by SufiMuda
Seperti
yang sudah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa Iblis dan
balatentaranya tidak akan mungkin bisa dilawan oleh manusia, bahkan anak
setan yang kecil pun tidak bisa dilawan. Setan makhluk yang tersembunyi
tidak bisa dilihat sedangkan dia bisa melihat dengan jelas manusia.
Bagaimana mungkin manusia bisa melawan musuh yang tidak terlihat
sementara musuh dengan mudah menyerangnya.
Disinilah
pentingnya kita mengetahui cara untuk bisa berhubungan dengan Allah
secara sempurna, dengan menggunakan metodologi yang tepat, dengan
demikian Nur Allah akan bisa sampai dan bersemayam dalam hati sanubari
kita. Ketika Nur Allah bersemayam dalam hati sanubari manusia maka
segala bentuk kebathilan, segala angkara murka, iblis beserta bala
tentaranya akan ikut hilang musnah dari hati. Ini memerlukan proses yang
panjang, perjuangan ini memerlukan kesabaran, ini yang disebut dengan
mujahadah.
Ketika
setan dalam hati lenyap dengan hadirnya Nur Allah dalam hati, maka akan
tersikap tirai yang selama ini menghalangi antara kita dengan Allah.
Tersikapnya tirai tersebut dikenal dengan mukasyafah dengan demikian
akan sampai kepada tahap musyahadah atau penyaksian. Setelah mengalami
musyahadah inilah baru kita akan benar bersaksi, menyaksikan Dzat Maha
Agung dan Maha Mulia, dengan demikian syahadat kita tidak lagi sekedar
diucapkan oleh mulut dan dibenarkan oleh hati, tapi bathin ikut
menyaksikan tanpa keraguan. Dalam hal ini Abu Yazid ketika ditanya apa
itu makrifat, Beliau menjawab, “Tiada keraguan sedikitpun bahwa yang aku saksikan adalah Allah”.
Untuk
menghilangkan was was atau keraguan dalam hati maka diperlukan latihan
yang terus menerus, istiqamah dalam berdzikir, melakukan secara intensif
lewat suluk sehingga akan sampai kepada apa yang dijanjikan Allah dalam
surat Al-Maidah ayat 35 yaitu mendapat kemenangan. Kemenangan yang
dimaksud adalah kememenangan hakiki, mampu melawan setan yang bersemayam
dalam diri, mampu melawan diri kita, diri yang selalu diliputi oleh
hawa nafsu. Salah satu penghalang antara manusia dengan Tuhan bukan
berada diluar dirinya, yang menghalangi adalah diri manusia sendiri.
Ketika
manusia telah mampu melawan dirinya sendiri, telah menang berperang
melawan hawa nafsunya maka Allah akan menyikapkan tirai pembatas, saat
itu lah manusia bisa menyembah Allah dengan benar.
Hijab
atau pembatas antara manusia dengan Tuhan yang lebih halus dari nafsu
adalah ilmu. Dengan segudang ilmu yang dihapal dan di ingat dalam
pikirannya seringkali menjadi penghalang antara manusia dengan Tuhan,
karena pada saat itu manusia tidak lagi berniat mencari, telah merasa
cukup dengan ilmu yang dimiliki.
Imam
Al-Ghazali menyindir orang-orang yang menghapal ilmu atau orang-orang
yang hanya berpedoman kepada bacaan ibarat orang yang berjalan memakai
tongkat. Buku adalah ibarat tongkat yang membantu kita tahap awal untuk
berjalan, ketika telah mampu berjalan maka tongkat itu tidak membantu
sama sekali bahkan menjadi penghalang bagi kita dalam berjalan.
Untuk
bisa beribadah dengan benar maka kunci nya adalah Makrifat. Tanpa
makrifat maka ibadah yang kita lakukan tidak bernilai sama sekali.Tanpa
makrifat maka manusia tidak bisa menyembah dengan benar. Kita disuruh
untuk setiap saat mengingat Allah, bagaimana mungkin akal pikiran kita
bisa mengingat sesuatu yang tidak pernah kita lihat, sesuatu yang tidak
pernah terlintas dalam pikiran, sesuatu yang tidak ada serupa di dunia
ini. Coba anda renungkan dalam-dalam hal ini, bisakah kita mengingat
sesuatu yang belum pernah kita lihat?
Maka
syarat utama untuk bisa mengingat-Nya adalah ketika kita telah berada
di alam Rabbani, telah pernah menyaksikan wajah-Nya, barulah kemudian
kita bisa mengingatkan dalam setiap saat, bisa berhubungan dengan-Nya
dalam segala bentuk ibadah, barulah kita bisa mencapai tahap shalat yang
khusyuk karena kita telah mengenal dengan baik bahkan bisa mengingat
dengan benar Allah SWT.
Inilah
sebenarnya yang menjadi problem terbesar ummat ini, satu sisi banyak
yang setuju dengan pemahaman yang baru muncul dalam dunia Islam, sebuah
pemahaman yang menolak kehadiran tarekat, menolak metodologi yang telah
terbukti selama 1300 tahun mengantarkan manusia sampai kehadirat Allah.
Satu sisi lain, kita di bingungkan dengan istilah Wajah Allah, mengingat
Allah, makrifat kepada Allah, shalat Khusyuk yang seluruh pelajarannya
ada di dalam tarekat, sebuah metode berharga yang diwariskan oleh
Rasulullah SAW.
Ketika
tarekat ditolak maka ummat mulai mencari cara beragama dengan pemahaman
akalnya sendiri, menguraikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya yang
sudah bisa dipastikan lebih banyak salahnya dari benarnya. Rasulullah
sudah mengingatkan tentang hal ini, “Barangsiapa yang menguraikan
Al-Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka
sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Setiap ada perbedaan selalu menggunakan Al-Qur’an sebagai senjata untuk membenarkan tindakannya. “Al-Qur’an bilang begini..”, “Nabi bilang begini..”, “perbuatan kamu tidak sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an” dan sebagainya sehingga al-Qur’an dijadikan senjata untuk menyerang kelompok yang berbeda dengannya.
Satu
hal yang sering dilupakan adalah bahwa al-Qur’an memiliki makna yang
tersurat, tersirat dan tersembunyi. Pada umumnya orang bisa dengan mudah
memaknai isi yang tersurat dari al-Qur’an, sedikit yang mengetahui
makna di balik itu yaitu makna yang tersirat kecuali orang-orang yang
dalam pengetahuannya dan sangat jarang orang yang bisa menjelaskan
rahasia tersembunyi di balik al-Qur’an, ini hanya bisa dipahami oleh
orang-orang yang hubungannya sangat dekat dengan Allah.
Saya
mohon maaf lewat tulisan ini kalau saya mengatakan bahwa tentang shalat
khusyuk mustahil bisa dicapai tanpa melalui tarekat. Shalat khusyuk
sampai kapanpun tidak akan bisa di dapat kalau belum sampai ke tahap
makrifat. Pemahaman keliru selama ini adalah orang menyamakan khusyuk
dengan tenang, kalau sudah tenang dalam shalat berarti sudah khusyuk.
Ini pemahaman yang harus diluruskan karena kalau tenang dijadikan
sebagai ukuran khusyuk maka dengan semedi juga akan memperoleh
ketenangan, dengan konsentrasi pikiran menggunakan metode hypnoterapi
atau NLP juga akan memperoleh ketenangan. Khusyuk juga bukan merupakan
kekosongan, karena di dunia ini tidak ada yang kosong, kalau mengalami
kekosongan maka akan ada yang mengisi, yang dikhawatirkan kekosongan dan
kehampaan yang kita alami akan di isi oleh unsur-unsur yang tidak
disukai oleh Allah SWT.
Khusyuk
adalah suasana hati lalai bersama Tuhannya, sepi dalam keramaian dan
ramai dalam kesunyian. Khusyuk adalah dimana hamba menyaksikan keagungan
wajah-Nya, yang bisa memberikan getaran maha dahsyat ke dalam hati
sanubari, dari sana akan diperoleh kenikmatan yang sulit diungkapkan
dengan kata-kata. Khusyuk seperti ini lah yang bisa menyelamatkan
manusia dari ancaman neraka karena dalam dirinya telah ada surga yang
abadi.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar