Jika kamu melihat seorang hamba
yang telah ditetapkan Allah untuk menjaga wirid, tapi lama sekali
datangnya pertolongan Allah kepadanya, maka janganlah meremehkan. Karena
sesungguhnya engkau tidak mengerti tanda-tanda orang yang diberi jalan
makrifat dan orang-orang yang dicintai-Nya, maka seandainya tidak ada
warid (karunia Allah) tentu tidak ada wirid (istiqamah dalam menjalankan
ibadah tertentu).
Jika seseorang telah tekun menjalankan amal ibadah
– dilakukan secara kontinu – akan tetapi ia melihat tidak ada
tanda-tanda keistimewaan baginya, maka janganlah ia meremehkan. Jangan
lalu memandang rendah terhadap orang tersebut. Mungkin ia belum tahu
akan tanda-tanda orang makrifat dan orang-orang yang dicintai Allah.
Bagi orang yang telah menempuh jalan makrifat, ia tidak butuh
keistimewaan. Sesungguhnya ia telah sangat bersyukur kepada Allah, sebab
baginya bisa menjalankan wirid (amalan tertentu secara kontinu)
merupakan warid (karunia yang sangat besar dari Allah). Dia menyadari
secara ikhlas, tanpa adanya warid (karunia) maka ia tak akan mampu
menjalankan wirid.
Jadi, ‘kenikmatan’ menurut pandangan orang
awam, barangkali berbeda dengan ‘kenikmatan’ yang dirasakan oleh
orang-orang makrifat. Bagi orang makrifat, pertolongan Allah yang
membuatnya mampu menggerakkan dirinya secara kontinu menjalankan wirid,
merupakan karunia yang besar. Sebagaimana orang awam, selalu berpendapat
bahwa orang yang sudah menduduki tingkat makrifat selalu memiliki
keistimewaan. Selalu berbeda dengan orang awam.
Keistimewaan yang
mana? Sesungguhnya keistimewaan orang makrifat itu tidak menurut
pandangan manusia, namun menurut pandangan Allah. Sehingga engkau tidak
pernah tahu orang yang mendapat keistimewaan atau tidak. Kalaupun ada
orang yang mengaku dirinya sudah makrifat dan mempunyai keistimewaan,
misalnya doanya makbul mustajab, bisa meramal nasib, mengaku bisa
bertemu dengan roh yang sudah mati atau segala macam bualan, maka hal
itu merupakan suatu kebohongan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar