Hakekat Segala Rahasia Kehidupan
[ Pembahasan Ketujuh - Sufi, Para Pejalan di Jalan Tuhan ]
Dalam kitab berjudul al-Majma’ dikatakan, “Kaum sufi adalah mereka yg
bersikap sederhana dalam pakaian dan pandangan hidup.” Mungkin saja
mereka tampak tertarik oleh kehidupan dunia, namun pengetahuan mereka
diwujudkan dalam perilaku yg sopan dan santun sehingga orang-orang lain
tertarik kepada mereka. Sesungguhnya
mereka merupakan teladan bagi manusia. Mereka mengikuti ajaran-ajaran
Allah. Dalam pandangan Tuhan, mreka berada di garis tedepan manusia;
dalam pandangan para salik, terlepas dari penampialan lahiriah, mereka
adalah orang-orang yg menawan hati. Mereka memiliki ciri yg sangat khas,
karena mereka telah mencapai tingkatan tauhid yg sesungguhnya.
Dalam bahasa arab, kata tashawwuf, terdiri atas 4 huruf t, sh, w dan f.
huruf pertama, t, adalah singkatan dari tawwab, tobat. Inilah langkah
pertama yg harus ditempuh di jalan ruhani, yg meliputi langkah lahir dan
langkah batin. Langkah lahir ditempuh dengan perkataan, perbuatan, dan
perasaan. Secara lahiriah, orang yg bertobat harus memelihara hidupnya
dari dosa dan maksiat serta condong kepada ketaatan; ia harus
membebaskan diri dari penyimpangan dan kekafiran, seraya mencari
keridhaan dan keselarasan. Langkah batin tobat ditempuh oleh hati.
Langkah ini ditempuh dengan menyucikan hati dari segala noda dan salah.
Langkah ini bersumber dari perlawanan terhadap hasrat duniawi dan
keteguhan dalam kesucian. Tobat—yg merupakan kesadaran atas dosa dan
kemestian meninggalkannya, juga merupakan kesadaran atas kebaikan dan
tekad untuk mengamalkannya—akan membawa seseorang kepada tingkatan
kedua.
Tingkatan kedua adalah keadaan tenang dan bahagia,
shafa. Tingkatan ini pun meliputi dua langkah, yakni langkah menuju
kesucian hati, dan langkah menuju inti hakikatnya.
Ketentraman
datang dari hati yg bebas dari kecemasan. Keemasan disebabkan oleh
kesenangan kepada dunia—makanan, minuman, tidur, dan cengkerama. Semua
ini, seperti daya tarik bumi, menurunkan eter hati. Tentu saja,
membebaskan diri dari tarikan duniawi merupakan langkah yg sangat berat
karena ada ikatan lain yg membelenggu eter hati ke bumi, termasuk
hasrat, kekayaan, juga cinta istri dan anak-anak.
Cara
membebaskan dan menyucikan hati adalah mengingat Allah (berdzikir). Pada
awlanya, dzikir dilakukan secara lisan dengan menyebut nama-Nya
berulang-ulang, melafalkannya dengan keras sehingga kau dan orang lain
mendengar dan mengingat-Nya. Ketika ingatan kepada-Nya telah mantap,
dzikir berlangsung dalam hati dan mnjadi bagian batin; yg tertinggal
hanya keheningan. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang beriman
adalah mereka yg apabila disebut nama Allah, gemetar hati mereka, dan
apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman
mereka.” (al-Anfal: 2)
Gemetar berarti kagum, takut, dan cinta
kepada Allah. Dengan berdzikir dan menyebut nama Allah, hati terjaga
dari kelalaian, dibersihkan, dan diterangi. Dengan begitu, bentuk dan
rupa rahasia alam gaib akan terpantul padanya. Rasulullah saw bersabda,
“Para ulama secara lahir mengunjungi dan memeriksa segala sesuatu dengan
pikiran mereka, sedangkan kaum bijak secara batin sibuk membersihkan
dan menerangi hati mereka.”
Inti hati akan meraih ketentraman
jika telah disucikan dari segala sesuatu dan disiapkan untuk hanya
menerima dzat Alalh, yg akan memasukinya jika ia telah dihiasinya oleh
cinta Ilahi. Inti hati dapat dibersihkan dengan dzikir batin dan
terus-terusan melafalkan kalimat tauhid “la ilaha illallah” dengan lidah
hakikat. Ketika hati dan intinya berada dalam keadaan tenteram dan
bahagia maka tingkatan kedua, yg disimbilkan oleh huruf sh menjadi
sempurna.
Huruf ketiga, w, adalah singkatan dari wilayah, yakni
tingkatan kewalian para pecinta dan kekasih Allah. Tingkatan ini
bergantung pada kesucian batin. Dalam kitab suci Al-Qur’an disebutkan
bahwa para wali Allah itu “tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati;” dan bahwa “bagi mereka berita
gembira di kehidupan dunia dan akhirat.” (Yunus: 62 dan 64)
Orang yg telah mencapai maqam kewalian sepenuhnya mencintai dan
terhubung kepada Allah. Buah keadaan ini adalah perilaku yg sopan dan
kepribadian yg hangat. Inilah karunia Ilahi yg dianugerahkan kepadanya.
Rasulullah saw bersabda, “Perhatikanlah akhlak Allah dan berperilakulah
sesuai dengannya.” Pada tingkatan ini, seseorang telah menghapuskan
sifat-sifat duniawinya yg fana dan menyatu dengan sifat-sifat Ilahi.
Dalam hadis qudsi, Allah berfirman:
“Jika Aku mencintai hamba-Ku,
Aku menjadi mata-nya, telingannya, tangannya, dan kakinya. Dia melihat
melalui Aku, dia mendengar melalui Aku, dia berbicara melalui Aku,
tangannya menjadi tangan-Ku, dan dia berjalan bersama Aku.”
Sucikan hatimu dari segala sesuatu dan ingatlah hanya kepada Allah,
sebab: “Katakanlah olehmu, telah datang kebenaran dan telah binasa
kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu binasa.” (al-Isra: 81)
Ketika kebenaran datang dan kebatilan binasa, tingkatan wilayah menjadi sempurna.
Huruf keempat, f, merupakan singkatan dari kata fana’, peniadaan diri.
Diri yg batil dan keakuan luruh musnah ketika sifat-sifat Ilahi memasuki
jiwa seseorang. Keakuan digantikan oleh keesaan.
Pada hakikatnya,
kebenaran akan selalu ada; tak pernah hilang atau pun surut. Pemusnahan
yg dimaksudkan di sini adalah bahwa seorang mukmin menyadari dan menyatu
dengan dzat yg telah menciptakannya. Ketika berada bersama-Nya, ia
menerima keridaan-Nya: wujud manusia yg fana’ menemukan eksistensinya
dengan menyadari hakikat yg kekal. “Segala sesuatu musnah kecuali
dzat-Nya…” (al-Qashash: 88)
Hakikat-Nya dikenali melalui
keridhaan-Nya. Jika kau melakukan sesuatu karna Dia dan diridai-Nya,
berarti kau telah mendekati hakikat-Nya, dzat-Nya. Setelah itu, semuanya
musnah kecuali Yang Esa; Dia menyatu dengan orang yg diridai-Nya. Amal
saleh adalah ibu yg melahirkan hakikat, yaitu jiwa sejati yg kembali.
Allah berfirman, “Kepada-Nya naik perkataan yg baik dan amal yg saleh
dinaikkannya. “ (Fathir: 10)
Jika seseorang berbuat karena
segala sesuatu selain Allah, berarti telah menyekutukan Allah. Sebab ia
telah menempatkan seseorang atau yg lainnya di tepat Allah. Menyekutukan
Dia adalah dosa yg tak terampuni yg lambat laun akan membinasakan
dirinya. Namun jika diri dan keakuan sirna, ia akan mencapai tingkat
kebersatuan dengan Allah, yg dicapai di alam kedekatan kepada-Nya; alam
yg dijelaskan oleh Allah dalam firman-nya:
“Sesungguhnya orang yg bertakwa itu … ditempat yg disenangi, di sisi Tuhan Yang Mahakuaasa.” (al-Qamar: 54-55)
Alam itu adalah alam hakikat sejati; hakikat segala hakikat; tempat
keesaan dan ketunggalan. Itulah alam yg disediakan untuk para nabi,
orang yg dicintai Allah, dan para kekasih-Nya. Allah bersama orang-orang
yg benar. Ketika eksistensi ciptaan menyatu dengan eksistensi yg kekal,
eksistensi keduanya menjadi tak terpisahkan. Ketika seseorang telah
melepaskan dirinya dari semua ikatan duniawi untuk berada-bersama Allah,
niscaya ia akan menerima kesucian yg kekal, yg tak pernah ternodai, dan
“menjadi salah seorang penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. “
(al-A’raf: 42) . mereka adalah “orang yg beriman dan mengerjakan amal
saleh” (al-A’raf: 42). Namun, “Kami tidak memikulkan kewajiban kepada
seorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya.” (al-A’raf: 42).
Untuk bisa mencapai tingkatan penyatuan seperti itu, dibutuhkan
kesabaran dan ketabahan, karena “Allah bersama orang-orang yg sabar.”
(al-Anfal: 66)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar