Dari kedai-nya Kang Lukman: “Dul ini bom apa lagi?”
“Saya bukan ahli bom kok ditanya …”
“Maksud saya, jenis pegebomam yang mana?”
“Jenisnya pasti jenis kepentingan!”
“Jadi kamu sudah tahu siapa pengebomnya?”
“Sudah …!”
“Siapa dan pihak mana?”
“Wah, rahasia Di. Nanti kasihan Pak Polisi..”
“Lho kok kasihan sama Pak Polisi”
“Iya, karena yang mengebom itu tidak ada rupa dan jenisnya, warnanya saja tidak ada. Tahu-tahu,sudah bau.”
“Itu pasti bom pantatmu, alias kentutmu!”
“Ha ..ha ..ha .. pantatku jadi tertuduh, kaya Inul dong!”
Lalu dar .. der .. dor .., blammm, jadi tema diskusi pagi ini. Dulkamdi tampak cuek saja dengan peristiwa JW Mariot begitu dinginnya ketika ledakan Bali bahkan ketika ledakan bom bertubi-tubi ke Bagdad dan Basrah.
“Dul, kalau kamu tidak peka dengan suara bom, kamu lama-lama bisa jadi pembunuh berdarah dingin lho?”
“Kenapa”
“Ya kamu seperti terbiasa melihat nyawa melayang, itu sadis Dul!
“Saya hanya coba bertahan, agar batin saya tidak ikut meledak Di. Kalau sampai meledak berarti kita bukan orang yang sabar.”
“Wah kamu tambah gila rupanya!”
Tapi Dulkamdi tetap tenang saja mendapat cercaan Pardi. Bahkan Pardi tambah pusing melihat sikap sahabatnya itu. Lalu Dulkamdi bicara nyerocos saja :
“Bom itu meladak karena syahwat yang sudah memuncak. Ledakannya adalah orgasmus kegilaan. Ledakan bergemuruh di Irak saat perang sekalipun adalah ledakan dari syahwat para pemimpin AS. Dan Bali atau pun JW Marriot, ataupun Priok adalah syahwat kecil dari sekian syahwat besar yang sedang dipelihara oleh para tokoh-tokoh yang sedang sakit jiwa.
Ada yang memelihara syahwat politik, tidak tersalurkan ..jadilah bom. Ada yang memelihara syahwat dendam pribadi jadilah bom. Ada yang melakukan dagangan syahwat dengan membisniskan bom untuk syahwat kemakmuran. Ada yang menikmati kepetualangan syahwatnya dan begitu puas dengan ledakan itu terjadi.
Yang mengerikan jika bom itu diatasnamakan sebagai Bom Tuhan. Tuhan lalu dijadikan legitimasi untuk meremukredamkan kemanusiaan, hanya salah paham terhadap Tuhan dan memelihara syahwat salah paham itu atas paham yang salah dan beragam.”
“Wah Dul, kamu bisa sampaikanorasimu itu pada koran dan TV agar kamu bisa dimasukan sebagai salah satu penjinak bom Dul”
“Memangnya bom itu sama dengan guldul-mu.”
“Semua jadi terbahak-bahak”, begitu seru diskusi soal bom ..sampai anekdot-anekdot bom.
Kang Saleh cukup terkagum-kagum pada orasi sahabatnya itu.
“Tapi ada bom yang sangat mulia .. Dul.”
“Bom manalagi Kang?”
“Bom yang bisa meremukredamkan syahwat itu sendiri. Bom Ilahi, yang merangsek ornamen syahwat kita, lalu kita bom keangkuhan kita, kita ledakkan kesombongan dan egoisme kita, kalau perlu kita kubur seluruh klaim-klaim atas nama kebenaran kita. Ini semua butuh keberanian moral. Ini semua butuh keberanian moral. Kecuali kemunafikan kita yang muncul, pastilah kemunafikan itu akan melindungi segala kebusukan kita sendiri.”
“Kalau bom-bom yang sering kita saksikan jenis apa Kang?”
“Itu cuma kentutnya syahwat saja Dul.”
“Kentut saja begitu, bagaimana batuk dan abab-nya?
“Yah, di jaman syahwat ini, seluruh perilaku masyarakat dunia ditarik oleh sebuah mesin syahwat yang sangat mengerikan. Bahkan syahwat telah menjadi ikon dari ekonomi pembangunan, hampir di seluruh dunia. Kecuali para hamba Allah yang masih mendapatkan karunia dan rahmat-Nya. Para hamba yang sangat berjuang untuk menunggangi syahwat itu bukanya ditunggangi.”
“Wah .. kalau begitu kesimpulannya kita akan nunggang syahwat nih! Enak nggak sih Kang?”
“Ya, kira-kira seperti kamu membayangkan melewati jembatan shiratal mustaqim itu lho…”
“Wah, berat juga Kang! Nunggang syahwat. Saya kira enak tenan, nyatanya … hmm .. dahsyat dan penuh tantangan.”
Jangan-jangan kita malah terjebak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar