Pengertian
amal, Qada’ dan Qadar, tadbir dan ikhtiar, doa dan janji Allah swt,
semuanya itu mendidik rohani agar melihat ke dalam diri betapa kecilnya
apa yang datang dari seorang hamba dan sebaliknya betapa besar apa yang
dikurniakan oleh Allah swt. Rohani yang terdidik begini akan membentuk
sikap beramal tanpa melihat kepada amalan itu tapi sebaliknya melihat
amalan itu sebagai kurniaan Allah swt yang wajib disyukuri. Orang yang
terdidik seperti ini tidak lagi membuat tuntutan kepada Allah swt tetapi
membuka hati nuraninya untuk menerima taufik dan hidayat daripada Allah
swt. Orang berpikiran jernih akan menuju kepada kesucian hati dan akan
mudah menerima pancaran Nur Sir. Mata hatinya akan melihat kepada
hakikat bahwa Allah swt, Tuhan Yang Maha Mulia, Maha Suci dan Maha
Tinggi tidak mungkin ditemui dan dikenali kecuali jika Dia ingin ditemui
dan dikenali. Tidak ada ilmu dan amal yang mampu menyampaikan seseorang
kepada Allah swt. Allah swt hanya dikenali apabila Dia memperkenalkan
‘diri-Nya’. Penemuan kepada hakikat bahwa “tidak ada jalan yang terhulur
kepada gerbang makrifat” merupakan puncak yang dapat dicapai oleh ilmu.
Karena “pengertian” itu tidak ada dalam Ilmu apapun. Ilmu tidak mampu
menelurkanpengertian itu. Apabila mengetahui dan mengakui bahwa “tidak
ada jalan atau tangga yang dapat mencapai Allah swt” maka seseorang itu
tidak lagi bersandar kepada ilmu dan amalnya, apa lagi kepada ilmu dan
amal orang lain. Bila sampai di sini seseorang itu tidak ada pilihan
lagi melainkan menyerah sepenuhnya kepada Allah swt. Ada orang yang
mengetuk pintu gerbang makrifat dengan doanya. Jika pintu itu tidak
terbuka maka semangatnya akan menurun, hingga akhirnya membawa kepada
berputus asa. Ada pula orang yang berpegang dengan janji Allah swt bahwa
Dia akan membuka jalan-Nya kepada hamba-Nya yang berjuang pada
jalan-Nya. Kuatlah dia beramal agar dia lebih layak untuk menerima
kurniaan Allah swt sebagaimana janji-Nya. Dia menggunakan kekuatan
amalannya untuk mengetuk pintu gerbang makrifat. Bila pintu tersebut
tidak terbuka juga maka dia akan berasa ragu-ragu. Dalam perjalanan
mencari makrifat, seseorang tidak terlepas daripada kemungkinan menjadi
ragu-ragu, lemah semangat dan berputus asa. Hal itu menandakan dia masih
bersandar kepada sesuatu selain Allah swt. Hamba tidak ada pilihan
kecuali berserah kepada Allah swt, hanya Dia yang memiliki kuasa Mutlak
dalam menentukan siapakah antara hamba-hamba-Nya yang layak mengenali
Diri-Nya. Ilmu dan amal hanya digunakan untuk membentuk hati yang
berserah diri kepada Allah swt. Menyerahkan diri atau Aslim kepada Allah
swt itulah yang dapat membawa kehadapan pintu gerbang makrifat. Hanya
para hamba yang sampai di perhentian aslim ini yang berkemungkinan
menerima kurniaan makrifat. Allah swt menyampaikan hamba-Nya di sini
adalah tanda bahwa si hamba tersebut dipersiapkan untuk menemui-Nya.
Aslim adalah makam tertinggi untuk menghampiri Allah swt. Seseorang yang
sampai kepada makam ini haruslah terus membenamkan dirinya ke dalam
lautan penyerahan tanpa menghiraukan banyak atau sedikit ilmu dan amal
yang dimilikinya. Sekiranya Allah swt kehendaki dari makam inilah hamba
diangkat ke Hadrat-Nya. Jalan Aslim menuju pintu gerbang makrifat pada
umumnya terbagi kepada dua; 1. Jalan orang yang mencari dan 2. Jalan
orang yang dicari. 1. Orang yang mencari akan melalui jalan di mana dia
kuat melakukan mujahadah (perjuangan/usaha), Berjuang melawan godaan
hawa nafsu, kuat melakukan amal ibadat dan gemar menuntut ilmu. Zahirnya
sibuk melaksanakan tuntutan syariat dan batinnya memperteguhkan iman.
Dipelajarinya tarekat tasauf, mengenal sifat-sifat yang tercela dan
berusaha mengikiskannya daripada dirinya. Kemudian diisikan dengan
sifat-sifat yang terpuji. Dipelajarinya perjalanan nafsu dan melatihkan
dirinya agar semakin lepas dari nafsunya itu agar menjadi bertambah suci
hingga meningkat ke tahap yang diredai Allah swt. Inilah orang yang
dimaksudkan Allah swt dalam firman-Nya : “Dan orang-orang yang berusaha
dengan bersungguh-sungguh karena memenuhi kehendak agama Kami,
sesungguhnya Kami akan memimpin mereka ke jalan-jalan Kami (yang
menjadikan mereka bergembira serta memperoleh keridhaan); dan
sesungguhnya (pertolongan dan bantuan) Allah adalah beserta orang-orang
yang berusaha membaiki amalannya. ( Ayat 69 : Surah al-‘Ankabut ) “Wahai
manusia ! Sesungguhnya engkau sentiasa berpenat – (menjalankan keadaan
hidupmu) dengan segala upayamu sehingga sampai (semasa engkau) kembali
kepada Tuhanmu, dan engkau akan tetap menemui balasan apa yang telah
engkau usahakan itu (tercatat semuanya). (Ayat 6 : Surah al-Insyiqaaq )
Orang yang bermujahadah pada jalan Allah swt dengan cara menuntut ilmu,
mengamalkan ilmu yang dituntut, memperbanyakkan ibadat, berzikir,
menyucikan hati, maka Allah swt menunjukkan jalan dengan memberikan
taufik dan hidayat sehingga terbuka kepadanya suasana berserah diri
kepada Allah swt tanpa ragu-ragu dan ridha dengan aturan/perlakuan Allah
swt. Dia akan dibawa kedekat pintu gerbang makrifat dan hanya Allah swt
saja yang menentukan apakah orang tadi akan dibawa ke Hadrat-Nya
ataupun tidak, dikurniakan makrifat ataupun tidak. 2. Golongan orang
yang dicari menempuh jalan yang berbeda daripada golongan yang mencari.
Orang yang dicari tidak cenderung untuk menuntut ilmu atau beramal
dengan tekun. Dia hidup selaku orang awam tanpa kesungguhan
bermujahadah. Tetapi, Allah swt telah menentukan satu kedudukan
kerohaniankepadanya, maka takdir akan menyeretnya sampai ke kedudukan
yang telah ditentukan itu. Orang dalam golongan ini biasanya
berhadapandengan sesuatu peristiwa yang dengan serta-merta membawa
perubahan kepada hidupnya. Perubahan sikap dan kelakuan berlaku secara
mendadak. Kejadian yang menimpanya selalu berbentuk ujian yang
memutuskan hubungannya dengan sesuatu yang menjadi penghalangantaranya
dengan Allah swt. Semisalnya dia seorang raja yang beban kerajaannya
menyebabkan dia tidak mampu mendekati Allah swt, maka Allah swt mencabut
kerajaan itu daripadanya. Terlepaslah dia daripada beban tersebut dan
saat itu juga timbul satu keinsafan di dalam hatinya, yang membuatnya
menyerahkan diri kepada Allah swt dengan sepenuh hatinya. Sekiranya dia
seorang hartawan takdir akan memupuskanhartanya sehingga dia tidak ada
tempat bergantung kecuali Tuhan sendiri. Sekiranya dia berkedudukan
tinggi, takdir mencabut kedudukan tersebut dan ikut tercabut kemuliaan
yang dimilikinya dan digantikan pula dengan kehinaan sehingga dia tidak
ada tempat untuk dituju lagi kecuali kepada Allah swt. Orang dalam
golongan ke dua ini dihalang oleh takdir daripada menerima bantuan
daripada makhluk. Sehingga mereka berputus asa terhadap makhluk. Lalu
mereka kembali dengan penuh kerendahan hati kepada Allah swt dan
timbullah dalam hatinya suasana penyerahanatau aslim yang benar-benar
terhadap Allah swt. Penyerahan yang tidak mengharapkan apa-apa daripada
makhluk menjadikan mereka ridha dengan apa saja takdir dan perlakuan
Allah swt. Suasana begini membuat mereka sampai dengan cepat ke
perhentian pintu gerbang makrifat walaupun ilmu dan amal mereka masih
sedikit. Orang yang berjalan dengan kendaraan bala bencana dan tetap
dalam istiqamah (ridha dalam perlakuan Allah swt) akan lebih cepat
sampai ke pintu gerbang kema’rifatan. Abu Hurairah r.a menceritakan,
yang beliau dengar Rasulullah s.a.w bersabda yang maksudnya : Allah
berfirman: “ Apabila Aku menguji hamba-Ku yang beriman kemudian dia
tidak mengeluh kepada pengunjung-pengunjungnya maka Aku lepaskan dia
dari belenggu-Ku dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih
baik dari yang dahulu dan dia boleh memperbaharui amalnya sebab yang
lalu telah diampuni semua”. Amal kebaikan dan ilmunya tidak mampu
membawanya kepada kedudukan kerohanianyang telah ditentukan Allah swt,
lalu Allah swt dengan rahmat-Nya mengenakan ujian bala bencana yang
menariknya dengan cepat kepada kedudukan berhampiran dengan Allah swt.
Akhir kata … semoga kita semua diberikan taufik dan hidayah-Nya untuk
memperoleh pengertian-pengertian seperti ini meskipun tidak sekarang.
Sehingga kita benar-benar mengerti makna dari Hakikat berMa’rifatullah.
Jadi ternyata bukan sekedar “ngelmu2an dan atau berharap dari amal2an”
tapi sesungguhnya memang seperti uraian2 pengertian diatas. Kalo boleh
saya ringkaskan bahwa Jalan tertinggi dalam makam berma’rifatullah
adalah “bersabar dalam perjuangan dengan segala Ujian2 (perlakuan-Nya)” –
yang sering kita dengan sebutan RIDHA. Untuk mengerti makna dari
tulisan ini hendaknya membacanya harus “lepas” dari nafsu dan dari
segala ke“ILMU”an yang ada di diri. Harus dengan kehati2an dan
setenang-tenang dalam rasa cinta kepada Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar