Ibnu Qayyîm al-Jawziyyah menghimpun banyak ungkapan dari para sufi besar berkenaan dengan cinta dan prioritasnya dalam peribadatan yang benar:
• Junaid mengatakan:
Saya mendengar al-Harits al-Muhâsibi berkata, cinta itu terjadi apabila engkau merasa condong secara penuh terhadap sesuatu, dan kemudian engkau lebih menyukai hal tersebut melampaui dirimu, jiwamu dan milikmu sendiri, kemudian kerelaanmu atas hal itu sepenuh lahir dan batin, dan kemudian engkau mengetahui kelemahanmu dalam cintamu kepada-Nya.
• ‘Abd Allâh Ibn al-Mubarak
Barang siapa diberi sebagian dari cinta dan ia tidak diberi rasa kagum dengan jumlah yang sama, maka ia telah tertipu.
• Yahya Ibn al-Mu`adz al-Razi berkata:
Cinta seberat atom lebih aku sukai daripada tujuh puluh tahun ibadah tanpa cinta.
• Abu Bakrah al-Qaththani berkata:
Pada musim haji terjadi diskusi tentang cinta di kota Mekah dan para syekh berbicara tentang hal itu. Junaid adalah yang termuda usianya di antara mereka. Mereka berkata kepada Junaid, “Katakanlah apa yang engkau miliki, wahai orang Irak.” Ia menundukkan kepalanya penuh hormat dan kedua matanya penuh airmata, kemudian berkata, “Seorang hamba meninggalkan dirinya sendiri, tak putus mengingat Tuhannya, terus-menerus memenuhi tugas-tugasnya, memandang kepada-Nya dengan hatinya, hati yang terbakar oleh cahaya Keagungan-Nya, dan minumannya begitu jernih dari gelas cinta-Nya. Apabila ia berkata, itu karena Allah dan apabila ia berucap itu dari Allah, apabila ia berpindah itu karena perintah dari Allah dan apabila ia diam ia bersama Allah. Ia oleh Allah, ia untuk Allah dan ia bersama Allah (fa huwa billâhi wa lillâhi wa ma`allâhi).” Para syekh itu lantas menangis keras dan berkata, “Tidak ada lagi cinta di atas itu, semogalah Allah menguatkanmu, wahai Mahkota para Pengenal (Tâj al-`ârifîn–penj.)!”
• Junaid juga mengatakan:
Orang yang mengenal Allah tidaklah dianggap sebagai orang yang mengenal sampai ia menjadi seperti tanah; sama saja baginya apakah orang baik atau orang jahat yang menginjak-nginjaknya; atau seperti hujan, ia memberi tanpa membeda-bedakan, baik kepada mereka yang ia sukai atau pun tidak ia sukai.
• Sumnun mengatakan:
Para pecinta Allah memperoleh kemuliaan di dunia dan di akhirat. Nabi saw bersabda, “Manusia itu bersama orang yang dicintainya,” Mereka bersama Allah baik selagi di dunia atau pun di akhirat.
• Yahya Ibn Muadz juga mengatakan:
Bukanlah orang yang benar seseorang yang menganggap diri mencintai-Nya seraya melanggar larangan-larangan-Nya.
• Ia juga mengatakan:
Orang yang mengenal Allah akan meninggalkan kehidupan duniawi ini dan ia tidak pernah merasa cukup dengan dua hal: menangisi dirinya sendiri, dan menangisi kerinduannya kepada Tuhannya.
• Penempuh jalan penyucian diri lainnya mengatakan:
Pengenal Allah tidaklah dikatakan pengenal sehingga apabila kekayaan Sulaiman diberikan kepadanya, kekayaan itu tidak akan sekejappun membuatnya sibuk dengan selain Allah.
Pada musim haji terjadi diskusi tentang cinta di kota Mekah dan para syekh berbicara tentang hal itu. Junaid adalah yang termuda usianya di antara mereka. Mereka berkata kepada Junaid, “Katakanlah apa yang engkau miliki, wahai orang Irak.” Ia menundukkan kepalanya penuh hormat dan kedua matanya penuh airmata, kemudian berkata, “Seorang hamba meninggalkan dirinya sendiri, tak putus mengingat Tuhannya, terus-menerus memenuhi tugas-tugasnya, memandang kepada-Nya dengan hatinya, hati yang terbakar oleh cahaya Keagungan-Nya, dan minumannya begitu jernih dari gelas cinta-Nya. Apabila ia berkata, itu karena Allah dan apabila ia berucap itu dari Allah, apabila ia berpindah itu karena perintah dari Allah dan apabila ia diam ia bersama Allah. Ia oleh Allah, ia untuk Allah dan ia bersama Allah (fa huwa billâhi wa lillâhi wa ma`allâhi).” Para syekh itu lantas menangis keras dan berkata, “Tidak ada lagi cinta di atas itu, semogalah Allah menguatkanmu, wahai Mahkota para Pengenal (Tâj al-`ârifîn–penj.)!”
• Junaid juga mengatakan:
Orang yang mengenal Allah tidaklah dianggap sebagai orang yang mengenal sampai ia menjadi seperti tanah; sama saja baginya apakah orang baik atau orang jahat yang menginjak-nginjaknya; atau seperti hujan, ia memberi tanpa membeda-bedakan, baik kepada mereka yang ia sukai atau pun tidak ia sukai.
• Sumnun mengatakan:
Para pecinta Allah memperoleh kemuliaan di dunia dan di akhirat. Nabi saw bersabda, “Manusia itu bersama orang yang dicintainya,” Mereka bersama Allah baik selagi di dunia atau pun di akhirat.
• Yahya Ibn Muadz juga mengatakan:
Bukanlah orang yang benar seseorang yang menganggap diri mencintai-Nya seraya melanggar larangan-larangan-Nya.
• Ia juga mengatakan:
Orang yang mengenal Allah akan meninggalkan kehidupan duniawi ini dan ia tidak pernah merasa cukup dengan dua hal: menangisi dirinya sendiri, dan menangisi kerinduannya kepada Tuhannya.
• Penempuh jalan penyucian diri lainnya mengatakan:
Pengenal Allah tidaklah dikatakan pengenal sehingga apabila kekayaan Sulaiman diberikan kepadanya, kekayaan itu tidak akan sekejappun membuatnya sibuk dengan selain Allah.