Perpaduan
antara hati nurani dan akal itulah yang dapat sampai kepada hakikat dan
dapat naik memperoleh tajalli tertinggi. Dengan akal saja orang tidak
akan sampai memperoleh derajat itu, sebagaimana halnya orang juga tidak
akan sampai ke derajat itu, kalau hanya dengan kalbu hati nurani tanpa
akal. Manusia ulul albab adalah memadukan kedua daya rohani yang amat
besar dan menentukan itu, yaitu daya akal dan daya kalbu hati nurani.
Itulah manusia yang dapat melaksanakan pola ajaran dan amal Dienul Islam
dengan utuh dan sempurna.
Sesungguhnya
proses takhalli, tahalli dan tajalli itu, tidaklah harus selesai satu
tingkat atau satu tahap baru memasuki tingkat atau tahap selanjutnya.
Pelaksanaannya adalah bersama-sama, sesuai dengan riyadhah dan mujahadah
yang dilaksanakan dan tergantung pula kepada rahmat dan karunia Allah.
Dari kajian ini sesungguhnya setiap salik yang dengan ikhlas dan taslim
melaksanakan zikir dengan metode tarekatullah, telah memperoleh
hasil yang bertahap-tahap itu. Dengan kata lain, setiap salik dengan
katagori ikhlas dan taslim disertai dengan riyadhah dan mujahadah yang
sungguh-sungguh dan lestari, telah memperoleh tajalli, tetapi
tingkatannya tidak tajalli tertinggi, seperti yang dijelaskan di atas
tadi.
Bila
sudah asyik beramal dan di dalam keasyikan itu kita meraskan keagungan
dan kebesaran Allah mulai dari af’al, asma, sifat dan zat Allah,
sesungguhnya kita sudah tajalli dalam maqam, derajat yang berbeda-beda.
Yang sampai ke derajad wali tidak banyak, tetapi yang sampai ke derajat
tingkat orang yang saleh dan taat pasti lebih banyak.
Salah
satu kunci utama dalam peramalan tasauf dan tarekat, adalah cinta, dan
rindu selalu kepada Allah dan Rasul-Nya. Cinta dan rindu kepada Allah
dan Rasul, adalah berkat usaha seseorang dan karunia dari Allah SWT.
Karena itu bagi orang yang telah memperoleh bibit-bibit cinta dan rindu
itu, harus memelihara dan membinanya sungguh-sungguh dengan beramal
ikhlas, baik yang wajib maupun yang sunat. Ibadah yang dilakukan harus
pas / sesuai benar antara syariat dan hakikatnya, antara yang tersurat
dan yang tersirat pada amal ibadat itu. Kalangan sufi berpendapat
seseorang beribadat tanpa mengetahui makna yang tersirat, makna batin,
ataupun makna hakikat dari ibadat itu, tak ubahnya seperti anak kecil
yang membaca buku, tanpa mengetahui sama sekali pengertian dari apa yang
dia baca.
Dalam
pemeliharaan dan pembinaan selanjutnya, seorang sufi dalam hidup dan
kehidupannya harus dapat mengendalikan dirinya, jangan sampai terjerumus
kembali kepada hal-hal yang bias membatalkan amalnya. Karena itu dia
harus selalu bersikap wara’, ridla, zikrul maut, dan sebagainya.
Demikian Penjelasan tentang Takhalli, Tahalli dan Tajalli yang saya kutip dari berbagai sumber, mudah-mudahan bermanfaat…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar