Muraqabah Mutlaq adalah lanjutan tehnik dzikir Nafi Isbat, Muraqabah
Mutlaq adalah menjaga hati dari segala hal bermacam – macam rasa atau
lintasan hati yang terlintas, seperti was – was dan khawatir
walaupun
hal baik atau buruknya suatu hal keadaan seseorang hamba saat
bertafakkur kepada tuhannya, pengamalan muraqabah ini seseorang hamba
tidaklah perlu mengerjakan dzikir, tetapi tertibnya hanya perlu
mengheningkan akan keberadaan hati dan pikirannya serta berniat hanya
tertuju kepada Allah Swt saja, caranya duduk tafakkur dalam waktu yang
tidak terbatas sambil mengintai bahwa i’tikad pada diri kita secara
lahir dan bathin yakin bahwa di lihat oleh Allah Swt dan segala yang
kita tuju selalu di ketahui dan di ridhaiNya. Hal ini tercantum dalam
firman Allah Swt
وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ
مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ
شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ ۚ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ
مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ
ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Kamu tidak
berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an
dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi
atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu
biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang
lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan
(semua tercatat) dalam kitab yang nyata .” (QS. Yunus Ayat : 61)
Bila seseorang hamba berhasil dalam pelaksanaan ini maka akan merasakan
dengan haqqul yakin bahwa Allah Swt selalu memperhatikan dan bersama
dengan kita di mana saja berada, jika sudah sedemikian maka akan
terasalah ketenangan bathin yang tenang dan tentram, bahkan di sinilah
timbul tetesan air mata pengakuan yang tulus akan kerendahan seseorang
hamba di hadapan khalikNya dan menumbuhkan rasa takut kepada Allah Swt.
Dalam mengamalkan Muraqabah Mutlaq caranya adalah sebagai berikut:
1. Posisi duduk yang santai dan rileks
2. Niatkan dalam Hati agar dapat limpahan dari Allah
إِلَـهِيْ اَنْتَ مَقْصًودِيْ وَرِضَاكَ مَطْلًـوبِيْ اَعْـطِنِي مَحَبَّتـَكَ وَمَعْرِفَتَـكَ
” Wahai Tuhanku hanya Engkaulah yang kutuju, dan keridhoan-Mu yang ku
cari, berikan kepada ku kemampuan untuk mencintai-Mu dan Makrifat
kepada-Mu “.
3. Fokuskan di dada selama meditasi berlangsung
4. Heningkan hati, perasaan dan pikiran dalam meditasi/muraqabah ini tidak membaca apa-apa kecuali hanya hening.
5. Sugestikan diri anda secara dhohir dan bathin bahwa kita dilihat
oleh Allah dan segala gerak-gerik kita diperhatikan oleh Allah.
6. Waktu lamanya meditasi ini terserah anda.
Tehnik di atas sama dengan tehnik meditasi, ketika seseorang
meditasinya sudah meningkat dan mendalam, maka dalam meditasi tidak
membaca atau berdzikir apapun, kecuali hanya diam, hening dan bening.
Dalam konsep meditasi ada tiga tahapan
1. Dharana
Artinya
mengendalikan pikiran agar terpusat pada suatu objek konsentrasi.
Misalkan seseorang yang meditasi masih menggunakan obyek misalkan
bacaan dzikir atau nafas. Kemampuan melaksanakan Dharana dengan baik
akan memudahkan mencapai berikutnya.
Dzikir Ismu Dzat, Dzikir
Lathaif, Dzikir Nafi Isbat tergolong pada tahapan dharana, dzikir-dzikir
tersebut adalah dasar pondasi, jika hasilnya bagus dan kuat, maka dalam
perjalanannya berikutnya akan mudah, karena tahapan dzikir dalam
tharekot adalah sebuah sistem, antara tahap pertama dan kedua saling
berkaitan.
2. Dhyana
Adalah suatu keadaan di mana arus
pikiran tertuju tanpa putus-putus pada objek yang disebutkan dalam
Dharana itu, tanpa tergoyahkan oleh objek atau gangguan/ godaan lain
baik yang nyata maupun yang tidak nyata. Gangguan/ godaan yang nyata
dirasakan oleh Panca Indria baik melalui pendengaran, penglihatan,
penciuman, rasa lidah maupun rasa kulit. Gangguan/ godan yang tidak
nyata adalah dari pikiran sendiri yang menyimpang dari sasaran objek
Dharana.
Tujuan Dhyana adalah aliran pikiran yang terus menerus
kepada Tuhan melalui objek Dharana. Maharsi Patanjali menyatakan: "Tatra
pradyaya ekatana dhyanam" Artinya: Arus buddhi (pikiran) yang tiada
putus-putusnya menuju tujuan (Hyang Widhi). Dalam tasawuf, muraqabah
Mutlak tergolong tahapan meditasi Dhyana sehingga dalam meditasi/dzikir
tidak membaca apapun, kecuali hanya iam dan pasrah kepada Allah.
3. Samadhi
Samadhi adalah tingkatan tertinggi dari Astangga-yoga, yang dibagi dalam dua keadaan yaitu:
1) Sabija-samadhi, adalah keadaan di mana yogin masih mempunyai kesadaran, dan
2) Asamprajnata-samadhi, adalah keadaan di mana yogi (sang Pesuluk)
sudah tidak sadar akan diri dan lingkungannya, karena bathinnya penuh
diresapi oleh kebahagiaan tiada tara, diresapi oleh cinta kasih Tuhan.
Baik dalam keadaan Sabija-samadhi maupun Nirbija-samadhi, seorang yogi
(sang Pesuluk) merasa sangat berbahagia, sangat puas, tidak cemas, tidak
merasa memiliki apapun, tidak mempunyai keinginan, pikiran yang tidak
tercela, bebas dari "catur kalpana" (yaitu: TAHU, DIKETAHUI, MENGETAHUI,
PENGETAHUAN), tidak lalai, tidak ada ke-"aku"-an, tenang, tentram dan
damai.
Dalam Thoriqot Naqsyabandiyah, kondisi meditasi tahap
Samadhi adalah sama dengan kondsisi Muraqabah Ahdiyatul af’al. Nah,
barangsiapa yang mencapai derajad maqam ini akan tentu ia bersikap
segala sesuatu di pandangnya baik, karena pada dasarnya adalah perbuatan
Allah Swt. semata yang di sandarkan kepada makhlukNya, segala gerak
gerik pada alam ini adalah merupakan madzhar akan perbuatan (af’al)
Allah Swt.
……………..فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ فَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ
“……. maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada
rasa takut bagi mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati” (
al-Baqarah : 38)
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا
وَعَلَىَ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا
عَذَابَ النَّارِ
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil
berdiri dan duduk, dan dalam keadaan berharing, dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi sambil berkata: "Ya Tuhan kami,
Engkau tidak menciptakan ini dengan sia-sia! Maha Suci Engkau! Maka
peliharalah kami dari siksa neraka." (Qs. Yunus:191)
Dalam
Tulisan ini sengaja saya gabungkan pembahasan antara Muraqabah Mutlaq
dengan Muraqabah Ahdiyatul Af’al. Karena keduanya tehniknya sama, hanya
saja dalam Muraqabah Ahdiyatul Af’al lebih dipertajam dan lebih
dikuatkan ketika duduk diam dan pasrahnya.
Ada sebagian orang
yang menyatakan, bagaimana jika seseorang pesuluk (pencari Tuhan)
langsung memakai tehnik Muraqabah Mutlaq, yaitu duduk diam fokus di hati
dan pasrah diri pada Allah tanpa membaca apapun. Jika orangnya sudah
berpengalaman dalam berbagai bidang tehnik dzikir dan meditasi tidak
masalah, akan tetapi bagi orang yang dasarnya belum pernah olah
spritual, maka jika langsung memakai tehnik Muraqabah Mutlaq maka
hasilnya adalah sia-sia, hanya rasa kantuk dan capek, sehingga menjadi
malas dalam mengamalkannya.
Antara Dzikir Ismu Dzat, Dzikir
Lathoif, dan Dzikir Nafi Isbat adalah ibarat sebuah jaringan komunikasi
yang canggih, Dzikir Ismu Dzat adalah pancang tower agar bisa nyambung
ke satelit, Dzikir Lathoif, adalah kabel-kabel cangggih untuk membangun
jaringan dalam sebuah bangunan kantor, sedangkan Dzikir Nafi Isbat
adalah sistem otomatisnya yang berupa software program dengan berbagai
bentuk vitur yang lengkap. Nah Muroqbah Mutlaq adalah mulai fungsinya
jaringan komunikasi tersebut yaitu antara makhluk dan Khalik.
Maka jika seseorang pesuluk langsung memakai tehnik dzikir muraqabah
mutlaq tanpa di dasari dengan jaringan sistem lainnya, bagaimana mungkin
dia bisa tersambung dan komunikasi....?
Semoga semua makhluk diberi cahaya oleh Allah.....
Literatur:
1. Syekh H. Djalaluddin, Sinar keemasan II, Persatuan Pengamal Tarikat Islam, 1987. Hal. 31 dan 32.
Hidup pastikan aman tenteram dunia wal akhirat kalau saja kita selalu bertafakur untuk mengingat Allah dan mengingat kehidupat akhirat, minimal 5 menit dalam sehari semalam
Kamis, 06 April 2023
Muraqabah Mutlaq
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar