Nama
Tarekat ini terambil dari nama seorang guru tasawuf yang masyhur yaitu Muhammad
ibn ‘Abdul Karim al-Madani al-Syafi’i, yang dikenal dengan al-Sammani (1718 -
1775 M/1130 – 1189 H). Ia dilahirkan di Madinah dari keluarga Quraisy. Dia
melewatkan hidupnya di Madinah dan tinggal di dalam rumah bersejarah milik Abu
Bakr al-Siddiq.
Syekh
Muhammad Samman mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada
zamannya. Guru tarekatnya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal
ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan syekh tarekat Khalwatiyah dari
Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. menurut
beberapa sumber, Syekh Samman semasa kunjungannya ke Mesir (tahun 1760) pernah
belajar pada dua guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan
Mahmud al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya
Syekh Samman sendiri dan ‘Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ‘Abd
as-Samad hanya menyebut rantaian guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa
al-Bakri, sehingga tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari tarekat
Khalwatiyah.
Kemunculan Tarekat Sammaniyah bermula
dari kegiatan Syekh Muhammad Samman mengajarkan Tarekat di Madinah. Syekh
Muhammad Samman juga menjabat sebagai pintu makam Nabi di Madinah. Dalam rangka
jabatan ini, ia menerima tamu dari seluruh dunia Islam, sehingga tidak
mengherankan bila ajaran tasawufnya menggabungkan tradisi dari berbagai wilayah
dan benua: dari Maghrib dan Afrika Timur sampai ke India dan Nusantara. Oleh sebab itu
tidak mengherankan jika Tarekat ini tersebar luas dan terkenal dengan nama
Tarekat Sammaniyah.
Sebagaimana guru-guru besar tasawuf,
Syekh Muhammad Samman terkenal akan kesalehan, kezuhudan dan kekeramatannya.
Salah satu keramatnya adalah ketika Abdullah Al-Basri – karena melakukan
kesalahan – dipenjarakan dengan kaki dan leher dirantai. Dalam kedaan yang
tersiksa, Al-Basri menyebut nama Syekh Muhammad Samman tiga kali, seketika
terlepaslah rantai yang melilitnya. Kepada seorang murid Syekh Muhammad Samman
yang melihat kejadian tersebut, Al-Basri menceritakan, “kulihat Syekh Muhammad
Samman berdiri di depanku dan marah. Ketika kupandang wajahnya, tersungkurlah
aku pingsan. Setelah siuman, kulihat rantai yang melilitku telah putus.”
Perihal awal kegiatan Syekh Muhammad
Samman dalam Tarekat dan Hakikat, menurut kitab Manaqib Tuan Syekh Muhammad
Samman adalah sejak pertemuannya dengan Syekh Abdul Qadir Jailani. Kisahnya, si
suatu ketika Syekh Muhammad Samman berkhalwat di suatu tempat dengan memakai
pakaian yang indah-indah. Pada waktu itu datang Syekh Abdul Qadir Jailani
membawakan pakaian jubah putih. “ini pakaian yang cocok untukmu”. Ia kemudian
memerintahkan Syekh Muhammad Samman agar melepas pakaiannya dan mengenakan
jubah putih yang dibawanya. Konon semula Syekh Muhammad Samman menutup-nutupi
ilmunya sampai datanglah perintah dari Rasulullah SAW menyebarkannya dalam kota Madinah.
Di antara karya-karya Syekh Muhammad
Samman yaitu :
- An-Nafakhat al-Ilahiyah fi as-Suluk at-Tariqah al-Muhammadiyah . ( النفحة الإلهية فى كيفية السلوك الطريقة المحمدية). Buku ini berisi tentang ajaran tatacara atau thariqah yang harus dilalui oleh salik untuk sampai kepada hadrah al-Rahman, yaitu terbukanya tabir yang menghalangi penglihatan untuk sampai kepada musyahadah dengan Tuhan. Tarekat yang diajarkannya berisi ajaran mengenai tata cara berzikir, berkhalwat, bergaul, berguru, dan menjadi wali Allah.
- Ratib Samman (رواتب السمان). Ratib ini berisi tentang ajaran zikir dan doa-doa kepada Tuhan yang dibaca sesudah sembahyang isya.
- Igsya lil hafa wal mu’nisat al-Walhan (إغشى اللحفاوالمؤنسات الولهان). Naskah ini berisi tentang metode zikir dan muraqabah agar fana dan baqa dapat dicapai.
- Risalah fi Ahwali al-Muraqabah (رسالة فى أحوال المراقبة). Naskah ini berisi tentang tarekat atau metode yang dilalui oleh sufi untuk sampai kepada maqam al-fana.
- Jaliyah al-Kurab wa Manilah al-‘Arab (جلية الكرب ومنيلة العرب). Naskah ini adalah syarah dari kitab yang berisi tentang ajaran zikir dan doa yang disusun dalam bentuk qasidah dan sebagai pedoman bagi ahl al-irfan (ahli ma’rifah) untuk sampai kepada Tuhan. Naskah ini ditulis oleh murid Syekh Muhammad Samman, yaitu Syekh Abdul Hamid.
Mengenai riwayat hidup Syekh Muhammad Samman secara
terperinci tidak diketahui, hanya ada ditulis oleh salah seorang muridnya atau
khalifah yang bernama Syekh Siddiq al-Madani dalam sebuah Manaqib Tuan Syekh
Muhammad Samman, tetapi buku tersebut tidak banyak menceritakan tentang
kesalehannya dan kezuhudannya, serta keramat dan keanehan-keanehannya, yang
terdapat pada dirinya. Dalam buku tersebut dijelaskan latar belakang
penulisannya bahwa kisah-kisah wali-wali Allah dan Hadis Nabi yang menjanjikan
rahmat Allah bagi orang-orang yang suka membaca Manaqib wali-wali itu disamping
membaca Al-Qur’an, membaca tahlil, dan bersedekah, berdasarkan hal itu ia
tertarik untuk menulis sebuah Manaqib gurunya yang dianggap sebagai ahli
syari’at, tarekat dan hakikat.
Syekh Samman
mempelajari berbagai tarekat kepada guru-guru terbesar pada zamannya. Ia bukan ahli
tasawuf saja; ia juga mempelajari ilmu Islam lainnya. Suatu sumber Arab hampir
sezaman dengannya, Sulaiman al-Ahdal dalam bukunya al-Nafs al-Yamani, sebagaimana
dikutip oleh Martin Van Bruinessen menyebut lima gurunya merupakan ulama
fiqih terkenal: Muhammad al-Daqqaq, Sayyid ’Ali al-’Aththar, ’Ali al-Kurdi,
’Abd al-Wahab al-Thanthawi (di Mekkah) dan Sa’id Hilal al-Makki. Di bidang
Tasawuf dan Tauhid, gurunya yang paling mengesankan adalah Mustafa ibn Kamal
ad-Din al-Bakri, pengarang produktif dan Syekh Tarekat Khalwatiyah dari
Damaskus, yang pernah menetap di Madinah dan wafat di Kairo pada 1749. Menurut
beberapa sumber, Samman semasa kunjungannya ke Mesir tahun 1760 pernah belajar
pada guru Khalwatiyah lainnya, Muhammad ibn Salim al-Hifnawi dan Mahmud
al-Kurdi, tetapi pengaruh keduanya tidak terlihat dalam karya-karya Samman
sendiri dan ’Abd as-Samad al-Palimbani. Dalam silsilahnya, ’Abd as-Samad hanya
menyebut rantai guru Khalwatiyah, mulai dengan Mustafa al-Bakri, sehingga
Tarekat Sammaniyah lazim dianggap cabang dari Khalwatiyah. Padahal Syekh Samman
memasuki Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Qadiriyah pula, dan oleh karenanya
orang sezaman sering menyebut Muhammad ibn Abd al-Karim al-Qadiri as-Samman.
Syekh lain yang sangat berpengaruh terhadap ajaran dan praktek-praktek
Sammaniyah, walaupun Samman tidak bertemu langsung dengannya, adalah ’Abd
al-Ghani an-Nabulusi (w. 1143 H/1731 M), salah seorang guru Mustafa al-Bakri,
tokoh besar Tarekat Naqsyabandiyah dan pengarang sangat produktif, pembela Ibn
’Arabi dan ’Abd al-Karim al-Jili. Tarekat keempat yang diambil Samman adalah
Syadziliyah, yang mewakili tradisi tasawuf Maghrib dan terkenal dengan
hizib-hizibnya.
Samman
mulai mengajar perpaduan dari teknik-teknik zikir, bacaan-bacaan lain, dan
ajaran metafisika semua tarekat ini dengan beberapa tambahan (qasidah dan
bacaan lain susunannya sendiri), yang kemudian dikenal dengan nama baru
Sammaniyah. Meski Sammaniyah bukanlah satu-satunya tarekat yang merupakan
gabungan dari berbagai tarekat yang asli. Karena tidak lama kemudian, Muhammad
’Usman al-Mirghani mendirikan Tarekat Khatmiyah (perpaduan dari Naqsyabandiyah,
Qadiriyah, Syadziliyah, Junaidiyah dan Mirghaniyah), sedangkan Ahmad Khatib
Sambas membuat perpaduan sejenis dengan nama Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Kitab
Fath al-’Arifin yang secara singkat menguraikan ajaran Ahmad Khatib
Sambas begitu jelas menyamakan tarekat ini dengan Sammaniyah. Tarekat Khatmiyah
kemudian menyebar, utamanya Afrika Timur, sedangkan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
tersebar ke Indonesia.
As-Samman
semasa hidupnya mengajar di Maderasah Sanjariyah yang didatangi banyak murid
dari negeri-negeri jauh. Diriwayatkan bahwa dia pernah bepergian ke Yaman dan
Mesir pada tahun 1174 H/1760 M untuk mendirikan cabang-cabang Sammaniyah dan
mengajar murid-muridnya mengenai Zikir Sammaniyah. Ia juga mendirikan Zawiyah
Sammaniyah di berbagai kota di Hijaz dan Yaman. Hikayat Syekh Muhammad Samman menceritakan
bahwa salah satu zawiyah di kota Jeddah, dibangun atas biaya Sultan Palembang,
dua tahun setelah wafat Syekh Samman yakni pada tahun 1191 H/1777 M.
Dalam
kitab Sair as-Salikin, ’Abd as-Samad menyebut tiga murid Syekh Samman
yang diizinkan mengajar Tarekat Sammaniyah, yang paling terkenal diantaranya
Siddiq ibn Umar Khan dan Muhammad Nafis. Di dalam kitab Hikayat Syeikh
Samman juga disebutkan sejumlah nama murid terkemuka Syekh Samman. Disamping
Syekh Siddiq dan Syekh Abdurrahman, kitab ini menyebut Syekh Abd al-Karim
(putra Syekh Samman), Mawla Sayyid Ahmad al-Baghdadi, Shur ad-Din al-Qabili
(dari Kabul Afganistan) dan Abd al-Wahab Afifi al-Misri. Sebagai orang
Nusantara, penulis menyebut M. Arsyad al-Banjari, Abd al-Rahman al-Fathani, dan
tiga orang Palembang: Syekh Abd as-Samad, Tuan Haji Ahmad dan dirinya, M. Muhyiddin
ibn Syihabuddin.
Murid-murid
Syekh Samman dan banyak ulama di sekitarnya menganggapnya sebagai seorang wali
yang luar biasa keramatnya. Dalam Hikayat Syekh Muhammad Samman ia disebut
Khatam al-Wilayah al-Khashshah al-Muhammadiyah dan martabatnya disamakan dengan martabat Syekh
Abdul Qadir al-Jailani. Keajaiban yang diriwayatkan dalam kitab Manaqib ini
memang melebihi keajaiban wali-wali lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar