Kalau
hanya mengandalkan asfek zahir Agama, maka kita hanya bisa mengajarkan
agama kepada akal fikiran manusia dan manusia yang melaksanakan asfek
zahir (syariat) agama maka manusia tersebut menjadi Islam secara zahir,
baik akhlaknya dan sesuai perbuatannya dengan perbuatan Nabi. Namun
untuk meng-Islam-kan rohani manusia, tentu tidak cukup dengan pengajaran
zahir, diperlukan metode yang berbeda, zahir mengajarkan zahir
sedangkan rohani harus diajarkan oleh rohani pula.
Muhammad
bin Abdullah sebagai Nabi secara zahir mengajarkan agama lewat lisan
beliau, sedangkan rohani ummat Zaman itu diajarkan oleh rohani
Rasulullah atau dikenal dengan Arwahul Muqadasah Rasulullah atau dikenal
dengan Nur Muhammad yang terbit dari Nur Allah Para Ta’ala. Maka
seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nur, cahaya di atas cahaya diberikan
Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Para Nabi dan Wali berada
dalam cahaya-Nya dan mereka yang mulia rohaninya tidak lain adalah
cahaya di atas cahaya yang bisa menerangi hati segenap manusia.
Matahari
tidak akan mampu kita lihat tanpa cahaya matahari dan sudah pasti
cahaya matahari itu terbit dari mata hari itu sendiri. Dengan cahaya
matahari yang sudah ada jutaan tahun, merambat dalam jarak yang jauh
kemudian bisa dilihat dengan mata manusia yang berada dibumi. Maka Allah
Ta’ala tidak akan bisa dilihat oleh siapapun, tidak bisa dipandang oleh
siapapun di muka bumi ini bahkan di akhirat kelak tanpa ada cahaya-Nya.
Dengan tujuan itu Allah menurunkan cahaya-Nya, para Nabi dan Rasul,
Para Auliya-Nya, agar manusia bisa terbimbing menyaksikan keagungan
wajah-Nya.
Untuk
melihat matahari yang zahir saja harus memenuhi syarat yang diperlukan,
salah satu syarat utama disamping cahaya adalah ada indera penglihatan
sehingga dengan indera penglihatan yaitu mata, manusia bisa memandang
matahari. Apa yang terjadi bagi orang buta, sejak lahir tidak diberi
karunia penglihatan oleh Allah? Maka dia cukup meyakini bahwa matahari
memang ada lewat cerita dan lewat rasa, hangatnya sinar matahari yang
menyentuh kulitnya. Orang buta menyakini bahwa matahari tidak bisa
terlihat. Andai sebuah bangsa seluruhnya terlahir buta, maka seluruh
bangsa itu mempunyai keyakinan bahwa matahari itu ada tapi tidak bisa
dilihat dan ketika ada orang normal matanya, bisa melihat matahari
menceritakan kepada mereka tentang matahari bisa dilihat, sudah pasti
orang normal tadi tuduh sesat menyesatkan dan mengada-ada. Mereka
menuduh orang normal tadi sudah menyimpang dari ajaran suci mereka
tentang matahari yang tidak bisa terlihat.
Begitu
juga dengan manusia, belajar agama dari orang yang masih buta mata
hatinya sehinga belum tersikap hijab yang membatasi dan menghalangi
antara dia dengan Allah maka pelajaran yang diterima adalah pelajaran
tentang buta pula. Pelajaran itu diajarkan kembali kepada orang lain dan
semakin banyak pula orang buta di dunia ini dengan keyakinan bahwa
Allah Ta’ala tidak bisa dilihat. Dalil apapun akan ditolak karena sudah
terlanjur jatuh cinta dengan pemahaman dari orang-orang buta.
Maka
benar seperti yang disebutkan oleh Nabi bahwa semakin banyak ilmu yang
dipelajari manusia tanpa makrifat kepada Allah maka tidak ada yang
bertambah dari ilmunya terebut kecuali bertambah jauh dari Allah. Kenap
bertambah jauh, karena dia lalai dan sibuk dengan dalil sehingga lupa
mencari hakikat Allah, lupa akan tujuan sejati agama yaitu beserta
dengan Allah dari dunia sampai akhirat kelak.
Tidak
perlu harus menghapal seluruh isi al-Qur’an, tidak perlua mengkoleksi
ribuan hadist, cukup dengan satu ayat apabila disertai oleh Allah maka
itu akan menyelamatkan diri kita jasmani dan rohani dari dunia sampai ke
akhirat. Perkerjaan yang paling sulit adalah menyebut nama Allah
disertai oleh Allah. Karena perkerjaan yang paling sulit, maka ilmu
menyebut nama Allah ini bukan pekerjaan semalam, bukan hapalan dalam
semenit, tapi memerlukan waktu bertahun-tahun, Nabi mengajarkan ini
kepada ummat zaman itu memerlukan waktu 13 tahun sampai para sahabat
Beliau menjadi matang, tertanam dalam Qalbu mereka cahaya Allah yang
dengan cahaya Allah itu pula mereka bisa menerangi dirinya, keluarga,
lingkungan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kita
pun sebagai ummat Beliau, harus mengikuti apa yang Beliau ajarkan,
secara zahir dan bathin sehingga hasil yang diperoleh akan sama dengan
apa yang diperoleh oleh ummat zaman itu. Kenapa asfek bathin atau
rohaniah dari agama ini jarang di kupas? Karena memang Guru nya langka,
tidak semua Ulama mempunyai kepasitas bisa mengajarkan manusia sampai
kepada rohaninya kecuali ulama tersebut mempunyai kedudukan sebagai Wali
Allah atau mendapat ijazah langsung dari Rasulullah lewat Guru-guru
sebelumnya sambung menyambung sebagai ulama pewaris Nabi yang mewariskan
ajaran Nabi secara zahir dan bathin.
Karena
langka maka kita harus bersungguh-sungguh mencari seperti yang
dijelaskan dalam surat Al-Maidah-35 dan surat An-Nur 35. Imam al-Ghazali
sang Hujjatul Islam dengan kerendahan hati mengakui akan sulitnya
mencari Pembimbing Sejati, seperti dalam ungkapan Beliau, “Mencari Guru
Mursyid itu akan lebih mudah mencari sebatang jarum yang disembunyikan
dalam pandang pasir yang gelap gulita.
Bersyukur
kehadirat Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim bagi orang yang telah
menemukan pembimbing zahir dan bathin, sebagai rasa syukur maka kita
harus mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang
dilarang. Orang yang telah menemukan Guru Sejati hendaknya
bersungguh-sungguh dalam mujahadah sehingga akan memperoleh hasil yang
amat langkah yaitu disertai Allah dari dunia sampai akhirat.
Tulisan
Islam berlapis ini mudah-mudahan menyadarkan kita semua, bahwa
merupakan kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajari agama secara
zahir dan bathin sehingga kita tidak seperti bangkai yang berjalan,
hidup tapi mati. Begitulah Rasulullah SAW bersabda, bahwa orang yang
mengingat Allah (dengan metode) dengan orang yang tidak mengingat Allah
ibarat orang hidup dengan orang mati. Jasad kita hidup dan bergerak
seperti layaknya makhluk hidup, sedangkan mata hati kita mati sehingga
tidak bisa menyaksikan kebesaran-Nya dan kita dimasukkan oleh Allah
kedalam orang-orang yang mati. Na’uzubillah!
Semoga Tulisan ini bermanfaat hendaknya, Amin ya Rabbal ‘Alamin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar