“Awal beragama Makrifatullah”
begitu kata baginda Rasul untuk mengingatkan ummatnya untuk fokus
mencapai tahap makrifat kepada Allah sebagai syarat awal agar seseorang
dinilai telah beragama. Makrifatullah dalam makna umum berarti mengenal
atau mengetahui tentang Allah. Makrifat terbagi menjadi Makrifat Asma
(nama), Makrifat af’al/fi’il (perbuatan) dan Makrifat Dzat (Memandang
Dzat Allah).
Makrifat dengan nama Allah
berarti kita mengenal tentang Allah lewat nama-nama-Nya, adalah 99 nama
yang baik (asmaul husna) yang terdapat dalam al-Qur’an. Ar-Rahman dan
ar-Rahim misalnya mengajarkan kita bahwa Allah adalah sosok yang
mempunyai sifat pengasih dan penyayang. Al-‘Aziz, Maha Perkasa atau Maha
Kuat, dengan nama itu tergambar dalam pikiran kita akan Tuhan yang Maha
Kuat, sumber dari segala kekuatan. Dengan mengetahui nama tersebut akan
membuat kita sadar bahwa di atas kita ada sosok yang jauh melebihi
kemampuan kita. Dengan mengetahui nama-nama-Nya adalah salah satu cara
kita mengenal-Nya.
Makrifat dengan af’al/fi’il atau sifat, ada 20 sifat Allah yang wajib diketahui oleh hamba-Nya. Kalam,
atau berkata-kata akan mengajarkan kita bahwa Allah memiliki sifat
berkata-kata, dengan itu memberikan keyakinan bahwa Allah memberikan
petunjuk kepada seluruh manusia dengan perantaraan kata-kata-Nya.
Kata-kata-Nya yang disampaikan kepada Nabi ditulis dalam bentuk kitab
suci sedangkan kata-kata-Nya yang disampaikan kepada hati orang beriman
akan memberikan petunjuk secara pribadi kepada orang tersebut dalam
kehidupannya. Sifat Kalam Tuhan itu abadi, artinya tidak mungkin
Tuhan hanya berkata-kata zaman dulu saja ketika Nabi ada tapi Dia akan
terus berkata-kata sepanjang zaman, cuma diperlukan ketenangan jiwa dan
hati yang bersih untuk bisa mendengarkan firman-Nya.
Makrifat Dzat,
mengenal Dzat Allah, ini adalah puncak makrifat, mengenal dengan
sebenar kenal. Dengan makrifat seorang hamba yang telah disucikan dan
intensif berdzikir lewat hati sanubarinya, dapat melihat Tuhan Allah
SWT. Para Sufi mengatakan, “Kalau mata yang terdapat dalam hati
sanubari manusia terbuka, mata kepalanya akan tertutup dan ketika itu
yang dilihatnya hanya Allah SWT. Makrifat merupakan cermin. Jika seorang
sufi melihat ke cermin, maka yang dilihatnya hanya Allah SWT. Yang
dilihat orang arif sewaktu tidur maupun bangun hanya Allah SWT”
Kenapa
awal beragama makrifat kepada Allah, karena jika tidak mengenal Allah
maka tidak mungkin manusia bisa menyembah-Nya dan tidak mungkin bisa
mencintai-Nya. Maka sangat penting bagi seluruh manusia untuk mencapai
tahap makrifat agar ibadah-ibadah yang dilakukannya tidak sia-sia.
Nabi
Ibrahim mendapat perintah untuk mengorbankan anaknya lewat mimpi, Allah
memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya. Kenapa Ibrahim
melaksanakan perintah yang “aneh” tersebut karena dia sangat yakin yang
memerintahkan adalah Allah. Kenapa sangat yakin yang datang dalam
mimpinya adalah Allah, karena Nabi Ibrahim telah mencapai tahap
makrifatullah, mengenal Dzat Allah SWT. Akal tidak mampu menguraikan
tentang wujud Allah yang datang dalam mimpi Ibrahim, tasawuf dengan
mudah menguraikannya. Uraian tentang makrifat dan pengalaman-pengalaman
tentang makrifat hanya bisa dipahami oleh orang yang telah berada di
alam makrifat pula.
Makrifat
tidak di dapat lewat perenungan, lewat kajian-kajian atau
bacaan-bacaan. Ribuan buku tasawuf tidak akan membawa seseorang mencapai
makrifat. Al-Ghazali berkata, “Alat seorang sufi mendapatkan makrifat
adalah qalbu, bukan panca indera atau akal. Pengetahuan yang diperoleh
qalbu lebih benar daripada pengetahuan yang diperoleh melalui
akal. Jalan untuk memperoleh kebenaran adalah tasawuf (makrifat bukan
filsafat)”. Al-Ghazali memaknai makrifat sebagai Memandang Wajah Allah.
Setelah
mencapai tahap makrifat seperti yang disebutkan oleh Rasulullah SAW,
barulah seseorang bisa menerapkan segala ibadah yang dianjurkan oleh
agama. Zunnun al-Mishri mengatakan bahwa makrifat mempunyai jangkauan
moral yang nilai kemanusiaan seoptimalnya yang harus berhias ahklak
Allah SWT. Pergaulan orang arif bila telah sampai ke tingkat ini
bagaikan pergaulan dengan Allah SWT. Aisyah istri Nabi ketika ditanya
tentang akhlak Rasulullah menjawab bahwa akhlak Rasulullah adalah
al-Qur’an.
Hanya
Allah yang mengetahui siapa dari hamba-Nya yang benar-benar
mengenal-Nya, sampai ke tahap makrifat. Tapi tentu saja orang yang telah
mengenal Allah sebagaimana disebutkan tadi maka Akhlaknya akan
mengikuti akhlak Rasulullah SAW. Menurut zunnun adalah tiga tanda orang
Arif (Orang yang telah mencapai tahap Makrifat) :
- Cahaya Makrifat tidak memadamkan cahaya kerendahan hatinya,
- Tidak mengakui secara bathiniah, ilmu yang bertentangan dengan hukum lahiriah (Hukum Syariat).
- Nikmat Allah SWT yang banyak itu tidak mengiringnya untuk melanggar larangan Allah SWT.
Orang
Arif dengan pengetahuannya yang luas, hakikat yang mendalam akan tetap
menjaga amalan-amalan zahir yang di syariatkan oleh agama. Orang yang
mengaku bermakrifat kemudian bertingkah aneh, meninggalkan kewajiban
agama, berakhlak yang tercela akan diragukan tentang makrifatnya.
Kehebatan dan kekeramatan yang diberikan Allah kepadanya tidak dipakai
untuk melanggar perintah Allah, melakukan perbuatan-perbuatan tercela,
ini penjelasan dari ciri-ciri orang makrifat menurut Dzunnun al-Mishri.
Kesimpulan
dari tulisan ini bahwa makrifatullah atau mengenal Allah adalah awal
beragama, dengan mencapai makrifat maka segala ibadah akan bermakna
karena kita mengenal siapa yang kita sembah. Kalau Makrifatullah adalah
awal beragama, lalu apa akhir dari agama? Akhir dari beragama juga
makrifatullah karena Makrifatullah adalah ruh dari agama.
Demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar