Sesungguhnya
tasawuf adalah Islam, dan Islam adalah tasawuf. Untuk mencapai
kesempurnaan ibadah dan keyakinan dalam Islam, seseorang hendaknya
mempelajari ilmu tasawuf melalui thariqah-thariqah yang mu’tabar dari
segi silsilah dan ajarannya. Para ulama besar kaum muslimin sama sekali
tidak menentang tasawuf, tercatat banyak dari mereka yang menggabungkan
diri sebagai pengikut dan murid tasawuf, para ulama tersebut berkhidmat
dibawah bimbingan seorang syaikh thariqah yang arif, bahkan walaupun
ulama itu lebih luas wawasannya tentang pengetahuan Islam, namun mereka
tetap menghormati para syaikh yang mulia, hal ini dikarenakan keilmuan
yang diperoleh dari jalur pendidikan formal adalah ilmu lahiriah,
sedangkan untuk memperoleh ilmu batiniyah dalam membentuk qalbun salim
dan kesempurnaan ahlak, seseorang harus menyerahkan dirinya untuk
berkhidmat dibawah bimbingan seorang syaikh tasawuf yang sejati.
Empat
orang imam mazhab Sunni, semuanya mempunyai seorang syaikh thariqah.
Melalui syaikh itulah mereka mempelajari Islam dalam sisi esoterisnya
yang indah dan agung. Mereka semua menyadari bahwa ilmu syariat harus
didukung oleh ilmu tasawuf sehingga akan tercapailah pengetahuan sejati
mengenai hakikat ibadah yang sebenarnya.
Imam
Abu Hanifah (Nu’man bin Tsabit – Ulama besar pendiri mazhab Hanafi)
adalah murid dari Ahli Silsilah Thariqat Naqsyabandiyah yaitu Imam Jafar
as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam
kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah (85 H.-150 H)
berkata, “Jika tidak karena dua tahun, Nu’man telah celaka. Karena dua
tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan
ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”.
Imam
Maliki (Malik bin Anas – Ulama besar pendiri mazhab Maliki) yang juga
murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang
mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut, “Barangsiapa
mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan
barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang
mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih kebenaran.”
(‘Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
(‘Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, vol. 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan).
Imam
Syafi’i (Muhammad bin Idris, 150-205 H ; Ulama besar pendiri mazhab
Syafi’i) berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3
ilmu:
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara
2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati
3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.”
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
(Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, vol. 1, hal. 341)
Imam
Ahmad bin Hanbal (164-241 H ; Ulama besar pendiri mazhab Hanbali)
berkata, “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena
mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati
mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan
spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari
mereka”
(Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Syaikh Fakhruddin ar Razi (544-606 H ; Ulama besar dan ahli hadits) berkata, “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .”
(I’tiqad al Furaq al Musliman, hal. 72, 73)
Ibn Khaldun (733-808 H ; Ulama besar dan filosof Islam) berkata, “Jalan sufi adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.”
(Muqadimah ibn Khaldun, hal. 328).
(Ghiza al Albab, vol. 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi)
Syaikh Fakhruddin ar Razi (544-606 H ; Ulama besar dan ahli hadits) berkata, “Jalan para sufi adalah mencari ilmu untuk memutuskan hati mereka dari kehidupan dunia dan menjaga diri agar selalu sibuk dalam pikiran dan hati mereka dengan mengingat Allah pada seluruh tindakan dan perilaku .”
(I’tiqad al Furaq al Musliman, hal. 72, 73)
Ibn Khaldun (733-808 H ; Ulama besar dan filosof Islam) berkata, “Jalan sufi adalah jalan salaf, yakni jalannya para ulama terdahulu di antara para sahabat Rasulullah Saww, tabi’in, dan tabi’it-tabi’in. Asasnya adalah beribadah kepada Allah dan meninggalkan perhiasan serta kesenangan dunia.”
(Muqadimah ibn Khaldun, hal. 328).
Imam
Jalaluddin as Suyuti (Ulama besar ahli tafsir Qur’an dan hadits)
didalam kitab Ta’yad al haqiqat al ‘Aliyyah, hal. 57 berkata, “Tasawuf
yang dianut oleh ahlinya adalah ilmu yang paling baik dan terpuji. Ilmu
ini menjelaskan bagaimana mengikuti Sunah Nabi Saww dan meninggalkan
bid’ah.”
Bahkan Ibnu Taimiyyah (661-728 H), salah seorang ulama yang dikenal keras menentang tasawuf pada akhirnya beliau mengakui bahwa tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga beliaupun mengambil bai’at dan menjadi pengikut thariqah Qadiriyyah. Berikut ini perkataan Ibnu Taimiyyah didalam kitab Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf : “Kalian harus mengetahui bahwa para syaikh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Thariqah para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia kepada kehadiran dalam Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.” Kemudian dalam kitab yang sama hal. 499, beliau berkata, “Para syaikh harus kita ikuti sebagai pembimbing, mereka adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita berhaji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.” Di antara para syaikh sufi yang beliau sebutkan didalam kitabnya adalah, Syaikh Ibrahim ibn Adham ra, guru kami Syaikh Ma’ruf al Karkhi ra, Syaikh Hasan al Basri ra, Sayyidah Rabi’ah al Adawiyyah ra, guru kami Syaikh Abul Qasim Junaid ibn Muhammad al Baghdadi ra, guru kami Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Syaikh Ahmad ar Rifa’i ra, dll.
Bahkan Ibnu Taimiyyah (661-728 H), salah seorang ulama yang dikenal keras menentang tasawuf pada akhirnya beliau mengakui bahwa tasawuf adalah jalan kebenaran, sehingga beliaupun mengambil bai’at dan menjadi pengikut thariqah Qadiriyyah. Berikut ini perkataan Ibnu Taimiyyah didalam kitab Majmu al Fatawa Ibn Taimiyyah, terbitan Dar ar Rahmat, Kairo, Vol. 11, hal. 497, dalam bab. Tasawuf : “Kalian harus mengetahui bahwa para syaikh yang terbimbing harus diambil dan diikuti sebagai petunjuk dan teladan dalam agama, karena mereka mengikuti jejak Para Nabi dan Rasul. Thariqah para syaikh itu adalah untuk menyeru manusia kepada kehadiran dalam Hadhirat Allah dan ketaatan kepada Nabi.” Kemudian dalam kitab yang sama hal. 499, beliau berkata, “Para syaikh harus kita ikuti sebagai pembimbing, mereka adalah teladan kita dan kita harus mengikuti mereka. Karena ketika kita berhaji, kita memerlukan petunjuk (dalal) untuk mencapai Ka’ bah, para syaikh ini adalah petunjuk kita (dalal) menuju Allah dan Nabi kita.” Di antara para syaikh sufi yang beliau sebutkan didalam kitabnya adalah, Syaikh Ibrahim ibn Adham ra, guru kami Syaikh Ma’ruf al Karkhi ra, Syaikh Hasan al Basri ra, Sayyidah Rabi’ah al Adawiyyah ra, guru kami Syaikh Abul Qasim Junaid ibn Muhammad al Baghdadi ra, guru kami Syaikh Abdul Qadir al Jailani, Syaikh Ahmad ar Rifa’i ra, dll.
Didalam
kitab “Syarh al Aqidah al Asfahaniyyah” hal. 128. Ibnu Taimiyyah
berkata, “Kita (saat ini) tidak mempunyai seorang Imam yang setara
dengan Malik, al Auza’i, at Tsauri, Abu Hanifah, as Syafi’i, Ahmad bin
Hanbal, Fudhail bin Iyyadh, Ma’ruf al Karkhi, dan orang-orang yang sama
dengan mereka.” Kemudian sejalan dengan gurunya, Ibnu Qayyim al
Jauziyyah didalam kitab “Ar Ruh” telah mengakui dan mengambil hadits dan
riwayat-riwayat dari para pemuka sufi.
Dr.
Yusuf Qardhawi, guru besar Universitas al Azhar, yang merupakan salah
seorang ulama Islam terkemuka abad ini didalam kumpulan fatwanya
mengatakan, “Arti tasawuf dalam agama ialah memperdalam ke arah bagian
ruhaniah, ubudiyyah, dan perhatiannya tercurah seputar permasalahan
itu.” Beliau juga berkata, “Mereka para tokoh sufi sangat berhati-hati
dalam meniti jalan di atas garis yang telah ditetapkan oleh Al-Qur,an
dan As-Sunnah. Bersih dari berbagai pikiran dan praktek yang menyimpang,
baik dalam ibadat atau pikirannya. Banyak orang yang masuk Islam karena
pengaruh mereka, banyak orang yang durhaka dan lalim kembali bertobat
karena jasa mereka. Dan tidak sedikit yang mewariskan pada dunia Islam,
yang berupa kekayaan besar dari peradaban dan ilmu, terutama di bidang
marifat, akhlak dan pengalaman-pengalaman di alam ruhani, semua itu
tidak dapat diingkari.
Seperti
itulah pengakuan para ulama besar kaum muslimin tentang tasawuf. Mereka
semua mengakui kebenarannya dan mengambil berkah ilmu tasawuf dengan
belajar serta berkhidmat kepada para syaikh thariqah pada masanya
masing-masing. Oleh karena itu tidak ada bantahan terhadap kebenaran
ilmu ini, mereka yang menyebut tasawuf sebagai ajaran sesat atau bid’ah
adalah orang-orang yang tertutup hatinya terhadap kebenaran, mereka
tidak mengikuti jejak-jejak para ulama kaum salaf yang menghormati dan
mengikuti ajaran tasawuf Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar