by SufiMuda
Semua Harus Melewati Tahapan.
Kalau
harus mencapai tahap makrifat terlebih dulu baru bisa mengingat Allah
dengan benar, lalu bagaimana dengan para pemula, orang yang baru
menekuni tarekat sementara mereka belum mencapai tahap makrifat?.
Jawabanya sangat sederhana, dzikir yang diajarkan oleh Guru kepada anda
bukan bacaan biasa, itu adalah bacaan yang ketika diucapkan akan
tersambung langsung kehadirat Allah swt karena bacaan itu diucapkan
dengan menggabungkan rohani murid dengan rohani Sang Guru. Tahap awal
setiap kita diajarkan Dzikir, menyebut nama Allah, dengan melakukan
rabithah kepada Guru Mursyid.
Rabithah
atau merabit dalam tarekat dimaknai dengan sederhana yaitu mengingat.
Merabit mursyid artinya mengingat Mursyid. Dari segi bahasa Rabithah
bermakna menggabungkan, dalam hal ini yang digabungkan adalah rohani
dengan rohani. Jasmani dengan jasmani tidak bisa digabungkan karena
jasmani adalah benda padat sedangkan rohani yang tersusun dari unsur
yang sangat halus bisa saling bergabung. Sama hal dengan air, antara
satu yang lain bisa bergabung karena sifatnya cari dan gas bisa
bergabung karena sifatnya lebih halus demikian juga dengan roh.
Manusia
dilarang bersekutu dengan Allah karena memang itu merupakan hal yang
mustahil. Antara manusia dengan Allah memiliki sifat yang sangat
berbeda, tidak mungkin yang diciptakan bisa bergabung dengan Sang Maha
Pencipta Yang Maha Suci lagi Maha Mulia. Karena itulah Allah mengutus
Rasul, dengan Rasul lah kita bersekutu, menggabungkan diri rohani kita,
lewat penggabungan itulah yang kemudian mengantarkan rohani sampai
kehadirat Allah swt. Kalau dipahami secara mendalam hubungan ini
bukanlah hubungan perantara akan tetapi hubungan Langsung.
Bagi
yang sudah memiliki Guru Mursyid maka dia telah memulai perjalanan
menuju kehadirat Allah swt dengan di temani oleh sahabat setia yang
senantiasa menuntun dan membimbingnya dalam perjalanan yaitu Guru
Mursyid. Guru Mursyid akan mengetahui dimana lembah, dimana tempat
berbahaya, dimana gunung yang terjal sehingga murid selama dari bahaya
selama dalam perjalanan.
Sangat
keliru kalau ada yang menganggap bahwa Guru adalah perantara kepada
Allah swt. Guru Mursyid adalah pembawa wasilah yang berasal dari Allah
swt, dengan wasilah itulah kita bisa sampai kehadirat Allah swt. Wasilah
itu bukan manusia, bukan Guru Mursyid, bukan pula Nabi, Wasilah adalah
sesuatu yang berasal dari Allah yang telah ada sejak sebelumnya ada.
Wasilah adalah Nur Ala Nurin, Nur Muhammad, Cahaya Allah yang dijelaskan
dalam surat an-Nur ayat 35.
Wasilah
adalah frekwensi atau gelombang Allah yang dengan kita menemukan
frewensi tersebut maka kita akan bisa sampai kehadirat Allah swt. Ibarat
menonton TV, ketika TV dihidupkan dan chanel atau frekwensinya tepat
maka di layar televisi akan kita saksikan sesuatu yang ada diluar TV.
Walaupun kita berada dalam rumah, maka lewat TV kita seolah-olah telah
berada diseluruh dunia, bisa menyaksikan tempat-tempat yang jauh pada
saat itu juga. Ini teknologi buatan manusia yang canggih, namun wasilah
adalah teknologi Allah yang super canggih, dalam detik per detik rohani
bisa tersambung kepada arwahul muqadasah Rasulullah dan otomatis akan
tersambung kepada Allah swt.
Inilah
warisan yang sangat berharga dari Rasulullah yang selama ini mulai
dilupakan orang. Tarekat dianggap bid’ah bahkan tanpa rasa bersalah
memasukkan ke dalam aliran sesat.
Karena
ilmu yang terbatas, referensi hanya dari golongan yang tidak menyukai
tarekat akhirnya sebagian orang yang tidak paham kemudian setuju
memasukkan tarekat sebagai perbuatan bid’ah. Kemudian barulah muncul
kebingungan ketika berhadapan dengan istilah Wajah Allah, Memandang
Wajah Allah, Makrifat, kemudian mencari dalil-dalil untuk menghindari
istila tersebut atau menggantikan dengan makna yang sama sekali berbeda.
Karena
metode berhubungan Allah berupa Tarekatullah ini ditinggalkan, maka
manusia menyembah Allah dalam kekosongan, hanya merasa yakin doa di
dengar, merasa yakin dekat dengan Allah. Ketika metode ini tidak dipakai
maka tanpa sadar yang kita sembah bukan Allah melainkan ka’bah atau
dinding di depan kita atau sajadah.
Ketika
metode ini ditinggalkan maka putuslah hubungan manusia dengan Allah,
putuslah Tali yang bersambung dengan Allah sehingga manusia menyembah
dalam kekosongan. Semua kita setuju bahwa di dalam ibadah kita tidak
sekali-kali menyembah ka’bah tapi menyembah Allah, pertanyaan sederhana
Allah yang mana yang kita sembah? Nama Allah yang berupa tulisan, Allah
yang kita dengarkan nama-Nya atau?
Pertanyaan ini harus bisa terjawab dengan tuntas, karena setiap nama memiliki sosok dibalik nama, begitu juga dengan Allah.
Semoga tulisan ini bermanfaat hendaknya, amin ya Rabbal ‘Alamin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar