Menurut sejumlah guru sufi, dari segi penciptaan, roh dan jasmani memiliki jarak hingga ribuan tahun. Eksistensi daripadanya terpisah dari akal serta pikiran, bahkan bertempat pada dimensi yang lebih tinggi dari akal, pikiran, mental, serta jasmani manusia. Roh tidak termasuk dalam unsur akal budi dan alam pikiran atau mental, tetapi menggunakan suatu unsur tersendiri, yang lebih tinggi kedudukannya. Roh adalah alat untuk dipakai menuju ke hadirat Allah SWT., sedangkan jasmani tidak karena sifatnya lebih kasar.
Dalam pandangan guru besar ilmu tasawuf/tarekat, YM. Prof. DR. H. S.S. Kadirun Yahya, M.A. M.Sc., roh manusia merupakan “zat” yang berasal dari karunia Allah, tidak berasal dari air, gas, atau tidak pula dari bumi. Roh dapat mengambil bentuk seperti rupa manusia, bila ia meliputi tubuh manusia itu sendiri. Seperti juga cahaya, air, atau gas mengambil bentuk dari bejana tempat di mana air atau gas itu dimasukkan. Roh ini berasal dari alam gaib/metafisika karena berasal dari anugerah Allah SWT., hingga tidak dapat dilihat dengan mata kepala, walaupun ia tidak bercerai-berai dengan jasmani manusia selama hayat dikandung badan.
Tetapi begitu dimasukkan sebagai jenazah ke bumi, tempat asal mulai jasmani itu jadi, maka sang roh bercerai daripadanya dan sang roh pun menyeberang kea lam baka. Maka mulailah sang roh harus mempertanggungjawabkan segala tidak tanduknya, segala gerak geriknya selama di dunia, selama ia diberikan alat jasmani serta akal yang komplit dengan segal organ/alat-alat tubuh yang sangat sempurna dan indah.
Sang Syekh mengibaratkan fungsi roh seperti computer. Roh bisa mendapatkan input dari alam gaib sebagai “wahyu” bila ia adalah seorang nabi, atau rasul, atau ilham bila ia adalah seorang manusia saleh dan taqwa. Tetapi selain getara wahyu/ilham yang positif, roh itu dapat pula dimasuki getaran-getaran yang berasal dari Iblis di alam gaib/metafisik. Input yang telah masuk ke dalam roh itu kemudian memprogram pula jasmani dan akal manusia.
Ini menurut sang Syekh yang perlu dipertanyakan pada diri masing-masing, apakah “program” yang diperintahkan roh kepada akal/pikiran manusia telah mengandung segala perintah Allah sepenuhnya, hingga manusia itu melaksanakan fitrah hidupnya dengan sebaik-baiknya? Apakah akal budi dan jasmani kita telah mengabdikan diri sepenuhnya dalam kehidupan untuk Allah SWT.? Apakah sempat pula roh itu tertipu oleh Iblis Laknatullah, yang juga merupakan suatu roh yang sangat pintar, sangat halus, dan hebat serta sangat sakti dan dahsyat, karena ia merupakan mantan malaikat yang termasuk sangat tinggi ilmunya? Tetapi sayang akibat menyeleweng Iblis itu kemudian menjadi musuh bubuyutan dari roh semua Bani Adam.
Di sinilah kata sang Syekh, letak kunci dari pada segala-galanya di alam jagad raya ini bagi hidup dan kehidupan manusia dari dunia hingga ke akhirat kelak. Karena manusia yang rohnya dikendalikan oleh Iblis, dia pasti akan merusak jagad raya ini!
Jika saja roh ini terisi dengan energy Ilahi maka akan jadi surgalah seluruh jagad raya ini, yang akan berkelanjutan terus bersambung sampai ke akhirat. Oleh karena itu, roh kita perlu sekali di isi dengan energy Ilahi. Untuk melaksanakan ini harus ada metode yang sesuai dengan hadist dan Qur’an dan sesuai pula dengan ilmu teknologi modern. Metode inilah yang dinamakan Tarekatullah.
Tak heran jika kemudian seorang murid senantiasa menempuh jalan tarekatullah. Mereka kerap menghubungkan rohaninya dengan rohani gurunya yang mursyid. Tujuannya agar mendapatkan Nuurun Alaa Nur, (cahaya di atas cahaya). Sekalipun misalnya jasad sang guru telah tiada (wafat) hal itu tetap bisa dilakukan. Bahkan justru lebih dapat diterima akal karea dengan tidak adanya jasad unsur manusianya lebih jernih dan bersih dari segala kotoran yang bersifat duniawi sehingga mempermudah proses hubungan itu.
Jika misalnya ada pada rohani guru mursyid sesuatu sentuhan dari muridnya, maka saat itu pula langsung sampai pada Allah, dan pada saat itu pula kembali dari Allah, melalui wasilah langsung pada si murid sebagai penyentuh tadi.
Para ahli tasawuf/tarekat adalah orang-orang yang mencari wujud tertinggi dan kepuasan spiritual dalam pengalaman personal bersatu dengan Tuhan. Mereka tidak menemukan kepuasan spiritual dengan sekedar mengikuti hukum syariat yang diturunkan Allah secara formal kepada manusia. Maka mereka terus mengejar melalui jalan spiritual agar memperoleh pengalaman personal dengan Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar