by SufiMuda
Ka’bah
adalah titik sentral ibadah seluruh ummat Islam di dunia. Ibadah apapun
di dalam Islam menjadikan ka’bah sebagai pusatnya. Shalat sebagai
ibadah wajib yang dilaksanakan 5 kali sehari, menghadapkan wajah
mengarah kepada ka’bah yang ada di makkah. Ketika dikuburpun wajah
seorang muslim dihadapkan kepada ka’bah. Begitu penting posisi ka’bah
sebagai rumah Allah sehingga seluruh ibadah dianggap tidak sah apabila
dilakukan tidak menghadap ka’bah.
Seluruh
ummat Islam dalam melaksanakan shalat meskipun badan dan wajah
dihadapkan kepada ka’bah sebagai syarat wajib, tapi seluruhnya sepakat
bahwa kita tidak sekali-kali menyembah ka’bah, yang kita sembah adalah
Allah pemilik dari ka’bah.
Ummat
Islam menghadapkan wajah ke arah ka’bah adalah sebagai wasilah antara
hamba dengan Tuhannya. Orang-orang yang menentang wasilah tanpa sadar
dalam keseharian melakukan tawasul dalam beribadah kepada Allah.
Syahadat adalah Wasilah
Mengucapkan
Kalimah Syahadah adalah syarat utama seseorang bisa disebut sebagai
orang Islam, ini adalah pondasi, rukun Islam yang pertama. Syahadat
terdiri dua kalimat, pertama mengakui Allah sebagai Tuhan dan kedua
mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Kalau hanya mengakui Allah sebagai
Tuhan dan tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul-Nya maka syahadatnya
tidak sah. Kenapa?
Karena
dari zaman jahiliyah sebelum muncul Islam, masyarakat di mekkah
mengakui Allah sebagai Tuhan dari segala tuhan, dan mereka meyakini
bahwa berhala yang mereka sembah adalah sebagai penghubung atau media
bagi mereka untuk menyembah Allah. Nama-nama Allah seperti ar-Rahman,
ar-Rahim dan lain-lain memang sudah dikenal di dalam masyarakat
jahiliyah. Keterangan lengkap anda bisa telesuri dibeberapa karya yang
membahas tentang masyarakat Arab Pra Islam, salah satunya ada di buku History of The Arabs karya Prof Philip K. Hitti.
Masyarakat
jahiliyah tidak menolak Allah sebagai Tuhan, tapi mereka tidak mau
menerima Muhammad sebagai utusan Allah, mereka lebih yakin kepada
berhala-berhala yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali dengan
Allah. Menyakini berhala sebagai penghubungan manusia dengan Allah
inilah yang di sebut syirik, menyekutukan Allah karena memang tidak ada
hubungan sedikitpun dengan Allah. Inilah wasilah yang dilarang di dalam
agama.
Kalau
orang mengaku bertauhid menyembah Tuhan Yang Esa tapi tidak mengenal
yang disembah, dalam ibadah yang dilakukan hadir tuhan-tuhan lain,
apakah itu masalah duniawi, harta, wajah manusia dan lain-lain itu sama
dengan melakukan syirik tersembunyi, menyembah Allah tapi masih
menyimpan berhala dalam pikiran dan hatinya.
Kalau
kita menelusuri dengan teliti, diseluruh dunia sebenarnya tidak ada
yang disembah manusia selain Tuhan, seluruh manusia menyembah Tuhan,
menyembah suatu kekuatan di luar manusia yang mempunyai kemampuan tidak
terbatas. Agama Majusi sekalipun yang konon katanya mereka menyambah api
sebenarnya mereka tidak menyembah api. Bagi mereka api adalah simbol
keabadian, memberikan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia,
api adalah anugerah dari Tuhan yang memberikan mereka nafas kehidupan.
Api bisa juga mendatangkan bala atau kemurkaan bila digunakan dengan
cara salah. Jadi mereka menghormati api dengan sebuah keyakinan itu ada
hubungan dengan Tuhan, jadi mereka bukan menyembah api tapi menyembah
Tuhan yang mereka yakini bisa terhubungan lewat api. Ini juga salah satu
bentuk wasilah yang dilarang menurut Islam, karena api bukanlah Allah
dan Allah juga bukan api, keduanya sangat berbeda.
Kalau
kita lihat fokus ummat Islam kepada ka’bah dengan segala jenis ritual
yang dilakukan, mungkin bisa jadi masyarakat non muslim akan menganggap
ummat Islam menyembah ka’bah. Hal ini pernah dikemukan oleh salah
seorang teman saya non muslim, dalam pandangannya ummat Islam dalam
beribadah seperti menyembah ka’bah. Saya menjelaskan bahwa seluruh ummat
Islam menyakini bahwa ka’bah adalah rumah Allah, karena itu seluruh
ibadah difokuskan ke ka’bah sebagai wasilah ummat Islam, bukan menyembah
ka’bah. Kalau kita sedikit kritis maka ka’bah juga tidak bisa
dijadikan sebagai wasilah karena ka’bah adalah buatan manusia. Allah
Maha Suci dari segala sifat-sifat terbatas dan terkurung.
Menarik kita telusuri dari pengalaman beberapa tokoh sufi ketika menunaikan ibadah haji, salah satunya adalah Mansur Al-Halaj. Ketika dia menunaikan ibadah haji pertama dia melihat ka’bah dan tidak menemukan Allah disana. Al-Halaj berkata, “Ibadah haji aku tidak sempurna, aku datang kemari bukan untuk menemui ka’bah tapi menemui pemiliknya”. Pada haji berikutnya, yang dia temui adalah ka’bah dan juga pemiliknya yaitu Allah swt. Kemudian dia berkata, “Haji aku masih belum sempurna, yang aku kemui Allah dan ka’bah”. Kemudian dilain kesempatan ketika dia menunaikan ibadah haji, yang dilihat hanya Allah, tidak ada selain itu termasuk ka’bah, baru dengan gembira dia berkata, “Sekarang barulah sempurna ibadah haji yang aku lakukan, aku tidak melihat apapun selain Allah”.
Pengalaman serupa bukan hanya dialami oleh Mansur Al-Halaj, tapi juga dialami oleh tokoh sufi yang lain yang intinya mereka menganggap ibadah haji nya tidak sempurna kalau mareka belum menjumpai Allah disana.
Menarik kita telusuri dari pengalaman beberapa tokoh sufi ketika menunaikan ibadah haji, salah satunya adalah Mansur Al-Halaj. Ketika dia menunaikan ibadah haji pertama dia melihat ka’bah dan tidak menemukan Allah disana. Al-Halaj berkata, “Ibadah haji aku tidak sempurna, aku datang kemari bukan untuk menemui ka’bah tapi menemui pemiliknya”. Pada haji berikutnya, yang dia temui adalah ka’bah dan juga pemiliknya yaitu Allah swt. Kemudian dia berkata, “Haji aku masih belum sempurna, yang aku kemui Allah dan ka’bah”. Kemudian dilain kesempatan ketika dia menunaikan ibadah haji, yang dilihat hanya Allah, tidak ada selain itu termasuk ka’bah, baru dengan gembira dia berkata, “Sekarang barulah sempurna ibadah haji yang aku lakukan, aku tidak melihat apapun selain Allah”.
Pengalaman serupa bukan hanya dialami oleh Mansur Al-Halaj, tapi juga dialami oleh tokoh sufi yang lain yang intinya mereka menganggap ibadah haji nya tidak sempurna kalau mareka belum menjumpai Allah disana.
Guru Sufi mengatakan, “Ka’bah itu bukan tempat untuk dikurung Allah, Maha Suci Allah dalam segala sifat-sifat itu, ka’bah adalah sebagai simbol persatuan ummat Islam seluruh dunia, maka kesanalah kita menghadapkan wajah”. Jadi Allah tidak berada di ka’bah, itu hanya sebagai simbol persatuan, sebagai pemersatu ummat, semua meyakini itu sebagai rumah Allah.
Hamzah Fanshuri salah seorang penyair dan juga tokoh sufi pernah menulis, “Pergi ke makkah mencari Allah, pulang ke rumah bertemu Dia”.
Pengalaman yang dialami oleh Hamzah Fanshuri sama dengan al-Halaj, dia
tidak menemukan Allah di ka’bah. Hamzah Fanshuri menjumpai Allah yang
adalah dalam “rumah” yaitu dalam dirinya sendiri. Kalau Allah telah
dijumpai dalam diri maka dimanapun Dia bisa dijumpai.
Kalau
di Indonesia, dirumah kita sendiri tidak pernah bisa menjumpai Allah,
maka pergi ke ka’bah sekalipun tetap juga tidak bisa menjumpai Allah.
Sama halnya dengan berenang, “Kalau di Jakarta tidak bisa berenang, maka disamudera atlantik juga tidak bisa karena berenangnya sama-sama di air”.
Kalau di Jakarta atau ditempat kita tinggal bisa berenang, maka
dimanapun bisa beranang karena kuncinya adalah berenang di air, selama
tempatnya adalah air apakah dikolam, di sungai, danau bahkan samudera
atlantik sekalipun tetap bisa berenang.
Kalau
manusia tidak mengenal Allah di dalam dirinya, tidak mengenal Allah
ketika masih hidup di dunia, maka di akhirat pun tetap Allah tidak
dikenal karena Allah yang ada di dunia dengan akhirat adalah sama.
Saya
sudahi dulu tulisan ini, setelah shalat Jum’at nanti akan saya
lanjutkan lagi. Semoga Allah SWT selalu membimbing dan menuntun kita ke
jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin ya Rabbal ‘Alamin
Bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar