Riwayat dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhah, dari Rasulullah saw, bersabda:
“Tuhanku mendidikku, dan Dia mendidik adabku dengan baik.”
Hadits mulia ini melazimkan perwujudan hakikat dengan
mengikuti jejak Adab Nabi saw. Barangsiapa yang tergelincir dari adab
tersebut akan terjerumus dalam hawa nafsunya. Siapa yang berpisah dengan
adab tersebut ia tersesat dan menyimpang. Maka dengan adab itulah kaum
muqorrobun menanjakkan hasratnya, rahasia-rahasia kaum arifin memancar.
Dan tidak ada arah benar dalam jalan ma’rifat Billah kecuali mengikuti
jejak adab Nabi Muhammad saw. Sedangkan semua tangganya adalah: Dzikir
yang terus
menerus.Anak-anaku, ingatlah kepada Allah Ta’ala,
karena Allah Ta’ala adalah puncak derajat dzikir. Allah mengagungkan
derajat itu, dan meninggikan perkara, kemuliaan dan karunianya. Kemudian
dzikir terbagi dalam bentuk lisan, rukun dan hakikatnya.
Bagi sang pendzikir hendaknya :
• Tidak terfokus pada dzikirnya,
• Memiliki himmah (cita) dan kehendak yang mulia,
• Mempunyai kecerdasan lembut dalam isyarat,
• Niat dan kehendaknya benar (Lillahi Ta’ala)
• Dalam berdzikir tidak bertujuan lain selain Allah Ta’ala.
•Dan tidak menempuh jalan lain selain menuju kepadaNya. Karena wushul
secara total itu di bawah RidloNya, bukan yang lainNya. Sedangkan
terhalang total itu semata karena sibuk pada yang lainNya
Bagi
orang yang berdzikir hendaknya mengingat Allah secara total dengan penuh
pengagungan dan penghormatan. Bukan dengan asal-asalan apalagi dengan
kealpaan, karena dzikir yang tidak mengagungkan dan menghormatiNya
justru menimbulkan hijab pada Allah, sebagai bentuk siksa atas sikap
meninggalkan pengagungan dan penghormatan itu. Sebab menjaga kehormatan
dan pengagungan padaNya itu lebih utama ketimbang dzikirnya.
Tak
seorang hamba pun yang berdzikir secara hakiki, melainkan akan lupa pada
selain Allah Ta’ala. Allah sebagai ganti segalanya.
Terkadang sang
arif ingin berdzikir, lantas memuncaklah gelombang pengagungan dan
kharismaNya, hingga lisannya kelu, lalu jiwanya membubung karena
keagungan wahdaniyahNya, kemudian tampak padanya pancaran rindu dan
cinta dari hijab kasih qalbu dan kelembutan, hingga hasratnya sampai
pada permadani Uluhiyah dan hamparan medan rububiyah, atas izin Allah
Ta’ala.
Pada saat itulah terbuka tirai dari segala hal selain Dia,
atas keajaiban rahasiaNya dan kelembutan ciptaanNya, keparipurnaan
KuasaNya dan pancaran cahaya-cahaya SuciNya.
Pada saat itulah
sang hamba tahu bahwa Allah swt melakukan apa pun yang dikehendnakiNya,
pada orang yang dikehendaki, bagi orang yang dikehendaki, kapan
kehendakNya dan bagaimana kehendakNya, melalui Tangan anugerahNya,
pemberian dan kehendakNya.
Tak ada yang menolak atas karuniaNya dan
tidak ada yang menghalangangi atas hukumNya, maka sang hamba akan sibuk
denganNya, menjadi fana’ dibawah Baqa’Nya.
Inilah makna dari
salah satu kabar, bahwa Allah swt, berfirman dalam salah satu kitabNya,
“Siapa yang mengingatKu dan tidak lupa padaKu, maka Kugerakkan hatinya
untuk mencintaiKu, hingga ketika ia bicara ia bicara karenaKu, dan
ketika diam, ia diam karenaKu.”
Allah swt, berfirman:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan dzikir kepada Allah…”
Yahya bin Mu’adz ra, berkata, “Dzikir itu lebih besar ketimbang syurga,
karena dzikir itu adalah bagian Allah sedangkan syurga itu bagiannya
hamba. Dalam dzikir ada ridlo Allah, sedang dalam syurga ada ridlo
hamba.” Dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, beliau berkata,
“Sesungguhynya Allah Ta’ala tampak pada orang-orang yang berdzikir
ketika berdzikir dan membaca Al-Qur’an, hanya saja mereka tidak
melihatNya. Karena Allah Maha Mulia (tidak bias) dilihat (matakepala),
dan Maha Jelas dari ketersembunyian. Karena itu, menyendirilah kalian
semua bersama Allah swt, dan bermesralah dengan dzikrullah. Tak ada yang
turun pada seorang hamba satu pun, kecuali ada dalilnya dalam
Kitabullah, berupa petunjuk dan penjelasan.” Mesra dengan Allah swt. Abu
Abdullah an-Nasaj ra mengatakan, “Sesungguhnya Allah swt memiliki
syurga di dunia, siapa pun yang masuk akan aman. Sungguh indah dan
sebaik-baik tempat kembali.” Ditanya, “Syurga apakah itu?” “Mesra
bersama Allah swt.” Jawabnya. Dalam sebagian kitabnya Allah Ta’ala
berfirman, “Wali-wali dan KekasihKu, bernikmat-nikmatlah kalian dengan
mengingatKu, dan bersukacitalah denganKu. Akulah senikma-nikmat Tuhan
bagimu di dunia dan di akhirat.”
Abu Bakr al-Wasithy ditanya, “Apakah anda ingin makanan?”
“Ya,” jawabnya.
“Makanan apa?”
“Satu suapan dari dzikrullah, dengan kejernihan yaqin, dan di atas
sajian ma’rifat, dengan tegukan air husnudzon dari wadah ridlo Allah
swt.”
Diriwayatkan Allah swt, berfirman kepada Nabi Ibrahim as,
“Tahukan kamu mengapa Aku jadikan dirimu sebagai Al-Khalil (sahabat
dekat)?” “Tidak,” jawab Ibrahim as. “Karena hatimu tak pernah lupa
padaKu, dan dalam situasi apa pun dirimu tak pernah melupakanKu…” “Jika
bukan karena Engkau memerintahkan kami berdzikir kepadaMu, siapakah yang
berani mengingatMu? Karena keagungan dan kebesaranMu…..?” Sungguh
mengherankan bagaimana orang yang berdzikir, hatinya masih ada dalam
tubuhnya ketika mengingat keagunganMu! Diriwayatkan, bahwa Allah swt,
berfirman kepada Nabi Musa as, “Wahai Musa, sesungguhnya aku tidak
menerima sholat dan dzikir kecuali pada orang yang tunduk pada
keagunganKu, hatinya terus menerus takut padaKu dan usianya dihabiskan
untuk mengingatKu.[pagebreak]
Wahai Musa!Orang seperti itu,
ibarat syurga firdaus di antara syurga, rasanya tak pernah berubah,
daunnya tak pernah kering, maka Aku jadikan rasa takutnya sebagai rasa
aman baginya, dan kujadikan cahaya ketika dalam kegelapan, dan Aku
ijabahi sebelum berdoa, serta Aku beri sebelum meminta kepadaKu.”
Dalam suatu hadits disebutkan, Allah swt, berfirman: “Siapa yang sibuk
dzikir padaKu jauh dari meminta padaKu, akan Aku beri sesuatu yang lebih
utama disbanding yang Kuberikan mereka yang meminta padaKu.” Nabi Isa
as, mengatakan, “betapa bahagia orang yang berdzikir kepada allah swt,
dan tidak mengingat kecuali hanya Allah swt. Dan bahagialah orang yang
takut penuh cinta kepada Allah swt, dan tidak takut kecuali hanya pada
Allah swt.” Diriwayatkan bahwa Nabi Ya’qub as, ketika munajat, “Oh
kasihan sekali Yusuf…” Maka Allah swt menurunkan wahyu, “Sampai kapan
kamu ingat Yusuf terus? Apakah Yusuf itu makhlukmu, atau rizkimu, atau
yang memberimu kenabian? Maka demi kemuliaanKu, seandainya kamu
mengingatKu, dan kamu sibuk mengingatKu dengan menepis ingatan yang
lain, sungguh Aku bebaskan derita dalam dirimu seketika!” Maka, Nabi
Ya’qub tahu atas kesalahannya dalam mengingat dan menyebut Yusuf, lalu
ia pun membungkam lisannya. Rabi’ah al-Bashriyah ra, mengatakan, “Betapa
menakutkannya di saat ketika aku tidak mengingatMu!”
Nabi Musa
as, suatu hari bermunajat: “Ya Ilahi, benarkan Engkau dekat hingga Aku
munajat kepadaMu? Ataukan Engkau jauh hingga aku memanggilMu?” “Aku
senantiasa bersama orang yang mengingatKu, dekat dengan orang yang
bersukacita denganKu, lebih dekat dibanding urat nadi,” jawab Allah swt.
Dzun Nuun al-Mishry ditanya, “Kapankah seorang hamba benar-benar
sufistik dalam dzikrullah?” “Manakala ia ma’rifat dengan Allah swt, dan
bebas dari selain Allah swt.” Jawabnya.
Ali bin Abi
Thalib–Karromallahu Wajhah– menegaskan, “Dzikrullah itu makanan jiwa,
memuji Allah itu minuman jiwa, dan malu pada Allah swt itu pakaian jiwa.
Tak ada yang lebih lezat ketimbang mengingatNya, dan tak ada yang lebih
nikimat ketimbang bermesra denganNya.” Dalam salah satu kitabNya, Allah
swt, berfirman, “Siapa yang mengingatKu dalam batinnya, maka Aku
mengingatnya dalam DiriKu, siapa yang mengingatKu di padang luas, Aku
pun mengingatnya di padang luas, siapa yang mengingatKu dengan segenap
dirinya, maka Aku mengingatnya dengan segenapKu.” Para makhluk pada
menjerit pada iblis, sedangkan Iblis menjerit karena orang-orang yang
berdzikir, lalu beliau membaca ayat :
“Sesungguhnya orang-orang yang
bertaqwa manakala bertemu dengan segolongan syetan (dengan godaannya),
mereka berdzikir kepada Allah, dan ketika itu pula mereka memandang
kesalahan-kesalahannya.” (Al-A’raaf, 201)
Ibnu Abbas ra,
mengatakan, “Tak seorang pun dari orang beriman melainkan dalam dirinya
ada syetan, apabila mengingat Allah syetan terpedaya, dan jika ia lupa
dzikir maka syetan menggoda.’
Dzikrullah adalah obat, penyakit mana
pun tidak akan mengancamnya. Sedangkan mengingat manusia itu penyakit,
obat mana pun tak akan menyembuhkannya.
Jadikan dzikir itu
sebagai iiblat cita-citamu, dan penerang lampu dalam masjid fikiranmu.
Ketahuilah bahwa hakikat sukacita nan mesra adalah mengingat sang
kekasih, yaitu melupakan lainnya.
Siapa yangt aktif mengingat Allah
swt, akan sirna selain Dia, lalu ia hangus di bawah kelembutan ciptaNya,
seluruh dirinya habis di bawah Kemahaindahan pertolonganNya, lalu
tenggelam di lautan ingatan anugerahNya.
Manusia punya dua hari raya setahun
Sedang bagi penempuh seluruh hidupnya hari raya
Dzikir adalah kebiasaannya
Pujian adalah kesantaian jiwanya
Hati di alam kerajaan Ilahi Rabb
Sangat penuh suka cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar