Amalan
ini di
dasari dengan jalan memelihara keluar masuknya nafas, supaya hati tidak
lupa
kepada Allah, agar senantiasa tetap akan hadirnya Allah pada masuk dan
keluarnya nafas, dalam menarik dan menghembuskan nafasnya, hendaklah
selalu
ingat serta hadir bersama Allah di dalam hati sanubari, ingat kepada
Allah
saat keluar masuknya nafas guna memudahkan jalan dekat kepada Allah dan
di
ridhai-Nya. Kajian ini
sangat berguna untuk jalan atau membuat seorang anak manusia (hamba)
supaya
dapat mengontrol dirinya agar jangan sampai lupa kepada Allah, di
samping
dengan ibadah fardhu (wajib) yang di lakukan sebagai sifat penghambaan
dan
pengabdian terhadap Allah, amalan ini jika di lakukan dengan rutin
(istiqamah) dapat menjaga seorang hamba dari sifat lalai atau lupa
kepada Allah yang di sebabkan oleh bisikan syaithan pada jalan-jalan atau
pintu masuk
yang halus daripada manusia, jadi inilah upaya untuk jalan menuju kepada
Allah yang Maha Agung dan Maha Suci. Penerapan
dalam kesehariannya salah satunya menjaga jika ia (salik) berjalan,
mestilah
selalu menundukkan kepalanya, kalau tidak dapat di khawatirkan membuat
hati
bimbang dan ragu, maka dari itu kita harus memelihara hati dan
terjadinya
perpindahan sifat-sifat kemanusiaan yang kotor dan rendah, kepada
sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi penuh dengan
ketaqwaan, karena itu
wajiblah kita mengontrol hati, agar dalam hati kita tidak ada rasa cinta
kepada
makhluk selain dari Allah, setiap salik harus selalu menghadirkan hati
kepada Allah dalam segala hal keadaan, baik di suasana sunyi maupun di
tengah keramaian dunia. Suluk dalam
hal ini terbagi dari 2 (dua) bagian, yakni ; Khalwat Lahir, yaitu orang
yang
sunyi di tengah keramaian, dan Khalwat Bathin, yaitu orang yang suluk
senantiasa musyahadah kepada Allah dan menyaksikan rahasia-rahasia
Allah, walaupun berada di tengah keramaian, dalam arti kata berkekalan
dzikir
(ingat) kepada Allah, baik dzikir izmu zat dengan membaca Allah…Allah…Allah
maupun dengan dzikir napi istbat menyebut La ilahaa illallah, sampai yang di
sebut itu terlihat di dalam dzikir yang hadir dan datang. Di luar suluk
yang resmi, seorang salik harus memelihara hatinya dari kemasukan sesuatu yang
dapat menggoda dan mengganggunya sedapat mungkin di dalam kesadarannya yang
jernih, jika terjadi yang demikian walaupun hanya sebentar dapat menjadi
masaalah besar, hal ini tidak boleh terjadi dalam ajaran ibadah cara thariqat.
Khattam Tawajjuh atau
pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah yang menyaksikan keindahan
kebesaran dan kemuliaan Allah terhadap Nur Dzat Ahdiyah,
cahaya yang maha
esa dengan tiada seumpama dengan apapun juga dan tanpa di sertai dengan
kata-kata, hal ini dapat di capai oleh seorang hamba dalam menjalani
ibadah cara
suluk setelah dia mengalami fanafillah dan baqabillah yang baik.
Pelajaran
dalam ajaran ini ada mempunyai beberapa tingkatan yang di sesuaikan
dengan
tahap kebersihan jiwa dan hasil daripada pengamalan dzikirnya terhadap
Allah, dengan di bimbing oleh seorang guru mursyid tentunya pada
pembelajaran ini,
semakin dekat seorang hamba dengan khalik-Nya, maka semakin naik pulalah
tahapan
tingkatan kajiannya dalam memperdalam ajaran dzikir ini, tingkatan dari
ajaran
dzikir ini terdiri sebagai berikut :
1. LATIFATUL QALBIY
Berhubungan
dengan jantung jasmani, kira-kira dua jari di bawah susu kiri, dzikirnya
sekurang-kurangnya 5000 dalam sehari semalam, ini wilayahnya Nabi Adam As,
cahayanya kuning dan berasal dari tanah, angin dan api. Wilayah
ini tempatnya sifat buruk pada manusia, yakni ; hawa nafsu, syaithan dan dunia,
jika seorang hamba lkhlas dzikirnya pada wilayah ini, maka hilanglah itu
daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi sifat yang buruk pada wilayah ini
jika di dzikirkan terus menerus, maka dapatlah menjelma atau masuklah sifat
yang baik dan berakhlak, yaitu ; Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat.
Uraian
latifah ini adalah merupakan sentral daripada ruhaniah manusia, wilayah ini
merupakan induk dari latifah-latifah lainnya, yaitu hati sanubari manusia itu
sendiri. Madzmumahnya adalah hawa nafsu yang buruk itu mengikut kepada kehendak
iblis dan syaithan, cinta dunia, kafir dan syirik bertempatkan pada wilayah ini.
Madzmudahnya
ialah Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat serta sifat-sifat malaikat, melalui dzikir
pada latifatul qalbiy menjelmalah sifat madzmudah tadi kedalamnya, justru
inilah di tuntut seorang hamba supaya rajin-rajin membersihkan wilayah ini
dengan dzikrullah.
Jika
seorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan
beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan
alam malakut dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia
daripada-Nya dan itu ini di katakan sunnah dan thariqat Nabi Adam As.
Puncaknya
adalah fana pada Af’al Allah, munculnya mati tabi’i, mati yang di
maksudkan
di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari. Mati
Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang,
fana
pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi,
yang
berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar
dari lubuk
hatinya, sehingga terdengar dan terlihat adalah lapzul jalalah, dalam
keadaan
demikian akal dan pikiran tidak berjalan lagi, tetapi hanyalah ilham
dari Allah yang merupakan nur illahi itulah yang terbit dari orang yang
berdzikir,
sehingga hatinya muhadharoh hadir bersama Allah. Mati
Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab
di
terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari
mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan
fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah.
2. LATIFATUL RUH
Berhubungan
dengan rabu jasmani dua jari di bawah susu kanan, dzikirnya
sekurang-kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, ini adalah wilayahnya
Nabi Ibrahim As
dan bercahaya merah, maqam ini berasal dari api. Maqam ini
adalah tempatnya sifat madzmumah yaitu tamak, rakus dan bakhil, jika
ikhlas
dzikirnya maka masuklah dan berganti dengan sifat madzmudah, yaitu
Khana’ah
dalam arti memadai ianya akan apa ada adanya. Sifat
buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat
yang
tidak di sukai oleh Allah dan Rasul-Nya, sifat bathiniah yang buruk
seperti
ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya,
jadi
dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di
atas
adalah dapat berganti sifas yang di sukai Allah dan Rasul-Nya, seperti
merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan
oleh
Allah, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar
melalui
dzikir kepada Allah dengan seperti cara yang di ajarkan oleh Thariqat
An-
Naqsyabandi. Puncaknya
pada dzikir adalah maqam fanafil asma dan mati ma’nawi, artinya semua
sifat
keinsanan manusia telah lebur dan lenyap di liputi oleh sifat ketuhanan
yang di
namakan dengan fanafisifattillah, sifat yang baharu dan sifat yang
kekurangan
pada diri seseorang yang berdzikir jadi lenyap atau fana, yang tinggal
hanyalah
sifat tuhan yang maha sempurna dan azali. Pendengaran
dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah
pendengaran
bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit
dari
dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, mati ma’nawi ini
merupakan pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir,
ini
merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah
jika ikhlas dzikirnya.
3. LATHIFATUL SIRRI
Berhubungan
dengan hati jasmani kira-kira dua jari di atas susu kiri, dzikirnya dalam
sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini wilayahnya Nabi Musa As dan
bercahaya putih asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada
manusia, yaitu pemarah, pembengis, emosi tinggi dan penaik darah dan pendendam,
jadi kita harus berdzikir di tempat ini jika ingin menghilangkan sifat buruk
tersebut dari bathin kita, jika ikhlas dzikirnya pada tempat ini maka akan
bergantilah sifat buruk tadi menjadi sifat yang terpuji, seperti pengasih,
penyayang, baik budi bahasa dan pekertinya. Sifat ini di
katakan seperti sifat binatang buas yang suka berbuat onar, kekejaman, penganiayaan,
penindasan, permusuhan dan pendzaliman sesama, dan sebagai madzmudahnya adalah
manakala lenyap sifat buruk di atas dan berganti dengan sifat kesempurnaan,
terutama rahman dan rahim, ini di katakan adalah sunah dan thariqatnya Nabi
Musa As. Puncaknya pada
maqam ini adalah fanafisifattisubutiah dan mati sirri, mati sirri artinya
segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti fana, demikian juga dengan
alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul
yang penuh dengan nur illahi, mendapat karunia mati sirri ini adalah
bergelimang baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur
zat Allah dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah, di mana
Allah memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.
4. LATHIFATUL
KHAFI
Berhubungan
dengan limpa jasmani kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada
maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah
wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air. Ini adalah
tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti busuk hati, munafik, pendusta,
mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, nah jika ikhlas dzikir
pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat
yang terpuji, seperti ridha dan syukur, madzmumahnya lathifatul khafi ini di
katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan
sebagainya yang sejenis, dan mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta
sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As. Puncaknya
adalah fana fissifatis salbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat
keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat
tuhan yang qadim azali, ada tingkat ini tanjakan bathin seorang yang berdzikir
telah mencapai tingkat tertinggi, yaitu tingkat ma’rifat, pada tingkat ini
orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh
mata dzahir, tidak opernah di dengar telinga zahir dan tidak pernah terlintas
dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat
manusia kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada
jalan tersebut di atas.
5. LATHIFATUL AKHFA
Berhubungan
dengan empedu jasmani kira-kira di tengah dada, dzikirnya
sekurang-kurangnya dalam sehari semalam adalah 1000 kali, ini merupakan
wilayahnya Nabi
Muhammad Saw dan bercahaya hijau serta berasal dari tanah, tempat sifat
takbur,
ria, ujub dan suma’ah, ini harus kita hilangkan dengan berdzikir pada
maqam ini
agar dapat berganti dengan sifat tawadduk, ikhlas, sabar dan tawakkal
kepada
Allah. Sifat segala
keakuan seperti sombong, takbur, ria, loba, ujub dan tamak serta
bersikap
akulah yang terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang tergagah,
tercantik dan
lain sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat rububiyah atau
rabbaniyah dan hanya pantas bagi Allah, sebab dialah yang pada
hakikatnya
yang memiliki, mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam di
dapatkan jika
berdzikir dengan ikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan ikhlas
sebenar
ikhlas, selalu tafakkur akan keagungan Allah dan ini di katakan dengan
sunahnya dan thariqatnya Nabi Muhammad Saw, puncaknya adalah fana
fidzzat,
almuhallakah.
6. LATHIFATUL NAFSUN NATIKAH
Berhubungan
dengan otak jasmani terletak di tengah-tengah dahi, berdzikir pada maqam ini
dalam sehari semalam adalah sebanyak 1000 kali sekurang-kurangnya, ini adalah
wilayahnya Nabi Nuh As dan bercahaya biru serta tempat sifat buruk pada manusia
yaitu khayal dan angan-angan, oleh karena itu kikislah sifat tersebut dengan
berdzikir secara ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah,
yaitu sifat dan nafsu yang tenang. Buruknya pada
tempat ini adalah selalu panjang angan-angan, banyak khayal dan selalu
merencanakan selalu yang jahat untuk memuaskan hawa nafsu, sifat baiknya adalah
nafsu muthma’innah yaitu sifat yang sakinah, aman, tenteram serta berpikiran
yang tenang, ini di katakan dengan sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya
adalah mati hissi.
7. LATHIFATUL KULLU JASAD
Berhubungan
dengan selurh badan atau jasad zahir, berdzikir pada maqam ini dalam
sehari
semalam sekurang-kurangnya 11.000 kali, ini adalah tempatnya sifat buruk
manusia, yaitu jahil dan lalai, seseorang yang dzikirnya ikhlas pada
tempat ini
dapat menimbulkan ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah. Dzikir ini di
sebut juga dengan dzikir sultan aulia Allah, artinya raja sekalian
dzikir
dan di jalankan melalui seluruh badan, tulang belulang, kulit, urat dan
daging
di luar maupun di dalam, di tempat ini dzikir Allah…Allah…Allah pada
penjuru
anggota badan beserta ruas dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga
tembus
keluar yakni bulu roma pada sekujur tubuh atau badan, agar dapat
menghilangkan
sifat malas dan lalai beribadah kepada Allah. Untuk
menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah di laksanakan
dengan
sepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran cara ibadah
tasawwuf
bahwa iblis dan syaithan bisa masuk melalui dan menetap pada seluruh
bagian tubuh,
karena itu perlu di getar dengan dzikirullah sehingga dzikirullah
menetap di
tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja tidak ada lagi jalan iblis
atau
syetan untuk dapat memasuki tubuh dzahir dan merasuk kedalam bathin
manusia
untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang tercela di hadapan Allah.
Sifat yang
masuk pada maqam ini setelah dzikir tersebut adalah ilmu dan amal yang
di
ridhai oleh Allah, dia berilmu sesuai dengan Al-Qur’an dan Syari’at
serta sunnah
Rasul Saw, hakikat cahaya pada maqam ini adalah nuurus samawi dan di
katakan
dengan sunah dan thariqatnya orang alim dan ma’rifat kepada Allah,
puncak
pada dzikir ini adalah mati hissi yang perupakan pokok dan mendasari
dzikir-dzikir yang lain di atasnya, karena itu para pengamal ajaran ini
harus
mengkhatamkannya sekurang-kurangnya 11.000 sehari semalam. Dzikir
lathaif
inilah merupakan senjata paling ampuh untuk mengusir dan membasmi sifat
madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif tadi, segala sifat madzmumah
atau
sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan syaithan
WUKUF QALBIY
Wukuf ini
menurut ajaran Syeikh Muhammad Bukhari Baha’uddin Naqsyabandi, pertama-tama di dasari dengan 3 (tiga)
tahapan, yaitu ;
- Wukuf Samani;
Artinya :
Kontrol yang di lakukan oleh seorang salik terhadap ingat atau tidaknya dia
kepada Allah sekurang-kurangnya dua atau tiga jam, jika dia ternyata
dalam keadaan ingat kepada Allah dalam pada waktu tersebut, ia harus
bersyukur kepada Allah, jika ternyata dia tidak ingat kepada Allah, ia
harus banyak-banyak melakukan taubat kepada Allah dan usahakan dengan
sekeras mungkin supaya kembali ingat kepada Allah.
- Wukuf ‘Adadi;
Artinya : senantiasa
memelihara bilangan ganjil dan menyelesaikan dzikir napi istbat pada setiap
dzikir tersebut di akhiri, jangan di akhiri dengan bilangan yang genap, tetapi
mestilah bilangan yang ganjil, seperti ; 3, 5 atau 7 dan seterusnya.
- Wukuf Qalby;
Artinya :
Keadaan hati seorang yang suluk, selalu hadir kepada Allah, pikiran yang
ada terlebih dahulu di hilangkan dari perasaan, kemudian sekalian panca indera
yang lima tawajjuh dengan mata hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat kepada
Allah, tidak ada luang sedikitpun di dalam hati selain kasih Allah.
Dzikir
wukuf menghadirkan
seluruh lathaif dan seluruh anggota badan serta ruas-ruasnya di hadirkan
kepada zat yang tanpa rupa dan bentuk, penghadiran tanpa menyertakan
dzikir
ismu zat, tapi hadir di haribaan dzat yang di namai Allah, yaitu Allah.
Dzikir
wukuf adalah Dzikir diam dengan semata-mata mengingat Allah, yaitu
mengingat
dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci atau jauh
dari
segala sefat kekurangan, segala sifat kesempurnaan hanya di miliki oleh
Allah, jadi sifat kekurangan adalah milik kita dan untuk meningkatkan
sifat yang
kurang sempurna itu menjadi lebih sempurna, maka inilah yang kita
harapkan
rahmat dan ridha Allah. Dzikir wukuf ini
di rangkaikan setelah selesai melaksanakan Dzikir ismu dzat atau dzikir
lathaif
atau dzikir napi istbat, dzikir wukuf ini di laksanakan dalam rangka
menutup dzikir
yang lain sebelumnya.
PENGERTIAN MURAQABAH
Dzikir muraqabah ialah berkekalannya seorang hamba, ingat bahwa dirinya senantiasa di
monitor oleh Allah dalam seluruh tingkah lakunya. Muraqabah
artinya saling mengawasi, saling mengintai dan saling memperhatikan, dalam
kajian tasawwuf atau thariqat, muraqabah dalam pengertian bahasa tersebut, yaitu
terjadinya sesuatu antara hamba dengan khalik-Nya. Jenis muraqabah ini
dalam ajaran ibadah cara Thariqat Naqsyabandi banyak, yang hanya di beri
penjelasan melalui artikel ini hanya secara umum, kajian muraqabah ini di dasari dengan firman
Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai berikut :
“Yang melihat kamu ketika kamu
berdiri (untuk sembahyang).” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 218.
“Dan (melihat pula) perubahan
gerak badanmu di antara orang - orang yang sujud.”
Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat
219.
“Sesungguhnya bagi Allah tidak
ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.”
Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 5.
“Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ahzab
Ayat 52.
“Apakah
Tuhan yang menjaga Setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang
tidak demikian sifatnya)?”. Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d
Ayat 33.
“Tidaklah
Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”. Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq Ayat 14.
“Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 1.
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun
ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya”. Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah Ayat 8.
Rasulullah Saw
bersabda : “Hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah engkau melihat
Allah dan jika engkau tidak dapat melihat melihat Allah, maka sesungguhnya
Allah melihat akan kamu”. Hadist riwayat Muslim.
Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus
Ra, dari Nabi Saw, sabdanya : "Orang yang cerdik -berakal ialah orang
yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal
sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu
mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah, yakni
mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal
shalih." Di riwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi.
Dari Anas Ra
katanya : "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan -yang
di remehkannya sebab di anggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-amalan
itu adalah lebih halus dan lebih kecil menurut pandangan matamu daripada sehelai
rambut, tetapi kita semua di zaman Rasulullah
menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan, menyebabkan
kecelakaan dan kesengsaraan." Di riwayatkan oleh Imam
Bukhari.
Dari ayat dan
hadist tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa markobah berarti mawas
diri seorang hamba terhadap khaliknya bahwasanya Allah mengawasi, mengintai
dan memperhatikan setiap niat dan amalan hambanya, sebaliknya seorang hamba
harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang dia kerjakan untuk
melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.
Seorang hamba
harus melaksanakan perhitungan terhadap dirinya sendiri tentang apa yang telah
di laksanakannya di masa yang telah lalu atau lampau dan karena itu harus
bertekad merumuskan yang baik dan meningkatkannya di masa mendatang semata-mata karena Allah serta mengharapkan ridha Allah.
Muraqabah juga
adalah sarana mengevaluasi diri sehabis beramal, guna memperbaiki dan meningkatkan amalan-amalan
yang akan datang, yang menyangkut dalam pelaksanaan istighfar dan taubat serta
terhadap dosa-dosa yang telah terlanjur di laksanakan pada masa lampau dengan
perasaan menyesal dan takut terulang lagi, begitu juga orang yang belum
mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah.
Mawas dirinya
terhadap Allah dapat membukakan atau mencapai kasyaf (terbuka tabir antara
hamba dengan tuhannya) dan syahadah (menyaksikan) akan keutamaan dan hikmah, muraqabah
dari seseorang hamba terlihat bahwa dia selalu dalam keadaan ridha dan ingin
meningkatkan amal-amal shalihnya. Bentuk pelaksanaan
Dzikir muraqabah di rangkaikan dengan akan selesainya atau ada hasil daripada dzikir
sebelumnya, seperti dzikir lathaif dan napi istbat.
1. DZIKIR MURAQABATUL ‘ITHLAQ
Dzikir muraqabatul ‘ithlaq adalah di mana seseorang berdzikir dan ingat kepada dzat
Allah, bahwa Allah mengetahui keadaan-keadaanya, maka Allah melihat
perbuatan-perbuatannya dan Allah mendengar perkataan-perkataannya.
2. DZIKIR MURAQABATUL AHDIYAH AF’AL
Berkekalannya
seorang hamba bertawajjuh serta memandang zat Allah Swt yang bersifat dengan segala
sifat yang sempurna serta suci bersih dari segala sifat kekurangan. Dzikir ini
di mana seorang hamba berDzikir dan ingat kepada zat Allah Swt, bahwa Allah Swt
maha pencipta dan maha suci dan mengerjakan segala sesuatu yang dia kehendaki.
“Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
As-Shaffaat Ayat 96.
“Sesungguhnya
Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” Al-Qur'an Surah Huud Ayat 107.
3. DZIKIR MURAQABATUL MA’IYAH
Muraqabatul Ma’iyah adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang
kepada Allah, yang mengintai di mana saja hamba itu berada, sesuai dengan
firman Allah sebagai berikut : “Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada, dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.”Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat 4.
4. DZIKIR MURAQABTUL ‘AGHRABIYAH
Dalam
kajian Thariqat
Naqsyabandi, para salik di ajarkan Tahlil Lisan yang berbilang sebelum
di ajarkan Dzikir Muraqabtul ‘Aghrabiyah walaupun dzikir ini juga
menggunakan tahlil, menurut Syeikh Sulaiman Zuhdi, Dzikir Muraqabatul
‘Aghrabiyah adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta
memandang
betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya, yaitu sesuai dengan firman Allah
dalam Al-Qur’an, yaitu “Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”Al-Qur’an Surah
Qaaf Ayat 16.
5. DZIKIR MURAQABTUL AHDIYATUZZAT
Pengertian
dzikir ini adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh, serta memandang
kepada Allah yang Maha Esa, dan dzat-Nya yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
dan lagi ia-Nya berdiri sendiri. Dzikir ini di
mana seseorang hamba yang berdzikir dan dan ingat kepada dzat Allah, tiada
sekutu bagi-Nya, tiada dzat yang Maha Esa kecuali Allah itu sendiri, segala
sesuatu itu tergantung kepada Allah. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat 2.
6. DZIKIR MURAQABATUZZ ZALISH SHARFI WAL BAHTI
Dzikir Muraqabatuzz Zalish Sharfi Wal Bahti adalah berkekalannya seorang hamba yang
bertawajjuh serta memandang kepada Dzat Allah yang merupakan sumber timbulnya
kesempurnaan sifat yang mengikuti pada akhlak kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, juga dzikir ini di mana
seseorang yang berdzikir dan ingat kepada Allah, bahwa Allah Maha Suci,
Allah sajalah yang menentukan dan mentasharuffkan segala sesuatu, Allah
menetapkan kenabian, kerasulan, ‘ulul azmi dan lain-lain sebagainya. Firman
Allah : "Demikianlah, Allah berbuat apa yang di kehendaki-Nya". Al-Qur’an
Surah Ali Imran Ayat 40. “Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” Al-Qur’an Surah
Al-Hajj Ayat 14.
Dalam kehidupan kita
sehari-hari di luar kegiatan suluk, kajian ini sangat penting di terapkan untuk menjaga daripada nur (cahaya)
keimanan hati kita kepada Allah, agar senantiasa mendapatkan ketetapan (istiqamah)
dalam menetapkan ingat kepada Allah, hal ini terdiri dari 8 (delapan)
perkara, yaitu :
1. Hush dar dam artinya : Menjaga napas
secara sadar dan di sengaja.
Dalam setiap tarikan nafas
yang naik turun kita senantiasa berpikir akan kebesaran Allah, hamba yang
cerdas dan bijak harus selalu mengontrol napasnya terhadap kelalaian, dalam
keadaan hal menarik dan melepaskan nafas tersebut, dengan itulah selalu menjaga
hatinya senantiasa hanya tertuju kepada Allah. Kita harus selalu menjaga
napas dengan ingat berkekalan kepada Allah, sebab tiap tarikan dan hembusan
napas yang demikian itu adalah akan hidup dan menyambung dengan Allah, tiap
tarikan dan hembusan napas dengan kelalaian adalah akan mati dan terputus
hubungan dengan Allah, ajaran ini di bangun atas teori dasar napas, jadi
suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan
menghembuskan, selalu menjaga napasnya dalam lingkungan ingat kepada-NYA di
antara menarik dan menghembuskan napas sepanjang hidupnya. Nama Allah terdiri
dari empat huruf : Alif, Lam, Lam dan Ha, dalam pengertian ini di nyatakan bahwa dzat Allah yang sempurna
di katakan pada huruf terakhir yakni "Ha", huruf ini mewakili dialah
yang Maha Ghaib dan Maha Lathif serta tentu saja sempurna. Lam adalah untuk (tacrif) menyatakan identitas yang
di cari, sedangkan Lam yang kedua adalah untuk mubalagha (penekanan) yang di
cari, hal ini identik dengan dzikir napi istbat Seharusnya hal di ketahui
oleh kita semua, bahwa menjaga napas dari kelalaian ingat adalah suatu
pekerjaan yang susah bagi seseorang, sehingga kita harus melakukan hal itu
dengan cara selalu mencari ampunan (istighfar), karena mencari ampunan akan
membersihkan dan mensucikan diri kita dan akan menimbulkan keyakinan bahwa
sesungguhnya Allah yang memang nyata berada di mana-mana.
2. Nazar bar qadam artinya : Mengintip dalam
setiap langkah kemanapun.
Ini
artinya bahwa kita dalam
berjalan di kehidupan ini hendaknya pandangan mata hanya tertuju kepada
obyek
(fokus), yaitu keridhaan Allah. Kemanapun arah kakinya hendak dia
tempatkan
atau langkahkan, maka pandangan mata kita hendaknya tertuju kesitu pula.
Jangan melemparkan
pandangan kesana kemari, seperti melihat kekiri atau kekanan atau
kedepan, agar
pandangan yang satu tidak menutupi hatinya, karena timbulnya hijab
(dinding),
kebanyakan di sebabkan pada hati yang liar (tidak tetap), selama
melangkah
dalam perjalanan tersebut, karena berbagai macam keinginan yang tercetak
di
dalam pikiran kita senantiasa di bisikkan oleh syaithan dengan tiada
henti-hentinya, berbagai macam gambaran dan khayalan itu, akan menjadi
tabir yang
akan menutup hati.
Hati yang telah di
bersihkan melalui dzikir terus menerus, akan menjadi cermin untuk penglihatan
mata hati, maka dengan itulah kita di perintahkan untuk merendahkan
pandangannya agar supaya tidak di serbu oleh anak panah syaithan. Merendahkan dan menafikan
pandangan juga merupakan tanda kerendahan hati, orang yang bangga dan sombong,
tidak akan pernah melihat akan tujuan mereka, tetapi bila selalu melihat ke
arah perjalanannya dengan fokus dan mantap hanya kepada Allah, maka gerak
menuju arah tujuannya akan tercapai dengan kehendak-Nya insya Allah. Jika ini sudah tercapai,
maka kita secara otomatis tidak akan melihat kemana-mana kecuali hanya kepada
Tuhan, laksana seseorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian
juga seseorang yang menuju Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke
kanan atau ke kirinya, tidak berbilang-bilang dalam beribadah, tetapi selalu
dan selalu terus menerus, tidak juga mudah terkagum-kagum akan apa yang di
jumpainya, tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada
Allah.
Pandangan mendahului
langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!!, untuk
perjalanan yang meningkat keatas (mi’raj) ini, atau ke maqam yang lebih tinggi,
di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah
mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat
berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan di angkat
ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara
bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan,
ke arah itulah langkah akan di tarik dan di lakukan. Pahamilah..."Bila
langkah mengikuti pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam
mendekati langkah yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu
di sebut juga sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".
3. Syafar dar watan, artinya :
Perjalanan kembali (pulang) dalam arti kata “Hijrah.”
Maknanya adalah kita selalu
mengupayakan dalam kehidupan ini adalah berjalan atau hijrah, dari dunia yang
penuh dengan hawa, nafsu dan syahwat ini, menuju kepada dunia ibadah. Rasulullah Saw mengatakan
: "Saya
akan mengunjungi Tuhanku dari satu maqam ke maqam yang lebih baik (tinggi) dan
dari satu daerah ke daerah yang lebih tinggi". Artinya kita harus berjalan
untuk kembali dari keinginan hal terlarang kepada keinginan untuk Allah.”
Di uraikan lagi adalah sebagai berikut :
a. Perjalanan
Luar, artinya berjalan atau
hijrah, dari satu tempat ketempat yang lain guna menambah suatu ilmu dan amal
(hijrah dari kebodohan kepada berilmu pengetahuan “tentang ibadah”), untuk lebih meningkatkan dan mendekatkan kita
kepada Allah, guna mengangkat cara ibadah kita, dari yang kurang baik
kepada yang lebih baik, mengingat dalam ibadah banyak terselip hal-hal yang
dapat mengugurkan amal ibadah.
b. Perjalanan
Dalam, artinya untuk kemantapan
dalam melakukan perjalanan luar di atas, dalam perjalanan luar terdapat banyak
sekali kesukaran yang berkemungkinan takkan sanggup di tanggung oleh kita, di
khawatirkan malah akan jatuh kepada tindakan terlarang, ini di sebabkan karena
masih banyak kendala dalam tata cara ibadahnya dalam praktek secara langsung,
oleh karena itu alngkah baiknya jika dalam hijrah yang di atas tadi, maka
sebaiknya di laksanakan ibadah rutin (istiqamah) kepada Allah tanpa mohon
akan rahmat dan karunia-Nya, karena dalam mencari ilmu untuk beramal sangat
besar faedahnya di sisi Allah. Jika dua hal di atas dapat
kita laksanakan dengan baik, dan meninggalkan perilaku akhlaq yang buruk, tentu
akan dapat meningkat kepada akhlaq yang lebih tinggi, menguasai akan semua
keinginan dunia dari hatinya dan menafikannya dengan hanya untuk keperluan
sekedarnya (qana’ah), maka kita akan di angkat oleh Allah dari keadaan yang
tidak bersih kepada keadaan bersih dan suci. Apabila telah di sucikan oleh-Nya
hati kita, maka membuatnya jernih seperti air, transparan bak kaca, mengkilap
seperti cermin, di perlihatkan kebenaran dari semua hal dalam kehidupannya
sehari-hari, dalam hatinya akan muncul semua hal yang di perlukan untuk
kehidupannya dan untuk mereka yang berada di sekelilingnya.
4. Khalwat dar anjuman artinya : Merasa
sunyi dan sendiri dalam ramai.
Khalwat artinya menyendiri
secara sendirian, artinya tampak dari luar bersama-sama dengan manusia di
sekelilingnya, sementara secara bathin, atau dalam hatinya senantiasa selalu
ingat dan bersama Allah. Terdapat juga dua kategori “khalwat”, yakni ;
Khalwat ini ada dua macam :
1. Khalwat
pada suatu tempat yang tidak ada orang lain selain dari orang - orang yang
khalwat, berkonsentrasi hati dengan dzikir kepada Allah, dengan tujuan
untuk mencapai kebenaran Allah menjadi nyata kebesaran-NYA (Tajalli).
2. Khalwat
yang merasa sendiri di antara keramaian (dalam lingkungan manusia atau masyarakat),
di sini kita hendaknya selalu hadir dengan Allah, sambil secara zahirnya
berada di tengah-tengah keramaian tersebut, sementara di dalamnya selalu dzikir
sir (tersembunyi) dalam hati sanubari, meskipun kita masuk dalam kancah keramaian
manusia, usahakan selalu mengekalkan ingat kepada Allah, dalam keadaan ini
adalah posisi yang tertinggi pada apa yang di namakan khalwat atau suluk, hal
ini adalah benar dan lurus, sesuai dengan yang tersebut dalam Al-Qur'an "Orang-orang yang tak dapat di alihkan perhatinnya dari mengingat Allah oleh bisnis
maupun keuntungan". Khalwat utama seorang penganut
ajaran Thariqat An-Naqsyabandi adalah kesendirian dalam keramaian, mereka bersama Allah
dan sekaligus bersama manusia, seperti kata Rasulullah Saw : "Saya
memiliki dua sisi, satu muka menghadap Al-Khaliq muka lainnya menghadap
ciptaan (makhluq)". Penganut ajaran Thariqat ini,
selalu menekankan kebaikan akan berjama’ah, bermajlis (berkumpul) dalam
berdzikir, Thariqat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan adalah
suatu kebaikan
berada dalam kebersamaan. Kesempurnaan bukan pada
peragaan kekuatan karomah, tapi kesempurnaan kita adalah dalam penerapan
beramal inadah sesuai dengan syari'at Rasulullah, bergaul dan
duduk bersama-sama orang ramai
(banyak/lingkungan), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak dan
lain sebagainya dalam kehidupan dunia ini, namun tak pernah
meninggalkan kehadiran Allah dalam sekejap pun.
5. Yad
kard, artinya dzikir yang paling utama di tuju (lakukan).
Kita
hendaknya melakukan dzikir
dengan penolakan dan penerimaan, pada lidahnya senantiasa dzikir kepada
Allah sampai mencapai keadaan muraqabah, keadaan itu akan di capai pada
tiap hari
dengan ucapan : Allah…Allah…Allah atau la ilaha illallah pada lidah di sertai
hati (syiir), minimal antara 5,000 dan 11,000 kali, yang akan mewakili
(meliputi) semua asma dan sifat-Nya, membuang dari hatinya segala unsur yang
akan mengotori dan membuat hatinya berkarat. Kita senantiasa hendaknya
mengulang dzikir ini dalam setiap tarikan dan hembusan napas, menghirup dan
meniup, selalu membuatnya mencapai dan memukul hati, arti dari dzikir ini
adalah membawa sasaran kita hanya satu-satunya kepada Allah dan tidak ada sasaran lain lagi bagi kita, hanya satu
Allah yang Maha Esa.
6. Baz
ghast, artinya : Pulang (kembali) dalam Keridhaan Allah.
Keadaan ini, di mana yang
melakukan dzikir dengan sampai kepada pengertian ungkapan Rasulullah Saw,"Illahi
anta maqsudi wa ridhaka matlubi" artinya : Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah yang
kutuju". Munajat ini adalah dasar
dan tujuan utama bagi ajaran Thariqat An-Naqsyabandi, akan menambah kesadaran dan
pengakuan kita tentang Ke-Esa-an Allah, sampai kita mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq)
lenyap dari pandangan mata, semua yang kita lihat, kemanapun kita memandang,
adalah Allah.
Kita
melakukan dzikir
macam ini, agar supaya menerangkan hati akan rahasia yang maha satu
(Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan (tajalli) Allah, bagi
salik
yang pemula, tidak boleh meninggalkan dzikir
ini bila dia tidak mendapatkan hasil atau kekuatan itu muncul dalam hatinya,
harus tetap melaksanakan dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang
siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan
itu".
Makna Baz Ghast adalah kembali
kepada Allah, dengan menunjukkan kepasrahan diri yang sempurna dan tunduk
kepada kehendak-NYA, dan kerendahan diri ini akan sempurna dengan menyampaikan
semua pujian kepada-NYA, itulah alasan Rasulullah Saw menyebutkan dalam do'anya :
"Ma
dzakarnaka aqqa dzikrika ya
madzkar" artinya : "Kami tidak mengingat engkau
sebagaimana seharusnya engkau di ingat, Ya Allah". Kita tidak akan dapat
datang kepada hadhirat Allahdalam dzikir, dan tidak dapat mengungkapkan
Rahasia dan Sifat Allah dalam dzikir, bila tidak melaksanakan dzikir itu
dengan dukungan Allah dan tanpa Allah, mengingat hal ini balik jua
faedahnya akan diri kita sendiri, singkatnya, kita tidak dapat melakukan dzikir
oleh atau dengan sendirinya, tanpa mengetahui bahwa Allah adalah justru
yang sedang melakukan dzikir melalui diri hamba-NYA.
7. Nighah dast, artinya perhatikan
(instropeksi) diri dan sekitarnya.
Senantiasa membuat suatu
pandangan, artinya kita hendaknya mengendalikan hati dan melindunginya dengan
cara mencegah masuknya pikiran buruk, kecenderungan akan hal - hal yang buruk,
akan menghalangi hati dari Allah dan akan menjadi hijab (dinding) antara
hamba dengan tuhannya, bagi seseorang yang dapat melindungi hatinya dari
kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah merupakan sebuah hasil dan
karunia yang besar dari-Nya jua. Untuk ini saja dia sudah
akan di akui sebagai seorang yang sampai, ajaran sufi atau tasawwuf, adalah
sebuah kekuatan untuk melindungi hati dari pemikiran buruk, dan menjaganya dari
kecenderungan rendah, barang siapa berhasil dengan di atas, dia tentu akan
mengerti hatinya dan memancar cahaya akalnya, yang tentu akan menimbulkan
pikiran untuk selalu ingat akan kebesaran Allah atas alam semesta ini, dan
barang siapa yang mengerti akan hatinya, tentu akan mengenali Tuhannya.
Rasulullah Saw mengatakan : "Barang
siapa mengenal dirinya sendiri, niscaya akan mengenal Tuhannya".
8. Yada dast, artinya : Ingatan
Membaca
dzikir, tentu akan
melindungi hatinya, dalam tiap hembusan napas tanpa meninggalkan ingat
Allah, ini adalah karunia yang sangat besar di berikan-Nya kepada
seseorang hamba,
hendaknya kita mempertahankan hati, supaya selalu berada dan dekat
dengan Allah, ini akan membuat kita menyadari dan merasakan Cahaya (nur)
dari Allah,
kita harus membuang tiga dari empat bentuk pikiran yang terasa, yakni :
- Pikiran egois;
- Pikiran jahat;
- Pikiran malaikat, sambil mempertahankan dan
membenarkan, kita justru hanya boleh membentuk pikiran keempat, yaitu;
- Pikiran kebenaran, artinya suatu keyakinan, hal ini
akan membimbing kita menuju ketingkat tinggi dari kesempurnaan, dengan membuang
semua khayalan dan hanya mengambil kebenaran, bahwa yang benar adalah Esa-nya
Allah.
MAQAM MUSYAHADAH
Dzikir
dalam maqam musyahadah aialah seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap
berpandang-pandangan dengan Allah, di mana seorang hamba atau salik telah
dapat konsep tiada hijab antara dirinya dengan Allah. Dzikir
maqam musyahadah ini di rangkaikan dengan dzikir lathaif, Allah yang
melihat kamu ketika kamu berdiri shalat dan Allah melihat pula kamu pada
perubahan gerak badanmu (jasmani) di antara orang-orang yang sujud.
MAQAM MUKASYAFAH
Dzikir
maqam mukasyafah adalah seseorang yang berdzikir di mana seolah-olah terbuka
rahasia ketuhanan baginya, bila berdzikir maqam mukasyafah ini di laksanakan
dengan baik, sempurna dan ikhlas, maka seorang hamba akan tahkik, maka dia akan
memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya. Dan
seseorang hamba tidak akan menghendaki menempuh jalan itu kecuali bila dia di
kehendaki Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana,
dialah Allah Swt yang hidupnya kekal dan tiada tuhan melainkan Allah, maka
sembahlah Allah dengan menunaikan ibadah kepada Allah, segala puja dan
puji bagi Allah Rahmat sekalian alam.
MAQAM MUKABALAH
Dzikir
dalam maqam mukabalah adalah seseorang hamba berdzikir dalam tahap rohaninya
berhadap-hadapan dengan dzat Allah yang Wajibul ‘Ujud, dzikir ini
di rangkaikan dengan dzikir lathaif dan hanya kepunyaan Allah barat dan
timur, maka kemanapun muka kamu berhadap, maka di situlah wajah Allah.
MAQAM MUKAFAHAH
Berdzikir
dalam maqam mukafahah ini, seseorang hamba dalam dzikir kepada Allah, di
mana tahap ruhaniahnya berkasih sayang dengan Allah, dzikir ini dengan
semata-mata mengingat dzat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kecintaan dari yang selain-Nya sudah hilang sama sekali, hanya tinggal kecintaan
(muhibbah) kepada Allah, dzikir ini di rangkaikan dengan dzikir ismu dzat,
lathaif dan napi istbat serta dzikir wukuf, adapun orang-orang yang
sebenarnya beriman adalah sangat cintanya kepada Allah.
MAQAM FANAFILLAH
Dzikir
dalam maqam fanafillah ini adalah seseorang hamba berdzikir dalam tahap telah
lenyap dan lebur rasa keinsanannya kedalam rasa ketuhanan, dia telah fana
kedalam baqabillah, seorang hamba yang telah melaksanakan perjuangan
(riyadhah) serta mujahadah dan telah melepaskan dirinya dari belenggu hawa
nafsu, sehingga ingatannya kepada alam maujud ini telah hilang lenyap sama
sekali dan dia lebur kedalam kebaqoan Allah, maka dia telah fanafillah,
sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an : “Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat
26. “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 27.
MAQAM BAQABILLAH
Maqam
baqabillah adalah seseorang yang berdzikir telah mencapai tahap dzikir, di mana
kehadiran hati bersama Allah semata-mata, artinya dengan fananya segala
sesuatu termasuk dengan dirinya, maka yang tinggal baqa hanyalah dzat Allah,
seorang hamba pada ketika itu telah lebur dan fana dalam kebaqaan Allah.
Sebagaimana pada firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 27. Para sufi mengatakan, “Fananya dalam kebaqaan Allah dan lenyapnya dalam kehadiran Allah.” Para guru sufi atau tasawwuf berkata : "Siapa yang ingin sampai kaji ibadahnya sesuai dengan kehendak Allah, dia haruslah mengalami sekurang-kurangnya" :
Mati hakiki 4 kali;
Fana 4 kali;
Tajalli 4 kali.
Adapun mati tersebut terbagi dalam beberapa macam, yaitu :
Mati Thabi'i;
Mati Ma'nawi;
Mati Syuri, dan
Mati Hissi.
Macam - macam Fana :
Fana' Fi 'Af''al;
Fana' Fi Asma;
Fana' Fi Sifat, dan
Fana' Fi Dzat.
"Setiap orang fana atasnya dan tetaplah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Macam - macam Tajalli :
Tajalli Af'alullah;
Tajalli Asmaullah;
Tajalli Sifatullah, dan
Tajalli Dzatullah bizdzauqi.
Keseluruhan
maqamat atau lathaif dalam pelajaran kajian agama islam menurut cara
sufiyah di atas adalah yang di cantumkan hanya berupa yang ilmu di
ilmukan, bukan pengungkapan yang bersifat rahasia daripada hasil ibadah
melalui cara tersebut. Pelajaran ini hanya di sampaikan secara umum,
mengenai tata cara pelaksanaannya adalah semestinya melalui guru
pembimbing yang mursyid dalam hal ini, guna untuk mandapat penjelasan
dan pemahaman yang jelas agar tidak terjadi penyimpangan dan salah
langkah yang malah menimbulkan syirik dan kesesatan.
Wallahu'alam...
Rangkuman tuntunan dzikir naqsyabandi ini di sarikan dan di tulis oleh : Yuherman