Menyimpang..!!!! (Oleh : Asy-Syaikh Shalih bin
Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan)
Soal :
Apa hukumnya seseorang yang menyukai
seorang yang berilmu atau Kyai dan Habib dan
dia mengatakan : “Aku sangat menyukainya, aku
tidak ingin mendengar ada seseorang yang
membantahnya dan aku akan mengikuti
pendapatnya walaupun dia menyelisihi dalil Al-
Qur’an atau As-Sunnah. Karena Kyai dan Habib
tersebut lebih tahu dari kita tentang dalil..
Jawaban :
TIDAK BOLEH seseorang melakukan hal tersebut
karena ini adalah sikap FANATIK yang di-BENCI
oleh ALLAH Ta’ala dan merupakan sikap yang
TERCELA.
Kita mencintai para ulama dan Alhamdulillah kita
juga mencintai para Kyai dan Habib di jalan
ALLAH, namun apabila SALAH SEORANG DARI
MEREKA MELAKUKAN KESALAHAN DALAM
SUATU PERMASALAHAN MAKA KITA
MENJELASKAN KEPADA MANUSIA TENTANG
KEBENARAN DALAM PERMASALAHAN
TERSEBUT, DAN ITU TIDAKLAH MENGURANGI
KECINTAAN TERHADAP KYAI/HABIB YANG
DIBANTAH ITU, BAHKAN TIDAK PULA
KEDUDUKANNYA.
Berkata Al-Imam Malik : ” Siapapun dari kita
bisa saja diterima atau ditolak pendapatnya
kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam”.
Apabila kita menolak pendapat seorang ulama,
bukanlah berarti kita membenci dan
menjatuhkannya, namun kita hanya ingin
menjelaskan DUDUK PERKARA YANG BENAR.
Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan
ketika salah seorang rekan mereka melakukan
kesalahan, dia mengatakan : ” FULAN ITU
ORANG YANG KITA CINTAI, AKAN TETAPI
KEBENARAN LEBIH KITA CINTAI DARINYA.”. Ini
adalah jalan yang benar.
Jangan kalian pahami bahwa bantahan terhadap
seorang ulama dalam suatu permasalahan yang
dia terjatuh padanya adalah celaan baginya atau
rasa benci kita kepadanya, bahkan senantiasa
para ulama sebagian dari mereka membantah
sebagian yang lain dalam keadaan mereka
bersaudara dan saling mencintai.
Tidak boleh kita menerima sepenuh hati semua
pendapat seorang tokoh tertentu, benar ataupun
salah, karena ini adalah sikap fanatik.
Orang yang diambil semua pendapatnya dan
tidak ditinggalkan sedikitpun adalah Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wasallam karena beliau
adalah orang yang menyampaikan risalah dari
Rabb-Nya dan tidak berkata dengan hawa nafsu,
adapun yang selain beliau maka mereka
terkadang salah dan terkadang benar. Tidak ada
satupun manusia yang terjaga dari kesalahan
kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wasallam.
Wajib bagi kita untuk mengetahui permasalahan
ini dan kita TIDAK berbicara tentang yang salah
dikarenakan kecintaan/berpihak terhadap
seseorang, bahkan wajib bagi kita untuk
menjelaskan kesalahan tersebut, Nabi
Shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda :
” Agama ini adalah nasehat, kita katakan : untuk
siapa ? Maka Beliau Shallallahu ‘alayhi
wasallam bersabda : “Untuk ALLAH, Kitab-Nya,
Rosul-Nya dan para pemimpin kaum muslimin
serta kaum muslimin pada umumnya.”
Menjelaskan kesalahan seseorang termasuk
NASEHAT untuk semuanya, adapun MENUTUPI
kesalahannya maka hal itu MENYELISIHI nasehat
yang telah diperintahkan oleh ALLAH ‘Azza wa
Jalla.
Dampak Fanatik Buta
Fanatik memunculkan berbagai dampak negatif
yang sangat berbahaya bagi pribadi secara
khusus dan masyarakat secara umum. Berikut
ini kami paparkan beberapa dampak yang
terjadi karena fanatik buta.
[1] Memejamkan mata dari dalil yang kuat dan
berpegang dengan dalil yang rapuh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan, “Mayoritas orang-orang fanatik
madzhab tidak mendalami Al Qur’an dan As
Sunnah kecuali segilintir orang saja. Sandaran
mereka hanyalah hadit-hadits yang rapuh atau
hikayat-hikayat dari para tokoh ulama yang bisa
jadi benar dan bisa jadi bohong.”
[2] Merubah dalil untuk membela pendapatnya
Contohnya adalah atsar tentang qunut shubuh
yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah,
Tirmidzi, dan beliau menshohihkannya. Dari
Malik Al Asyja’i rodiyallohu ‘anhu berkata, “Saya
pernah bertanya kepada ayahku,’Wahai ayahku!
Sesungguhnya engkau pernah sholat di belakang
Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar,
Umar, Utsman, dan Ali di sini -di Kufah-.
Apakah mereka melakukan qunut shubuh?’
Jawab beliau,’Wahai anakku, itu merupakan
perkara muhdats (perkara baru yang diada-
adakan dalam agama -pen)’ “.
Tetapi seorang tokoh bermadzhab Syafi’i di
Mesir malah mengganti hadits tersebut dengan
lafadz yang artinya, ‘Wahai anakku, ceritakanlah
(kata muhdats diganti dengan fahaddits yang
berarti ceritakanlah-pen) [!]‘ Dan tokoh ini juga
mengatakan, “Sholatnya orang yang
meninggalkan qunut shubuh secara sengaja,
maka sholatnya batal yaitu tidak sah.”
Sungguh perbuatan tokoh ini dikarenakan sikap
fanatik beliau pada madzhabnya yang mengakar
kuat pada dirinya. Tetapi lihatlah perbedaan
yang sangat menonjol dengan orang yang
mengikuti kebenaran, walaupun madzhabnya
sama dengan tokoh fanatik di atas. Beliau -Abul
Hasan Al Kurjiy Asy Syafi’i- tidak pernah
melakukan qunut shubuh dan beliau pernah
berkata,”Tidak ada hadits shohih tentang hal itu
(yaitu qunut shubuh,-pen).”
[3] Sering memalsukan hadits
Di antara hadits palsu hasil rekayasa orang-
orang yang fanatik madzhab untuk membela
madzhabnya, yaitu dari Ahmad bin Abdilllah bin
Mi’dan dari Anas secara marfu’ : “Akan datang
pada umatku seorang yang bernama Muhammad
bin Idris (yakni Imam Syafi’i-pen), dia lebih
berbahaya bagi umatku daripada Iblis. Dan akan
datang pada umatku seorang bernama Abu
Hanifah, dia adalah pelita umatku”.
Hadits ini selain palsu, juga bertentangan
dengan nash yang menyatakan bahwa pelita
umat ini adalah Nabi Muhammad shollallohu
‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terdapat
dalam surat Al Ahzab ayat 46.
[4] Menfatwakan bahwa taqlid hukumnya wajib
Para fanatisme madzhab atau kelompok akan
menyerukan kepada pengikutnya tentang
kewajiban taqlid yaitu mengambil pendapat
seseorang tanpa mengetahui dalilnya.
Hal ini sebagaimana yang diwajibkan organisasi
Islam terbesar di Indonesia. Salah seorang tokoh
organisasi tersebut mengatakan, “Sejak ratusan
tahun yang lalu sampai sekarang sebagian besar
umat Islam di seluruh dunia yang termasuk
dalam golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah
membenarkan adanya kewajiban taqlid bagi
orang yang tidak memenuhi syarat untuk
berijtihad …”
Ini adalah ucapan yang bathil. Tidak pernah ada
kewajiban seperti ini dari Alloh, Rosululloh,
sampai-sampai imam madzhab sekalipun.
Karena pendapat imam madzhab itu kadangkala
benar dan kadangkala juga salah.
Seringkali para imam madzhab berpegang pada
suatu pendapat dan beliau meralat pendapatnya
tersebut. Dan para imam itu sendiri melarang
untuk taqlid kepadanya, sebagaimana Imam
Syafi’i rohimahulloh (imam madzhab yang
organisasi ini ikuti) mengatakan,
“Setiap yang aku katakan, kemudian ada hadits
shohih yang menyelisihinya, maka hadits Nabi
tersebut lebih utama untuk diikuti. Janganlah
kalian taqlid kepadaku”.
Janganlah Menolak Kebenaran
Sesungguhnya Allah telah mengutus para rosul
untuk segenap manusia. Alloh mengutus para
rasul untuk mendakwahi manusia agar mereka
beribadah dan menyembah kepada Allah
semata. Akan tetapi kebanyakan mereka
mendustakan rosul-rosul utusan Alloh itu;
mereka tolak kebenaran yang dibawanya, yaitu
ketauhidan. Akhirnya mereka pun menemui
kebinasaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di
dalam hatinya ada kesombongan meskipun
sebesar biji sawi.” Kemudian beliau melanjutkan
hadits ini dengan berkata, “Kesombongan
adalah menolak kebenaran dan merendahkan
orang lain.” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, tidak diperbolehkan
bagi seorang mukmin menolak kebenaran atau
nasehat yang disampaikan kepadanya. Karena
jika demikian berarti mereka telah menyerupai
orang-orang kafir dan telah menjerumuskan
dirinya ke dalam sifat sombong yang bisa
menghalanginya masuk surga.
Maka, sikap hikmah (yaitu sikap menerima
kebenaran dan tidak meremehkan siapapun
yang menyampaikannya -pen) menjadi senjata
yang ampuh bagi seorang mukmin yang selalu
siap digunakan. Maka dari itu, kita wajib
menerima kebenaran dari siapapun datangnya,
bahkan dari setan sekalipun.
Ya Alloh, tunjukilah -dengan izin-Mu- bagi kami
pada kebenaran dalam perkara yang kami
perselisihkan. Sesungguhnya Engkaulah yang
menunjuki siapa yang Engkau kehendaki ke jalan
yang lurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar