RUH YANG TIDAK BINASA
Ruh yang memikul Amanat itu adalah ruh istimewa manusia (ar-ruhul
khassah lil insaan). Yang kami maksudkan dengan amanat adalah penguasaan
terhadap janji taklif dalam bentuk keterbukaan terhadap kemungkinan
memperoleh pahala dan siksa dengan kepatuhan dan kedurhakaan. Ruh ini
tidak pernah mati dan tidak pula binasa, malah justru kekal setelah
mati; baik itu dalam kesenangan dan kebahagiaan ataupun dalam Jahannam
dan kesengsaraan. Itulah ruh tempat ma’rifat. Pada dasarnya tanah tidak
memakan tempatnya iman dan ma’rifat, seperti yang dibeberkan oleh hadis
dan disaksikan oleh kesaksian-kesaksian kontemplasi. Ajaran agama
melarang meneliti sifat dan karakteristik ruh tersebut, sebab yang bisa
menjangkaunya hanyalah orang-orang yang mendalam ilmunya (arrasyikhuna
fil-ilmi).
Bagaimana hal itu akan dituturkan atau diceritakan,
padahal ruh itu memiliki karakteristik-karakteristik yang menakjubkan
yang belum mampu ditangkap atau dicerna oleh sebagian besar pikiran atau
salah satu lubang dari lubang-lubang neraka, sebab hubungannya dengan
badan hanya berupa pemanfaatan badan sebagai instrumen pemburu
pengetahuan melalui sarana jaring indera. Jadi, badan atau tubuh
merupakan alat, kendaran dan jaring ruh. Kepunahan atau kebinasaan alat,
kerusakan kendaraan dan jaring tidak mengharuskan rusaknya si pemburu.
Benar, jika jaring atau perangkap itu rusak sehabis berburu, maka
kerusakannya (kebinasaannya) merupakan harta rampasan, sebab dia
terhindar dari beban. Karena itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Maut itu
merupakan sesuatu yang amat berharga bagi orang Mukmin.”
Jika
jaring itu rusak sebelum berakhirnya pemburuan, yang terjadi adalah
kerugian, rasa sesal dan duka yang amat sangat. Karena itulah, orang
lalai berkata:
“Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku
berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (Q.s.
Al-Mu’minun: 99-100).
Akan tetapi, jika ia suka pada dunia,
menyenanginya dan kalbunya juga mencintainya, kemudian ia juga
memperindah bentuknya dari apa yang berkaitan dengan dunia, maka siksa
yang menimpa padanya justru menjadi dua kali lipat: Pertama, kerugian
karena habisnya masa berburu yang hanya bisa dilakukan dengan
jaring-jaring tubuh. Kedua, hilangnya jaring-jaring berikut rasa
cintanya terhadap jaring tersebut.
Ini merupakan salah satu asas
pengetahuan tentang siksa kubur. Jika terus menyelidiki secara mendalam,
Anda akan mengetahui hakikatnya secara pasti.
Barangkali Anda
ingin menyelidikinya secara mendalam hingga mengetahui hakikatnya. Di
sini perlu Anda ketahui, bahwa buku ini tidak mencakup hal tersebut;
Anda cukup merasa puas dengan contoh-contoh kecil. Seyogyanya Anda paham
bahwa maut itu adalah hal yang membinasakan tubuh. Anda tahu, bahwa
rusaknya tangan adalah ketika tangan tidak lagi mematuhi Anda, padahal
fisiknya masih utuh, sementara kekuatannya lumpuh. Dengan kekuatan
tersebut Anda bisa memanfaatkan tangan.
Maka, Anda harus paham
dan mengerti bahwa maut merupakan hancurnya kekuatan energi tubuh.
Kemudian maut itu merusak Anda, tangan, kaki, mata dan seluruh indera
Anda, sementara Anda sendiri tetap kekal. Yakni hakikat atau jatidiri
Anda, dimana dengan jatidiri itu, Anda adalah Anda.
Sekarang
Anda adalah manusia seperti dalam keadaan masih bayi, barangkali tidak
satu pun dan jasad-jasad Anda itu yang melekat pada diri Anda. Semuanya
telah punah, dan hal itu bisa terwujud dengan adanya makanan sebagai
penggantinya. Sedangkan Anda adalah Anda, jasad Anda bukanlah jasad itu.
Andaikata Anda memiliki seorang kekasih yang sangat Anda rindukan,
melalui indera-indera Anda, maka perpisahan dengan kekasih Anda itu
merupakan siksa yang amat pedih.
Seluruh kelezatan dan
kenikmatan dunia sangat disenangi dan dirindukan, namun tidak dapat
dicapai kecuali dengan indera. Tidak ada bedanya siksaan bagi si pemabuk
cinta, apakah ia dipisahkan dengan kekasihnya atau ia dibatasi oleh
tirai dan dengan mencungkil biji matanya sebagai siksaan. Atau dia
diculik dari kekasihnya ke sebuah tempat, hingga dia tidak dapat
melihatnya. Rasa pedih yang dialaminya karena tidak dapat melihat atau
memandangnya.
Orang yang mencintai harta, keluarga, perabot
rumah, budak wanita dan pakaiannya, merasakan kepedihan ketika berpisah
dengan semua itu. Apakah semua benda dunia itu dirampas orang atau dia
sendiri dijauhkan dari benda-benda tersebut, seperti ketika hartabenda
itu dipindah ke tempat lain, lalu dibangun tirai di antara dirinya dan
barang-barang miliknya itu.
Mautlah yang menghancurkan Anda dan
harta-benda tersebut, dia menjadi dinding antara diri Anda. Rasa siksa
dan kepedihan yang menimpa Anda bergantung pada sejauhmana Anda
mencintai dan menyukai barang-barang tersebut.
Maut
mempertemukan Anda dengan Allah, dan memutuskan hubungan Anda dengan
segenap indera yang menyibukkan dan membingungkan. Kenikmatan dan
kelezatan Anda menghadap Allah bergantung pada kadar rasa cinta Anda
kepada-Nya, kesenangan Anda mengingat dan menyebut-Nya. Karena itulah,
Allah memberi peringatan kepada Anda, Dia berfirman dalam Hadis Qudsi,
“Aku adalah bagianmu yang pasti, maka pastikan dan tekunilah bagianmu.”
Ungkapan terlengkap untuk mendeskripsikan kenikmatan dan kebahagiaan
surga adalah, “Sungguh bagi mereka di dalam surga adalah apa yang mereka
senangi dan mereka sukai.”
Ungkapan yang paling sempurna untuk mewakili dan mendeskripsikan siksa akhirat adalah firman Allah yang berbunyi:
“Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini.” (Q.s. Saba’: 54).
Yang membuatnya lezat hanyalah selera, namun kelezatan itu muncul
ketika bertemu dengan apa yang diingini, dan tak ada yang menyedihkan,
kecuali selera itu pula. Kepedihan datang ketika berpisah dengan yang
apa dicintai.
Sekarang Anda jangan sampai tertipu dengan
menyatakan, “Jika hal ini merupakan sebab dari siksa kubur, maka
akujelas bebas dan aman dari siksa tersebut, sebab tidak ada ikatan
hubungan antara kalbuku dengan kenikmatan-kenikmatan duniawi.”
Hal ini tidak akan dapat Anda ketahui dengan sebenarnya, selama Anda
belum membuang dunia dan keluar dari dunia sepenuhnya. Berapa banyak
laki-laki menjual budak wanitanya, dengan dugaan bahwa tidak ada kaitan
hati apa pun antara dirinya dengan dia. Namun, setelah budak wanita
tersebut dibawa oleh si pembeli, kalbunya menyala dalam api perpisahan,
dan terus berkobar. Bahkan, bisa-bisa ia bunuh diri karenanya, dengan
menenggelamkan diri ke dalam sungai atau lautan, atau membakar diri pada
kobaran api.
Demikian pula dengan kondisi Anda dalam kubur
tentang segala hal duniawi yang disenangi oleh kalbu Anda. Karena
itulah, Rasulullah Saw. bersabda, “Cintailah apa yang kamu cintai, sebab
sesungguhnya kamu akan berpisah dan meninggalkannya.”
Di balik
ini ada siksa yang lebih dahsyat dari hal di atas, yaitu penyesalan
ketika dirinya terhalangi memandang wajah Allah Yang Maha Mulia.
Besarnya nilai yang hilang tersingkap dengan kematian, walaupun sebelum
mati nilai tersebut sangat kecil menurut Anda, karena maut merupakan
sebab dari ketersingkapan, ketampakan yang sebelumnya tidak tampak.
Sebagaimana tidur merupakan sebab dari tersingkapnya hal-hal gaib,
melalui lambang ataupun tanpa lambang.
Tidur adalah saudara
kematian. Hanya saja nilainya lebih rendah. Itulah dua bentuk siksa yang
berlipat ganda atas setiap orang mati, karena lebih mencintai selain
Allah. Suka citanya ditujukan pada selain Allah dibanding kecintaannya
kepada-Nya. Dua-duanya sangat penting, jika Anda mengetahui hakikat ruh
dan keabadiannya dalam kehidupan setelah mati, serta hubungan atau
kaitan-kaitannya, dan hal-hal yang kontra dan selaras naluri manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar