MENGOBATI TAKUT
1. Mengobati takut. “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:
Allah itu Tuhan kami, kemudian mereka berpendirian teguh (istiqamah),
maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (berkata): Jangan kamu
takut dan jangan berduka- cita, dan terimalah berita gembira memperoleh
surga yang telah dijanjikan kepada kamu. Kami menjadi pelindung kamu
dalam kehidupan di dunia ini dan di hari akhirat. Di sana kamu
memperoleh semua apa yang menjadi keinginan jiwamu (hatimu) dan di sana
kamu memperoleh semua apa yang kamu minta.” (Fushilat : 30-32) Takut
adalah penyakit rohaniah Dalam suatu perjuangan seringkali manusia
dikalahkan oleh musuh-musuh yang bercokol dalam tubuhnya sendiri, yang
menjadi musuh dalam selimut dan merupakan penyakit rohaniah. Penyakit
itu di antaranya adalah sifat takut. Perasaan takut itu adalah satu
gejala kejiwaan yang amat berbahaya. Rasa takut timbul karena jiwa tidak
kuat menghadapi masalah-masalah atau tantangan yang dihadapi.
Adakalanya juga karena memang ditakut-takuti, diintimidasi, mendapat
teror mental dan fisik, khawatir kalau dipencilkan, dipecat, ”periuk
nasi akan terbalik” (kehilangan sumber hidup), dan berbagai kesangsian
lainnya. Acapkali pula kekhawatiran itu dianggap terlalu besar, bahkan
ada juga orang yang takut kepada bayang-bayang, hantu di siang bolong,
dan lain-lain. Ada ahli fikir yang mengibaratkan rasa takut semacam ini
sebagai suatu penjajahan. Bentuk penjajahan tersebut bermacam-macam, ada
yang datang dari dalam dan luar. Orang yang masih dijajah oleh rasa
takut pada hakikatnya belum merdeka. Mohammad Natsir pernah mengatakan
bahwa ” Penjajah yang lahir itu hanyalah manifestasi dari
induk-penjajah, yang bernama rasa takut. Rasa takut ini melumpuhkan
jiwa, menghilangkan inisiatif, dan mematikan daya cipta suatu
masyarakat.” Hanya dalam satu hal ada kebaikan rasa takut itu, yaitu
takut dalam kesalahan, takut menegakkan benang basah atau yang bathil,
seperti yang disebutkan dalam peribahasa:” Takut karena salah, berani
karena benar ”. Pada saat seseorang dihinggapi rasa takut ketika memulai
suatu usaha atau pekerjaan, pada hakikatnya pada saat itu juga dia
sudah mengahadapi kegagalan. Perhatikanlah seorang pengusaha yang takut
menghadapi kerugian, dia tidak berani membuat transaksi besar dan
akhirnya ia akan tetap menjadi tukang warung sepanjang zaman. Salah satu
akibat yang fatal dari rasa takut itu ialah semangat maju mundur dalam
menghadapi suatu hal. Hati dari dalam mengatakan supaya maju, tapi kaki
menggerakkan supaya mundur. Yang lebih celaka lagi, orang-orang yang
dicekam rasa takut itu pada umumnya tidak memiliki harga diri dan
prestise yang dinamakan ’iffah. ’Iffah itu ialah naluri pembelaan
terhadap diri sendiri apabila diperlakukan orang dengan perilaku yang
tidak wajar. Orang-orang yang dihinggapi rasa takut itu akan ”menelan”
saja hinaan yang dilemparkan kepadanya, walaupun hati kecilnya
mengatakan perbuatan itu tidak pantas dan tidak adil. Dia tidak berani
menantang dan melawan , sebab dihambat oleh rasa takut. Berbeda halnya
orang yang mempunyai ’iffah itu, seluruh urat syarafnya akan bergerak,
darahnya mengalir dan mendidih, dihadapinya tanpa bimbang walaupun
posisi dan kekuatan lawannya itu jauh lebih besar. Dapat disimpulkan
bahwa rasa takut itu adalah suatu penyakit rohani yang harus diberantas.
Jiwa Tauhid memberantas rasa takut Salah satu kekuatan yang paling
ampuh untuk memberantas rasa takut ialah dengan mempertebal dan
menghayati jiwa Tauhid. Yaitu kepercayaan yang bulat dan tunggal
terhadap kekuasaan Illahi. Dalam segala situasi dan kondisi senantiasa
diingat kebesaran dan kekuasaan Allah dan hanya merasa takut kepada-Nya
saja. Pada ayat yang dikutip di atas, ditegaskan bahwa saripati Tauhid
itu dirangkaikan dalam pengakuan yang bulat dan mutlak bahwa Tuhan itu
ialah Allah (Rabbunallah), dan supaya pengakuan itu dipegang teguh
(istiqamah) dalam setiap keadaan. Dalam menafsirkan Rabbunallah itu,
Sayid Quthub dalam tafsir ”Fi Zilalil Quran” (jilid VII) menyatakan:
”Perkataan Rabbunallah bukanlah semata-mata diucapkan saja. Tetapi
menjadi dasar akidah di dalam jiwa, jalan
2. yang sempurna dalam
kehidupan untuk menghadapi setiap keadaan dan perkembangan. Menjadi
landasan berfikir dan menimbang bagi manusia dalam setiap hubungan dan
kegiatan dalam wujud ini.” Selanjutnya dinyatakan: a. Rabbunallah, hanya
kepada Allah manusia mengabdi dan (menyembah); kepada-Nya muka
dihadapkan; hanyalah Dia yang ditakuti, dan Dia-lah yang menjadi tempat
bersandar dan bergantung. b. Rabbunallah, berarti tidak ada yang dapat
menimpakan bala kepada seseorang kecuali Dia; tidak ada yang ditakuti
dan tidak ada yang dipandang selain Allah. c. Rabbunallah, berarti
setiap yang timbul, pikiran dan takdir menghadap kepada-Nya dan
mengharapkan ridha- Nya. d. Rabbunallah, berarti tidak ada tempat
meminta keadilan kecuali kepada-Nya; tidak ada pimpinan kecuali
petunjukNya e. Rabbunallah, berarti setiap orang dan benda yang berada
di alam semuanya bergantung kepada Allah. f. Rabbunallah, adalah jalan
yang menuju kepada tujuan itu, bukanlah hanya kalimat yang sekedar
diucapkan dan bukan pula sebagai pengikat yang tak ada kaitannya dengan
peristiwa dalam kehidupan. Akhirnya Sayid Quthub mneyimpulkan, bahwa
ketetapan hati (istiqamah) yang berlandasakan Rabbunallah (hanya
Allah-lah Tuhan kita), adalah tali yang teguh dan kuat, yang membuat
mental dan fisik bisa bertahan merupakan pegangan hidup. Istiqamah
menumbuhkan sikap sabar dalam memikul semua beban, tidak ragu-ragu
mengahadapi kesulitan demi kesulitan. Siapa yang mempersunting sikap
jiwa yang demikian, dia akan menerima nikmat yang besar. Semangat tauhid
yang memantul dari pengakuan Rabbunallah itu mampu memberantas rasa
takut yang menjadi rintangan bagi manusia dalam menentukan pendirian,
dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun. Efek jiwa Tauhid Adapun
efek jiwa dan semangat Tauhid itu berdasarkan ungkapan pada ayat
tersebut ada 5 macam, yang dapat dihayati dalam kehidupan di dunia ini
maupun dalam kehidupan di akhirat kelak. Kelima nilai-nilai tersebut
ialah: 1) Memberantas rasa takut 2) Menghilangkan semangat dukacita
dukacita dalam kehidupan dan perjuangan adalah sikap jiwa yang negatif.
Dukacita (risau) atau murung membuat manusia selalu bermenung,
berkhayal, membuat ”istana di awang-awang”, menghilangkan energi,
statis, tidak mempunyai gairah dan lain-lain. Fikiran selalu dipengaruhi
oleh pengalaman-pengalaman pahit dan kegagalan di masa lampau dan tidak
berusaha menarik pelajaran dari peristiwa itu. 3) Mempunyai semangat
pengharapan Senantiasa mempunyai semangat pengharapan (optimisme), sebab
percaya sepenuhnya janji Ilahi yang akan menganugrahkan taman kehidupan
yang indah (surga) bagi orang-orang yang berpegang kepada Tauhid
Uluhiyah (meng-Esakan Allah) dan melaksanakan Tauhid Ubudiyah (berbakti
dan menyembah Allah) 4) Menikmati kebahagiaan dunia dan akhirat Allah
SWT akan bertindak sebagai Pelindung terhadap orang-orang yang berjiwa
Tauhid, mengaruniakan nikmat baik dalam kehidupan di dunia ini maupun
dalam kehidupan di akhirat. 5) Sukses dalam mencapai cita-cita Segala
sesuatu yang diinginkan akan dipenuhi Ilahi, diberikan kemudahan dan
sukses untuk mencapai cita-cita, segala permintaan akan diperkenankan.
Demikianlah pengaruh jiwa tauhid itu, bukan saja untuk memberantas rasa
takut, kerisauan, sifat murung dan sikap-sikap jiwa lainnya yang
negatif, tetapi selain dari itu merupakan sumber yang akan memancarkan
sikap jiwa yang positif dalam menghadapi pasang-naik dan pasang surut
kehidupan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar