Syekh Abul Hasan Asy-Syadzily
Hakikat niat adalah pengosongan selain yang diniatkan ketika masuk di dalamnya. Sedangkan kesempurnaan niat adalah memprioritaskannya secara penuh. Rasulullah saw. bersabda; “Sesungguhnya amal-amal itu bergantung pada niat-niatnya” Niat sendiri mempunyai posisi, waktu, cara dan arti. Saya meminta Anda agar menjernihkan posisinya, menyelaraskan dalam waktu-waktunya, menjaga cara-caranya dan mendalami arti-artinya.
Saya minta agar Anda benar dalam berjanji, baik dalam tujuan, dan semata karena Allah dalam kehendak, mengagungkan hak ketuhanan, dan mendisiplinkan jiwa sebagai predikat kehambaan.
Posisi niat adalah hati, waktunya adalah ketika memulai amal, dan caranya adalah mengaitkan hati dengan raga.
Sedangkan arti niat ada empat: Bermaksud, bertujuan, berkehendak dan berkemauan. Semuanya berarti satu. Niat sendiri memiliki dua ilustrasi: Menghadapkan hati melalui kebangkitan yang baik di dalamnya. Dan kedua, adalah ikhlas dalam amal semata hanya bagi Allah, semata untuk meraih pahala dan hanya menghadap Allah swt.
Sedangkan makna dari sabda Rasul saw. “Barang siapa baik niatnya maka akan saleh pula amalnya” kebaikan niat antara diri Anda dengan Allah dilakukan melalui tawajjuh (menghadapkan hati) hati dengan cara menga¬gungkan Allah dan mengagungkan perintah Allah, disamping menga¬gungkan substansi perintah itu sendiri. Kebaikan niat ada dian¬tara Anda dengan sesama hamba melalui tawajuh jiwa, dengan mena¬sihati kepada mereka, disertai menegakkan hak asasi mereka, meninggalkan bagian-bagian duniawi, menepiskan hal-hal yang berdimensi materi, disertai sabar dan tawakal kepada Allah swt.
Burung dan Ikan Hiu
Abu Yazid al-Bisthamy ditanya, “Aku dengar anda berjalan di atas air dan terbang di atas udara.”
“Orang beriman lebih memuliakan Allah Azza wa-Jalla ketimbang langit sap tujuh. Apa yang perlu dikagumi dari sekadar berjalan di air dan terbang di udara, seperti posisi burung dan ikan hiu?”
Nabi Musa AS dan Trenggiling
Suatu saat Nabi Musa as melewati pantai sepanjang laut. Lalu ia bermunajat, “Tuhanku, lelah sekali kedua dengkulku, dan berat sekali punggungku. Oh Kekasihku, apa yang hendak kau berlakukan padaku ini?”
Allah pun mengutus binatang Trenggiling untuk menjawabnya.
“Wahai anak Imran, apakah kau berharap pada Tuhanmu, dengan ibadahmu padanya? Bukankah Allah telah memilihmu dan berbicara padamu, dan membuatmu dekat dan mbermunajat padaNya? Demi Yang menciptakanku dan Melihatku, sesungguhnya aku berada di padang sahara ini sejak 360 tahun, selama itu aku bertasbih siang malam, sedikit pun aku tidak berpaling dariNya. Dan sejak tiga hari lalu aku tidak makan. Bahkan setyiap saat gemreteglah tulang-tulangku karena Maha BesarNya.”
Ujian Tawakkal
Abu Said Abul Khair ra menegaskan, “Suatu hari aku menuju pelosok desa, rasa lapar benar-benar mencekam. Nafsuku meronta agar memohon kepada Allah Ta’ala, lalu kukatakan, “Itu bukan perilaku orang yang tawakkal.” Lalu nafsuku menuntutku agar bersabar. Namun ketika aku berhasrat untuk kedua kalinya, ada bisikan lembut:
Adakah ia bodoh bahwa Kami lebih dekat?
Kami tak pernah menelantarkan siapa yang datang kepada Kami
Abu Said ingin memohon sabar
Seakan Kami tak melihatnya dan tidak tahu.
Sebagian Syeikh Sufi mengatakan, “Aku pernah melihat seorang pemuda di Masjidil Haram sedang dalam kondisi menderita dan kelaparan, saya sangat kasihan padanya. Aku punya seratus dinar dalam kantong, lalu kudekati dia. “Hai saying, ini buat kebutuhan-kebutuhanmu…”
Pemuda itu tidak menoleh sama sekali padaku, dan aku terus mendesaknya. Pemuda itu berkata, “Hai Syeikh, dinar ini sesuatu yang tidak bisa aku jual dengan syurga dan seisinya. Syurga itu negeri keagungan, asal sumber keteguhan dan keabadian. Bagaimana aku menjualnya dengan harga yang hina?”
Benteng-benteng Mata Batin
Imam Syadzili r.a. berkata, “Benteng matabatin itu ada empat: ikatan hati bersama Allah, meninggalkan selain Allah, matamu tidak memandang kepada apa yang diharamkan oleh Allah, dan kakimu tidak merambah kepada hal yang tidak ada harapan pahala dari Allah.”
Dia berkata mengutip dari gurunya, “Ada dua keburukan yang banyaknya kebaikan sangat jarang bermanfaat bersamanya: tidak senang terhadap qadha (ketetapan) Allah dan kezaliman terhadap hamba-hamba Allah. Dan, ada dua kebaikan yang banyaknya keburukan sangat jarang memudaratkan bersamanya: ridha terhadap ketentuan Allah dan memaafkan hamba-hamba Allah.”
Beliau r.a. berkata, “Janganlah kamu bersahabat dengan orang yang mengutamakan dirinya atasmu karena ia tercela. Dan, juga dengan orang yang mengutamakan dirimu atas dirinya karena itu tidak akan berlangsung lama. Temanilah orang yang bersamanya selalu ingat kepada Allah. Maka, Allah menerima tobatnya apabila kehilangan, dan mencukupkannya apabila dia menyaksikan, Dzikirnya cahaya dan penyaksiannya pembuka pintu gaib. Jadilah tujuanmu itu Allah dan cintamu bersama kematian di setiap langkah, maka Ia senantiasa berada di depanmu. Jangan kamu menemani orang yang sifatnya begitu, jangan kamu bergantung kepadanya, tolak dia sejak langkah pertama, dan perlakukan dia dengan baik selama pertemanan denganmu,” Beliau r.a. menyampaikan dan gurunya bahwa jiwa itu ada tiga: jiwa yang tidak terjadi jual beli terhadapnya karena kebebasannya, jiwa yang terjadi jual beli padanya karena kemuliaannya, dan jiwa yang terabaikan; tidak ada kebebasan maupun kemuliaan.
Dia berkata, “Siapa yang tidak merasakan keakraban bersama Allah apabila dia berpaling dari-Nya. Siapa yang memberi manfaat atau menyakiti dengan lebih berat dari rasanya apabila mereka menghadap kepada-Nya. Tidak ada sesuatu bersamanya dari keakraban dengan Allah, sedikit maupun banyak. Sesungguhnya di antara amal-amal paling utama itu adalah tekad-tekad dan memenuhi kesetiaan.”
Mengutip dari gurunya, beliau berkata, “Awal yang paling utama itu empat setelah empat: cinta kepada Allah, ridha terhadap keputusan Allah, zuhud terhadap dunia, tawakal kepada Allah, melaksanakan kewajiban-kewajiban dari Allah, menjauhi langan-larangan Allah, sabar terhadap yang tidak berguna, dan wara’ dalam setiap sesuatu yang melalaikan.”
Beliau berkata, “Apabila ego menang dan roh kalah, maka terjadi kekeringan dan kegersangan. Perkara terbalik, dan kejahatan seluruhnya muncul Karena itu, berpeganglah kamu dengan Kitab Allah yang memberi petunjuk dan sunah Rasul-Nya yang menyembuhkan. Kamu akan senantiasa dalarn kebaikan selama mengutamakan keduanya. Orang yang berpaling dari keduanya telah ditimpa kejahatan. Para penganut kebenaran (al-Haqq) itu, jika mendengarkan kesia-siaan, mereka berpaling darinya.
Dan, jika mendengarkan kebenaran, mereka menghadap kepadanya. Siapa yang melakukan kebaikan, Kami tambahkan kebaikan baginya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar