1. Dasar-Dasar Al Qur’an Dan Al Hadits
Dasar hukum wasilah adalah antara lain :
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah Swt dan carilah jalan / wasilah
yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya
kamu mendapat keberuntungan (sukses). (QS. al Maidah : 35)
2. Pengertian Wasilah
Dalam kamus al Munjid menyebutkan: اَلْوَسِيْلَةُ ماَ يَتَقَرَّبُ اِلىَ الْغَيْرِ
Wasilah menurut bahasa ialah sesuatu yang mendekatkan kepada yang lain
Dalam kamus: اَلْوَسِيْلَةُ الْمَنْزِلَةُ عِنْدَ الْمُلْكِ
Wasilah suatu kedudukan di sisi raja
Ibnu Kasir dalam menafsirkan surat al Maidah ayat 35 menyebutkan,
اَلْوَسِيْلَةُ هِيَ الَّتِى يَتَوَصَّلُ بِهَا اِلَى تَحْصِيْلُ الْمَقْصُوْدِ
Wasilah ialah sesuatu yang menyampaikan kepada tercapainya tujuannya.
Prof.
DR. H. Kadirun Yahya menafsirkan surat al Maidah ayat 35 bahwa, Wasilah
itu adalah channel dan frekuensi yang membawa mereka yang beriman dan
takwa tersebut di atas langsung ke hadirat Allah Swt, dan jika mereka
bersungguh-sungguh di atas jalan itu mereka akan menang dunia akhirat.
Menurut
satu riwayat dari Ibnu Abbas, arti wasilah di sana adalah hajat
kepada-Nya. Jadi maknanya adalah carilah hajat kepada Allah.
Dalam tafsir Futuhul Ilahiah disebutkan bahwa wasilah adalah : Sesuatu yang mendekatkan kamu kepada-Nya, dengan mentaati-Nya.
Dari
keterangan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa, wasilah itu
adalah suatu jalan / cara yang harus kita tempuh agar kita dapat
bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dalam
ayat tadi kita disuruh mencari sesuatu. Yang namanya mencari sesuatu,
pasti sesuatu itu sudah ada. Kita disuruh mencari agar kita dapat
menemukan sesuatu yang sudah ada. Sesuatu yang sudah ada itulah yang
dapat menjadi saluran amal kita hingga sampai kehadirat Allah Swt.
Menurut
Prof. DR. Kadirun Yahya dalam beberapa penjelasan beliau, bahwa wasilah
itu bukan orang, bukan ruh tapi sesuatu (QS. al Maidah : 35), yang ada
pada Arwahul muqaddasah Rasulullah Saw, yang datang dan tersalur
langsung dari Allah Swt. Inilah yang mempunyai dimensi, power, kekuatan
tak terhingga (∽).
Inilah yang memberi kekuatan dan berbekas langsung kepada amal-amal
shalihat kita. Inilah yang dinamakan channel dan frekwensi yang tak
terhingga, yang langsung menuju kehadirat Allah Swt, yang dimensinya tak
terhingga itu. Keberadaan Nabi Muhammad dan Khalifah-Khalifahnya
merupakan anugerah atau rahmat dan penyelamat bagi orang-orang sedunia.
Beliau adalah wasilah untuk itu.
وَمَا اَرْسَلْنَاكَ اِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ
Dan tidak Kami utus engkau wahai Muhammad, kecuali pembawa rahmat bagi alam semesta.
Dan tidak engkau yang melontar ketika engkau melontar, tapi Allahlah yang melontar. (QS. al Anfal : 17)
Maka
Rasulullah adalah sebagai wasilah carrier, pembawa wasilah yang
menyalurkan rahmat bagi alam semesta, yang menyalurkan lontaran untuk
menghantam kuffar Quraisy dalam peperangan Khandaq. Yang punya rahmat
dan yang melakukan lontaran sesungguhnya adalah Allah Swt. Yang dibawa
oleh Rasulullah Saw dan dilakukan oleh Rasulullah Saw, yaitu menyebar
rahmat dan melakukan lontaran adalah bersifat Nisbi, tapi yang hakikinya
adalah Allah Swt. Inilah yang dimaksud dengan datang dan tersalur
langsung dari Allah Swt.
Banyak
lagi ayat-ayat dan hadits yang semakna dengan ini, yaitu ayat-ayat yang
mengandung power dan teknologi yang maha dahsyat, yang tidak mungkin
dia akan menjelma menjadi suatu kenyataan kalau tidak pakai wasilah /
channel / frekuensi yang kekuatannya, energinya, dimensinya datang
langsung dari Allah Swt. Yang memberi bekas secara hakiki adalah Allah
Swt.
Jadi,
yang kita warisi dari Rasulullah bukan hanya ajaran agama yang
termaktub dalam al Qur’an dan al Hadits saja, tapi harus kita warisi
juga, harus kita dapati juga, harus kita pakai juga frekuensi / wasilah
yang tak terhingga yang ada pada arwahul muqaddasah Rasulullah yang ada
wasilah nurun ‘ala nurin padanya.
3. Macam-Macam Wasilah
a. Wasilah yang dilarang
Adapun
wasilah yang dilarang adalah berwasilah dengan berhala atau
patung-patung seperti yang dilakukan oleh orang kafir musyrik,
sebagaimana yang termaktub dalam surat az Zumar ayat 3.
Ingatlah,
hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
yang sedekat-dekatnya.
Menurut
asbabun nuzul, ayat ini berkenaan dengan tiga suku bangsawan; Amir,
Kinanah dan Bani Salamah yang menyembah berhala, yang mereka mengatakan
bahwa persembahan terhadap berhala itu adalah untuk menghampirkan diri
kepada Allah Swt. Kenyataannya mereka benar-benar menyembah berhala,
yang mereka yakini berhala itu dapat memberikan manfaat dan ataupun
mudarat. Karena itu Allah tegaskan di akhir ayat, bahwa perkataan mereka
itu adalah perkataan bohong lagi kafir, Allah Swt tidak akan memberikan
hidayah kepadanya.
Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan hidayah kepada orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar. (QS. az Zumar : 3)
Orang-orang
yang berpendapat tidak boleh berwasilah adalah mengikuti jalan pikiran
Ibnu Taimiyah dengan memakai dalil surat az Zumar ayat 3 ini. Jalan
pikiran Ibnu Taimiyah ini diambil over para orientalis, kemudian ditulis
dalam bahasa Arab dan tulisan-tulisan itu disebarluaskan ke Jaziratul
Arab, untuk selanjutnya dari Jaziratul Arab disebarluaskan ke
negara-negara Islam lainnya. Jalan pikiran Ibnu Taimiyah dan orientalis
inilah akhirnya mempengaruhi pendapat Muhammad bin Abdul Wahab pendiri
Dinasti Wahabi 500 tahun kemudian. Dinasti Wahabi-lah yang menghancurkan
rumah-rumah suluk di Jabal Qubis dan tempat-tempat lainnya dan
menganggap syirik orang-orang yang berziarah ke kuburan Nabi Saw dan
kuburan wali-wali, dengan berseru atau memanggil “Wahai Rasulullah Saw,
kami mohon syafaatmu.”
Buku-buku
Wahabiyah inilah yang banyak berkembang ke negara-negara Islam /
rakyatnya sebagian besar beragama Islam termasuk ke Indonesia, yang
dampaknya sangat berpengaruh kepada jalan pikiran orang-orang Islam.
Saudara kandung dari Muhammad bin Abdul Wahab, bernama Syaikh Sulaiman
bin Abdul Wahab, menolak pendapat pemimpin golongan Wahabi itu, dengan
menerbitkan sebuah kitab berjudul ash Showa’iku al Ilahiyah fi al Rodi ‘ala al Wahabiyah.
Selain
dari dua tokoh ulama itu, masih banyak lagi ulama terkemuka lainnya
dari empat mazhab yang menyangkal pendapat Ibnu Taimiyah dan Muhammad
bin Abdul Wahab tersebut, dan bahkan ada yang menganggap Ibnu Taimiyah
berpengetahuan dalam, tetapi berakal pendek, sesat dan menyesatkan orang
banyak. Sayyid Zaini Dahan, Mufti Mazhab Syafi’i di Mekkah, dalam
kitabnya, Kholasoh al kalami fi bayani umaro’il baladi al haromi
dengan tegas mengecam dan menolak keras pendapat golongan Wahabi
tersebut, dengan mengemukakan dalil dan alasan ayat, hadits, pendapat
ulama salaf dan ulama khalaf, dan pendapat imam mazhab yang empat. (Fuad
Said, 1992, hlm. 25)
b. Wasilah yang diperbolehkan
Wasilah
yang disyaratkan adalah semua bentuk wasilah yang disunatkan oleh Allah
dalam Kitab-Nya dan sunah Rasul-Nya serta dianjurkan supaya kita
mengamalkannya.
1. Di
dalam al Qur’anul Karim terdapat beberapa ayat yang menyuruh kita
berwasilah, antara lain: dalam surat al A’raf : 88-89; 155-156 dan 180,
surat Ibrahim : 38-41, surat as Syuara : 75-85
2. Al Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya, Dalail al Nubuwah pada waktu menafsirkan surat al Baqarah ayat 37
Kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, Maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. al Baqarah : 37)
Bahwa
Adam pun sebagai bapak manusia berwasilah kepada Nabi Muhammad Saw
sebelum lahir, untuk diterima taubatnya, karena ia telah melanggar
perintah Allah yaitu supaya tidak memakan buah khuldi sewaktu ia dengan
istrinya berada di surga. Karena melanggar larangan itulah mereka
dikeluarkan dari surga. Ia mengakui segala kesalahannya di hadapan
Allah.
لَمَّا
اقْتَرَفَ اَدَمُ الْخَطِيْئَةَ قَالَ يَا رَبِّ أَسْئَلُكَ بِحَقِّ
مُحَمَّدٍ اِلاَّ غَفَرْتَ لِى فَقَالَ الله ُتَعَالَى يَا اَدَمَ كَيْفَ
عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ اَخْلُقْهُ قَالَ يَا رَبِّ لَمَّا خَلَقْتَنِى
رَفَعْتُ رَأْسِى فَرَأَيْتُ عَلَى قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوْباً لاَ
اِلَهَ اِلاَّ الله ُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ فَعْلِمْتُ اَنَّكَ لَمْ
تَضِفْ اِلَى اَسْمَائِكَ اِلاَّ اَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيْكَ فَقَالَ الله
ُتَعَالَى صَدَقْتَ يَا اَدَمَ اِنَّهُ َلاَحَبُّ الْخَلْقِ اِلَيَّ
وَاِذَا سَئَلْتَنِى بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلاَ مُحَمَّدٌ
مَا خَلَقْتَكَ فَهُوَ اَخِرُ اْلاَنْبِيَاءِ مِنْ ذُرِيَتِكَ
Tatkala
nabi Adam mengakui kesalahannya, dia berkata “Wahai Tuhan, saya mohon
kepada-Mu bihaqqi (dengan kebenaran) Muhammad Saw, ampunilah dosaku!.”
Allah berfirman, “Adam, bagaimana mungkin anda mengenal Muhammad,
padahal ia belum Ku-jadikan?” Adam menjawab, “Wahai Tuhan, sesungguhnya
tatkala Engkau menciptakan aku, kuangkat kepalaku, maka kulihat di atas
tiang-tiang Arasy bertulis لا اله الا الله محمد رسول اللهmengertilah
aku bahwa Engkau tidak menyandarkan sesuatu kepada nama-Mu, melainkan
orang yang paling dikasihi makhluk.” Allah pun berfirman pula, “Benar
anda Adam, sesungguhnya Muhammad Saw itu paling kasih sayang kepada-Ku.
Apabila anda memohon dengan berkat kebenarannya, maka sesungguhnya
Ku-ampuni dosamu. Dan kalaulah tidak karena Muhammad, tidaklah
Ku-jadikan anda dan dia adalah nabi yang terakhir dari keturunanmu.” (HR. al Baihaqi, al Hakim dan at Thabrani)
3. Imam
Malik bin Anas menyuruh kepada khalifah al Mansur agar memakai wasilah
yang benar, yaitu ketika al Mansur mengerjakan haji dan menziarahi
kuburan Nabi di Madinah. Al Mansur bertanya kepada Imam Malik yang
kebetulan berada dalam masjid Nabawi itu, “Ke mana harus menghadap bila
berdo’a, apakah menghadap kiblat atau menghadap kuburan Nabi Saw? “Imam
Malik menjawab, “Kenapa anda memalingkan wajah anda daripadanya? Dialah
wasilahmu dan dia pulalah wasilah bapakmu Adam kepada Allah Swt.
Menghadaplah kepadanya dan mintalah syafaatnya, niscaya beliau akan
mensyafaatimu.” Masalah ini dikuatkan dengan maksud surat an Nisa’ ayat
64.
Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon
ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohon ampun untuk mereka, tentulah
mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
4. Umar
bin Khattab pada masanya pada waktu minta diturunkan hujan, ia
berwasilah kepada Abbas bin Abdul Muthallib paman Rasulullah, kemudian
Do’a Sayyidina Umar dikabulkan oleh Allah. Setelah selesai berdo’a, Umar
berkata:Wahai umat manusia, Rasulullah Saw menganggap Abbas sebagai
anak terhadap bapak. Maka ikutilah Beliau dalam hal pamannya Abbas. Dan
jadikanlah ia (Abbas) wasilah kepada Allah Swt.
Sesungguhnya
masih banyak lagi dalil-dalil al Qur’an maupun al Hadits ataupun
perbuatan para sahabat yang melaksanakan amalan, do’a dengan berwasilah.
Kiranya kuranglah bijaksana kalau kita paparkan satu demi satu karena
amat banyak dan panjangnya dalam buku yang amat terbatas ini. Kiranya
cukup jelas dan gamblang sekali dalil-dalil, alasan-alasan tersebut
untuk membatalkan anggapan kalangan orang-orang yang melarang berwasilah
secara mutlak, baik berwasilah kepada orang hidup maupun berwasilah
kepada orang yang sudah mati. Dengan demikian batal pulalah anggapan
kalangan orang-orang yang melarang berwasilah kepada selain Rasulullah
Saw.
Perbuatan
dan ucapan para sahabat, khulafaurrosyidin menjadi hujjah dalam masalah
hukum agama dan keagamaan. Sabda Rasulullah Saw:
اِقْتَدُوْا
بِاللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِى اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ فَاِنَّهُمَا حَبْلُ
اللهِ الْمَمْدُوْدُ مَنْ تَمَسَّكَ بِهِمَا فَقَدْ تَمَسَّكَ
بِالْعَرْوَةِ الْوثْقَى لانْفِصَامَ لَهَا
Ikutilah
oleh kamu dua orang sesudahku Abu Bakar dan Umar. Sesungguhnya kedua
orang tersebut adalah tali Allah yang dipanjangkan. Barang siapa yang
berpegang teguh kepada keduanya, niscaya dia berpegang teguh kepada tali
yang kuat yang tidak akan terputus. (HR. Thabrani)
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ
Hendaklah kamu ikuti sunahku dan sunah khulafaurrosyidin yang selalu mendapat hidayah dari Allah. (al Hadits)
Sikap
Sayyidina Umar berwasilah kepada Sayyidina Abbas untuk meminta hujan,
tidak kepada Nabi Saw adalah untuk menegaskan kepada umat bahwa
berwasilah kepada selain Nabi Saw hukumnya boleh dan disyaratkan tiada
cacat cela padanya. Jika Sayyidina Umar berwasilah kepada Nabi Saw,
tentu orang banyak akan berpendapat tidak boleh berwasilah kepada selain
Nabi Saw. Sedangkan berwasilah kepada Nabi Saw waktu itu sudah dikenal
dan umum
4. Burraq Adalah Wasilah Menuju Tuhan
“Orang sering kali dibodoh-bodohi oleh orang Yahudi yang menggambarkan Burraq seperti kuda” kata Saidi Syekh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi (Mursyid Thareqat Naqsyabandiah Al-Kalidiah Aminiah Ahli Silsilah ke-36,)
bahwa gambaran Burraq nabi yang dikendarai Beliau ketika berjalan dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, lalu naik ke langit tujuh adalah
berwujud binatang seperti kuda tapi lebih kecil, berkepala manusia
kecepatannya satu langkah bisa menempuh jarak sejauh mata memandang.
Kemudian gambaran nabi itu dibentuk ke dalam gambar realistis, yang
dipajang di dinding. Anak-anak orang awam menangkap kesan seperti
gambaran binatang tersebut.
Kalau
itu di tuju, oleh ayat dan surat al Isra’, maka terbentuk kesan bahwa
hanya nabi saja yang mampu mengadakan perjalanan cepat di muka bumi dan
naik ke langit dalam tempo cepat secepat kilat. Dan al Qur’an tersebut
hanya menjadi cerita belaka, bukanlah sebagai hidayah bagi seluruh umat
manusia, itu bila mana ayat al Qur’an hanya dipahami dari segi
harfiahnya saja.
Menurut
ahli tasawuf, ayat itu yang terpenting adalah tujuan dari segi
bathinnya, yakni kendaraan yang ditunggangi nabi Muhammad itu adalah
Burraq yang bersifat Ruhani yang bisa didapat oleh siapa saja yang mampu
menemukan dan menaikinya. Bertemu Tuhan dan melihat keajaiban-keajaiban
di alam Malakut dan alam Rabbani. Kendaraan yang disebut dengan Burraq
itu bisa didapat, apabila murid telah mengalami 3 kali “Suluk” dan
berjalan menuju Tuhan. Dan telah berada di alam Muroqobah, di alam
berjumpa dengan Tuhan. Dengan demikian, umat Nabi yang mempunyai
kemampuan untuk mengadakan Suluk bisa mendapatkan kendaraan Burraq
seperti Nabi. Hanya dengan pengertian ini, al Qur’an memenuhi hidayahnya
bagi umatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar