Dari segi historis, Tarekat Naqsybandi dapat ditelusuri kembali kepada Khalifah pertama, Abu Bakar ash-Shiddiq RA, yang menggantikan Rasulullah SAW dalam hal pengetahuannya dan dalam hal membimbing umat Muslim. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an, “Dialah orang kedua dari dua orang yang berada di dalam gua, dan ia berkata kepada temannya, janganlah bersedih hati, karena Allah SWT beserta kita” [9:40]. Tentang beliau, Rasulullah SAW pernah bersabda, “Seandainya Aku akan memilih seorang teman yang kucintai, maka Aku akan memilih Abu Bakar RA sebagai temanku tercinta, namun beliau adalah saudara dan sahabatku.”
Yang membedakan Tarekat Naqsybandi dengan jalan Sufi yang lain adalah kenyataan bahwa ia memakai dasar-dasar serta prinsip-prinsip dari ajaran-ajaran dan contoh dari enam bintang cemerlang dalam khazanah Rasulullah SAW. Keenam sosok itu adalah: Abu Bakar ash-Shiddiq RA, Salman al-Farisi RA, Ja’far ash-Shadiq AS, Bayazid Tayfur al-Bistami QS, ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, dan Muhammad Baha’uddin Uwaysi al-Bukhari QS, yang dikenal sebagai Syah Naqsyband QS—Imam dari tarekat ini.
Di balik kata “Naqsyband” terdapat dua gagasan: naqsy yang berarti ‘mengukir’ dan mengandung pengertian mengukir Nama Allah SWT di dalam hati, dan band yang yang mengandung pengertian ‘ikatan’ dan mengindikasikan ikatan antara individu dengan Penciptanya. Ini berarti bahwa para pengikut Naqsybandi harus mempraktikan salat dan kewajiban-kewajiban lainnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW dan harus selalu menjaga kehadiran dan cinta Allah SWT agar senantiasa hidup dalam hatinya melalui pengalaman pribadi dari ikatan antara dirinya dengan Tuhannya.
Di samping Abu Bakar ash-Shiddiq RA, siapakah gerangan bintang-bintang dalam khazanah Rasulullah SAW ini? Salah satunya adalah Salman al-Farisi RA. Beliau berasal dari Isfahan, Persia dan beliaulah yang menyarankan kaum Muslimin untuk menggali parit dalam peperangan Ahzab. Setelah Kaum Muslimin merebut al-Mada’in, ibu kota Persia, beliau diangkat menjadi Pangeran dan gubernur kota tersebut hingga akhir hayatnya.
Bintang lainnya adalah Ja’far ash-Shadiq AS. Seorang keturunan Rasulullah SAW dari pihak ayahnya, dan Abu Bakar RA dari pihak ibunya, beliau menolak semua kedudukan terhormat sebagai penghormatan kembali dan praktik serta pelajaran spiritual. Beliau disebut sebagai “Pewaris dari Maqam an-Nubuwwa dan pewaris Maqam ash-Shiddiqiya.”
Kemunculan tertua istilah Safa yang tercatat adalah mengacu kepada muridnya, Jabir bin Ayyan RA, pada pertengahan abad kedua Hijriah. Beliau adalah seorang mufassir al-Qur’an atau ahli penerjemah, seorang ahli hadis, dan merupakan salah seorang mujtahid yang handal di kota Madinah. Tafsirnya sebagian diabadikan dalam Haqa’iq at-Tafsir Sulami. Layts bin Sa’d RA, salah seorang penutur riwayat Sunnah Rasulullah SAW yang terpercaya, menyaksikan kekuatan mukjizat Ja’far AS di mana beliau mampu meminta apa saja, dan Allah SWT akan mengabulkannya seketika.
Bintang lainnya adalah Bayazid Tayfur al-Bistami QS yang kakeknya seorang Zoroastrian. Bayazid QS membuat suatu studi yang rinci tentang hukum-hukum Islam (syari’at) yang telah dibukukan dan melaksanakan suatu praktik latihan yang ketat tentang penyangkalan diri sendiri. Beliau dikenal rajin sepanjang usianya dalam hal mengerjakan kewajiban-kewajiban keagamaannya. Beliau mengharuskan murid-muridnya untuk bertawakal dan menyuruh mereka untuk menerima dengan ikhlas konsep murni tauhid, ilmu tentang Keesaan Allah SWT. Konsep ini, menurut beliau, meletakkan lima kewajiban pada keikhlasan untuk:
Menjalankan kewajiban sesuai al-Qur’an dan Sunnah.
Selalu berkata benar.
Menjaga hati dari kebencian.
Menghindari makanan haram.
Menjauhi bid’ah.
Menurut Bayazid QS, tujuan akhir dari para pengikut Sufi adalah untuk mengenal Allah SWT di dunia ini, untuk meraih Hadirat-Nya, dan bertemu dengan-Nya di Hari Kemudian. Terhadap pengaruh itu, beliau menambahkan, “Ada hamba-hamba Allah SWT yang khusus, yang bila Allah SWT menghalangi mereka dari Pandangannya di Surga, maka mereka akan memohon kepada-Nya untuk mengeluarkan mereka dari Surga sebagaimana penduduk Neraka akan mengiba memohon dikeluarkan dari Neraka.”
Satu bintang lagi dalam khazanah Rasulullah SAW adalah ‘Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, yang lahir di kampung Ghujdawani, di dekat Bukhara, Uzbekistan sekarang. Beliau dibesarkan dan dimakamkan di sana. Beliau mempelajari al-Qur’an dan ilmu-ilmu keislaman baik ilmu lahir maupun batin hingga beliau mencapai suatu maqam kesucian yang amat tinggi. Kemudian beliau pergi ke Damaskus di mana Beliau mendirikan sekolah yang melahirkan banyak lulusan yang lalu menjadi ahli ilmu fiqih dan hadis di samping juga ahli dalam hal spiritualitas di masanya, baik di wilayah Asia Tengah maupun di Timur Tengah.
‘Abdul Khaliq QS melanjutkan pekerjaan para pendahulunya dengan membentuk zikir yang diwariskan dari Rasulullah SAW berdasarkan Sunnah. Dalam tulisan-tulisannya, beliau juga merumuskan adab yang diharapkan dapat diikuti oleh murid-murid Naqsybandiyya
Sumber : Haqqaniindonesia.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar