Bergabung
dengan kalangan sufi adalah fardhu ‘ain. Sebab tidak seorangpun
terbebas dari aib dan kesalahan kecuali para Nabi. (Imam Al-Ghazali)
Abu
Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’I dikenal
dengan nama Imam al Ghazali lahir tahun 450 H/1058 M di propinsi
Khurasan Irak. Beliau mempunyai daya ingat yang kuat dan bijak dalam
berhujjah sehingga digelar sebagai hujjatul Islam. Diantara banyak karya tasawuf yang beliau karang yang sangat terkenal sampai sekarang adalah Ihya Ulumuddin (Kebangkitan ilmu-ilmu Agama).
Imam
al Gahazali pada mulanya bukanlah pengamal tasawuf bahkan beliau tidak
begitu mempercayai penomena-penomena kekeramatan yang di alami oleh
orang-orang shaleh sampai Allah memberikan petunjuk kepada beliau
sebagai mana yang beliau ceritakan berikut yang kami kutip dari buku Abdul Qadir Isa, Hakikat Tasawuf :
Pada
awalnya aku adalah orang mengingkari kondisi spiritual orang-orang
shaleh dan derajat-derajat yang dicapai oleh para ahli makrifat. Hal ini
terus berlanjut sampai akhirnya aku bergaul dengan Mursyid-ku, Yusuf an
Nasaj. Dia terus mendorongku untuk melakukan mujahadah, hingga akhirnya
aku memperoleh karunia-karunia ilahiyah. Aku dapat melihat Allah dalam
mimpi. Dia berkata kepadaku, “wahai Abu Hamid, tinggalkanlah segala
kesibukanmu. Bergaullah dengan orang-orang yang telah Aku jadikan tempat
untuk pandangan-Ku di bumi-Ku. Mereka adalah orang-orang yang
menggadaikan dunia dan akhirat karena mencintai Aku.” Aku berkata, “Demi kemulyaan-Mu, aku tidak akan melakukannya kecuali Engkau membuatku dapat merasakan sejuknya berbaik sangka kepada mereka.”
Allah berfirman, “Sungguh Aku telah melakukannya. Yang memutuskan
hubungan antara engkau dan mereka adalah kesibukanmu mencintai dunia.
Maka keluarlah dari kesibukanmu mencintai dunia dengan suka rela sebelum
engkau keluar dari dunia dengan penuh kehinaan. Aku telah melimpahkan
kepadamu cahaya-cahaya dari sisi-Ku Yang Maha Suci.” Aku bangun dengan
penuh gembira. Lalu aku mendatangi Syekh-ku, Yusuf an Nasaj, dan
menceritakan tentang mimpiku itu. Dia tersenyum sambil berkata, “Wahai
Abu Hamid, itu hanyalah lembaran-lembaran yang pernah kami peroleh di
fase awal perjalanan kami. Jika engkau tetap bergaul denganku, maka
matahati mu akan semakin tajam.”
Pengalaman
Imam Al Ghazali berjumpa dengan Allah dalam mimpi atas bimbingan Guru
Mursyidnya menyebabkan beliau sangat yakin dengan ilmu tasawuf yang
selama ini tidak menjadi perhatiannya. Pengalaman yang tidak pernah
Beliau alami sebelumnya walaupun telah hapal Al Qur’an, ribuan hadist
dan berbagai karya ulama-ulama besar. Dan dari keterangan Guru Mursyid
beliau ternyata perjumpaa dengan Allah dalam mimpi yang dialami oleh
Imam Al Ghazali itu hanyalah fase awal dari perjalanan rohani. Tentu
saja pengalaman-pengalaman spiritual yang dialami oleh Imam al Ghazali
bisa juga dialami oleh orang lain asal memenuhi rukun dan syaratnya.
Imam
al Ghazali berpendapat bahwa sangat penting bagi seseorang yang
menempuh perjalan rohani mempunyai seorang Guru Mursyid yang membimbing
agar tidak tersesat sebagaimana yang beliau kemukakan :
“Di antara hal yang wajib bagi para salik
yang menempuh jalan kebenaran adalah bahwa dia haru mempunyai seorang
Mursyid dan pendidikan spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam
perjalanannya, serta melenyapkan akhlak yang tercela. Yang dimaksud
pendidikan di sini, hendaknya seorang pendidik spiritual menjadi seperti
petani yang merawat tanamannya. Setiap kali melihat batu atau tumbuhan
yang membahayakan tanamannya, maka dia langsung mencabut dan
membuangnya. Dia juga selalu menyirami tanamannya agar dapat tumbuh
dengan baik dan terawat, sehingga menjadi lebih baik dari tanaman
lainnya. Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan
perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang salik harus
mempunyai seorang mursyid. Sebab Allah mengutus para Rasul kepada umat
manusia untuk membimbing mereka ke jalan lurus. Dan sebelum Rasulullah
SAW`wafat, Beliau telah menetapkan para Khalifah sebagai wakil Beliau
untuk menunjukkan manusia ke jalan Allah. Begitulah seterusnya, sampai
hari kiamat. Oleh karena itu, seorang salik mutlak membutuhkan seorang
Mursyid.”
Menurut
Imam al Gahazali, pada umumnya manusia tidak bisa melihat
penyakit-penyakit jiwa mereka sendiri kecuali orang-orang yang telah
terbuka hijabnya dan telah tercerahkan lewat bimbingan Mursyid.
Seseorang hanya dapat melihat korotan saudaranya tapi dia tidak bisa
melihat kotorannya sendiri. Seorang Mursyid atas karunia Allah
mengetahui penyakit-penyakit hati manusia. Oleh karenanya kata Imam Al
Ghazali apabila menusia ingin mengetahui penyakit-penyakit jiwanya
hendaknya dia duduk dihadapan Mursyid yang mengetahui penyakit-penyakit
jiwa dan menyingkap aib-aib yang tersembunyi. Dia harus
mengendalikan hawa nafsunya dan mengikuti petunjuk Mursyidnya itu dalam
melakukan mujahadah. Inilah sikap seorang murid terhadap mursyidnya atau
sikap seorang pelajar terhadap gurunya. Dengan demikian, Mursyid atau
gurunya akan dapat mengenalkannya tentang penyakit penyakit yang ada
dalam jiwanya dan cara mengobatinya.
Zaman
sekarang orang menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu-ilmu yang tidak
berhubungan dengan dirinya sendiri dan melupakan tentang ilmu mengenal
diri. Tasawuf adalah ilmu untuk penyucian hati dan ilmu untuk mengenal
diri agar bisa mengenal Tuhan. Tasawuf bukan sekedar ilmu yang dibaca
dan dihapal lalu dipraktekkan menurut selera masing-masing. Tasawuf pada
intinya adalah ilmu kerohanian yang membutuhkan seorang Master yang
ahli untuk membimbing manusia kepada Tuhan. Dialah Mursyid yang bukan
hanya mengatakan bahwa Allah itu Esa dengan segala sifat-sifat-Nya tapi
juga bisa mengantarkan muridnya langsung bertemu dengan Allah
sebagaimana pengalaman Imam Al Ghazali diantarkan kehadirat Allah oleh
Guru Mursyidnya.
Saya selalu bersyukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya yang tidak terhingga dengan diperkenalkan saya dengan salah seorang Auliya-Nya.
Beliau lah yang membimbing saya kehadirat Allah SWT menemukan cahaya
dalam kegelapan hati. Tanpa Mursyid, sungguh saya hanyalah seorang hamba
baca yang merasa tahu tanpa bisa merasakan apa-apa.
Semoga
Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim akan selalu mengekalkan kita
dalam karunia-Nya bersama dengan kekasih-Nya di muka bumi, memberikan
kesempatan untuk terus menyaksikan keindahan wajah-Nya, mengizinkan kita
untuk terus mendengar firman-Nya yang Maha Menggetarkan. Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar