Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi
Benarkah cinta itu mengharapkan upah? Padahal cinta itu sendiri sudahlah upah bagi para pecinta.
Perasaan iman manusia itu bertingkat, maka bertingkat pula cara Tuhan
memberikan tuntunan. Ada orang yang diberi ancaman dengan neraka, maka
timbullah khauf. Ada orang yang diberi harapan dengan syurga, maka
timbullah raja’a. Tetapi orang yang telah berpengalaman lebih tinggi,
maka terpadulah raja’a dengan khaufnya kepada satu hal, yaitu CINTA.
Disinilah kita akan tahu sebuah pelajaran dari seorang Rabi’atul
‘Adawiyah (seorang Zahid perempuan yang telah menaikkan tingkat zuhud).
Cinta sejati tidak lagi mengenal berbagai hal. Kalau dalam hati kita
masih ada rasa aku adalah aku, dan engkau adalah engkau, maka itu
belumlah sampai pada inti cinta.
Kadang-kadang kita tak tahu apa
yang harus kita bicarakan lagi, bahkan bisa jadi mulutpun “ngelantur”.
Bahkan saking cintanya bisa jadi akan muncul kata-kata bahwa “Engkau
adalah aku”. Kadang-kadang juga kemanapun kita menoleh, hanya Sang
Kekasih itulah yang terlihat. Ke matahari terbit, ke bulan purnama kita
melihat...hanya Sang Kekasih itulah yang tampak. Ke angin sepoi-sepoi
sekalipun, Hangat hembusan Sang Kekasih itulah yang terasa. Bahkan juga
jika rasa cinta itu telah memuncak, merasa ingin mati saja dalam cinta.
“Kalaupun engkau ingin hidup berbahagia, matilah dengan dan karena Sang Kekasih (dalam keadaan syahid)
Dan jika tidak begitu, rindu adalah ahlinya untuk menggantikan itu”.
Pada suatu hari, timbul Tanya jawab diantara burung satu dengan burung
yang lain tentang keindahan dan kemesraan bila berjumpa dengan Nur dan
Narr, Cahaya dan Api.
Masing-masing bercerita tentang pengalaman
mereka. Seekor burung yang lebih tua menyuruh anak-anaknya merasakan
kemesraan cahaya itu. Ada salah satu diantara anak-anak burung itu,
dirasakannya cahaya itu dan dirasakannya pula panas itu, lalu ia pulang.
Seekor lagi mendekat ke cahaya itu, dan tersentuh pula panas itu,
hamper saja sayapnya terbakar. Ia pun pulang membawa bukti sayapnya yang
nyaris terbakar itu. Kemudian maju satu ekor lagi ke muka, terbang
menuju cahaya dan terbang menuju api lantas menghilang. Burung tua
itupun berkata : “Ia yang hilang kedalam cahaya dan kedalam api, maka
dialah yang sampai”.
Cinta akan melarutkan jiwa kita dalam
cahaya yang tiada dua hangatnya, tak satu pun di hati kita yang lebih
tinggi dari pada Sang Kekasih. Keindahan dan kemesraan bersama-Nya akan
mengalirkan anggur cinta yang tiada dua rasanya. Menari dengan senandung
cinta yang tiada dua merdunya. Terbang dengan sayap cinta yang tiada
dua kuat kepakan sayapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar