi.
Kebetulan disitu ada suatu bejana
kaca yang pernah dipakai untuk tempat kencing, tetapi karena sudah tidak
pakai lagi, maka dipakai juga untuk tempat makanan. Setelah selesai
orang-orang makan, tiba-tiba bejana itu berkata :
" Karena kini saya
mendapat kehormatan dari Allah untuk tempat makanan para syaikh. Maka
sejak kini saya tidak rela untuk dipakai tempat kotoran."
Dan seketika itu pula tiba-tiba bejana itu pecah dua, Syaikh Muhyiddin bertanya pada hadirin :
" Apakah kalian mendengar apa yang dikatakan bejana itu?"
Mereja menjawab :
" Ya, kami mendengar ia berkata : " Sejak saya dipakai tempat makan
para syaikh, saya tidak rela dipakai menjadi tempat kotoran lagi."
Muhyiddin berkata :
" Tidak begitu katanya"
Lalu berkata apa? tanya mereka.
Muhyiddin menjawab :
" Begitu pula hati Anda setelah mendapat kehormatan dari Allah
dijadikan tempat iman, maka janganlah rela ditempati najis syirik,
ma'siat dan cinta dunia."
.
Nah para Ikhwan...
Semoga hati kita benar-benar hati diterangi nurullah.
.
Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar