Suatu hari, menjelang pembukaan suluk, saya bersama 2 teman duduk
menemani sambil melayani Guru makan. Hal yang menggembirakan bagi kami
murid bisa menemani dan melayani Guru makan, mengatur makanan dan segela
kebutuhan Beliau selama makan. Kami biasanya duduk dibawah memandang
wajah Guru yang selalu memancarkan semangat. Menyenangkan karena
kami diberi kesempatan untuk bisa berbuat kepada Beliau, Guru yang kami
sayang dan kami cintai yang telah memberikan banyak kepada kami
terutama telah mencerahkan ruhani dan pikiran kami. Seperti biasanya
selesai makan Guru suka cerita dan memberikan nasehat baik mengenai
Tasawuf maupun tentang kehidupan sehari-hari. Guru sering menanyakan
kami satu persatu, tentang kerja, bisnis, keluarga dan lain-lain,
kemudian Beliau memberikan nasehat dan jalan keluarnya.
Hari
itu wajah Guru kelihatan gembira dan Beliau selesai makan cerita hal-hal
yang menyenangkan termasuk cerita lucu yang membuat kami semakin
senang. Ketika Guru selesai cerita, suasana hening. Teman seperguran
saya memberikan diri bertanya kepada Guru.
“Mohon Ampun Guru, saya mau menanyakan sesuatu..”.
“Silahkan, apa yang mau kau tanyakan” kata Guru.
“Saya heran Guru, orang masuk (belajar) tarekat itu banyak, namun
kenapa hanya sedikit orang yang benar-benar ber-iman dan bertahan di
tarekat?”.
Sudah menjadi kebiasaan, Guru saya selalu memberikan
jawaban yang bijaksana terhadap pertanyaan-pertanyaan muridnya. Dalam
pandangan saya, bagi Guru tidak ada pertanyaan yang sulit, hal paling
rumitpun dibuat menjadi mudah. Beliau diam sejenak, kemudian berkata :
“Kamu tahu aksesoris, hiasan atau pernak pernik untuk menghias dan memperindah sesuatu?”.
Serempak kami bertiga menjawab, “Tahu Guru!”.
Beliau melanjutkan, “Ambil contoh mobil, disana ada aksesoris,
hiasan-hiasan yang membuat mobil itu lebih indah tampilannya dan
aksesoris itu biasanya tergantung musim dan mengikuti tren, kalau zaman
berubah maka aksesoris itu pun diganti oleh pemiliknya mengikuti musim
dan zaman pula”.
Kami bertiga mengangguk-angguk, memang ini
kebiasaan dalam tarekat sebagai bagian dari hadap mendengarkan petuah
Guru, apakah dipahami atau tidak kami tetap mengangguk. Saya sendiri
belum paham sepenuh apa yang dibicarakan Guru, hanya menduga-duga saja
dan saya melirik ke teman disamping saya, sepertinya mereka juga
mengangguk sebagai bagian hadap bukan karena sudah mengerti.
Kemudian Guru melanjutkan,”Menurut kalian apakah aksesoris itu perlu?”
“Perlu Guru!” jawab kami
“Ya, perlu untuk menambah keindahan, tapi apakah tanpa aksesoris mobil bisa jalan?” Tanya Guru.
“Bisa Guru” jawab kami.
“Benar, tanpa mesin, oli, minyak, ban atau mesin mobil maka mobil itu
dipastikan tidak bisa jalan karena itu hal yang pokok dalam mobil”. Kata
Guru. Beliau melanjutkan..
“Nah, orang-orang yang menekuni
tarekat hanya beberapa hari, ada yang cuma suluk 1 kali atau beberapa
kali kemudian menghilang atau bahkan ada hari ini dia belajar kemudian
langsung menghilang adalah aksesoris untuk memperindah tarekat, tanpa
adanya itu tarekat tetap jalan dan berkembang”.
Kami bertiga
diam dan tertunduk, ada perasaan takut dalam hati, apakah saya ini hanya
sebagai aksesoris saja yang kemudian hilang ditelan musim? Saya sendiri
selalu berdoa agar Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada saya untuk
tetap bisa bertahan di jalan-Nya yang lurus ini, jalan yang telah
dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya, jalan para Nabi, Para Wali dan
orang-orang shaleh.
Teman saya menangis, kemudian dia berkata
kepada Guru, “Guru, tolong diakan kami agar tidak menjadi hanya sekedar
aksesoris.”. Guru menjawab, “Kalau kalian kawatir tentang itu menandakan
bahwa kalian mencintai Jalan ini dan hampir semua orang yang sampai
ketujuan adalah orang yang selalu merasa kawatir sehingga dia selalu
waspada, aku selalu berdoa agar kalian bisa dipakai oleh Tuhan”.
“Berdoalah selalu kepada Allah agar kalian “dipakai” oleh Dia,
“diper-alat” untuk mengembangkan agama Islam yang mulia ini, untuk apa
hidup didunia kalau tidak “dipakai” Tuhan?”
“Jalan yang kalian
tempuh ini bukanlah jalan biasa, sudah banyak orang gugur dijalan ini,
diperlukan kesabaran dan kesungguhan agar bisa mencapai tujuan. Dan
harus kalian ingat bahwa Makrifat itu bukan akhir dari perjalanan, tapi
itu hanya hanya AWAL. Kalau Makrifat sebagai ukuran kemenangan, kalian
harus ingat bahwa Iblis di zamannya adalah sosok yang paling bermakrifat
kepada Allah, namun dia tersingkirkan karena kesombongannya”.
“Hanya burung-burung yang mempunyai sayap lebar yang mampu terbang
tinggi, sementara burung kecil hanya bisa terbang rendah dan tidak
pernah kemana-mana”.
“Ingat, awal manusia menempuh jalan ini
(Thareqat) akan diberi rahmat karunia yang berlimpah, keajaiban-keajiban
diluar kemampuan manusia dan bahkan tak pernah terpikirkan. Kemudian
ketika hamba telah senang, Tuhan akan mengujinya dengan derita-derita
agar si hamba tidak terlena dengan keajaiban dan kemegahan alam rohani
sehingga tetap fokus kepada Allah SWT”.
“Ingatlah firman Allah,
‘Jangan kau katakan dirimu beriman sebelum Ku coba’. Suatu saat kalian
akan diberi cobaan yang tidak pernah terlintas dalam pikiran dan halayan
kalian, seakan-akan Tuhan meninggalkan kalian dan doapun menjadi
tumpul. Aku beri nasehat kepada kalian, jangan pernah kalian menyalahkan
atau mencaci Guru ketika kalian mengalami itu semua”.
Kejadian
ini sudah lama terjadi akan tetapi nasehat-nasehat yang diberikan Guru
begitu berbekas di hati kami seakan-akan baru tadi Beliau ucapkan dan
begitulah sifat Wali Allah itu kalau memberikan pengajaran akan berbekas
di hati para muridnya. Setelah memberikan nasehat dan wejangan kepada
kami, Beliau berjalan menuju kamar untuk istirahat. Antara ruang makan
dan kamar tidur Beliau berhenti sejenak dan berpaling kepada kami,
kemudian berkata, “Kalian jangan hanya sekedar menjadi aksesoris!”. Kami
bertiga mengangguk sambil menangis dan berdoa kepada Allah agar
sepanjang hidup kami terus bisa melayani Guru dengan baik. Semoga Allah
Yang Maha Mendengar mengabulkan doa kami, Amin!.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar