Darimana datangnya gembira? Pada apa kita gembira? Dalam kondisi dan situasi seperti apa? Kemana ”gembira” itu pulang dan pergi?
Rupanya kegembiraan kita tidak pernah lama. Dalam 24 Jam, manusia bergembira rata-rata tidak lebih dari 1 Jam. Selebihnya bergulat dengan aktivitas, atau istirahat, atau bahkan ada yang beribadah, atau menyelsaikan problema, atau menghadapi problema yang tiba-tiba.
Banyak orang
bergembira ketika harapannya tiba. Banyak orang bergembira jika nikmat
dan karunia datang tiba-tiba. Banyak orang bergembira jika musuhnya
kalah dan celaka. Banyak orang bergembira ketika ia lepas dari derita.
Namun tidak banyak yang gembira pada Sang Pencipta kegembiraan. Sedikit yang gembira pada Sang Pemberi nikmat dan anugerah. Sedikit yang gembira ketika beraktivitas, berproblema, beristirahat, karena menyongsong HadirNya.
Memang, kita diperintahkan bergembira dengan sorak hati kepada Sang Pencipta rahmat dan anugerah. Awalnya —dengan keterbatasan kita— diberi sarana menuju gembira padaNya, melalui anugerah keutamaan dan rahmatNya, namun, betapa banyak kita lalu terjebak pada indahnya wujud nikmat dan anugerah, lalu kita lalai pada Sang Empunya anugerah dan rahmat.
Dalam Al-Qur’an digambarkan, ”Wajah-wajah mereka hari itu penuh dengan keceriaan, memandang Wajah Tuhannya....”. Tentulah, bagi kita hari ini, adalah wajah-wajah hati kita di dunia, senantiasa menghadap kepadaNya, memandangNya, pastilah dengan kebahagiaan dan kegembiraan jiwa.
Kegembiraan memang akibat dari kerelaan, kesyukuran, kepasrahan, kepatuhan, harapan, rasa yakin, dan matahati yang senantiasa memandang ke depan.
Kegembiraan juga muncul dari pertaubatan, karena sebelum taubat ada, ampunan sudah lebih dulu tiba. Dengan ampunanNya itulah, sang hamba jadi bertaubat.
Kegembiraan senantiasa membayangi siapa pun yang memetik harpa-harpa CintaNya, yang senantiasa mengalunkan melodi fadhal dan rahmatNya. Kita mustahil berdusta, karena sungguh mustahil kita beralasan untuk menghindar dari lambaian kebahagiaan dariNya.
Namun tidak banyak yang gembira pada Sang Pencipta kegembiraan. Sedikit yang gembira pada Sang Pemberi nikmat dan anugerah. Sedikit yang gembira ketika beraktivitas, berproblema, beristirahat, karena menyongsong HadirNya.
Memang, kita diperintahkan bergembira dengan sorak hati kepada Sang Pencipta rahmat dan anugerah. Awalnya —dengan keterbatasan kita— diberi sarana menuju gembira padaNya, melalui anugerah keutamaan dan rahmatNya, namun, betapa banyak kita lalu terjebak pada indahnya wujud nikmat dan anugerah, lalu kita lalai pada Sang Empunya anugerah dan rahmat.
Dalam Al-Qur’an digambarkan, ”Wajah-wajah mereka hari itu penuh dengan keceriaan, memandang Wajah Tuhannya....”. Tentulah, bagi kita hari ini, adalah wajah-wajah hati kita di dunia, senantiasa menghadap kepadaNya, memandangNya, pastilah dengan kebahagiaan dan kegembiraan jiwa.
Kegembiraan memang akibat dari kerelaan, kesyukuran, kepasrahan, kepatuhan, harapan, rasa yakin, dan matahati yang senantiasa memandang ke depan.
Kegembiraan juga muncul dari pertaubatan, karena sebelum taubat ada, ampunan sudah lebih dulu tiba. Dengan ampunanNya itulah, sang hamba jadi bertaubat.
Kegembiraan senantiasa membayangi siapa pun yang memetik harpa-harpa CintaNya, yang senantiasa mengalunkan melodi fadhal dan rahmatNya. Kita mustahil berdusta, karena sungguh mustahil kita beralasan untuk menghindar dari lambaian kebahagiaan dariNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar