Kesiapan Menerima Pancaran Cahaya
Datangnya anugerah itu
menurut kadar kesiapan jiwa, sedangkan pancaran cahaya-Nya menurut kadar
kebeningan rahasia jiwa. Anugerah, berupa pahala dan ma’rifat serta
yang lainnya, sesungguhnya tergantung kesiapan para hamba Allah.
Rasulullah Saw bersabda:
“Allah SWT berfirman di hari kiamat
(kelak): “Masuklah kalian ke dalam syurga dengan rahmat-Ku dan saling
menerima bagianlah kalian pada syurga itu melalui amal-amalmu.” Lalu
Rasulullah Saw, membaca firman Allah Ta’ala: “Dan syurga yang kalian
mewarisinya adalah dengan apa yang kalian amalkan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Adapan pancaran cahaya-cahaya-Nya berupa cahaya yaqin dan iman menurut
kadar bersih dan beningnya hati dan rahasia hati. Beningnya rahasia
hati diukur menurut kualitas wirid dan dzikir seseorang.
Dalam
kitabnya Latha'iful Minan, Syaikh Ibnu Atha'illah as-Sakandari
menegaskan, “Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala menanamkan cahaya tersembunyi
dalam berbagai ragam taat. Siapa yang kehilangan taat satu macam ibadah
saja dan terkaburkan dari keselarasan Ilahiyah satu macam saja, maka ia
telah kehilangan nur menurut kadarnya masing-masing. Karenanya jangan
mengabaikan sedikit pun atas ketaatan kalian. Jangan pula merasa cukup
wirid anda, hanya karena anugerah yang tiba. Jangan pula rela pada nafsu
anda, sebagaimana diklaim oleh mereka yang merasa dirinya telah meraih
hakikat dalam ungkapannya, sedangkan hatinya kosong…” Jangan keblinger
dengan Cahaya atau bentuk Cahaya sebagaimana tergambar dalam pengalaman
mengenai Cahaya lahiriyah, baik yang berwarna warni atau satu warna.
Cahaya batin sangat berhubungan erat dengan kebeningan batin, tidak ada
rupa dan warna yang tercetak. Melainkan pancaran Cahaya keyakinan total
kepada-Nya.
Dalam kitab Al-Hikam dijelaskan: “Bagaimana hati
bisa cemerlang jika wajah semesta tercetak di hatinya? Bagaimana bisa
berjalan menuju Allah sedangkan punggungnya dipenuhi beban syahwatnya?
Bagaimana berharap memasuki hadhirat Ilahi sedangkan ia belum bersuci
dari jinabat kealpaannya? Atau bagaimana ia faham detil
rahasia-rahasia-Nya, sedangkan ia tidak taubat dari kelengahannya?”
Semesta kemakhlukan adalah awal dari hijab Cahaya, dan ikonnya ada
pada nafsu syahwat dan kealpaannya. “Siapa yang cemerlang di awal
penempuhannya akan cemerlang pula di akhir perjalanannya.” Kecemerlangan
ruhani dengan niat suci bersama Allah dalam awal perjalanan hamba,
adalah wujud pantulan Cahaya yang diterima hamba-Nya, karena yang
bersama Allah awalnya akan bersama Allah di akhirnya.
“Orang-orang yang sedang menempuh perjalanan menuju kepada Allah
menggunakan petunjuk Cahaya Tawajjuh (menghadap Allah) dan orang-orang
yang sudah sampai kepada Allah, baginya mendapatkan Cahaya Muwajahah
(limpahan Cahaya). Kelompok yang pertama demi meraih Cahaya, sedangkan
yang kedua, justru Cahaya-cahaya itu bagi-Nya. Karena mereka hanya bagi
Allah semata, bukan untuk lain-Nya. Sebagaimana dalam Al Qur’an,
“Katakan, Allah” lalu tinggalkan mereka (selain Allah) terjun dalam
permainan.” Itulah hubungan Cahaya dengan para penempuh dan para
‘arifun, begitu jauh berbeda.
“Cahaya adalah medan qalbu dan
rahasia qalbu. Cahaya adalah pasukan qalbu, sebagaimana kegelapan adalah
pasukan nafsu. Bila Allah hendak menolong hamba-Nya, maka Allah
melimpahkan padanya pasukan-pasukan Cahaya, dan memutus lapisan
kegelapan dan tipu daya.”
Wilayah Cahaya adalah qalbu, ruh dan
sirr. Cahaya akan memancar sebagai instrument, wujud adalah hakikat
yaqin yang memancar melalui instrumen pengetahuan yang dalam tentang
Allah. “Allah mencahayai alam lahiriyah melalui Cahaya-cahaya
makhluk-Nya. Dan Allah mencahayai rahasia batin (sirr) melalui
Cahaya-cahaya Sifat-Nya. Karena itulah cahaya semesta lahiriyah bisa
sirna, dan Cahaya qalbu dan sirr tidak pernah sirna.”
Pencerahan Cahaya menurut kebeningan rahasia batin jiwa
“Shalat merupakan tempat munajat dan sumber penjernihan dimana
medan-medan rahasia batin terbentang, dan di dalamnya Cahaya-cahaya
memancarkan pencerahan.” Karena itu cita dan hasrat anda, hendaknya pada
penegakan shalat, bukan wujud shalatnya.
“Apabila cahaya
yaqin memancar padamu, pasti anda lebih dekat pada akhirat dibanding
jarak anda menempuh akhirat itu sendiri. Dan bila anda tahu kebaikan
dunia, pasti menampakkan gerhana kefanaan pada dunia itu sendiri.”
Maksudnya, nuansa ukhrowi menjadi lapisan baju anda, yang melapisi
Nuansa Ilahi. Segalanya terasa dekat tanpa jarak padamu.
“Tempat munculnya Cahaya adalah hati dan rahasia jiwa. Cahaya yang
ditanamkan dalam hati adalah limpahan dari Cahaya yang menganugerah dari
khazanah rahasia yang tersembunyi. Ada Cahaya yang tersingkapkan
melalui makhluk-makhluk semesta, dan ada Cahaya yang tersingkapkan dari
Sifat-sifat-Nya. Terkadang hati sejenak terhenti dengan Cahaya-cahaya,
sebagaimana nafsu tertirai oleh alam kasar dunia.” Itulah ragam Cahaya,
ada Cahaya muncul dari kemakhlukan ada pula Cahaya Sifat-Nya. Tetapi,
jangan sampai Cahaya jadi tujuan, agar tidak terhijabi hati kita dari
Sang Pemberi Cahaya, sebagaimana terhijabinya nafsu oleh alam kasar
dunia.
“Cahaya-cahaya rahasia jiwa ditutupi oleh Allah melalui
wujud kasarnya alam semesta lahiriyah, demi mengagungkan Cahaya itu
sendiri, sehingga Cahaya tidak terobralkan dalam wujud popularitas
penampakan.” Itulah Cahaya yang melimpahi para ‘arifin, auliya’ dan para
sufi, yang dikemas oleh cover tampilan manusia biasa. Sebagaimana
Rasulullah Saw, disebutkan , “Bukanlah Rasul itu melainkan manusia
seperti kalian, makan sebagaimana kalian makan, minum sebagaimana kalian
minum.” Ini semua untuk menjaga agar para hamba tidak berambisi
popularitas, dan merasa bahwa Cahaya itu muncul karena upayanya.
Cahaya-cahaya para Sufi mendahului wacananya. Ketika Cahaya muncul maka muncullah wacana
Para Sufi dan arifun berbicara dan berwacana, bukan karena aksioma
logika, tetapi karena limpahan Cahaya, baru muncul menjadi mutiara kata.
Sementara para Ulama, wacananya mendahului cahayanya.
“Ada
Cahaya yang diizinkan untuk terbiaskan, ada pula Cahaya yang diizinkan
masuk di dalam jiwa.” Ada Cahaya yang hanya sampai di lapis luar hati,
tidak masuk ke dalam hati, sebagaimana orang yang menasehati tentang
hakikat tetapi dia sendiri belum sampai ke sana. Ada Cahaya yang
menghujam dalam jiwa, dan dada menjadi meluas, dengan ditandainya sikap
merasa hampa pada negeri dunia penuh tipu daya, dan menuju negeri
keabadian, serta menyiapkan diri menjemput maut.
“Janganlah
anda menginginkan agar warid menetap terus menerus setelah
Cahaya-cahayanya membias dan rahasia-rahasia-Nya tersembunyi.” Itulah
perilaku para pemula, biasanya ingin agar Cahaya-cahaya warid itu
menetap terus menerus. Padahal suatu kebodohan tersendiri, karena
penempuh akan lupa pada Sang Pencahaya.
“Sesungguhnya suasana
keistemewaan itu ibarat pancaran matahari di siang hari yang muncul di
cakrawala, tetapi Cahaya itu tidak dari cakrawala itu sendiri, dan
kadang muncul dari matahari Sifat-sifat-Nya di malam wujudmu. Dan kadang
hal itu tergenggam darimu lalu kembali pada batas-batas dirimu. Siang
(Cahaya) bukanlah darimu untukmu. Tetapi limpahan anugerah padamu.”
“Cahaya qalbu dan rahasia jiwa tidak diketahui melainkan di dalam
keghaiban alam malakut. Sebagaimana Cahaya langit tidak akan tampak
melainkan dalam alam nyata semesta” Orang yang mampu memasuki alam
malakut adalah yang dibukakan Cahaya qalbu dan jiwanya. Begitu juga
nuansa pencerahan Cahaya qalbu dan rahasia qalbu itu, merupakan rahasia
tersembunyi di alam Malakut.
Dan lain sebagainya, yang
menggambarkan soal pencahayaan ini. Karena berbagai ragam, bisa
memberikan sentuhan Cahaya, apakah Cahaya qalbu, Cahaya ruh dan Cahaya
Sirr yang memiliki karakteristik berbeda-beda dalam kondisi ruhani para
hamba Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar