Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus yang datang dari Banten. Sayangnya
tidak diketahui silsilah dari beliau, namun kabarnya masih bersaudara
dengan pemilik makam di Tanjung Periuk, yaitu mbah Periok atau Al Imam
Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Husain
Ass Syafi'i Sunnira.
Tercatat beberapa nama penjaga makam, yaitu: Almarhum Habib Gasim, Haji
Ungkuk, dan Haji Abdullah. Saat ini yang menjadi penjaga makam adalah
Hajjah Mastiah istri dari Almarhum Haji Abdullah. Lalu apa hubungannya
kedua makam tersebut?
Menurut Pak Nanang makam yang ada di dalam rumah bercat hijau adalah
yang asli. Di masa Penjajahan Balanda, makam tersebut dipindahkan ke
pulau Tukung karena lokasinya akan digunakan untuk pengembangan
pelabuhan. Namun makam tersebut tidak mau dipindahkan, tiba-tiba saja
makam yang ada di darat bersinar yang menandakan makam tersebut sudah
kembali lagi ke tempat semula. Jadi yang pulau Tukung sebenarnya kosong,
namun bagaimana pun juga pernah digunakan untuk mensemayamkan ulama
sehingga karomahnya masih ada.
Menurut cerita yang disampaikan dari penjaga-penjaga sebelumnya, makam
tersebut memang sudah lama dikeramatkan oleh warga Balikpapan. Oleh
sebab itu Belanda ingin menghancurkan makam tersebut namun upayanya
selalu gagal. Pernah seorang prajurit Belanda akan menggeranat makam
tersebut, namun tiba-tiba prajurit tersebut meninggal. Oleh sebab itu
makam tersebut dibiarkan ditempatnya hingga sekarang.
Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus adalah penyebar agama Islam di
Balikpapan pada abad ke 18. Saat itu Balikpapan masih merupakan
pemukiman-pemukiman di sekitar pantai teluk Balikpapan. Konon pelabuhan
yang terdapat pulau tukung adalah titik awal dari pemukiman saat itu.
Para pedagang dari Banjarmasin, Samarinda, dan kota-kota lain bersandar
untuk berdagang dan mengisi logistik kapal mereka, termasuk air. Hingga
saat ini mata air tempat para awak kapal mengisi persediaan air mereka
masih ada, tak jauh dari makam. Penduduk masih menggunakan air dari
sumber tersebut untuk berbagai keperluan, meskipun terdapat pengumuman
dari pihak Pertamnina bahwa air tersebut dinyatakan tidak sehat.
Para pedagang yang bersandar di Balikpapan menemukan cairan hitam kental
yang mudah terbakar di sepanjang pantai, lalu mengangkutnya sebagai
bahan bakar. Belanda mengetahuinya sebagai minyak bumi, lalu melakukan
perjanjian explorasi minyak bumi dengan kerajaan Kutai. Pengeboran
pertama di sumur Mathilda, terletak di jalan Yos Sudarso (lebih dikenal
sebagai jalan minyak) sekarang. Perkembangan dari usaha pertambangan dan
industri di area ini kemudian mendesak pemukiman penduduk ke arah yang
sekarang disebut sebagai Kampung Baru.
Hingga akhir hayatnya, bunda Syarifah Fatimah Mariam Al Idrus tidak menikah sehingga tidak memiliki garis keturunan.
Makam keramat ini mulai banyak dikunjungi masyarakat sekitar tahun 1970-an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar